PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN KECERNAAN BAHAN ORGANIK PADA SAPI PEDAGING

(1)

ABSTRACT

USE OF MINERAL DETERMINATION OF MICRO ORGANIC MATERIALS DIGESTIBILIY AND DIGESTIBILITY DRY ORGANIC

MATERIALS TO BEEFCATTLE

By

Jepron Silaban (1), Prof.Dr.Ir. Muhtarudin, M.S, M.S. (2), Ir. Liman, M.Si. (3)

The research objective is to: (1)determine the effect ofthe provision of

micro-organic mineralsin the rationondry matterdigestibilityandorganic matter digestibilityin cattleCut:(2) todeterminethebestuse ofmicro-organic mineral digestibility ofdry matterand organic matterinbeef cattle.

This study uses four beef tails. The design used is a Latin Square design (RBSL) 4x4 with four head of cattle as fourth period as the columns and rows. The treatment that is given is

R0: basal ration (20% + 80% concentrate forage); R1: basal ration + organic micro-minerals (Zn, Cu, Se, and Cr) * 0.5 times (Zn 20ppm, 5ppm Cu, 0.15 ppm Se, Cr 0.05 ppm); R2: + basal ration of organic micro-minerals (Zn, Cu, Se, and Cr)* 1 time (Zn 40ppm, 10ppm Cu, 0.30 ppm Se, Cr 0.10 ppm); R3: basal ration + organic micro-minerals (Zn, Cu, Se, and Cr) * 1.5 times (Zn 60ppm, 15ppm Cu , 0.40 ppm Se, Cr 0.15 ppm). The data obtained were tested by analysis of

variance (ANOVA), followed by an orthogonal polynomial tests to determine the best level of use of organic micro-minerals.

The results showed that: (1) the effect of adding organic micro-minerals in the ration was not significantly different (P> 0.05) on digestibility of dry matter and organic matter in beef cattle rations: (2) the addition of organic micro-minerals (Zn, Cu, Cr , Se) in the ration dry matter yield and digestibility of the organic material is higher compared with rations rations without the provision of micro-organic mineral: (3) the digestibility of dry matter and micro-organic matter present in the highest ration of treatment with the addition of organic micro-minerals from recommendation 1 time in the ration.

(1) Alumni Animal Husbandry Major Faculty of Agriculture .Lampung University.

(2) Lecturer Animal Husbandry Major Faculty of Agriculture .Lampung University


(2)

(3)

ABSTRAK

PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN KECERNAAN

BAHAN ORGANIK PADA SAPI PEDAGING

Oleh

Jepron Silaban (1), Prof.Dr.Ir. Muhtarudin, M.S, M.S. (2), Ir. Liman, M.Si. (3)

Tujuan penelitian adalah untuk: (1) mengetahui pengaruh pemberian mineral mikro organik dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik pada sapi Potong:(2) mengetahui tingkat terbaik penentuan penggunaan mineral mikro organik kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi potong.

Penelitian ini menggunakan 4 ekor Sapi Pedaging. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL) 4x4 dengan 4 ekor sapi sebagai kolom dan 4 periode sebagai baris. Adapun perlakuan yang diberikan. Perlakuan yang di uji cobakan adalah: R0: Ransum basal (20% hijauan + 80% konsentrat). R1: Ransum basal + Mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr)* ½ kali

rekomendasi. R2: Ransum basal + Mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr)* 1 kali rekomendasi. R3: Ransum basal + Mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr)* 1½ kali rekomendasi. Data yang diperoleh diuji dengan analysis of variance (ANOVA), kemudian dilanjutkan dengan uji Polinomial ortogonal untuk

menentukan tingkat terbaik penggunaan mineral mikro organik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)pengaruh penambahan mineral mikro organik dalam ransum tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum pada sapi pedaging: (2) penambahan mineral mikro organik (Zn, Cu, Cr, Se) dalam ransum menghasilkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum lebih tinggi dibandingkan dengan ransum tanpa pemberian mineral mikro organik: (3) nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum yang tertinggi terdapat pada perlakuan dengan penambahan mineral mikro organik 1 kali dari rekomendasi di dalam ransum.

(1) Alumni Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung (2) Dosen Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung


(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai hasil yang diinginkan selain manajemen dan pembibitan. Pakan berguna untuk kebutuhan pokok, produksi, dan reproduksi. Oleh karena itu, ternak harus mendapatkan pakan yang sesuai dengan kebutuhannya, baik dalam jumlah konsumsi maupun kandungan zat yang diberikan. Pemberian pakan yang tidak sesuai kebutuhan akan menyebabkan penurunan terhadap pertumbuhan, produksi, dan reproduksi. Oleh sebab itu, dibutuhkan pakan yang berkualitas dan

ketersediaannya kontinyu.

Kebutuhan pakan untuk ternak tidak terlepas dari hijauan yang tersedia

peningkatan produktivitas ternak. Ketersediaan hijauan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas merupakan syarat utama. Ketersediaan pakan tersebut sangat mendukung untuk pengembangan populasi ternak dan juga dalam program penggemukan ternak.

Peningkatan populasi ternak ruminansia menghadapi hambatan terutama akibat pertambahan jumlah penduduk yang mengakibatkan ketersediaan akan lahan untuk penanaman hijauan untuk ternak semakin menyempit. Selaian itu, juga


(5)

2

dipengaruhi oleh pesatnya pertumbuhan industri yang menggunakan lahan yang tidak sedikit. Oleh sebab itu harus ada solusi untuk memenuhi kebutuhan hijauan untuk ternak tersebut dengan memanfaatkan bahan pakan alternatif yang

potensial, tersedia dalam jumlah yang banyak, ekonomis, mudah didapat, kualitas yang baik, mengandung zat gizi yang memungkinkan untuk meningkatkan

produktivitas ternak itu sendiri.

Salah satu solusi untuk meningkatkan dan menjaga produktivitas ternak adalah dengan memaksimumkan pemberian bahan-bahan pelengkap (suplemen) baik yang tidak mengandung zat nutrisi seperti antibiotik, antioksidan dan perangsang nafsu makan maupun yang mengandung zat nutrisi seperti mineral, vitamin, asam amino, dan asam lemak tambahan. Harga yang relatif mahal dari bahan-bahan pelengkap, tidak selalu mudah diperoleh di semua tempat, dan karena dosis yang diperoleh sangat sedikit sehingga pencampurannya ke dalam ransum menuntut keterampilan tertentu untuk mengefektifkan dari beberapa diantara faktor-faktor pembatas penggunaan bahan pelengkap.

Dalam bentuk bebas mineral mikro dapat saling berinteraksi positif dan negatif dengan lemak, protein atau bahan organik lain dalam saluran pencernaan

ruminansia sehingga mineral tersebut akan terbuang bersama feses. Hal ini akan menyebabkan tubuh ternak kekurangan mineral dalam tubuhnya mineral mikro terdiri dari Zn, Cu, Cr, dan Se.

Mineral Zn sangat berperan dalam sintesa protein oleh mikroba dengan cara mengaktifkan enzim-enzim mikroba (Arora, 1995). Selain itu mineral Zn juga berfungsi sebagai aktivator dan komponen dari beberapa dehidrogenase, peptidase


(6)

dan fosfatase yang berperan dalam metabolisme asam nukleat, sintesis protein dan metabolisme karbohidrat (Parakkasi, 1998).

Mineral Cu berfungsi sebagai katalisator enzim metallo-protein (Tillman et al., 1991) karena Cu merupakan salah satu unsur enzim tersebut. Penambahan mineral Co bersama dengan Cu dapat meningkatkan kecernaan serat kasar pada ternak ruminansia (Arora, 1995). Defisiensi Cu akan mengakibatkan ternak mengalami anemia karena seruplasmin dalam tubuh akan rendah sebagai imbas dari

rendahnya mineral Cu (Tillman et al.,1991).

Mineral Cr termasuk mineral mikro yang harus tersedia dalam tubuh dalam jumlah yang sedikit. Kromium berperan dalam sintesis lemak, metabolisme protein dan asam nukleat (McDonald, 1995). Selanjutnya McDonald (1995) menyatakan bahwa defisiensi mineral Cr dapat mengakibatkan penurunan

kolesterol darah dan peningkatan HDL (High Density Lipoprotein) dalam plasma darah. Selain itu mineral Cr esensial untuk kerja optimum hormon insulin dan jaringan mamalia serta terlibat dalam kegiatan lipase (Nasoetion, 1984).

Selenium dalam jumlah yang normal dapat menstimulir sintesa protein mikroba namun sebaliknya, jika berlebih akan menghambat sintesa protein mikroba (Arora, 1995). Mineral ini mungkin juga diperlukan dalam mekanisme

penyerapan lipid di saluran pencernaan atau pengangkutan lemak melalui dinding usus (Parakkasi, 1998). Oleh karena itu, penggunaan mineral harus dalam bentuk mineral organik. Pemberian mineral organik dapat meningkatkan ketersediaan mineral dalam tubuh.


(7)

4

B. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) mengetahui pengaruh pemberian mineral mikro organik dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik pada sapi pedaging.

2) mengetahui tingkat terbaik penggunaan mineral mikro organik kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi pedaging.

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan nyata penambahan wawasan ilmu pengetahuan dan informasi tentang penentuan tingkat penggunaan mineral mikro organik terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik pada sapi pedaging.

D. Kerangka Pemikiran

Pakan merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam budidaya ternak untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pakan berguna untuk kebutuhan pokok, produksi dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik kualitas maupun kuantitas sehingga dapat meningkatkan produksi ternak ruminansia.

Bahan makanan merupakan biaya produksi paling besar pada usaha ternak sapi yaitu sampai mencapai 60%--80% dari biaya produksi total, sehingga dapat meningkatnya efisiensi penggunaan bahan makan oleh sapi pada akhirnya dapat menghasilkan kenaikan yang nyata pada efisiensi usaha ternak sapi


(8)

Salah satu solusi untuk meningkatkan dan menjaga produktivitas ternak dengan memaksimumkan pemberian bahan-bahan pelengkap (suplemen) baik yang tidak mengandung zat nutrisi seperti antibiotik, antioksidan, dan perangsang nafsu makan maupun yang mengandung zat nutrisi seperti mineral, vitamin, asam amino, dan asam lemak tambahan. Salah satu bahan yang saat ini sedang diteliti pemanfaatannya sebagai campuran ransum ternak adalah dan mineral organik.

Kecernaan pakan serat dalam rumen pada dasarnya adalah kerja enzim-enzim pencernaan serat yang diproduksi oleh mikroba rumen. Untuk mencerna fraksi serat dalam pakan, ternak ruminansia sepenuhnya tergantung kepada peranan mikroba rumen. Untuk pertumbuhan mikroorganisme yang optimal, semua nutrien prekusor harus tersedia dalam konsentrasi yang optimum di dalam rumen. Nutrien tersebut termasuk (dalam ATP), asam-asam amino,mineral, dan vitamin (Erwanto, 1995).

Haber dan Kung (1981) menyatakan bahwa efesien fermentasi dan sintesis protein mikroba rumen dapat dimaksimumkan bila semua prekusor tersebut tersedia dalam jumlah yang cukup dan selaras dengan ketersediaan nutrien lain. Ternak ruminansia tidak memproduksi enzim-enzim yang dapat menghindrolisis selulosa atau hemiselulosa. Untuk itu perlu meningkatkan populasi mikroba rumen

penghasil enzim.

Mineral merupakan salah satu unsur yang juga mempengaruhi produksi ternak. Sekitar 4% tubuh ternak terdiri atas mineral, namun hewan tidak dapat mensintesa mineral sendiri, karena itu harus diberikan dalam pakan (Maynard et al., 1979).


(9)

6

Mineral adalah salah satu unsur esensial yang diperlukan mikroba rumen untuk optimalisasi bioproses dalam rumen. Optimalisasi bioproses dalam rumen

diharapkan dapat memacu fermentasi dan pertumbuhan mikroba rumen, sehingga dapat meningkatkan produksi ternak ruminansia.

Kemajuan bioteknologi telah menghasilkan minerak organik yang dianggap suatu komponen penting dalam ilmu makanan ternak, selain penggunaan mineral anorganik, karena mineral organik lebih mudah diserap oleh tubuh ternak. Penambahan Zn organik diharapkan dapat meningkatkan produksi protein mikroba rumen. Bentuk Zn organik akan meningkatkan penyerapan Zn pasca rumen. Rojas et al. (1995), membandingkan penggunaan Zn-lisin, Zn-metionin, dan Zn sulfat, teryata Zn-lisin terserap lebih banyak dibandingkan perlakuan lainya yang digambarkan dengan kandungan Zn yang tinggi pada ginjal, liver, dan pankreas. Dilaporkan oleh Muhtarudin et al. (2003) bahwa penggunaan Zn

organik (Lisin-Zn PUFA dan Zn-proteinat) dapat meningkatkan bioproses dalam rumen, kecernaan zat-zat makanan, metabolisme protein, dan penampilan ternak.

Bioproses dalam rumen dan pascarumen harus didukung kecukupan meneral makro dan mikro. Mineral-mineral ini berperan dalam optimalisasi bioproses dalam rumen dan metabolisme zat-zat makanan. Mineral mikro dan makro di dalam alat pencernaan ternak dapat saling berinteraksi positif atau negatif dan faktor lainnya seperti asam fitat, serat kasar, dan zat-zat lainnya dapat

menurunkan ketersediaan mineral. Pemberian mineral dalam bentuk organik dapat meningkatkan ketersediaan sehingga dapat lebih tinggi diserap dalam tubuh ternak (Muhtarudin, 2003 dan Muhtarudin et al., 2003).


(10)

Mineral dalam bentuk chelates dapat lebih tersedia diserap dalam proses pencernaan. Agensia Chelating dapat berupa karbohidrat, lipid, asam amino, fosfat, dan vitamin. Dalam proses pencernaan chelates dalam ransum

memfasilitasi menembus dinding sel usus. Secara teoritis, chelates meningkatkan penyerapan mineral.

Mineral kalsium (Ca) adalah salah satu mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh ternak. Mineral Ca sangat penting sebagai komponen struktural (tulang dan gigi) dan non struktural (metabolisme dan jaringan lemak). Penyerapan Ca dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk mineral ini, juga oleh interaksinya dengan mineral lainnya. Konsumsi yang tinggi mineral Al dan Mg dapat menggangu penyerapan Ca. Asam oksalat dan fitat menurunkan penyerapan Ca. Asam lemak menstimulir membentuk sabun yang tidak larut, akan tetapi sejumlah lemak dalam jumlah tertentu mendorong penyerapan kalsium (Maynard et al., 1982).

Pembuatan sabun kalsium dengan asam lemak diharapkan dapat mengurangi interaksi negatif dengan mineral lain dan dapat meningkatkan penyerapan pascarumen.

Pemberian mineral Zn dapat memacu pertumbuhan mikroba rumen (Putra, 1999. dan Muhtarudin, et al., 2003) dan meningkatkan penampilan ternak (Erna Hartati, 1998, dan Muhtarudin, et al., 2003). Defisiensi Zn ini dapat menyebabkan parakeratosis jaringan usus dan dapat mengganggu peranan Zn dalam metabolisme mikroorganisme rumen, mengingat kebutuhan Zn bagi

mikroorganisme cukup tinggi yaitu 130--220 mg/kg (Hungate, 1966). Zn sebagai metalloenzim yang melibatkan banyak enzim antara lain polimerase DNA,


(11)

8

peptidase karboksi A dan B dan posfatase alkalin. Aktivitas enzim-enzim tersebut akan terganggu apabila terjadi defisiensi Zn.

Di negara maju suplementasi Zn dan Cu, digunakan untuk mengatasi mastitis. Tidak kurang 60% sapi perah laktasi di Indonesia menderita mastitis subklinis sampai klinis. Hal ini menimbulkan kerugian ekonomis yang sangat besar karena susu ditolak konsumen. Defisiensi Zn antara lain menyebabkan puting susu mengeras, rapuh, pecah, dan mengundang infeksi bakteri patogen ke dalam ke dalam kelenjar ambing (Sutardi, 2001). Suplementasi mineral Zn baik berupa Zn lisinat atau proteinat memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan parameter nutrisi pada ternak, sedangkan suplementasi Cu berbentuk Cu lisinat berpengaruh menurunkan pertumbuhan, namun sebaliknya dalam bentuk Zn, Cu proteinat mampu menghasilkan pertumbuhan terbaik pada domba. Oleh karena itu suplementasi Cu sebaiknya dalam bentuk Cu proteinat (Sutardi, 2001). NRC (1988) merekomendasikan kebutuhan Zn dan Cu masing-masing 50 ppm dan 10 ppm.

Salah satu mineral mikro yang juga sangat dibutuhkan ternak ruminansia adalah Se (selenium) Kadarnya dalam pakan banyak yang belum diketahui, sedangkan dalam pakan yang telah diketahui kadarnya ketersediaan biologisnya sangat beragam. Dengan demikian peluang untuk defisien atau marjinal cukup besar. Defisiensi Se terkait erat dengan defisiensi vitamin E. antara lain menyebabkan diatesis eksudatif pada unggas dan penyakit daging putih (white muscle disease) pada domba, dan kemandulan pada sapi perah betina (Arthur, 1997).


(12)

Cromium dapat meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel-sel tubuh. Faktor Cr sebagai faktor toleransi glukosa (GTF) telah lama diketahui (Schwartz dan Mertz, 1959). GTF-cromium meningkatkan pengikatan insulin oleh reseptor pada membran sel sehingga pemasukan ke dalam sel meningkat. Suplementasi

cromium-proteinat dapat meningkatkan glukosa darah yang dapat digunakan sebagai indikator peningkatan suplai glukosa ke dalam sel-sel tubuh dan alveolus susu. Kadar Cr pada sapi perah belum diperhitungkan dengan tepat.

E. Hipotesis

Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan ialah:

1) ada pengaruh pemberian mineral mikro organik dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik pada sapi pedaging. 2) ada tingkat penggunaan mineral mikro organik terbaik dalam ransum

terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik pada sapi pedaging.


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Pencernaan pada Ternak Ruminansia

Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan di dalam saluran pencernaan ternak ruminansia. Proses

pencernaan makananya relatif lebih kompleks bila dibandingkan dengan proses pencernaan pada jenis ternak non ruminansia. Menurut Sutardi (1979), proses pencernaan ternak ruminansia terjadi secara mekanis (di dalam mulut), secara fermentatif (oleh enzim-enzim pencernaan). Sedangkan menurut Church (1979), pencernaan fermentatif pada ternak ruminansia terjadi dalam rumen (retikulo-rumen) berupa perubahan-perubahan senyawa tertentu menjadi senyawa lain yang sama sekali berbeda dari molekul zat makanan asalnya.

Organ pencernaan pada ternak ruminansia terdiri atas 4 bagian penting, yaitu mulut, lambung, usus halus, dan organ pencernaan bagian belakang. Lambung ternak ruminansia terdiri atas 4 bagian yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Rumen dan retikulum dipandang sebagai organ tunggal yang disebut retikulo-rumen, sedangkan sekum, kolon, dan rektum termasuk organ pencernaan bagian belakang (Erwanto, 1995). Rumen dan retikulum dihuni oleh mikroba dan merupakan alat fermentatif dengan kondisi anaerob suhu 39oC (Sutardi, 1976).


(14)

Menurut Church (1988), kapasitas keseluruhan dari keempat bagian perut tersebut adalah rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7% dan abomasum 8%.

Arora (1989) menyatakan di dalam rumen terdapat mikroorganisme yang dikenal dengan mikroba rumen. Melalui mikroba ini maka bahan-bahan makanan yang berasal dari hijauan yang mengandung polisakarida kompleks, selulosa, dan lignoselulosa, sehingga dapat dipecah menjadi bagian-bagiansederhana. Selain itu, pati, karbonhidrat, dan protein dirombak menjadi asam asetat, propionat, dan butirat.

Makanan yang masuk melalui mulut ternak ruminansia akan mengalami proses pengunyahan atau pemotongan secara mekanis sehingga membentuk bolus. Pada proses ini, makanan akan bercampur dengan saliva kemudian masuk ke dalam rumen melalui esofagus. Selanjutnya, di dalam rumen makanan akan mengalami proses pencernaan fermentatif. Pada masa ternak istirahat makanan dari rumen yang masih kasar dikembalikan ke dalam mulut (regurgitasi) untuk dikunyah kembali (remastikasi), kemudian makanan ditelan kembali (redegultasi), lalu decerna lagi oleh mikroba rumen. Digesta yang halus dapat masuk ke dalam usus dan mengalami proses pencernaan hidrolitik

Menurut Ensminger et al. (1990), proses pencernaan fermentatif yang terjadi di retikulorumen dibantu oleh mikroba yang jumlahnya yang cukup besar yaitu mikroflora (bakteri) dan mikrofauna (protozoa). Pencernaan fermentatif, kapasitasnya besar dan terjadi sebelum usus halus (organ penyerapan utama), keuntungan dari pencernaan fermentatif ini adalah mudah diserap usus, dapat mencerna selulosa, dapat menggunakan non-protein nitrogen seperti urea dan


(15)

12

dapat memperbaiki kualitas protein pakan yang nilai hayatinya rendah. Sedangkan kerugian dari pencernaan fermentatif yaitu banyak energi yang terbuang sebagai metan dan panas, protein bernilai hayati tinngi mengalami degradasi menjadi amonia (NH3) sehingga menurunkan nilai protein dan peke terhadap ketosis atau

keracunan yang paling sering terjadi pada domba. (Siregar, 1994).

B. Konsumsi Ransum

Tujuan ternak mengkonsumsi pakan adalah untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makan yang diperlukan tubuh. Zat-zat makanan tersebut antara lain, protein,, lemek, enrgi, mineral, dan vitamin yanng digunakan untuk proses pertumbuhan, produksi, reproduksi, dan pemeliharaan, Church (1988) berpendapat bahwa produktivitas ternak sangat dipengaruhi oeh kualitas ransum yang dikonsumsi.

Jumlah zat-zat makanan yang dibutuhkan ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : jenis ternak, jenis kelamin, fase pertumbuhan, bobot tubuh, tujuan pemeliharaan, umur, dan kondisi fisiologi ternak (Church, 1988).

Banyaknya jumlah pakan yang dikonsumsi oleh seekor ternak merupakan salah satu faktor penting yang secara langsung mempengaruhi produktivitas ternak. Konsumsi makanan dipengaruhi terutama oleh faktor kualitas makanan dan oleh kebutuhan energi terak yang dipelihara. Semakin baik kualitas makanan, maka semakin tinggi jumlah makanan untuk dikonsumsi oleh ternak. Konsumsi bahan kering pakan ternak ruminansia dapat berkisar antra 1,5--3,5% berat badan, tetapi pada umumnya 2--3% dari berat badanya (Bamualim, 1988).


(16)

Kemampuan ternak mengkonsumsi bahan makanan merupakan hal yang perlu diperhatikan karena erat hubunganya dengan tingkat produksi ternak yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan variasi kapasitas produksi disebabkan oleh makanan berbagai jenis ternak ditentukan oleh konsumsi (60%), kecernaan (25%), dan konversi hasil pencernaan produk (15%), (Parakkasi, 1985). Peningkatan konsumsi sejalan dengan besarnya ternak. Bentuk ransum yang ringkas dan tidak berdebu sangat disukai ternak, sedangkan kandungan serat kasar yang tinggi menurunkan tingkkat knsumsi ini. Demikian pula makanan yang voluminous dan kecernaannya rendah akan menurunkan konsumsi (Parakkasi, 1983.

C. Kecernaan

Kecernaan dari suatu bahan pakan yang tergantung pada jenis ternak, umur ternak, jumlah ransum yang diberikan. Cara penyediannya, jenis bahan pakan, dan

kandungan zat-zat makanan yang tersedia di dalamnya. Kecernaan bahan pakan juga tergantung pada gerak laju makanan di dalam saluran pencernaan, sedangkan laju makanan dipengaruhi oleh jenis makanan yang dikonsumsi. Artinya, apabila diberikan pakan yang dimiliki nutrisi tinggi maka nilai kecernaan zat makanan tersebut akan meningkat (Arora,1995).

Pencernaan merupakan suatu proses perubahan fisik dan kimia yang dialami oleh bahan-bahan pakan di dalam alat-alat pencernaan. Sistem pencernaan ternak ruminansia berbeda dengan sistem pencernaan ternak lainnya. Sistem pencernaan ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibanding dengan ternak lainnya

dikarenakan selain proses pencernaan oleh alat-alat pencernaan ruminansia sendiri juga terjadi proses pencernaan oleh mikroorganisme (Sutardi, 1980).


(17)

14

Daya cerna dapat menjadi ukuran tinggi rendahnya nilai gizi suatu bahan

makanan. Pada umumnya pakan dengan kandungan zat-zat makanan yang dapat dicerna tinggi, maka akan tinggi pula gizinya. Menurut Lubis (1963) nilai gizi makanan antara lain diukur dari jumlah zat-zat makanan yang dapat dicerna, sedangkan kualitas suatu bahan makanan dicerminkan dari angka konsumsi bahan kering atau bersama koefisien cerna zat-zat makanan tersebut (Tillman et

al.,1998). Menurut Anggorodi (1994), kecernaan dapat dihitung dari selisih antara zat-zat makanan yang dikonsumsi dengan zat-zat makanan yang ada dalam feses dan kemudian dikalikan 100%. Perhitungan kndungan dari zat-zat makanan dilakukan secara sistematis sesuai dengan partisi zat-zat makanan pada ransum dan feses. Partisi pakan menurut Weende dalam analisis proksimat dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber : Anggorodi (1994)

Air Bahan kering (BK)

Abu (mineral) Bahan Organik (BO)

Bahan Organik Tanpa Nitrogen (BOTN)

Bahan Ekstrak Tanpa N (BETN) Karbohidrat (KH) Protein Kasar (PK)

Lemak

Bahan Pakan


(18)

D. Nutrisi Mineral

Mineral adalah bahan kimia anorganik yang berperan aktif dalam reaksi-reaksi yang melibatkan enzim-enzim, memiliki fungsi spesifik, dan penting bagi

kehidupan ternak (Church, 1988). Peranan mineral unik karena diperlukan dalam biosintesis zat makanan dalam tubuh walapun tidak mengandung energi dan protein.

Mineral merupakan salah satu unsur nutrisi yang berpengaruh juga dalam berbagai fungsi biologis dalam tubuh, seperti pembentukan tulang dan gigi, pembentukan haemoglobin , menjaga keseimbangan asam basa, mempertahankan tekanan osmosis, mengatur transport zat-zat makanan ke sel-sel, mengatur

permeabilitas sel, dan mengatur metabolisme zat makanan (Sutardi, 1980).

Sebagai unsur nutrisi, mineral dibutuhkan dalam jumlah yang relatif sedikit, tetapi sangat esensial, karena tubuh ternak tidak dapat mensintesisnya sendiri. Jumlah mineral yang dibutuhkan ternak bervariasi tergantung pada jenis, kelas, dan tipe ternak, jenis dan macam, serta komposisi pakan, dan aktivitas serta produksi ternak (Kartadisastra, 1997).

Mineral diperoleh dari pakan, sekitar 4% tubuh ternak terdiri atas mineral

(Maynard, 1979). Mineral esensial bagi hewan terdiri atas mineral mikro (Co, Cu, I, Mn, Mo, Se, dan Zn) (Underwood, 1997). Ternak yang kekurangan unsur mineral dapat diketahui dari tanda-tanda abnormal, terutama pada tempat-tempat mineral didistribusikan (Kartadisastra, 1997).


(19)

16

E. Zink (Zn)

Zn merupakan unsur yang esensial bagi tanaman, hewan, dan manusia. Ion Zn esensial bagi fungsi lebih dari 70 enzim dari berbagai spesies, antara lain alkalin fosfatase, karbonat anhidrase, berbagai dedidrogenase, timidin kinase,

karboksipeptidase pankreatik, dan RNA polymerase yang bergantung pada inti DNA hati (Olson et al., 1988).

Zn berperan dalam banyak proses-proses metabolism yang penting, banyak sistem dalam tubuh yang ternganggu kalau terjadi kekurangan, terutama dalam feses pertumbuhan yang cepat. Proses-proses yang sangat dipengaruhi oleh kekurangan Zn adalah metabolisme DNA, RNA, protein, dan mukosarida. Defenisi Zn pada semua hewan menyebabkan pertumbuhan terlambat sebagai akibat kurang dapat digunakannya protein dan sulfur (Tilman et al. 1998).

Zn penting untuk memproduksi 2000 enzim lebih yang terlibat dalam proses metabolism, juga penting untuk menjaga stabilitas dan integritas dari pada biomembran. Selain peranannya dalam fungsi enzim, Zn mempunyai peranannya struktural dalam nukleoprotein yang mempengaruhinya (Olson et al., 1988).

Pemberian mineral Zn dapat memacu pertumbuhan mikroba rumen (Putra, 1999, Muhtarudin et al., 2003). Zn mempercepat sintesa protein oleh mikroba dengan melalui pengaktifan enzim-enzim mikroba (Arora, 1995). Defenisi Zn dapat menyebabkan parakeratosis jaringan usus dan dapat menggangu peranannya Zn dalam metabolisme mikroorganisme rumen, mengikat kebutuhan Zn bagi mikroorganisme cukup tinggi yaitu 130--220 mg/kg (Hungate, 1966).


(20)

Zn diabsorpsi melalui permukaan mukosa jaringan rumen. Zn menstimulir pertumbuhan ciliate rumen dan meningkatkan kadar Zn medium (Arora, 1995). Kadar Zn 2000 mg/kg ke dalam ransum akan menyebabkan keracunan pada semua ternak, tetapi jarak antara kebutuhan dan keracunan sangat jauh (Tilman et al.,1998). Kandungan Zn pada pankreas, hati, ginjal, dan tulang menjadi tinggi. Selain itu dapat menggangu metabolisme dalam rumen, terjadi dalam akumulasi dalam darah, dan jaringan lain (hati, pankreas, ginjal, dan tulang).

F. Cuprum (Cu)

Cuprum (Cu) adalah elemen yang sangat dibutuhkan oleh semua hewan. Hati merupakan organ utama yang menyimpan Cu. Protein yang berikatan dengan Cu disebut hepatomikondrioeuprein mengandung kira-kira 4% Cu dan merupakan bentuk polimer-polimer dari metallotionin yang banyak terdapat di dalam lisosom.

Kadar Cu bergabung dengan metallotionin dipengaruhi oleh kadar Cu dalam makanan. Bila konsumsi Cu cukup, kontrol metabolisme utama homeostatis Cu dilakukan dengan mengatur ekskresi melalui saluran pencernaan. Absorpsi dilakukan sebagian dengan perantaraan metallotionin dalam mukosa dan proses ini akan terganggu bila ada kelebihan Zn dalam makanan, karena Zn akan menginduksi sintesis (Olson et al., 1988).

Pada ternak ruminansia Cu kurang baik diabsorpsi, hanya 1--3% Cu diabsorpsi tubuh terrnak diatur oleh metallotionin yang sekaligus sebagai tempat

berlangsungnya interaksi antara Cu dan Zn di dalam usus (Mc Dowell, 1992). Tromolibdat sangat mempengaruhi absorpsi Cu pada ternak ruminansia, sebab


(21)

18

apabila konsentrasinya tinggi dapat mengakibatkan defisiensi Cu, meskipun konsumsi Cu mencukupi, selain itu kalsium (Ca), besi (Fe), dan seng (Zn), juga mempengaruhi absorpsi Cu (Kardaya, 2000). Molybdenum dan sulfur terlibat dalam pembentukan tiomolibat yang mengikat Cu, sehingga menjadi tidak tersedia bagi ternak.

Mc Dowell (1992) menyatakan bahwa kebutuhan Cu dipenggaruhi oleh level mineral lain ransum, menjadi meningkat kebutuhanya pada ruminansia dengan adanya level molybdenum (Mo) tinggi. NRC (1988) merekomendasikan angka kebutuhan Cu yaitu 10 mg/kg untuk ternak ruminansia. Definisi Cu akan menyebabkan gangguan pada tulang (kelumpuhan), pembengkakan sendi, kerapuhan tulang. Kekurangan pigmen pada hewan dan manusia yang defisien Cu. Akan tetapi, pemberian garam tembaga yang cukup banyak, terutama pada domba akan menyebabkan penimbunan di hati. Domba peka pada pemberian Cu 20--30 mg Cu/kg ransum (Tilman et al.,1998).

G. Cromium (Cr)

Cromium (Cr) adalah suatu unsur yang esensial bagi hewan. Jumlah Cr yang tersedia dari makanan untuk keperluan metabolik, sebagian bergantung pada Cr total dalam suatu jenis makanan tertentu dan sebagian lagi pada bentuk kimianya. Bagian terbanyak dari Cr dalam makanan tampak dalam bentuk GTF (Olson et al., 1988). Untuk itu Cr lebih banyak dibicarakan dalam hubunganya ‘’Glukose Tolerance Factor’’ (GTF), sebab sejarah Cr dimulai dari observasi pemberrian ransum dengan Torula-Yeast pada tikus yang menghasilkan kelainan GTF-nya.


(22)

Urin merupakan rute utama dari ekskresi Cr, dan dapat dijadikan bahan utama untuk menentukan status Cr. Ekskresi Cr yang tinggi dianggap berasal dari mobilisasi Cr yang menyertai peningkatan glukosa otot (Olson et al., 1988).

H. Selenium (Se)

Salah satu mineral mikro yang juga sangat dibutuhkan ternak ruminansia adalah selenium (Se). Kadarnya dalam pakan banyak yang belum diketahui, sedangkan dalam pakan yang telah diketahui kadar ketersediaan biologisnya sangat beragam. Defisiensi Se terkait erat dengan difisiensi vitamin E, antara lain menyebabkan diatesis eksudatif pada unggas dan penyakit daging putih (white muscle disease) pada domba dan kemandulan pada sapi-sapi perah betina (Arthur, 1997).

Defisiensi Se menyebabkan hambatan pertumbuhan, alopesia sebagian,

aspermatogenesis, dan katarak pada tikus (Olson et al., 1988). Interaksi vitamin E dengan Se mencegah terbentuknya lipid hidroperoksida (ROOH) yang dapat menyebabkan rusaknya sel. Fungsi Se sebagai komponen glutation peroksidase yang mengubah hidroperoksida menjadi alkohol-alkohol yang sifatnya kurang berbahaya dibandingkan dengan zat-zat aslinya, dalam hal ini vitamin E berfungsi sebagai antioksidan (Parakkasi, 1985).

Kandungan Se dalam bahan makanan tergantung pada beberapa faktor antara lain ketersediaan Se dalam tanah tempat bahan makanan tersebut diproduksi dan kandungan protein di dalam bahan pakan. Se ditemukan dalam fraksi protein, apabila dalam bahan makanan tersebut kadar proteinnya rendah maka kandungan


(23)

20

Se juga rendah. Sebagian Se dalam makanan berbentuk asam amino seperti selenometionin.

Hewan mengeluarkan senyawa Se melalui urine dan pernafasan. Ion trimetil selenonium adalah satu-satunya metabolit urin yang telah diidentifikasi,

sedangkan dimetil selenida bersifat volatile (terbang) dan ditemukan dalam nafas bila konsumsi Se sangat tinggi. Hewan dapat mengatur kandungan Se-nya melalui proses eksresi (Olson et al., 1988).

Selenium dalam kadar normal dalam makanan akan menstimulir sintesis protein mikroba. Akan tetapi bila kelebihan, mikroba membentuk selenocysteine dan selenometionin yang secara abnormal digabungkan ke dalam protein mikroba dan bersifat menghambat terhadap sintesis protein (Arora, 1995). Pada kuda, sapi, dan domba akan menyebabkan kelesuan,kaku sendi, kelumpuhan, dan lepasnya kuku. Blind stagger merupakan bentuk akut keracunan Se, terjadi kebutaan dan

paralysis. Selain itu, kelebihan Se akan menyebabkan gangguan reproduksi pada sapi, babi, domba, dan ayam (Tilman et al., 1998)

I. Mineral Organik

Bioproses dalam rumen dan pascarumen harus didukung oleh kecukupan mineral makro dan mikro. Mineral-mineral ini berperan dalam optimalisasi bioproses dalam rumen dan metabolisme zat-zat makanan. Mineral mikro di dalam alat pencernaan ternak dapat saling berinteraksi positif atau negatif dan faktor lainnya seperti asam fitat, serat kasar, dan zat-zat lainnya dapat menurunkan ketersediaan (availability) mineral. Pemberian mineral dalam bentuk organik dapat


(24)

tubuh ternak (Muhtarudin, 2003 dan Muhtarudin et al., 2003). Berbagai jenis mineral organik, fungsi, dan sumbernya dapat dilihat pada Tabel 1.

Mineral dalam bentuk chelates dapat lebih tersedia diserap dalam proses pencernaan. Agensia Chelating dapat berupa karbohidrat, lipid, asam amino, fosfat, dan vitamin. Dalam proses pencernaan chelates dalam ransum

memfasilitasi menembus dinding sel usus. Secara teoritis, chelates meningkatkan penyerapan mineral. Mineral-mineral ini merupakan mineral pembentuk mineral organik yang berperan dalam optimalisasi bioproses dalam rumen dan

metabolisme zat-zat makanan. Dalam bentuk bebas mineral makro dan mikro dapat saling berinteraksi positif dan negatif seperti asam fitat, serat kasar, dan zat-zat lainnya dapat menurunkan ketersedian mineral. Pemberian mineral dalam bentuk organik dapat meningkatkan ketersediaan sehingga dapat lebih tinggi diserap dalam tubuh ternak.

Berbagai unsur anorganik (mineral) terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak atau belum semua mineral tersebut terbukti esensial, sehingga ada mineral esensial dan nonesensial. Berbagai jenis nutrisi mineral esensial dan jumlahnya dalam tubuh hewan dapat dilihat pada Tabel 2.

Mineral esensial yaitu mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ. Mineral nonesensial adalah logam yang perannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui dan kandungannya dalam jaringan sangat kecil. Bila

kandungannya tinggi dapat merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan.


(25)

22

Mineral mikro ialah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil, yaitu Fe, Mo, Cu, Zn, Mn, Co, I, dan Se

J. Fungsi Lisin pada Ternak Ruminansia

Lisin merupakan salah satu asam amino pembatas bagi ternak ruminansia berproduksi ttinggi, selain metionin dan tronin, karena ketersediannya di dalam bahan pakan kurang, sehingga diperlukan penambahan (Klemesrud et al., 1998; Muhtarudin, 2002).

Asam amino lisin adalah salah satu asam amino esensial yang mempunyai dua gugus asam amino (-NH2) dan satu gugusan karbon hidrogen karboksil (-COOH). Lisin akan terdegradasi dalam rumen, jika tidak dilindungi. Perlindungan asam amino ditujukan untuk meningkatkan suplai dan profil efisiensi asam amino yang masuk usus halus

Pemberian Zn, Cu, Cr, dan Se dalam bentuk lisinat selain untuk memenuhi kebutuhan akan mineral-mineral tersebut juga untuk memenuhi kebutuhan akan asam amino. Penggunaan mineral Zn, Cu, Cr, dan Se diperkirakan lebih efesien dan mempunyai nilai absorbilitas yang tinggi, sehingga langsung terdeposisi ke target yang memerlukan.


(26)

Tabel 1. Nutrisi mineral esensial dan jumlahnya dalam tubuh hewan.

Mineral makro g/kg Mineral mikro mg/kg Kalsium(Ca) 15 Besi (Fe) 20−80 Fosforus (P) 10 Seng (Zn) 10−50

Kalium (K) 2 Tembaga (Cu) 1−5 Natrium (Na 1,6 Molibdenum (Mo) 1−4 Klorin (Cl) 1,1 Selenium (Se) 1−2

Sulfur (S) 1,5 Iodin (I) 0,30 0,60

Magnesium (Mg) 0,4 Mangan (Mn) 0,20-0,60 Kobalt (Co) 0,02−0,10

Sumber: McDonald et al. (1988).

jenis mineral organik, fungsi, dan sumbernya dapat dilihat pada Tabel 2.

Mineral Fungsi Sumber

Besi (Fe) Membentuk hemoglobin Telur, tanah, makanan hijauan dan mioglobin, bagian dari dan butiran, injeksi besi, FeSO4 susunan enzim

Tembaga Eritropoiesis Co enzim, fungsi Susunan Bahan makanan dan (Cu) jantung yang baik, pigmentasi CuSO4(0,25−0,50%) CuSO4

bulu, reproduksi ditambahkan pada garam

Iodin (I) Membentuk hormon trioksin Garam beriodin (kalium iodida tiroksin dan kelenjar tiroksin sebagai komponen esensial pada garam, minyak ikan) Kobalt Bagian dari vitamin B12 Pelet kobalt (untuk (Co) ruminansia) 0,50 ppm garam

kobalt ditambahkan pada ransum (injeksi vitamin B12untuk menghilangkan defisiensi kobalt)

Seng Carbonic anhydrase ZnO atau ZnCO3 ditambahkan (Zn) pada ransum pakan hijauan Sumber: McDonald et al. (1988)


(27)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Juli--Oktober 2011, bertempat di kandang Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Analisis sampel pakan dan feses dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam perencanaan penelitian ini adalah satu unit kandang dengan sistem koloni berkapasitas 4 ekor sapi dapat ukuran per unit kandang 150 x 90 cm, tempat ransum, tempat minum, timbangan ternak, timbangan duduk, timbangan digital, timbangan gantung, kandang jepit, selang penghisap cairan rumen, cawan conway, tabung tempat rumen, buret untuk titrasi, alat destilasi, labu erlenmeyer, gelas ukur, pipet, dan plastik.


(28)

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada perencanaan penelitian ini berupa 4 ekor sapi pedaging. Ransum yang digunakan terdiri atas onggok, bungkil kelapa, dedak padi, kulit kopi, urea, premix, mineral organik 0,5, 1, 1,5 ppm

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan 4 ekor sapi pedaging dengan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL), 4 perlakuan dan 4 ulangan, data yang diperoleh diuji dengan analysis of variance (ANOVA), kemudian dilanjutkan dengan uji

Polinomial ortogonal untuk menetukan tingkat terbaik penggunaan mineral mikro organik. Perlakuan yang diujicobakan adalah:

R0 : Ransum basal (20% hijauan + 80% konsentrat)

R1 : Ransum basal + Mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr)* ½ kali. R2 : Ransum basal + Mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr)* 1 kali. R3 : Ransum basal + Mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr)* 1½ kali. Ransum basal terdiri dari 20% hijauan + 80% konsentrat, dan Mineral Mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr).

Tabel 1. Dosis mineral mikro organik di dalam ransum perlakuan Dosis mineral Mineral mikro organik (ppm)

Zn Cu Cr Se

½* 20 5 0,15 0,05 1* 40 10 0,30 0,10 1½* 60 15 0,35 0,15 Sumber : *National Reasearch Courcil/NRC (1998)


(29)

26

Tabel 2. Komposisi dan kandungan zat makanan ransum basal

No Nama bahan Imbangan BK Abu PK LK SK BETN

---(%)---

1 Rumput 20 7,08 1,94 1,34 0,36 6,84 9,52

2 B. Kelapa 10 8,60 0,65 1,84 1,31 1,40 4,51

3 Dedak 10 9,24 1,04 1,58 0,98 1,92 4,48

4 Onggok 33 29,41 6,36 0,90 0,44 2,87 22,42

5 Kulit kopi 25 21,71 1,64 3,77 1,00 4,00 11,31

6 Urea 1 1,00 0,00 2,88 0,00 0,00 0,00

7 Premik 1 1,00 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00

Jumlah 100 78,04 11,72 12,29 4,09 17,03 52,24

Sumber : Hasil Analisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Unila (2008)

Tabel 3. Komposisi pakan penyusun ransum konsentrat

No

Nama bahan Imbangan (%)

1 B. Kelapa 12,50

2 Dedak 12,50

3 Onggok 41,25

4 Kulit kopi 31,25

5 Urea 1,25

6 Premik (%) 1,25

Jumlah 100

D. Peubah yang Diamati

1. Konsumsi ransum (g/kg BM)

Konsumsi ransum berdasarkan bahan kering ransum per bobot metabolik (g/kg BM) ditentukan dengan menentukan konsumsi bahan kering ransum yang


(30)

merupakan selisih pemberian dan sisa pakan yang diberikan setiap hari dibagi dengan bobot tubuh ternak pangkat 0,75.

2. Kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO)

Selisih zat-zat makanan yang terkandung dalam makanan yang dimakan dengan zat-zat makanan dalam feses adalah jumlah yang tinggal di dalam tubuh ternak atau jumlah zat makanan yang dicerna.

Menurut Tillman, et al. (1991) kecernaan dihitung berdasarkan bahan kering dengan rumus :

∑ BK yang dikonsumsi (g) - Jumlah BK dalam feses (g) Jumlah BK yang dikonsumsi (g)

∑ BO yang dikonsumsi (g) –∑ BO dalam feses (g) ∑ BO yang dikonsumsi (g)

Keterangan :

KCBK : Koefisien cerna bahan kering KCBO : Koefisien cerna bahan organik BK : Bahan kering

BO : Bahan organik

E.Pelaksanaan penelitian

1. Persiapan Bahan Ransum

Pembuatan mineral organik

Pertama-tama siapkan timbangan, kemudian timbang sesuai ukuran pakan yang akan dicampurkan untuk membuat ransum basal 100 kg. Campurkan premik

X 100 % KCBK =


(31)

28

1,25, urea 0,6, dedak 12,50 kg, bungkil kelapa 12,50 kg, kulit kopi 31,25 kg, onggok 41,25 kg dan aduk hingga semua bahan-bahan tersebut maka jadilah ransum basal yang diinginkan untuk pakan ternak sapi.

Pembuatan mineral Zn, Cu, Se, dan Cr a. Zn-lysinat

2 Lys(HCl)2 + ZnSO4 Zn(Lys(HCl)2) + SO42-

Campur lysin 43,823 gr lysin HCl yang dilarutkan dalam 100 ml air + ZnSO4

16,139 gr yang dilarutkan dalam 100 ml air.

b. Cu- lysinat

2 Lys(HCl)2 + CuSO4 Cu(Lys(HCl)2) + SO4-

Campur lysin 43,823 gr lysin HCl yang dilarutkan dalam 100 ml air + CuSO4

15,995 gr yang dilarutkan dalam 100 ml air.

c. Se- lysinat

2 Lys(HCl)2 + NaSeO3.5H2O LysSO3 + 2 NaCl

Campur 0,8712 gr lysin (HCl)2 yang dilarutkan dalam 100 ml air + 0,627 gr

NaSeO3 yang dilarutkan dalam 100 ml air.

d. Cr-Lysinat

3 Lys(HCl)2 + CrCl3.6H2O Lys3Cr + H2O

Campur 11,2 gr lysin (HCl)2 yang dilarutkan dalam 100 ml air + 0,5 gr CrCl3.6H2O yang dilarutkan dalam 100 ml air.


(32)

2. Persiapan penelitian

pelaksanaan penelitian ini diawali dengan pembuatan, membersihkan kandang, peralatan dengan lingkungan, kemudian sapi ditimbangdan dimasukkan ke dalam kandang, serta diberi obat cacing dan vitamin B kompleks. Sebelum penelitian ini berlangsung, terlebih dahulu dilaksanakan masa pra penelitian yang bertujuan agar sapi yang akan digunakan dalam penelitian dapat beradaptasi dengan lingkunganya serta terbiasa mengonsumsi ransum penelitian akan diberikan. Setelah sapi melalui masa prelium, dilakukan penimbangan bobot badan sebagai bobot awal perlakuan dan penimbangan selanjutnya dilakukan 8 kali selama 96 hari. Setiap periode memiliki 3 tahap, yaitu 10 hari masa prelium, 7 hari perlakuan, dan 7 hari masa istirahat.

Perolehan data untuk menginterpretasikan efisiensi konsumsi ransum dilakukan rekording harian konsumsi pakan selama penelitian berjalan yaitu dengan pencatatan dalam pemberian ransum dan sisa ransum sehingga ransum yang terkonsumsi dapat dihitung dan dapat disimpulkan

3. Prosedur soleksi sampel

Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sampel ransum dan sampel feses yang diperoleh selama 10 hari masa pengamatan dan 5 hari

pengambilan data. Sampel feses yang dikoleksi sebanyak 10 %. Sampel ransum yang diambil sebanyak 100 g dari ransum yang diberikan ternak, kemudian ditimbang berat segar (BS) dan dijemur untuk mengetahui berat kering udara (BKU). BKU diperoleh dengan cara menjemur sampel dibawah sinar matahari


(33)

30

kemudian ditimbang. Sampel tersebut kemudian dianalisis kadar air (KA) dan bahan organik (BO) yang akan dilakukan di Laboratorium Peternakan, Universitas Lampung.

4. Prosedur analisis proksimat

a. Kadar air

 Cawan porselin beserta tutupnya yang telah bersih dipanaskan ke dalam oven 105o C selama kurang lebih 1 jam kemudian didinginkan dan ditimbang (A).

 Sampel analisa dimasukkan ke dalam cawan porselin sebanyak ± 1 g dan kemudian dicatat bobotnya (B).

 Cawan porselin berisi sampel dipanaskan di dalam oven 105o C selama kurang lebih 6 jam, kemudian cawan porselin berisi sampel analisis tersebut ditimbang (C), kemudian kadar air dihitung dengan rumus:

% 100 ) ( ) ( ) ( x A B A C A B KA      Keterangan: KA : kadar air (%)

A : bobot cawan porselin (g)

B : bobot cawan porselin berisi sample sebelum dipanaskan (g) C : bobot cawan porselin berisi sample setelah dipanaskan (g) (Fathul, 1999)


(34)

b. Kadar abu/mineral

 Cawan porselin beserta tutupnya yang bersih dipanaskan di dalam oven dengan suhu 1050 C selama 1 jam kemudian didinginkan dan ditimbang (A),

 Sampel analisis dimasukkan sebanyak 1 g dan bobot cawan porselin berisi sampel dicatat (B),

 Sampel diabukan di dalam tanur dengan suhu 6000 C selama 2 jam, kemudian tanur dimatikan dan didiamkan selama sekitar 1 jam,

 Cawan porselin berisi sampel yang sudah diabukan didinginkan di dalam desikator sampai mencapai suhu kamar biasa, penutup cawan porselin dipasang dan ditimbang serta dicatat bobotnya (C), Kadar abu dihitung dengan rumus: % 100 ) ( ) ( x A B A C Kab    Keterangan:

Kab : kadar abu (%)

A : bobot cawan porselin (g)

B : bobot cawan porselin berisi sample sebelum diabukan (g) C : bobot cawan porselin berisi sample setelah diabukan (g) (Fathul, 1999)


(35)

PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN KECERNAAN

BAHAN ORGANIK PADA SAPI PEDAGING (Skripsi)

Oleh

JEPRON SILABAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(36)

PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN KECERNAAN

BAHAN ORGANIK PADA SAPI PEDAGING

Oleh

JEPRON SILABAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(37)

PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN KECERNAAN

BAHAN ORGANIK PADA SAPI PEDAGING (Skripsi)

Oleh

JEPRON SILABAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(38)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Penentuan Tingkat Penggunaan Mineral Mikro Organik Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik Pada Sapi Pedaging

Nama : Jepron Silaban

NPM : 0614061041

Jurusan : Peternakan

Fakultas : Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S. Ir. Liman, M.Si.

NIP 19610307 198503 1 006 NIP 19670422 199402 1 001

2. Ketua Jurusan Peternakan

Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S. NIP 19610307 198503 1 006


(39)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S. ...

Sekretaris : Ir. Liman, M. Si . ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Erwanto, M.S. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001


(40)

(41)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Partisi nutrien pakan/feses dalam Analisis Proksimat... 14

2. Rata-rata kecernaan bahan kering ransum perlakuan...……... 33

3. Rata-rata kecernaan bahan kering ransum perlakuan………...……... 36

4. Penimbangan feses segar... 47

5. Pengeringan sampel... 47

6. Penimbangan sampel setelah dikeringkan………... 48

7. Penimbangan sampel setelah dikeringkan………... 48

8. Pembuatan campuran mineral organik………... 49

9. Penyusunan ransum………... 49

10. Penyedotan cairan rumen………...………... 50

11. Pengeringan sampel dengan pakai karung………... 50

12. Penjelasan cara pembuatan mineral………... 51

13. Penimbangan CaCO3 untuk dicampurkan untuk pakan... 51

14. Bahan-bahan pembuatan mineral mikro... 52

15. Penyusunan ransum... 52

16. Ngarit hijauan untuk makanan sapi.………... 53


(42)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... Vii DAFTAR GAMBAR... Viii

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan Penelitian... 4

C. Kegunaan Penelitian... 4

D. Kerangka Pemikiran... 4

E. Hipotesis... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA... 10

A. Sistem pencernaan pada ternak ruminansia... 10

B. Konsumsi ransum... 12

C. Kecernaan... 13

D. Nutrisi Mineral... 15

E. Zink... 16

F. Cuprum (Cu)... 17

G. Cromium (Cr)... 18

H. Selenium (Se)... 19

I. Mineral Organik... 20


(43)

III. BAHAN DAN METODE ... 24

A. Waktu dan Tempat Penelitian... 24

B. Alat dan Bahan Penelitian... 24

1. Alat penelitian... 24

2. Bahan penelitian... 25

C. Metode Penelitian... 25

1. Rancangan percobaan... 25

2. Analisis data... 26

D. Peubah yang Diamati... 26

1. Konsumsi ransum (g/kg BM)... 26

2. Kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO)... 27

E. Pelaksanaan Penelitian ... 27

1. Persiapan bahan ransum... 27

2. Persiapan penelitian... 29

3. Prosedur koleksi sampel... 29

4. Prosedur analisis proksimat ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Ransum... 33

B. Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Organik Ransum... 34

V. SIMPULAN DAN SARAN... 39

A. Simpulan... 39

B. Saran... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1985, Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia Jakarta

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Diterjemahkan oleh R.Murwanidan Srigandono. Gadjah Mada University Press. Yohyakarta.

Arthur, J.R. 1997. Non-glutathione proxidase fuction of selenium”. In Lyons and K.A. Jacques. Biotechnology and feed industry. Norttingham University Press. Nottingham

Church, D.C. and W.G. Pond. 1976. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminants. Vol 1, 2nd. Edition. USA.

Church, D.C. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. Vol : 1, 2nd Edition. Jhon Wiley and Sons. New York.

Church, D.C. 1988. The Ruminant Animal Digestive Physiology and Nutrition Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey

Ensminger, M.E., J.E. Oldfield and W.W. Heinemann. 1990. Feeds and Nutritions. The Ensiminger Publishing Company. California.

Erna Hartati. 1998. “Suplementasi Minyak Lemuru dan Seng ke Dalam Ransum yang Mengandung Silase Pod Coklat dan Urea untuk Memacu Pertumbuhan Sapi Holstein Jantan”. Disertasi, Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Erwanto. 1995. ,,Optimalisasi Sistem Fermentasi melalui Suplementasi Sulfur, Defaunasi, Reduksi Emisi Metan, dan Simulasi Pertumbuhan Mikroba pada Ternak Ruminansia,,.Disertasi. Program pascasarjana institut Pertanian Bogor.


(45)

40

Fathul, F. 1999. Penuntun Praktikum Penetuan Kualiatas Zat Makanan dalam Bahan Makanan Ternak. Jurusan Produksi Ternak. Fakultas Pertanian.

Universitas Lampung

Haber, J. R. dan L. Kung. 1981. ‘’Protein or non protein utilization in dairy

cattle”. Journal Dairy Science. 64: 117

Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press Inc. New York

Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba, Kambing). Kanisus. Jakarta

Klemesrud, M. J., T.J. Klopfenstein, and A. J. Lewis. 1998. “Complementary responses between feather meal and poultry by-product meal with or without ruminally protected methionine and lysin in growing calves”. Journal Animal Science. 76: 1970

Little, D.A. 1986. The Mineral Content of Ruminant Feeds and the Pontential For Mineral Supplementation in South-East. Asia with Particular Reference to Indonesia. Canberra.

Lubis, D. A. 1963. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan. Jakarta.

Maynard, L. A.,J.K. Loosly, H,f. Hintz, and R.G. Warner. 1979. Animal Nutrition. 7th edition. Mc Grew-Hill book Co. Inc. New York

Maynard L.A., John K.L., Harold F.F., Richard G.W. 1982. Animal Nutrition 7ed. Mc Graw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi

Mc Donald, P.,R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalgh, C.A. Morgan. 1995. Animal Nutrition. 5th Ed. Library of Congress Cataloging Publication. London.

McDowel, L.R. 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. Academic Press. Orlando.

Mc Dowell, L. R. 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. Departement of Animal Science. University of Florida. Florida

Mc Donald, P.,R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalgh, C.A. Morgan. 1995. Animal Nutrition. 5th Ed. Library of Congress Cataloging Publication. London

Muhtarudin. 2002. “Pengaruh Amoniasi, Hidrolisat Bulu Ayam, Daun Singkong, dan Campuran Lisin-Zn-Minyak Lemuru terhadapo Penggunaan Pakan pada Ruminansia. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor


(46)

Muhtarudin. 2003. “Pembuatan dan penggunaan zn-proteinat dalaam ransum untuk meningkatkan nilai hayati dedak gandum dan optimalisasi bioproses dalam

pencernaan ternak kambing”. Jurnal Penelitian Terapan. Vol. III (5): 385—393.

Morrison,F.B. 1959. Feeds and Feeding. The Morisson Publishing Coy. Ithaca Muhtarudin, Liman, dan Y. Widodo. 2003. “Penggunaan Seng Organik dan Polyunsaturated Fatty Acid dalam Upaya Meningkatkan Ketersediaan Seng, Pertumbuhan, serta Kualitas Daging Kambing.” Laporan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi

Nasoetion, 1984. Nutrisi Mineral. Edisi Kelima. Institut Pertanian Bogor, Bogor NRC (National Reseach Council). 1980. Mineral Tolerance of Domestic Animals. National Academy Press, Washington, D.C.

NRC (National Research Council). 1989. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. 6th Revised edit. National Academy Press, Washington, D.C.

North, M.O. 1972. Commersial Chiken Production. Poultry Mananagement Consultantt Oceanside California Wesst Connecticut. The AVI Publishing Company, Inc

Olson,R. E, H.P. Broquist, C.O. Chichester, A. C. Derby, A.C. Kolbye, R. M. Stalvey. 1988. Pengetahuan Gizi Mutakhir Mineral. Gramedia. Jakarta

Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit angkasa bandung Paraksasi, A. 1985. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

__________. 1995. “Ilmu gizi ruminansia”. Diktat. IPB Press. Bogor

Parakkasi, A. 1998. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press.

Putra, S. 1999. “Peningkatan Performans Sapi Bali Melalui Perbaikan Mutu Pakan dan Suplementasi Seng Asetat”. Disertasi, Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rojas, L.X., L.R. Mc Dowell., R.J. Consins.,F.G. Martin. N.S. Wilkinson, A.B.

Johnson, and J.B. Velasquez. 1995. “Relative bioavailability of two in organic

zinc sources fed to sheep”. J. Anim. Sci. 73: 1202.

Schwarz, K. and W. Mertz. 1959. “Chromium (III) and glucose tolerance factor.


(47)

42

Siregar, S. 1994. Ransum Ternak Ruminasia. Cetakan Ketiga. Penebar Swaadaya. Jakarta

Siregar, S. 1984. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutardi. 1976. ‘’Metabolisme of Some Essential Amino Acids by Rumen Microbes With Special Reference to Alpha-Keto Acids’’. Tesis. University of Wiscosin. Madison

Sutardi, T. 1979. “Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak”. Prosiding Seminar Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian. Bogor. Bogor

Sutardi, T. 1980. Landaan Ilmu Nutrisi”. Jilid I. Diktat Kuliah. Dapertemen Ilmu Makanan Ternak. Yogyakarta

Sutardi, T. 2001. “Revitalisasi Peternakan Sapi Perah melalui Penggunan Ransum Berbasis Limbah Perkebunan dan Suplemen Mineral Organik.” Laporan Akhir RUT VIII.1 Institut Pertanian Bogor. Bogor

Tillman, A.D. H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta


(48)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini, maka dapat disimpulkan. 1) pengaruh penambahan mineral mikro organik dalam ransum tidak berbeda

nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum pada sapi pedaging;

2) penambahan mineral mikro organik (Zn, Cu, Cr, Se) dalam ransum rata-rata menghasilkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum lebih tinggi dibandingkan dengan ransum tanpa pemberian mineral mikro organik 3) nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum yang tertinggi

terdapat pada perlakuan dengan penambahan mineral mikro organik 1 kali dari rekomendasi di dalam ransum.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh penambahan mineral mikro organik dengan level yang berbeda untuk mengetahui level yang tepat untuk meningkatkan kecernaan.


(49)

Kupersembahkan Skripsi ini

Sebagai Ungkapan Bakti dan Kasihku

Kepada Papa dan Mama Tercinta,

Adik-adikku,Sepupuku, dan Keluarga Besarku

Atas Doa ,Dukungan , dan Kasih Sayang

yang Diberikan Selama Ini

Serta Almamater Tercinta


(50)

Orang yang sukses bukanlah

Orang yang selalu menang

Namun orang yang bisa bangkit kembali

Dikala ia terjatuh

Hidup bagaikan perang

Kita harus percaya diri dalam mengatur strategi

Dan berani ambil resiko

Untuk mencapai suatu kemenangan

Senyumlah pada dunia


(51)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotacane pada 28 Juni 1988 sebagai anak kesembilan dari Sembilan bersaudara buah cinta kasih pasangan Bapak S. Silaban dan Ibu S. Br. Nababan.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Aek Nauli, Medan pada 2000, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTPN 1 Laupakam pada 2003, dan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Nasrani 1 Medan pada 2006. Penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung pada Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Pertanian melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada 2006.

Pada Juli sampai September 2010, penulis melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Sidomakmur, Kalianda/Lampung Selatan. Pada 2009 penulis pernah melaksanakan cara pembuatan biogas atau pupuk organik.


(52)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat, keajaiban, dan rejeki-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir Muhtarudin, M.S.--selaku Pembimbing Utama--atas

bimbingan, petunjuk, arahan, dan nasehat selama penelitian dan penyusunan skripsi;

2. Bapak Ir. Liman, M.Si.--selaku Pembimbing Anggota--atas bimbingan, petunjuk, dan arahan selama penelitian dan penyusunan skripsi;

3. Bapak Dr. Ir. Erwanto, M.S.--selaku Pembahas--atas kesabaran, doa, arahan, nasehat, dan perhatian selama penyusunan skripsi;

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas bimbingan, saran, ide penelitian dan izin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian;

5. Bapak Ir. Arif Qisthon, M.Si.--selaku Sekretaris Jurusan Peternakan--atas bimbingan dan arahan selama masa perkuliahan;

6. Ibu Dian Septinova, S.Pt.M.T.A.—selaku Pembimbing Akademik—atas bimbingan dan arahan selama masa perkuliahan

7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Produksi Ternak yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis;


(53)

8. Mba Erni, Agus, Mas Rajino serta Mas Tio dan Keluarga atas bantuan selama penulis menjadi mahasiswa;

9. Amang dan Inang tercinta, Abangku Kimper, Prikkles, Jinner, serta Kakakku, Desima Silaban, Jelita Silaban, Rosendi Silaban dan keluarga besar, atas curahan kasih, cinta, doa, perhatian, dukungan, dan kesabaran yang diberikan selama ini;

10. Andra Neza, Anggi Nungroho, Andik Kristiawan, Alex, kebersamaan dan pengertiannya selama penelitian;

11. Hery Donni Sinaga, Ivan Agustian, I. Made Adi Jaya, Dekil, Dugem, Zaki, Priyo, Riski, wahyu, dan seluruh teman angkatan ’06 atas persahabatan, persaudaraan yang indah;

12. Feri, Donni, Dani, Boby, Tegar, Ziskia, Budiman, Porong, Ucok, Bomy, Yayu, Lina, Febi, Try, Nano dan semua angkatan , 07, 08, 09,10, 11 terimakasih atas bantuan persaudaraannya kepada penulis.

13. Bang edo, Bang Frenndy, Bang lay, Bang Ucit, Bang Panji, Bang Arif, telah memberikan motivasi dan mendukung saya dalam penelitian ini.

Penulis berdoa semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapat berkat dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua orang dan perkembangan ilmu pengetahuan. Amin.

Bandar Lampung, 8 Februari 2012 Jepron Silaban


(54)

“Sebuah

persembahkan kecil untuk Amang dan Inang tercinta

dan Alamamater tercinta Universitas Lampung


(55)

“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada Nya, sebab Ia

memelihara kamu”

(I Petrus 5:7)

“Karena tak seorangpun yang begitu lebih membutuhkan

senyuman daripada mereka yang tidak punya lagi yang tersisa

untuk diberikan”

(Dale Carnegie)

”Hal yang paling baik yang bisa saya lakukan untuk teman

saya sangat sederhana, yaitu menjadi temannya”


(1)

Orang yang sukses bukanlah

Orang yang selalu menang

Namun orang yang bisa bangkit kembali

Dikala ia terjatuh

Hidup bagaikan perang

Kita harus percaya diri dalam mengatur strategi

Dan berani ambil resiko

Untuk mencapai suatu kemenangan

Senyumlah pada dunia


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotacane pada 28 Juni 1988 sebagai anak kesembilan dari

Sembilan bersaudara buah cinta kasih pasangan Bapak S. Silaban dan Ibu

S. Br. Nababan.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Aek Nauli, Medan

pada 2000, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTPN 1 Laupakam pada 2003,

dan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Nasrani 1 Medan pada 2006. Penulis

diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung pada Program Studi Produksi

Ternak, Fakultas Pertanian melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

(SPMB) pada 2006.

Pada Juli sampai September 2010, penulis melaksanakan KKN (Kuliah Kerja

Nyata) di Desa Sidomakmur, Kalianda/Lampung Selatan. Pada 2009 penulis


(3)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat,

keajaiban, dan rejeki-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir Muhtarudin, M.S.--selaku Pembimbing Utama--atas

bimbingan, petunjuk, arahan, dan nasehat selama penelitian dan

penyusunan skripsi;

2. Bapak Ir. Liman, M.Si.--selaku Pembimbing Anggota--atas bimbingan,

petunjuk, dan arahan selama penelitian dan penyusunan skripsi;

3. Bapak Dr. Ir. Erwanto, M.S.--selaku Pembahas--atas kesabaran, doa,

arahan, nasehat, dan perhatian selama penyusunan skripsi;

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan

Peternakan--atas bimbingan, saran, ide penelitian dan izin yang diberikan untuk

melaksanakan penelitian;

5. Bapak Ir. Arif Qisthon, M.Si.--selaku Sekretaris Jurusan Peternakan--atas

bimbingan dan arahan selama masa perkuliahan;

6. Ibu Dian Septinova, S.Pt.M.T.A.—selaku Pembimbing Akademik—atas bimbingan dan arahan selama masa perkuliahan

7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Produksi Ternak yang telah memberikan


(4)

8. Mba Erni, Agus, Mas Rajino serta Mas Tio dan Keluarga atas bantuan

selama penulis menjadi mahasiswa;

9. Amang dan Inang tercinta, Abangku Kimper, Prikkles, Jinner, serta

Kakakku, Desima Silaban, Jelita Silaban, Rosendi Silaban dan keluarga

besar, atas curahan kasih, cinta, doa, perhatian, dukungan, dan kesabaran

yang diberikan selama ini;

10.Andra Neza, Anggi Nungroho, Andik Kristiawan, Alex, kebersamaan dan

pengertiannya selama penelitian;

11.Hery Donni Sinaga, Ivan Agustian, I. Made Adi Jaya, Dekil, Dugem,

Zaki, Priyo, Riski, wahyu, dan seluruh teman angkatan ’06 atas persahabatan, persaudaraan yang indah;

12.Feri, Donni, Dani, Boby, Tegar, Ziskia, Budiman, Porong, Ucok, Bomy,

Yayu, Lina, Febi, Try, Nano dan semua angkatan , 07, 08, 09,10, 11

terimakasih atas bantuan persaudaraannya kepada penulis.

13.Bang edo, Bang Frenndy, Bang lay, Bang Ucit, Bang Panji, Bang Arif,

telah memberikan motivasi dan mendukung saya dalam penelitian ini.

Penulis berdoa semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapat berkat

dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

orang dan perkembangan ilmu pengetahuan. Amin.

Bandar Lampung, 8 Februari 2012


(5)

“Sebuah persembahkan kecil untuk Amang dan Inang tercinta

dan Alamamater tercinta Universitas Lampung”


(6)

“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada Nya, sebab Ia memelihara kamu”

(I Petrus 5:7)

“Karena tak seorangpun yang begitu lebih membutuhkan

senyuman daripada mereka yang tidak punya lagi yang tersisa

untuk diberikan”

(Dale Carnegie)

”Hal yang paling baik yang bisa saya lakukan untuk teman

saya sangat sederhana, yaitu menjadi temannya”