Pengertian tema, latar, dan penokohan

Peristiwa 41 ”Luasnya lebih dari tiga belas meter, Lyn, kamu bisa bikin kolam ikan buat ngisi kesenggangan hari dan Mama bisa bikin kebun bunga sementara Papa mo ngebangun istana mungil buat tempat tinggal kita,” lanjut Papa dengan suara riang. Lyn sangat gembira. Cita-citanya untuk punya kolam ikan yang cukup besar en ada air mancurnya nggak lama lagi terwujud. ”Tapi, Pa. Kenapa sih Papa milih tanah luas di Desa Dohoq Sogo? Papa kan pasti tau rumor yang berkembang mengenai daerah itu, rawan dan angker.” Papa tertawa. ”Nilai bisnisnya, Lyn,” jawabnya kemudian. ”Papa yakin banget kalau daerah itu nggak akan lama lagi bakalan dijamah tangan- tangan profesional. Mereka akan menyulap daerah yang katanya rawan, yang masih angker menjadi sebuah daerah yang hidup, ramai dan pasti elit. Bukan mustahil kalau di Dohoq Sogo ini akan berdiri apartemen-apartemen megah dan mewah. Kamu pasti senang tinggal di daerah elit seperti itu.” Begitulah Rencana Papa Lyn akhirnya terwujud setelah pembayaran pembebasan tanah di Jakarta selesai en Papa langsung membayar tanah di Dohoq Sogo yang sudah dipanjerinya. Dan dua bulan kemudian, kebun bunga milik Mama, kolam ikan milik Lyn, juga istana mungil rancangan Papa sudah benar-benar terwujud. Kini Lyn sekeluarga menempatinya dengan senang hati. Tetapi…setelah sepuluh hari Lyn tinggal di desa Dohoq Sogo, ia baru merasakan satu keanehan. Sudah tiga kali dengan malam ini Lyn mendengar bisikan-bisikan aneh. Bahkan yang terakhir Lyn benar-benar jelas mendengar namanya disebut-sebut, namun suara itu seperti terdengar dari jarak yang cukup jauh, seperti sebuah gema yang memantul. “Lyn…liin….kamu…kamu cantik sekali. Kamu mau datang ke rumahku kan? Kamu mau berkunjung ke rumahku kan?” “Ah Suara itu…? Lym merasa tengkuknya meremang. Maunya ia membangunkan Papa, tapi Lyn nggak punya keberanian melakukannya, ia cuma bisa ketakutan di tempat tidurnya dan menutup kepalanya dengan bantal. Paginya, Lyn merasa tubuhnya nggak punya daya, panas tubuhnya terasa tinggi. “Kamu sakit, Lyn?” Mama yang tahu kalo Lyn enggan turun dari tempat tidur bertanya pelan. “Barangkali Lyn cuma kecapekan saja, Ma,” jawaban Lyn melenceng dari apa yang ingin dikatakan pada mamanya. Sebenarnya Lyn mau menceritakan kejadian semalam, tapi … “Kalo gitu kamu istirahat saja, nanti mama buatkan minuman hangat,” ucap mama Lyn dan berlalu. 42 Terampil Berbahasa Indonesia Kelas IX SMPMTs Nyatanya Lyn hanya mampu rebah setengah jam di atas tempat tidur. Bete, doski langsung cabut ke taman mungil di depan rumahnya. Memandangi bunga-bunga yang baru mekar dan kemudian mencabuti ilalang liar yang tumbuh di dekat rumpun mawarnya, tetapi…saat Lyn berjongkok, sekelebatan Lyn menangkap sesosok tubuh melintas di hadapannya, tak jauh dari pagar besi di halaman rumahnya. Lyn berusaha meyakini kehadiran sosok itu dengan mengangkat kepalanya, namun tak didapati siapa-siapa, tetapi saat Lyn mo nyabutin ilalang lagi, ia merasa seperti ada yang tengah memerhatikannya. Lyn kembali mengangkat kepala. Sepasang mata bagusnya kini tertumbuk pada sosok cowok keren yang bersandar di batang pohon kamboja. Cowok cute itu mamandang lurus ke arah Lyn, tatapan itu tak kuasa dielakan Lyn dan membuat dadanya berdebar dan saat cowok itu tersenyum …. Lyn merasa dirinya seperti terbang ke awan, mengapung lalu… Tubuh Lyn tiba-tiba rebah. ”Lynn…. Mama Lyn yang melihat kejadian itu segera memburu. Selepas magrib suhu tubuh Lyn semakin meninggi, ia panik dan wajahnya jelas pucat. Dari sepasang bibir bagusnya terdengan ceracauan yang aneh didengar. ”Rancuk …Rancuk….” Mama Lyn ikut panik. ”Apa itu rancuk, Pa?” Papa Alyndya menggeleng, ia memang tak mengerti ucapan anaknya, ia merenung sesaat. ”Kita harus meminta bantuan orang pintar,” putusnya kemudian. ”Siapa orang pintar itu, Pa? Kita masih baru di tempat ini, kita belum kenal siapa- siapa,” Mama Lyn masih panik. ”Kita minta bantuan tetangga, mudah-mudahan mereka tahu,” sahut Papa Lyn ”Jika begitu cepat Papa ke sana, biar Mama menunggu Lyn.” Papa Lyn bergegas menuju ke rumah tetangga yang letaknya agak jauh, yang paling dekat berjarak lima puluh meter. Sebab itu, Papa Lyn bagai berlari saat menuju ke rumah tetangga. Beruntung tetangga yang dikunjungi justru memang orang yang dibutuhkan. Lelaki setengah abad itu bersedia membantu kesulitan yang dialami keluarga Lyndya. ”Kita berangkat sekarang,” putus lelaki kurus berkumis tipis yang nggak punya tampang sebagai orang pintar. Papa Lyn mengangguk dan keduanya langsung melangkah cepat. Tiga hari setelah kejadian Lyn pingsan dengan sukses, selepas magrib, saat Lyn baru saja menyalakan TV, pintu utama rumahnya diketuk seseorang. Papa dan Mama Lyn yang mendengar bermaksud membukakan pintu, tetapi Lyn melarang dan ia sendiri yang ngebukain.