Becak sebagai kendaraan jarak pendek, juga mempunyai daya tampung cukup banyak, bisa mengakomodasi lebih dari satu orang, dan mengangkut
sejumlah besar barang. Relasi dan interaksi anatara pengemudi dan penumpang akrab dan didasrkan pada rasa saling percaya. Di surabaya sebagian besar ibu-ibu
kelas menengah bawah mempercayakan penjemputan anak-anaknya dari sekolah engan becak. Pedagang di pasar tradisional, terutama kaum perempuan
mempercayakan keamanan barangnya pada tukang becak.
4.1.2. Paguyuban Becak
Kota Surabaya merupakan salah satu kota di Indonesia, yang masih mengakui keberadaan becak. Keberadaan angkutan non bising ini, ternyata
memberikan manfaat yang bsar sekali bagi warga kota Surabaya. Bagi kebanyakan warga Surabaya, becak dianggap ramah, tidak berisik
dan tidak berasap. Becak dinilai aman untuk memesan dan mengantar barang tanpa si pemilik barang ikut serta. Termasuk langganan untuk anak-anak sekolah.
Becak bisa diikusertakan dalam kegiatan sosial warga di sekitar pangkalan becak, maka dari itu, hubungan sosial dengan warga tempat becak mangkal untuk
berbagai kegiatan bersama warga sangat erat. Di beberapa daerah di Surabaya, becak bahkan telah membentuk
komunitasnya sendiri, dan memiliki pangkalan becak permanent yang tersebar di beberapa daerah di Surabaya. Seperti paguyuban becak yang berada di daerah
Rungkut, yang bernama paguyuban becak “Nurul Hayat”. Paguyuban tersebut ada dalam naungan sebuah panti asuhan bernama “Nurul Hayat”. Dalam paguyuban
tersebut, terdapat struktur organisasi dimana yang menjadi ketua adalah pengurus panti asuhan tersebut, yaitu bapak M. solichin. Pangkalan becak paguyuban
tersebut, tersebar di beberapa daerag di Rungkut, seperti daerah Rungku Asri, di depan pertokoan Yakaya, dan di daerah Rungkut Mapan. Penarik becak
paguyuban tersebut menghubungi kawan-kawan penarik-penarik becak di pangkalan-pangkalan lain yang tersebar di daerah Rungkut, untuk memperkuat
kerjasama antar pangkalan kemudian mereka membentuk komunitas antar pangkalan yang kemudian diberi nama “ Paguyuban Becak Rungkut”. Penarik
becak dalam Paguyuban Becak Rungkut, meliputi daerak kecamatan, rungkut alang-alang, daerah kedung baruk, penjarign sari, sampai wilayah gunung anyar.
Sampai saat ini jumlah anggota paguyuban becak sudah mencapai 800 penarik dan pemilik becak yang tersebar di 30 pangkalan besar dan 65 pangkalan kecil.
Dalam paguyuban tersebut, ketua pengurusnya juga merupakan penarik becak, adalah bapak Warsoni yang akrab dipanggil Cak War oleh sesama penarik
becak maupun warga sekitar pangkalannya. Seperti komunitas-komunitas lain pada umumnya, paguyuban becak Rungkut juga mempunyai struktur organisasi,
baik secara paguyuban, maupun berdasarkan pangkalan besar dan pangkalan kecil. Setiap pangkalan mereka membentuk pengurus yang terdiri dari coordinator
Bendahara, dan bagian penagihan dunia. Di tingkat paguyuban dibentuk Tim wilayah yaitu wilayah rungkut Barat, Utara, Timur dan Selatan.
Masing-masing penarik becak, mendapatkan Kartu Tanda anggota KTA, yang pembagiannya diatur oleh masing-masing pangkalan. Hal ini dikatakan Cak
War, untuk membatasi jumlah dan wilayah operasi becak di tiap pangkilan. Hal
ini perlu dilakukan agar semua anggota bisa mengontrol pangkalannya masing- masing. Jika tidak dikontrol, jumlah becak akan terus bertambah melebihi
kapasitas tempat sehingga semrawut dan berpengaruh pada penghasilan mereka. Tidak seperti yang dilihat kebanyakan orang, bahwa penarik becak, hanya
mengayuh becak, dan mengantarkan penumpang saja, namun ternyata para penarik becak juga mempunyai kegiatan dalam struktur organisasinya. Bagi
penarik becak yang dipilih sebagai coordinator pangkalan, satu bulan sekali mengikuti pelatihan yang diadakan oleh paguyuban. Pelatihan dimaksudkan untuk
memberi pembekalan bagi pengurus pangkalan becak dalam mengorganisir anggotanya. Mereka belajar bersama tentang bagaimana mengelolah kelompok,
memimpin pertemuan, dan mengelolah keuangan. Selain itu juga diadakan pertemuan rutin yang dilaksanakan secara mingguan, baik dalam tingkat
pangkalan, maupun paguyuban. Masalah yang dibahas di tingkat pangkalan adalah laporan keuangan, penambahan becak baru, mangkal tidak antri, konflik
dengan preman, tukang parkir, dan lain-lain. Untuk membiayai kegiatan, diambil dari iuran anggota. Pendanaan dilakukan oleh masing-masing pangkalan. Setiap
anggota dikenakan Rp 1.000,- dengan pembagian Rp 500,- untuk kas, dan Rp 500,- untuk kas paguyuban. Para pemilik becak dikenakan iuran setiap becaknya
Rp 1.000,-. Jika ia punya 10 becak maka ia harus membayar iuran Rp 10.000,- setiap minggunya. Dana digunakan untuk membiayai transport, koordinator,
fotocopy, konsumsi pertemuan, dan membantu kawan yang kena musibah. Sebulan sekali seluruh pemasukan dan pengeluaran uang dilaporkan secara tertulis
dan disampaikan kepada seluruh anggota.
Para penarik becak antar pangkalan, umumnya tidak saling mengenal, karena tempat pangkal mereka yang terpencar di beberapa daerah. Mereka
berkumpul dan saling kenal ketika ada kegiatan pengurus, itupun hanya kenal wajah tapi tidak kenal nama, kecuali penarik dari satu kampung. Di Surabaya
mereka rata-rata sudah tinggal cukup lama, bahkan ada yang sudah sejak tahun 60-an. Tapi walaupun begitu mereka tidak memiliki tempat tinggal sendiri. Anak
dan istri mereka tinggal dikampung. Setiap dua minggu mereka kirim uang melalui teman sekampung yang kebetulan pulang. Setiap sebulan sekali mereka
pulang kampung untuk menengok keluarganya. Sebelum menjadi penarik becak, sebagian besar pernah memiliki pekerjaan
lain seperti buruh pabrik, buruh bangunan, pedagang buah, dan dagang mie ayam. Namun karena krisis moneter, banyak pabrik yang bangkrut, pekerjaan bangunan
berhenti dan harga-harga melambung tinggi, sedangkan daya beli masyarakat menurun sehingga menyebabkan berhentinya penarik becak itu dari pekerjaannya.
Keadaan itu memaksa para penarik becak mencari pekerjaan lain. Menjadi penarik becak merupakan pilihan yang sangat menarik bagi sebagian besar dari penarik
becak. Menurut bapak Djiwo cak Dji, anggota pangkalan becak daerah Pucang, ada beberapa hal yang mendorong mereka memilih sebagai penarik becak,
Pertama, langsung mendapat uang, tidak seperti pekerjaan lain yang harus menunggu mingguan atau bulanan. Kedua, penghasilannya lumayan, rata-rata
sehari mereka Rp 15.000,-. Kalau musim hujan atau banjir bisa mencapai Rp 60.000,- sehari. Paling sepi hasilnya Rp 10.000,- bersih. Bagi Cak Dji dan
penarik becak lainnya, penghasilan sebesar itu cukup untuk menghidupi keluarga.
Ketiga, bebas dan merdeka. Mereka bisa menarik becak kapan saja. Tanpa ditekan atau diatur oleh orang lai. Mereka bisa menentukan jam istirahat dan jam kerja
sendiri. Sebagian besar usianya rata-rata 30-an tahun. Paling tua umur 65 tahun
dan paling muda umur 19 tahun. Di keseluruhan pangkalan tidak ada penarik becak yang memiliki puluhan becak. Pada umumnya mereka memiliki satu becak
dan ditarik sendiri. Dulu, kata Cak Dji, di pangkalannya hanya ada satu orang yang memiliki becak lima buah. Itupun sudah diprotes Karen akan mempengaruhi
penghasilan penarik lainnya. Latar belakang pendidikan para penarik becak hapir semua tidak tamat SD Sekolah Dasar. Hanya ada satu orang yang tamat SMA
Sekolah Menengah Atas. Pendidikan non formal mereka tempuh di pengajian dan pesantren.
Pada umumnya para penarik becak di daerah Pucang tinggal di rumah kontrakan yang luasnya hanya 2 x 2 m2. Supaya bayarnya ringan, setiap
kamarnya didisi oleh dua sampai empat orang sehingga bayarnya bisa patungan. Seperti di pangkalan becak di depan pasar pucang , para penarik becak tinggal di
seberang pangkalan mereka yang mana adalah rumah pemilik toko yang ada di Pasar Pucang.
Di pangkalan Becak Pasar Pucang, banyak juga diantara mereka yang berprofesi ganda selain menarik becak. Pak Manan misalnya, penarik asal Jember
yang biasa mangkal di Pangkalan Pasar Pucang ini juga sering bekerja sebagai tukang bangunan jika ada yang menawarinya. Jika sedang ada kerjaan sebagai
tukang maka ia tinggalkan dulu becaknya. Sehari honor Pak Manan Rp. 30.000,-.
Jam kerja mereka pagi dan sore mengikuti pergerakan penumpang. Namun jika sudah menjelang maghrib, para penarik becak ini berkumpul di satu tempat
dengan rekannya di sesama pangkalan untuk sekedar mengobrol, minum kopi, atau main kartu.
4.2. Penyajian data