Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti 1
BAB 1
Khotbah Pertama Buddha
Khotbah Dharma sangat efektif untuk menyebarkan ajaran Buddha. Para umat Buddha berbondong-bondong ke vihara untuk mendengarkan khotbah Dharma. Dengan demikian,
orang-orang akan dapat memahami Dharma dengan baik. Khotbah Pertama Buddha dikenal dengan nama Dhammacakkappavattana Sutta. Khotbah
ini merupakan peristiwa penting dalam sejarah berdirinya agama Buddha. Tanpa ada khotbah ini, mungkin tidak ada agama Buddha.
Sampai sekarang khotbah ini diperingati sebagai hari Asadha pada bulan Juli setiap tahunnya. Di Indonesia, peristiwa Asadha diperingati di vihara-vihara, di sekolah-sekolah,
bahkan di gedung-gedung. Tujuannya untuk mengenang peristiwa penting Khotbah Pertama Buddha kepada lima petapa.
A. Buddha Merenungkan Dharma
Segera setelah mencapai Penerangan Sempurna,
Buddha duduk bermeditasi di bawah pohon Rajayatana
untuk merenungkan Dharma yang telah ditemukan. Perlu
kamu ketahui bahwa setelah melewatkan 49 hari di bawah
pohon Rajayatana, Petapa Gotama mencapai Penerangan
Sempurna, yaitu pada hari Rabu malam purnama bulan
Waisak. Pada hari ke-50, tepatnya hari Kamis, tanggal 6 bulan Asadha, Buddha bangkit dari duduk-
Nya di bawah pohon Rajayatana. Beliau kembali dan berdiam di bawah pohon gembala Ajapala
dengan duduk bersila. Dalam kesunyian dan
ketenangan di bawah pohon Ajapala itulah, Buddha merenungkan hal berikut.
“Empat Kebenaran Mulia, terlihat dengan jelas melalui kebijaksanaan yang muncul dengan sendirinya syambhu Nana. Sungguh sulit untuk dilihat bagaikan sebutir biji mostar
yang ditutupi Gunung Meru yang besar; sungguh sulit dipahami sesulit memecahkan sehelai bulu binatang menjadi seratus bagian dengan sehelai bulu lain; sungguh damai; dan
sungguh mulia.”
Sumber: http:biograibuddha.wordpress.com
Gambar 1.1 Buddha merenungkan Dharma
Ayo, Mengamati
Amati Gambar 1.1 Tahukah kamu,
peristiwa apa yang terjadi seperti pada
gambar itu? Di manakah peristiwa
seperti itu terjadi?
2 Kelas VIII
Selanjutnya, dua bait yang menakjubkan, yang belum pernah didengar sebelumnya, tiba- tiba muncul dengan jelas dalam batin Buddha, sebagai berikut.
1. “Tidak ada manfaatnya mengajarkan Empat Kebenaran Mulia kepada para dewa dan manusia pada saat ini karena hanya perasaan welas asih-Ku sebagai penyebab dari dalam
ajjattika nidana, tetapi belum ada permohonan dari brahma yang dipuja oleh dunia ini sebagai penyebab dari luar bahira nidana. Empat Kebenaran Mulia ini sangat sulit
dipahami bagi mereka yang diliputi kejahatan, keserakahan, dan
kebencian. 2. Semua dewa dan manusia yang diliputi oleh kegelapan batin dan pandangan salah tidak
akan dapat melihat Empat Kebenaran Mulia yang membawa menuju Nibbana melawan arus samsara.”
Buddha yang merenungkan demikian merasa segan untuk mengajarkan Dharma karena tiga alasan: 1 batin makhluk-makhluk yang penuh dengan kekotoran; 2 Dharma yang
sangat dalam; dan 3 Buddha sangat menjunjung tinggi Dharma. Proses berpikir Buddha yang demikian ini diumpamakan seorang dokter yang merawat
pasien yang menderita berbagai macam penyakit. Dokter itu merenungkan, “Dengan cara
bagaimana dan obat apa yang tepat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit itu?” Buddha menyadari bahwa semua makhluk menderita berbagai penyakit kotoran batin
dan Dharma sangat sulit dimengerti. Buddha merenungkan, “Dharma apa yang harus Aku
ajarkan kepada makhluk-makhluk ini dan dengan cara bagaimanakah Aku harus mengajarkan mereka?.”
Hal ini bukan berarti Buddha menyerah total dengan berpikir, “Aku tidak akan
mengajarkan Dharma kepada makhluk-makhluk sama sekali.” Ada dua alasan Buddha mengajarkan Dharma: 1 perasaan welas asih yang besar
Mahakaruna kepada makhluk-makhluk yang muncul dalam batin Buddha dan 2 permohonan brahma agar Buddha mengajarkan Dharma. Pada saat Buddha merenungkan
Dharma yang sangat dalam dan banyaknya kotoran batin dalam batin makhluk-makhluk, welas asih yang besar Mahakaruna, serta penyebab dari dalam ajjhatta nidana telah
timbul. Namun, penyebab luar bahira nidana masih kurang karena brahma belum mengajukan perohonannya. Buddha hanya akan mengajarkan Dharma jika brahma telah
mengajukan permohonannya.
Hanya akan mengajarkan Dharma setelah ada permohonan dari brahma adalah suatu peristiwa yang wajar bagi setiap Buddha. Alasan mengajarkan Dharma setelah permohonan
dari brahma adalah di luar masa perkembangan ajaran Buddha sebelum munculnya Buddha, mereka yang taat dan bijak hanya memuja brahma. Oleh karena itu, jika brahma yang
dihormati di dunia memperlihatkan penghormatannya kepada Buddha dengan bersujud di depan-Nya, seluruh dunia juga akan ikut bersujud dan memiliki keyakinan terhadap Buddha.
Alasan ini adalah suatu kebiasaan dan kewajaran bagi Buddha untuk mengajarkan Dharma hanya setelah ada permohonan yang diajukan oleh brahma. Demikianlah, hanya
setelah penyebab luar bahira nidana atau permohonan brahma diajukan, Buddha bersedia mengajarkan Dharma.
Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti 3
No Alasan Buddha segan mengajarkan Dharma
Alasan Buddha bersedia mengajarkan Dharma
B. Permohonan Brahma Sahampati