BAB III APLIKASI DESAIN INDUSTRI PADA PRODUK YANG SAMA
DENGAN MEREK BERBEDA
3.1. Kasus Dan Analisa Aplikasi Desain Industri Pada Produk Yang Sama
Dengan Merek Berbeda.
Kronologi kasus dapat digambarkan sebagai berikut:
Akibat Hukum
Kesepakatan penggunaan Desain yang sama antara pihak PT. Toyota
Pabrik Produksi Area Industri Sunter, Jakarta Stamping
– Casting – Engine- Painting - Assembly
PT. Astra Internasional Tbk ASTRA
Marger Join Venture
PT. Toyota Astra Motor TAM
PT. Astra Daihatsu Motor ADM
Kolaborasi
Astra Motor TOYOTA dan PT. Astra Daihatsu Motor DAIHATSU terjadi karena para pihak memiliki beberapa misi dan misi yang sama dalam
menghadapi persaingan bisnis khususnya dalam bidang industri otomotif untuk kedepannya. Iklim dan ritme kolaboratif membutuhkan karakter kerja individu
yang selalu siap berpartisipasi dalam kolaborasi, dan mengharapkan orang lain untuk berpartisipasi.
PT. Astra Internasional Tbk adalah salah satu entitas bisnis yang terdiri dari 6 lini usaha, yaitu: Otomotif, Jasa Keuangan, Alat Berat
Pertambangan, Agribisnis, Infrastruktur Logistik dan Teknologi Informasi dengan lebih dari 1000 jaringan outlet yang tersebar luas di seluruh Indonesia
dan telah melayani lebih dari 10 juta pelanggan, selalu ikut serta mengambil bagian dalam perkembangan ekonomi dan sosial di negeri ini. Di bidang
otomotif, Astra memiliki pengalaman dalam distribusi kendaraan yang meliputi pelayanan pembelian, perawatan, penggantian suku cadang dan
pelayanan purnajual. Untuk menunjang kelangsungan dan kelancaran bisnisnya PT. Astra Internasional Tbk melakukan
JoinVenture
dengan PT. Toyota Astra Motor dan PT. Astra Daihatsu Motor.
Pada masa krisis, Astra yang tadinya memiliki saham 75 di ADM, direstrukturisasi menjadi 50. Jumlah direksi seluruhnya ada 8 orang, yakni 4
orang dari pihak Astra dan 4 dari pihak Jepang. Saham Daihatsu di Jepang, 50- nya dimiliki oleh Toyota sejak 1957-an. Pada saat itu sudah terjadi kolaborasi
produk antara Toyota dan Daihatsu di Jepang. Ketika itu, Daihatsu memikirkan bahwa pasca-krisis harga mobil melonjak tajam. Kijang semula harganya Rp
30 juta – Rp 40 juta, pasca krisis menjadi Rp 150 juta. Pada kondisi ini, yang
dibutuhkan adalah kendaraan untuk keluarga yang minimal bisa menampung 7 orang. Pihak daihatsu sudah lakukan survei mengenai ini, dan model mobilnya
disukai adalah yang ada moncong di bagian depannya. Pihak daihatsu dan teman-teman di DMC sudah memikirkan ke arah sana, namun dengan kisaran
harga yang dapat dijangkau masyarakat luas. Pihak Daihatsu tahu produk Kijang Toyota akan beralih menjadi Innova
yang
full model change
dan harga yang tinggi. Nah, pihak Daihatsu menawarkan ke Toyota untuk berkolaborasi memproduksi kendaraan yang spesifikasinya
seperti yang dijelaskan tadi dan Toyota ikut menjual produk ini, sama dengan yang terjadi di Jepang. Toyota pun melihat hal yang sama. Akhirnya terjadilah
proyek kolaborasi Xenia-Avanza. Setelah jadi, dipisah menjadi 2, yang Daihatsu bernama Xenia dan Toyota bernama Avanza.
Pada saat itulah kolaborasi generasi pertama terjadi dengan mengeluarkan produk Xenia Avanza. Kolaborasi ini merupakan tonggak
penting dalam sejarah industri otomotif di Indonesia, inilah produk otomotif pertama yang desainnya dibuat oleh putra bangsa, dipilih secara global
mengalahkan desainer dari Itali, Perancis dan Jepang. Dalam kolaborasi ini, DAIHATSU yang selama ini dikenal sebagai spesialis pembuat mobil
compact
, berperan mulai dari perencanaan, pengembangan dan produksi. Sementara
TOYOTA sebagai pemain otomotif global yang sudah puluhan tahun merebut hati masyarakat di Indonesia, dikenal dengan produk dan layanan yang
berkualitas tinggi, sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, tangguh dan
terbaik di kelasnya. Salah satu produk Toyota yang lekat di hati masyarakat ialah Toyota Kijang, yang lebih dari 30 tahun telah menjadi bagian dari keluarga
Indonesia.Tetapi, masalah selanjutnya adalah pabrik yang memproduksi kendaraan ini. Setelah krisis, kapasitas pabrik ADM sebesar 78.000 per tahun.
Sementara, saat itu ADM hanya jualan Daihatsu Taruna dan Zebra yang volume produksi setahun hanya 18.000, atau paling banyak 20.000 unit. Jadi,
hanya 25 dari kapasitas produksi. Pada waktu itu utang yang dimiliki oleh pihak Daihatsu cukup besar. Maka saat itu CEO Daihatsu pergi ke Jepang dan
mengusulkan untuk buat produk di Indonesia, yaitu MPV Xenia-Avanza ini. Kami menginginkan produksi proyek kolaborasi ini dibuat di pabrik ADM agar
kapasitas produksinya bisa terisi. Akan tetapi, Toyota melihat tingkat kualitas pabrik ADM jauh di bawah Toyota. Akhirnya saya membuat tim
production strategy committee
yang bertugas menaikkan QCD
level
ADM agar sama dengan pabrik Jepang. Kami waktu itu harus kerja keras. Ketika pengecekan kedua,
akhirnya baru disetujui karena ADM sudah mampu, secara QCD level, untuk membuat produk Toyota. Akhirnya, produksi Toyota diserahkan ke ADM.
8
8
Edisi Tanpa Aktu, http:swa.co.idceo-interviewsudirman-mr-belajar-belajar-belajar, Diakses pada 1 September 2015.
3.2. Analisa kasus.