Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fungsi kognitif (IQ)Anak Epilepsi Idiopatik

(1)

TESIS

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FUNGSI KOGNITIF (INTELLIGENT QUOTIENT) ANAK EPILEPSI IDIOPATIK

RIKA HARYANTI 107103013 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FUNGSI KOGNITIF (INTELLIGENT QUOTIENT) ANAK EPILEPSI IDIOPATIK

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / M.Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

RIKA HARYANTI 107103013 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

Judul Tesis : Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fungsi kognitif (IQ) Anak Epilepsi Idiopatik

Nama Mahasiswa : Rika Haryanti Nomor Induk Mahasiswa : 107103013

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Yazid Dimyati, M.Ked(Ped),SpA(K) Ketua

Dr. Pertin Sianturi, M.Ked(Ped), SpA(K) Anggota

Program Magister Kedokteran Klinik

Sekretaris Program Studi Dekan

Dr.Murniati Manik, MSc,SpKK, SpGK Prof. Dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH NIP: 19530719 198003 2 001 NIP: 19540220 198011 1 001

Tanggal lulus : 3 Maret 2015


(4)

Tanggal: 3 Maret 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : dr. Yazid Dimyati, M.Ked (Ped),Sp.A(K) …………. Anggota : dr. Pertin Sianturi, M.Ked (Ped),Sp.A(K) ………….

dr. Rita Evalina, M.Ked(Ped),Sp.A(K) ………….

dr. Supriatmo, M.Ked(Ped),Sp.A(K) ………….

Elvi Andriani Yusuf, M.Si, Psikolog ………….


(5)

PERNYATAAN

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FUNGSI KOGNITIF (INTELLIGENT QUOTIENT)

ANAK EPILEPSI IDIOPATIK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Februari 2015


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga memberikan kesempatan kepada penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Dr.Yazid Dimyati, M.Ked(Ped),Sp.A(K) dan Pembimbing II Dr. Pertin Sianturi, M.Ked(Ped),Sp.A(K), yang telah memberikan bimbingan, koreksi, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dan dukungan moril kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Dr. Johannes H Saing, M.Ked (Ped),Sp.A(K) selaku Pengajar dari divisi Neurologi yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran saran yang sangat berharga kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.


(7)

3. dr. Hj. Melda Deliana, M.Ked (Ped),Sp.A(K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK USU, dan dr. Beby Syofiani Hasibuan, M.Ked(Ped), Sp.A, sebagai Sekretaris Program Studi yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), serta Rektor Universitas Sumatera Utara sebelumnya Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis,DTM&H, Sp.A(K) dan Dekan FK-USU Prof. Dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH, FInaSIM yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK-USU.

5. Prof. Dr. H. Munar Lubis, Sp.A (K) selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode Juli 2007 sampai sekarang yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

6. Dr. Rita Evalina, M.Ked(Ped),Sp.A(K), Dr. Supriatmo, M.Ked(Ped) Sp.A(K), dan Elvi Andriani Yusuf, M.Si, Psikolog yang telah menguji, memberikan koreksi, saran dan perbaikan pada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

8. Seluruh teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU terutama PPDS periode Juli 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.


(8)

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini. Kepada orang tua yang sangat saya cintai dan hormati, H. Bakri Bahar,SH dan Hj Retty Anggraini. Terima kasih atas doa, pengertian dan dukungan, bantuan moral, materiil yang diberikan dan memberi dorongan selama menjalani pendidikan. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Teristimewa untuk suami tercinta, dr. Khairil Ichram Putra dan putra saya Khairul Juhdi Assabili, terimakasih atas doa, pengertian, dukungan dan pengorbanan yang telah diberikan selama saya menempuh pendidikan. Kepada para kerabat dan saudara yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas doanya selama ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, Februari 2015


(9)

DAFTAR ISI

Lembaran Persetujuan Pembimbing ii

Lembaran Pernyataan iii Ucapan Terima Kasih iv

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Singkatan xii

Daftar Simbol xiii

Abstrak xiv

Abstrac xv

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Hipotesis 4

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum 4

1.4.2. Tujuan Khusus 4

1.5. Manfaat Penelitian 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Batasan dan klasifikasi

2.1.1. Definisi 6 2.1.2. Etiologi dan patofisiologi 6

2.1.3. Diagnosis 10 2.1.4. Klasifikasi 10 2.2. Kognitif

2.2.1. Definisi 11 2.2.2. Pengukuran intellegent Quotient (IQ) 12 2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif 13

penderita epilepsi

2.4. Kerangka Konseptual 19

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Disain 20

3.2. Tempat dan Waktu 20

3.3. Populasi dan Sampel 20

3.4. Perkiraan Besar Sampel 21

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 21

3.5.1. Kriteria Inklusi 21


(10)

3.6. Persetujuan / Informed Consent 22

3.7. Etika Penelitian 22

3.8. Cara kerja dan alur penelitian

3.8.1. Cara kerja 22

3.8.2. Alur penelitian 24

3.9. Identifikasi variabel 25

3.10. Definisi operasional 25

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data 27

BAB 4. HASIL 28

BAB 5. PEMBAHASAN 32

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 36

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 40

2. Biaya Penelitian 40

3. Jadwal Penelitian 41

4. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua 42 5. Persetujuan Setelah Penjelasan 43 6. Lembar pengesahan Penelitian Oleh Komite Etika

Penelitian Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Penelitian Tabel 4.2 Faktor risiko dan IQ


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian Gambar 3.1 Alur penelitian


(13)

DAFTAR SINGKATAN

CBZ : Karmabazepin

GTC : generalized tonic – clonic IQ : intelligent Quotient OAE : Obat anti epilepsi PB : fenobarbital PHT : fenitoin

WISC : Wechsler intelligence scale for children

WPPSI : Wechler preschool and primary scale of intelligence, revised K – ABC : The Kaufman assessment battery for children


(14)

DAFTAR LAMBANG

n = besar sampel

P0 = proporsi IQ rendah pada populasi epilepsi idiopatik (P0 = 0.29) Q0 = proporsi IQ normal pada populasi epilepsi idiopatik

Pa = proporsi IQ rendah pada populasi umum Qa = proporsi IQ normal pada populasi umum

Zα = deviat baku normal untuk α = 1,96 Tingkat kemaknaan, α = 0.05  Z = 1.960 → Tingkat kepercayaan 90%

Zß = tingkat kemaknaan = 0.842: Power, β = 0.2  Zβ = 0.842 → Power (kekuatan

penelitian) 80%


(15)

Faktor - faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) pada anak epilepsi idiopatik

Rika Haryanti, Yazid Dimyati, Pertin Sianturi, Johannes H Saing, Bistok Saing Bagian Ilmu Kesehatan Anak, fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah

Sakit Haji Adam Malik, Medan, Indonesia Abstrak

Latar Belakang. Epilepsi merupakan penyebab morbiditas pada anak yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif

Tujuan. Untuk menentukan faktor risiko yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) pada anak epilepsi idiopatik.

Metode. Sebuah studi sekat lintang bertempat di poli Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU, RS H. Adam Malik Medan pada bulan Desember 2013 hingga Mei 2014. Dua puluh tujuh subjek memenuhi kriteria inklusi dilakukan tes IQ. Data dianalisis dengan menggunakan uji Fisher exact

Hasil. Usia rata – rata 10.3 tahun (SD 2,91), jenis kelamin perempuan adalah 16/27.Onset epilepsi pada usia di bawah 5 tahun adalah 14/27, frekuensi kejang kurang dari satu kali per bulan adalah 16/27. Semua responden memiliki durasi penyakit di bawah 15 tahun. Pasien yang mendapat obat anti epilepsi tunggal (OAE) selama lebih dari dua tahun (21/27) dan obat yang paling banyak digunakan adalah asam valproat (19/27). Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia onset kejang, jenis epilepsi, Lama mendapat OAE, jenis OAE, dan jumlah OAE dengan IQ (P = 0,209, P = 1.000, P = 0,215, P = 0.830, P = 0,215, masing-masing).

Kesimpulan. Tidak ditemukan faktor risiko yang signifikan mempengaruhi IQ anak dengan sindroma epilepsi idiopatik.


(16)

Factors affecting cognitive function (IQ) in children with idiopathic epilepsy

Rika Haryanti, Yazid Dimyati, Pertin Sianturi, Johannes H Saing, Bistok Saing Department of Child Health, University of Sumatera Utara Medical School /

Haji Adam Malik Hospital, Medan, Indonesia

Abstract

Background. Epilepsy is the cause of morbidity in children, which can affect cognitive function

Objective. To determine the risk factors that affect cognitive function (IQ) in children with idiopathic epilepsy.

Methods. A cross sectional study at Neurology Clinic Department of Child Health Medical Faculty USU, H. Adam Malik Hospital Medan on December 2013 to May 2014. Twenty seven subjects meet the inclusion criteria were conducted IQ tests. Data were analyzed by using Fisher's exact test.

Results. Mean age was10.3 years (SD 2.91), female gender was 16/27.Onset of epilepsy at age below 5 years was 14/27, seizure frequency less than one times per month was 16/27. All responders had duration of disease below 15 years. The patients have been taking single antiepileptic drugs (AED) for more than two years (21/27) and most drug were used was valproic acid (19/27). There were no significant relationships between age of onset seizures, type of epileptic seizure, duration of AED treatment, type of AED, and number of AED with IQ (P=0.209, P=1.000, P=0.215, P=0.830, P=0.215, respectively).

Conclusion. There were no significant risk factors affecting IQ in children with idiopathic epilepsy syndrome.


(17)

Faktor - faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) pada anak epilepsi idiopatik

Rika Haryanti, Yazid Dimyati, Pertin Sianturi, Johannes H Saing, Bistok Saing Bagian Ilmu Kesehatan Anak, fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah

Sakit Haji Adam Malik, Medan, Indonesia Abstrak

Latar Belakang. Epilepsi merupakan penyebab morbiditas pada anak yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif

Tujuan. Untuk menentukan faktor risiko yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) pada anak epilepsi idiopatik.

Metode. Sebuah studi sekat lintang bertempat di poli Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU, RS H. Adam Malik Medan pada bulan Desember 2013 hingga Mei 2014. Dua puluh tujuh subjek memenuhi kriteria inklusi dilakukan tes IQ. Data dianalisis dengan menggunakan uji Fisher exact

Hasil. Usia rata – rata 10.3 tahun (SD 2,91), jenis kelamin perempuan adalah 16/27.Onset epilepsi pada usia di bawah 5 tahun adalah 14/27, frekuensi kejang kurang dari satu kali per bulan adalah 16/27. Semua responden memiliki durasi penyakit di bawah 15 tahun. Pasien yang mendapat obat anti epilepsi tunggal (OAE) selama lebih dari dua tahun (21/27) dan obat yang paling banyak digunakan adalah asam valproat (19/27). Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia onset kejang, jenis epilepsi, Lama mendapat OAE, jenis OAE, dan jumlah OAE dengan IQ (P = 0,209, P = 1.000, P = 0,215, P = 0.830, P = 0,215, masing-masing).

Kesimpulan. Tidak ditemukan faktor risiko yang signifikan mempengaruhi IQ anak dengan sindroma epilepsi idiopatik.


(18)

Factors affecting cognitive function (IQ) in children with idiopathic epilepsy

Rika Haryanti, Yazid Dimyati, Pertin Sianturi, Johannes H Saing, Bistok Saing Department of Child Health, University of Sumatera Utara Medical School /

Haji Adam Malik Hospital, Medan, Indonesia

Abstract

Background. Epilepsy is the cause of morbidity in children, which can affect cognitive function

Objective. To determine the risk factors that affect cognitive function (IQ) in children with idiopathic epilepsy.

Methods. A cross sectional study at Neurology Clinic Department of Child Health Medical Faculty USU, H. Adam Malik Hospital Medan on December 2013 to May 2014. Twenty seven subjects meet the inclusion criteria were conducted IQ tests. Data were analyzed by using Fisher's exact test.

Results. Mean age was10.3 years (SD 2.91), female gender was 16/27.Onset of epilepsy at age below 5 years was 14/27, seizure frequency less than one times per month was 16/27. All responders had duration of disease below 15 years. The patients have been taking single antiepileptic drugs (AED) for more than two years (21/27) and most drug were used was valproic acid (19/27). There were no significant relationships between age of onset seizures, type of epileptic seizure, duration of AED treatment, type of AED, and number of AED with IQ (P=0.209, P=1.000, P=0.215, P=0.830, P=0.215, respectively).

Conclusion. There were no significant risk factors affecting IQ in children with idiopathic epilepsy syndrome.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Epilepsi merupakan salah satu penyebab morbiditas terbanyak pada anak, yang menimbulkan berbagai permasalahan antara lain kesulitan belajar, gangguan tumbuh-kembang dan gangguan fungsi kognitif yang mempengaruhi kualitas hidup.1 Di Indonesia terdapat 700 000 sampai 1 400 000 kasus epilepsi dengan pertambahan sebesar 70 000 kasus baru setiap tahun yang diperkirakan 40% sampai 50% terjadi pada anak.2 Sebagian besar epilepsi bersifat idiopatik, tetapi sering juga disertai gangguan neurologi seperti retardasi mental, palsi serebral dan sebagainya yang disebabkan kelainan pada susunan saraf pusat.3

Beberapa studi sebelumnya menyebutkan epilepsi berhubungan dengan fungsi kognitif.4 Fungsi kognitif adalah semua proses mental yang digunakan oleh organisme untuk mengatur informasi seperti memperoleh input dari lingkungan berupa persepsi, memilih dalam hal perhatian, mewakili (pemahaman) dan menyimpan (memori) informasi dan akhirnya menggunakan pengetahuan ini untuk menuntun perilaku (penalaran dan koordinasi output motorik).5 Sebuah studi mendapatkan adanya gangguan pada fungsi intelegensia, fungsi pemahaman bahasa, visuospasial dan fungsi kognitif pada anak penderita epilepsi.6

Intelegensia menurut Wechsler adalah kemampuan individu untuk bertingkah laku yang bertujuan, berpikir secara rasional dan berhubungan secara rasional dan berhubungan secara efektif dengan lingkungan sedangkan Intelligent Quotient (IQ) adalah skor yang digunakan sebagai prediktor kecerdasan yang mencakup sejumlah


(20)

kemampuan seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa dan belajar.7

Gangguan kognitif pada epilepsi disebabkan oleh interaksi berbagai faktor yaitu genetik, kejang berulang, sindroma epilepsi, subclinical epileptiform discharges, masalah psikososial, pencetus gejala epilepsi dan penggunaan obat anti epilepsi (OAE).4 OAE yang paling mempengaruhi fungsi kognitif dan memori adalah fenobarbital (PB) dan fenitoin (PHT).8,9,10

Beberapa studi tentang efek samping OAE terhadap fungsi kognitif dimana PB adalah OAE yang paling signifikan mempengaruhi IQ. Sebagian besar studi menyatakan bahwa semakin dini usia awitan kejang berkorelasi dengan semakin buruk fungsi kognitif dan merupakan prediktor penting terhadap outcome pasien epilepsi.8,9 Sebuah studi menemukan adanya gangguan atau defisit yang signifikan pada kemampuan pengulangan aksi motorik sederhana, perhatian dan konsentrasi, memori, serta kemampuan memecahkan masalah yang kompleks pada anak yang kejang tonik klonik dengan usia awitan kejang lebih dini (sebelum usia lima tahun) dibandingkan anak dengan usia awitan kejang lebih tua,9 hasil studi serupa mendapatkan adanya reduksi substansial dari volume jaringan otak yaitu white matter pada usia onset awitan kejang dini yang secara signifikan berkaitan dengan buruknya status kognitif pasien.11 Dari data tersebut dapat disimpulkan epilepsi dapat menyebabkan gangguan pada fungsi kognitif anak jangka panjang.

Pengenalan dan pengendalian dini terhadap faktor risiko berupa usia awitan kejang, tipe kejang, frekuensi kejang, jenis sindroma epilepsi, jenis OAE, lama mendapat OAE yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) diharapkan dapat


(21)

meningkatkan fungsi kognitif mereka di masa depan. Namun hingga saat ini, masih sedikit di Indonesia penelitian mengenai faktor-faktor risiko pada anak epilepsi idiopatik yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ).

1.2. Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

Apakah faktor usia awitan kejang, tipe kejang, frekuensi kejang, jenis sindroma epilepsi, jenis OAE, lama mendapat OAE berpengaruh terhadap fungsi kognitif (IQ) anak penderita epilepsi idiopatik?

1.3. Hipotesis

Ada pengaruh usia awitan kejang, tipe kejang, jenis sindroma epilepsi, frekuensi kejang, OAE terhadap fungsi kognitif (IQ) anak penderita epilepsi idiopatik

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor - faktor risiko terhadap fungsi kognitif (IQ) anak epilepsi idiopatik.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh faktor penyakit epilepsi seperti tipe kejang, jenis sindroma epilepsi, frekuensi kejang, usia awitan kejang kurang dan lebih dari usia lima tahun sebagai faktor risiko terhadap fungsi kognitif (IQ) pada anak epilepsi idiopatik.


(22)

2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh pengobatan seperti jenis OAE dan lama mendapat OAE yaitu kurang dan lebih dari dua tahun sebagai faktor risiko terhadap fungsi kognitif (IQ) pada anak epilepsi idiopatik.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang neurologi anak, khususnya faktor-faktor risiko tersebut yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) anak epilepsi idiopatik.

2. Di bidang pelayanan masyarakat : dengan mengetahui berapa besar faktor-faktor risiko tersebut mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) pada anak epilepsi idiopatik, peneliti dapat memberikan prediksi prognosis dan sebagai pencegahan terhadap risiko tersebut di masa mendatang.

3. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan data kepada bidang neurologi anak mengenai faktor-faktor risiko yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) anak epilepsi idiopatik.


(23)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batasan dan Klasifikasi 2.1.1. Definisi

Epilepsi didefinisikan sebagai serangan paroksismal berulang dua kali atau lebih tanpa penyebab, akibat lepasnya muatan listrik di neuron otak serangan dapat berupa gangguan kesadaran, perilaku, emosi, motorik atau sensoris yang sembuh secara spontan, sebagian besar berhenti sendiri berulang lebih dari 24 jam dan setelah serangan kondisi kembali normal seperti biasa.12

Kognitif adalah tingkah laku adaptif dari individu yang umumnya didasari oleh beberapa elemen pemecahan masalah dan diarahkan oleh proses kognitif dan pengoperasiannya dimana proses perkembangan fungsi kognitif dimulai sejak lahir namun peranan sel-sel otak dimulai setelah bayi usia lima bulan saat kemampuan sensorisnya benar-benar nampak.13

2.1.2. Etiologi dan patofisiologi:

Bangkitan kejang atau serangan epilepsi dapat dicetuskan oleh tidak aktifnya sinaps inhibisi, stimulasi berlebihan pada sinaps eksitasi, atau perubahan pada keseimbangan neurotransmiter palsu yang memblokade aksi neurotransmiter alamiah.14

Sampai saat ini belum diketahui dengan baik mekanisme yang mencetuskan sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan sehingga mekanisme terjadinya bangkitan epilepsi belum sepenuhnya diketahui namun dari studi sebelumnya,15 beberapa faktor yang ikut berperan diantaranya :


(24)

a) Gangguan pada membran sel neuron

Potensial membran sel neuron bergantung pada permeabilitas sel tersebut terhadap ion natrium dan kalium dimana membran neuron bersifat sangat permeabel terhadap ion kalium dan sebaliknya kurang permeabel terhadap ion natrium sehingga didapatkan konsentrasi ion kalium yang tinggi dan konsentrasi ion natrium yang rendah didalam sel pada keadaan normal.4,5 Pontensial membran ini dapat terganggu dan berubah oleh berbagai hal misalnya perubahan konsentrasi ion ekstraselular, stimulasi mekanis atau kimiawi, perubahan pada membran oleh penyakit atau jejas atau pengaruh genetik. Bila keseimbangan terganggu sifat semipermiabel berubah sehingga terjadi difusi ion natrium dan kalium melalui membran dan mengakibatkan perubahan kadar ion dan perubahan potensial yang menyertainya dimana potensial aksi terbentuk di permukaan sel dan menjadi stimulus yang efektif pada bagian membran sel lainnya dan menyebar sepanjang akson.4

b) Gangguan pada mekanisme inhibisi prasinaps dan paskasinaps

Sel neuron saling berhubungan sesamanya melalui sinaps. Potensial aksi yang terjadi di satu neuron dihantar melalui neuroakson yang kemudian membebaskan zat transmiter pada sinaps yang mengeksitasi atau menginhibisi membran paskasinaps. Transmiter eksitasi (asetilkolin, glutamic acid) mengakibatkan depolarisasi sedangkan zat transmiter inhibisi (GABA atau Gama amino butyric acid, glisin) menyebabkan hiperpolarisasi neuron penerimanya jadi satu impuls dapat mengakibatkan stimulasi atau inhibisi pada transmisi sinaps.4


(25)

Pada keadaan normal didapatkan keseimbangan antara eksitasi dan

inhibisi bila terjadi gangguan terhadap keseimbangan ini dapat mengakibatkan bangkitan kejang. Kegagalan mekanisme inhibisi menyebabkan lepasnya muatan listrik yang berlebihan begitu juga bila terjadi gangguan sintesis GABA mengakibatkan perubahan keseimbangan eksitasi-inhibisi yang menimbulkan bangkitan epilepsi.4,6 Defisiensi piridoksin metabolik atau nutrisi dapat mengakibatkan konvulsi pada bayi karena fosfat - piridoksin penting untuk sintesis GABA.4 Jaringan saraf dapat menjadi hipereksitabel oleh perubahan homeostasis tubuh yang diakibatkan demam, hipoksia, hipokalsemia, hipoglikemia, hidrasi berlebih dan keseimbangan asam basa selain itu penghentian mendadak obat antikonvulsan terutama barbiturat, dosis lebih bermacam obat dan berbagai toksin dapat meningkatkan hipereksitabilitas.4

c) Sel glia

Sel glia diduga berfungsi untuk mengatur ion kalium ekstraselular di sekitar neuron dan terminal presinaps dimana pada keadaan cedera fungsi glia dalam mengatur konsentrasi ion kalium terganggu dan meningkatkan eksitabilitas sel neuron disekitarnya.4,5 Telah banyak bukti bahwa astroglia berfungsi membuang ion kalium yang berlebihan sewaktu aktifnya sel neuron dimana pada penelitian eksperimental didapatkan bila kation dimasukan kedalam sel astrosit melalui pipet mikro timbul letupan kejang pada sel neuron disekitarnya.4

Para peneliti umumnya sependapat bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekelompok sel neuron abnormal (fokus epileptik) di otak yang


(26)

berlepas muatan listrik secara berlebihan dan hipersinkron dimana lepasnya muatan listrik ini dapat menyebar melalui jalur fisiologis anatomis dan melibatkan daerah sekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya dari otak. Jadi ada tiga kemungkinan bila sekelompok sel neuron tercetus aktivitas listrik berlebihan yaitu :

a) Aktifitas ini tidak menjalar kesekitarnya melainkan terlokalisasi pada kelompok neuron tersebut kemudian berhenti

b) Aktifitas menjalar sampai jarak tertentu namun tidak melibatkan seluruh otak kemudian menjumpai tahanan dan berhenti

c) Aktifitas menjalar keseluruh otak dan kemudian berhenti

Pada keadaan a dan b didapatkan bangkitan epilepsi fokal (parsial) sedangkan pada keadaan c didapatkan kejang umum.4

2.1.3. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa EEG dan atau CT scan dan atau MRI.

2.1.4. Klasifikasi

Berdasarkan faktor etiologi maka sindroma epilepsi dibagi menjadi dua kelompok yaitu : A. Epilepsi idiopatik

adalah sebuah sindrom yang hanya epilepsi, tanpa underlying lesion pada struktur otak atau tanda-tanda dan gejala neurologis lain. Ini diduga genetik dan biasanya tergantung usia. Penyebab epilepsi tidak diketahui dan biasanya pasien tidak menunjukan manifestasi kelainan organik di otak dan juga tidak mengalami penurunan kecerdasan dimana sebagian dari jenis idiopatik disebabkan oleh interaksi beberapa faktor


(27)

genetik,14 seperti yang telah dilaporkan beberapa studi sebelumnya yang mendapatkan hasil bahwa sindroma epilepsi idiopatik berhubungan dengan mutasi gen tunggal,15 dengan prevalensinya sebesar 28% dimana satu studi mendapatkan sekitar 29% anak epilepsi idiopatik mengalami gangguan pada kemampuan akademiknya dengan rata – rata IQ berkisar 94 sampai 96.16

B. Epilepsi simtomatik

Penyebab diketahui dan dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan intrakranial misalnya anomali kongenital, trauma otak, neoplasma otak, lesi iskemia, enselopati, abses otak dan jaringan parut atau kelainan ekstrakranial dimana penyebab bermula ekstrakranial kemudian mengganggu fungsi otak juga misalnya gagal jantung, gangguan pernafasan, gangguan metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat dan gangguan keseimbangan cairan.14

2.2. Kognitif 2.2.1. Definisi

Kognitif merupakan cara mempersepsikan dan menyusun informasi yang berasal dari lingkungan sekitar yang dilakukan secara aktif oleh seorang pembelajar. Cara aktif yang dilakukan dapat berupa mencari pengalaman baru, memecahkan suatu masalah, mencari informasi, mencermati lingkungan, mempratekkan, mengabaikan respon-respon guna mencapai tujuan, dimana untuk mengukur kemampuan kognitif dengan melakukan tes intellegent Quotient (IQ).17


(28)

Intellegent Quotient (IQ) adalah tes psikometrik mencoba mengukur kecerdasan dengan membandingkan performa yang diuji dengan nilai terstandarisasi,17 dimana IQ prediktor terbaik menilai kemampuan akademik dan sensitif menggambarkan defisit neuropsikologikal.18

2.2.2. Pengukuran intellegent Quotient (IQ)

a. Wechler preschool and primary scale of intelligence, revised (WPPSI-R), adalah sebuah tes individual yang memakan waktu satu jam dan digunakan untuk anak usia 4 sampai 6.5 tahun, menghasilkan nilai verbal dan kinerja yang terpisah dan juga nilai gabungan keduanya. Skala terpisahnya mirip dengan skala yang ada dalam Wechsler intelligence scale.

b. Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC), yang dikembangkan oleh David Wechsler, adalah tes kecerdasan dilakukan secara individual untuk anak-anak antara usia 6 dan 16 tahun inklusif yang dapat diselesaikan tanpa membaca atau menulis. The WISC membutuhkan 65 - 80 menit untuk mengelola dan menggambarkan skor IQ yang merupakan kemampuan kognitif umum anak yang meliputi beberapa subtes yaitu skala verbal : informasi, pemahaman, digit span, persamaan kata, perbendaharaan kata dan aritmatika.

Klasifikasi skor IQ menurut WISC

Sangat superior : > 128 Superior : 120 – 127 High average : 111 – 119 Average : 91 – 110 Low Average : 80 – 90 Borderline : 66 – 79 Mental defective : < 65


(29)

c. Standford – Binnet Intelligence scale

Adalah tes yang mengukur general factor of Intelligence Pemeriksaannya memakan waktu sekitar 30 sampai 40 menit.

Anak diminta untuk mendefinisikan kata, merangkai manik – manik, menyusun balok, mengidentifikasikan bagian gambar yang hilang, melacak maze dan menunjukkan pemahaman terhadap angka. Nilai seorang anak digunakan untuk mengukur memori, orientasi spasial dan penilaian praktis dalam situasi nyata. d. The Kaufman Assesment Battery for children ( K – ABC)

adalah alat klinis (uji diagnostik psikologi) untuk menilai perkembangan kognitif. Konstruksi menggabungkan beberapa perkembangan terakhir dalam teori psikologis dan metodologi statistik. Tes ini dikembangkan oleh Alan S. Kaufman dan Nadeen L. Kaufman pada tahun 1983 dan direvisi pada tahun 2004. KABC juga memberikan perhatian khusus pada kebutuhan pengujian tertentu, seperti pada kelompok cacat, aplikasi untuk masalah ketidakmampuan belajar, dan kesesuaian untuk budaya dan bahasa minoritas.17

2.3. Faktor - faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif anak epilepsi

Beberapa studi sebelumnya menyebutkan epilepsi dan kognitif memiliki hubungan yang kompleks dimana perubahan kemampuan kognitif dan perilaku dapat dipengaruhi oleh kejang persisten dari epilepsi selain itu genetik, usia awitan, tipe kejang, frekuensi kejang, tipe sindroma epilepsi, kondisi patologis pada otak serta efek negatif penggunaan OAE merupakan beberapa faktor yang berinteraksi mempengaruh fungsi kognitif.4,8 Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif :


(30)

1. Usia awitan kejang

Sebagian besar studi menyatakan bahwa semakin dini usia awitan kejang berkorelasi dengan semakin buruk fungsi kognitif dan merupakan prediktor penting terhadap outcome pasien epilepsi.8,9 Sebuah studi menemukan adanya gangguan atau defisit yang signifikan pada kemampuan pengulangan aksi motorik sederhana, perhatian dan konsentrasi, memori, serta kemampuan memecahkan masalah yang kompleks pada anak dengan kejang tonik klonik dengan usia awitan kejang lebih dini (sebelum usia lima tahun) dibandingkan anak dengan usia awitan kejang lebih tua.9

2. Tipe kejang

Kejang absans dulu dianggap tidak berbahaya tetapi saat ini sebuah studi menunjukan adanya masalah kognitif dan perilaku jangka panjang pada pasien ini walaupun penyebab pastinya masih belum jelas.18 Sebuah penelitian yang mempelajari defisit kognitif pada pasien dengan kejang absans dimana enam belas anak dengan kejang absans mendapat skor tes neuropsikologi yang lebih rendah pada fungsi kognitif umum, visuo-spatial skill dibanding anak normal selain itu terdapat gangguan memori nonverbal dan keterlambatan dalam mengingat sedangkan memori verbal dan kemampuan bahasa masih relatif stabil.8,19

3. Frekuensi kejang

Batas ambang kejang yang dapat menyebabkan gejala sisa belum sepenuhnya diketahui tetapi beberapa studi telah menemukan korelasi negatif antara frekuensi kejang dengan outcome kognitifnya dimana efek jangka panjang dari


(31)

kejang singkat yang berulang pada spatial memory dan hipokampus telah diteliti pada tikus, dengan hasil dimana kejang pendek yang berulang menginduksi progresif, fungsi permanen dan struktur yang abnormal dari hipokampus termasuk defisit spatial memory diiringi kehilangan pola perkembangan syaraf secara bertahap menyerupai sklerosis hipokampus pada manusia.8

Suatu studi menyatakan anak-anak dengan kontrol kejang yang baik secara umum memiliki kecerdasan dan kemampuan verbal yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak epilepsi refrakter.20

4. Lama menderita epilepsi

Lamanya menderita epilepsi berhubungan dengan kemunduran kognitif seperti hasil sebuah studi secara statistik menunjukan pasien yang menderita epilepsi lebih dari 30 tahun secara signifikan memiliki skala IQ lebih rendah dibandingkan pasien yang menderita epilepsi 15 sampai 30 tahun atau kurang dari 15 tahun.8,21

5. Etiologi kejang

Etiologi dari epilepsi merupakan faktor yang menentukan fungsi kognitif dan perubahan intelektual dari waktu ke waktu dimana pasien epilepsi simtomatik lebih sering dikaitkan dengan kemunduran yang lebih berat dibandingkan pasien epilepsi idiopatik.3,20,22 Polymicrogyria merupakan malformasi perkembangan kortikal yang paling sering dijumpai, disertai dengan sindroma lainnya yaitu

Bilateral frontoparietal polymicrogyria (BFPP) dengan manifestasi klinis retardasi mental berat, penurunan kemampuan bahasa dan motorik serta epilepsi.7,8


(32)

6. Efek terapi OAE

Beberapa studi menyebutkan bahwa diantara OAE yang tersedia khususnya yang klasik misalnya fenobarbital dapat berefek negatif terhadap fungsi kognitif termasuk memori meskipun efeknya sering ringan tetapi dapat secara signifikan mempengaruhi kemampuan belajar anak atau kemampuan berkendara pada dewasa atau fungsi pertahanan diri.8 Hasil Studi di RSUD Moewardi Surakarta bahwa gangguan daya ingat dialami 46% pasien epilepsi anak dengan lama pengobatan lebih dari 2 tahun dengan risiko 17 kali lebih tinggi dibandingkan dengan lama pengobatan kurang dari 2 tahun.23

Semakin lama pengobatan epilepsi semakin besar kemungkinan terjadi gangguan memori dimana OAE mempunyai efek negatif maupun positif terhadap kemampuan kognitif penderita. Obat anti epilepsi meningkatkan kemampuan kognitif dan tingkah laku pasien epilepsi dengan cara mengurangi bangkitan kejang, efek modulasi terhadap neurotransmiter dan efek psikotropika mengurangi iritabilitas neuron dan meningkatkan inhibisi pasca-sinaps atau mempengaruhi sinkronisasi jaringan neuron untuk menurunkan eksitasi neuron yang berlebihan sehingga dapat menurunkan bangkitan kejang dan dapat menurunkan aktivitas epilepsi di sekeliling jaringan otak yang normal. Aktivitas OAE tersebut apabila dirangsang secara terus menerus dapat mengakibatkan penurunan aktivitas motorik dan psikomotor, penurunan perhatian, dan gangguan memori. Penurunan daya ingat dapat bersifat reversibel dan kumulatif, sehingga semakin lama pasien mendapatkan terapi anti epilepsi maka gangguan memori akan semakin besar.23,24


(33)

OAE yang paling mempengaruhi fungsi kognitif dan memori adalah fenobarbital (PB) dan fenitoin (PHT).8,10,23 Beberapa studi tentang efek samping OAE terhadap fungsi kognitif dimana PB adalah OAE yang paling signifikan mempengaruhi IQ.25 PB merupakan obat anti epilepsi klasik yang efektif untuk epilepsi fokal.26 Dampak obat antiepileptik terjadi dengan cara meningkatkan inhibisi dimana PB berikatan dengan reseptor GABA memperpanjang waktu membukanya kanal klorida sehingga terjadi hiperpolarisasi. Pemakaian PB menimbulkan efek samping sedasi dan hipnosis yang mengakibatkan gangguan perhatian dan konsentrasi.10,27 Suatu studi pada anak-anak penderita idiopathic generalized tonic-clonic (GTC) seizure dimana OAE memodifikasi secara signifikan fungsi kognitif dan perilaku pada anak-anak epilepsi. Monoterapi PHT dan PB memiliki efek merusak dimana PHT lebih merusak pada kognisi, sementara PB lebih merusak pada perilaku sementara CBZ dan VPA memiliki efek positif pada kognisi dan perilaku.10,25

VPA dengan struktur 2-propylpentanoic acid merupakan obat antiepilepsi dengan spektrum luas. VPA bersifat larut dalam air, dan sangat higroskopis. VPA diindikasikan pada hampir semua tipe epilepsi, seperti absence, kejang tonik klonik, kejang mioklonik, spasme infantile, serta kejang parsial.26 Pada sebuah studi didapatkan bahwa VPA merupakan pilihan utama pada penderita epilepsi usia sekolah karena penggunaan VPA jarang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi kognitif.25 Selain itu, kelebihan VPA juga memiliki potensi rendah dalam menimbulkan eksaserbasi kejang.27 Pada penggunaan VPA dapat timbul efek samping lain seperti gangguan fungsi hati, trombositopenia, dan obesitas. Pada


(34)

sebuah studi dikatakan kadar serum VPA secara signifikan berhubungan dengan edema, rambut rontok, trombositopenia, nyeri abdomen.28

2.4. Kerangka Konseptual

= Yang diteliti

Gambar 2.8 Kerangka konseptual

IQ total Wechsler

Intelligence scale for children :

Verbal test dan performance test

Tipe kejang

Jenis sindroma epilepsi

Frekuensi kejang

Usia onset

Genetika

Lama mendapat OAE & Jenis OAE

Lingkungan : - Asuhan - SOSEK - Pendidikan

Orangtua - Jumlah

saudara Status gizi


(35)

BAB 4 HASIL 4.1. Data demografik dan karakteristik subjek

Sampel adalah anak penderita epilepsi idiopatik yang berobat jalan di Poli Neurologi Anak RSUP Adam Malik Medan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2013 sampai Mei 2014.

Diperoleh sampel 30 anak dimana 3 anak dieksklusikan dari penelitian ini karena 1 anak berusia di bawah 6 tahun, 2 anak belum bisa memahami instuksi jadi sebanyak 27 anak yang memenuhi kriteria inklusi (Gambar 4.1)

Gambar 4.1. Profil penelitian

30 anak penderita epilepsi idiopatik

3 anak dieksklusikan : 1 anak berusia < 6 tahun 2 anak belum bisa memahami instruksi

27 anak yang memenuhi kriteria inklusi

IQ < 80

(n = 8) IQ ≥ 80

(n = 19)

Tes IQ dengan Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC)

SKALA VERBAL SKALA PERFORMANCE

1. Informasi 2. Pemahaman 3. Hitungan 4. Persamaan

5. Perbendaharaan kata 6. Rentangan angka

1. Melengkapi gambar 2. Menyusun gambar 3. Rancangan Balok 4. Perakitan objek 5. Simbol

6. Mazes

Anamnesis faktor resiko : usia awitan kejang, frekuensi kejang, jenis sindroma epilepsi, jumlah OAE, jenis OAE, lama mendapat OAE


(36)

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik N

Jenis kelamin

Laki-Laki 11

Perempuan 16

Usia, rerata (SB), tahun 10.3 (2.91) Berat Badan, kg, mean

(SD)

29.8 (7.89)

Tinggi Badan, cm, mean (SD)

142.6 (4.31) Usia Awitan Kejang

< 5 tahun 14

≥ 5 tahun 13

Frekuensi Kejang

< 1 x/bulan 16

≥ 1 x/bulan 11

Lama Obat Anti Epilepsi

< 2 tahun 21

≥ 2 tahun 6

Jumlah OAE

1 obat 21

≥ 2 obat 6

Sindroma

GIE 18

FIE 9

Nama OAE

As. Valproat 19

Non Valproat atau kombinasi

8

Rerata IQ (SB) 86.2 (17.11)

Klasifikasi IQ

IQ < 80 8

IQ ≥ 80 19

Pada tabel 4.1 menunjukkan karakteristik sampel penelitian yang diikuti oleh 27 responden anak dengan rerata usia 10,33 tahun (SB = 2,91 tahun) dengan 16 anak


(37)

responden perempuan. Usia awitan kejang dari 14 anak responden adalah pada usia dibawah 5 tahun. Frekuensi kejang umumnya kurang dari 1 kali per bulan pada 16 orang anak. 21 anak telah meminum obat anti epilepsi (OAE) selama < 2 tahun dengan 1 jenis OAE. Obat yang terbanyak dipakai adalah asam valproat yaitu sebanyak 19 anak.

4.2 Faktor risiko dan IQ

Tabel 4.2 Hubungan faktor risiko dan IQ

Risk factors IQ < 80 IQ ≥ 80 OR 95% IK P

Age of onset

< 5 years 6 8

4.13 0.654 - 26.007 0.209

≥ 5 years 2 11

Seizure of

≥ 1 kali per bulan 1 10

7.78 0.795 - 76.088 0.09 < 1 kali perbulan 7 9

Sindroma epilepsi

FIE 3 6

1.30 0.231 - 7.315 1.000

GIE 5 13

Lama mendapat OAE

< 2 tahun 5 16

3.20 0.484 - 21.167 0.319

≥ 2 tahun 3 3

Jumlah OAE

1 obat 5 16

3.20 0.484 - 21.167 0.319

≥ 2 obat 3 3

Jenis OAE

As.valproat 5 14

0.60 0.103 - 3.454 0.658

NonValproat/ 3 5

Kombinasi

Tabel 4.2 merupakan hasil analisis dengan uji Fisher exact dimana tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor – faktor risiko seperti usia awitan, frekuensi kejang, sindroma epilepsi, lama mendapat OAE, jumlah OAE, jenis OAE terhadap fungsi kognitif (IQ) anak epilepsi idiopatik.


(38)

Tabel 4.3 Skor tes IQ

NO Inisial sampel Skor tes Verbal Skor tes performance Skor IQ total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 FJ MHP EG ML JS MY LS DA ASS GR AWN SM TMR DP FS GAN RA DAS HF MHF AR MIM RG MC PB D AD 55 94 97 79 76 74 87 69 89 131 109 79 71 109 84 119 57 76 86 85 119 130 95 84 82 82 75 44 85 104 76 71 92 82 72 90 120 99 78 80 97 99 128 62 71 80 76 92 104 72 99 84 101 91 46 85 90 75 71 80 83 67 90 128 105 76 73 104 90 122 56 71 82 79 107 120 83 90 82 90 80

Tabel 4.3 merupakan hasil tes IQ dari 27 sampel dimana didapati 8 anak dengan IQ < 80 dan 19 anak dengan IQ ≥ 80 dengan rerata IQ 86.2


(39)

BAB 5. PEMBAHASAN

Epilepsi pada anak merupakan masalah yang perlu mendapatkan perhatian besar karena Insiden epilepsi pada anak di negara maju secara umum diperkirakan sebesar 40 per 100 000 perduduk pertahun, dan di negara berkembang sebesar 50 per 100 000 penduduk pertahun.32 Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, jumlah pasien epilepsi yang berobat di poliklinik neurologi anak dalam kurun waktu 6 bulan (Januari – Juni 2008) sebanyak 86 penderita epilepsi anak, 39 penderita berjenis kelamin laki-laki dan 47 penderita perempuan dengan rentang usia antara 7 bulan sampai dengan 14 tahun.33 Hasil serupa pada studi lain didapati jenis kelamin, laki–laki sedikit lebih beresiko terkena epilepsi dibandingkan perempuan.34 Pada penelitian kami didapati 16 penderita berjenis kelamin perempuan dan 11 penderita laki–laki dengan usia rerata 10.33 tahun.

Banyak faktor yang mempengaruhi intelegensi penderita. Sebuah studi prospektif menguji stabilitas IQ pada anak-anak dengan gangguan kejang didapatkan sekitar 11.1% mengalami penurunan skor IQ dengan insidens lebih tinggi pada pasien dengan kejang tidak terkontrol, usia onset lebih dini dan pasien dengan kadar toksisitas obat dalam darah.35

Studi lain menyebutkan semakin muda usia awitan semakin buruk fungsi kognitif. Usia kurang dari 5 tahun merupakan golden period yang berhubungan dengan perkembangan anatomi-fisiologi otak sehingga bila terdapat masalah atau gangguan fungsi otak pada periode ini akan menurunkan kualitas fungsi kognitif. Semakin jarang pasien mengalami serangan kejang dalam 6 bulan terakhir semakin baik fungsi kognitif, karena semakin sering pasien kejang akan mengakibatkan semakin banyak terjadi kerusakan sel-sel neuron di otak sehingga fungsi kognitif menurun.36 Pada studi kami


(40)

dari 27 anak penderita epilepsi idiopatik terdapat 14 anak dengan usia awitan kejang < 5 tahun dimana 6 anak dengan IQ dibawah 80 dan 8 anak IQ ≥ 80.

Bangkitan epilepsi mengganggu fungsi daya ingat, karena aktivitas listrik abnormal tersebut akan mengganggu sinaps-sinaps yang telah terbentuk.37 Aktivitas listrik abnormal tersebut juga akan mengganggu proses pengenalan dan penyimpanan memori. Bangkitan yang terlalu sering akan mengakibatkan kelelahan yang akan mengganggu konsentrasi sehingga proses pengenalan terganggu. Timbulnya kebingungan pasca bangkitan juga akan mengganggu daya Ingat bekerja optimal.38

Frekuensi bangkitan kejang dikatakan sering apabila penderita mengalami bangkitan satu kali atau lebih setiap bulan.39 Suatu studi menyatakan faktor paling konsisten mempengaruhi outcome jangka panjang epilepsi adalah terkontrolnya kejang.40 Pada penelitian kami dari 11 anak yang mengalami bangkitan kejang satu kali atau lebih setiap bulan hanya satu anak dengan IQ < 80.

Gangguan Neurokognitif sering terjadi pada pasien epilepsi yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk sindroma epilepsi dimana sindroma epilepsi yang paling merusak seperti ensefalopati epilepsi pada masa bayi dan kanak-kanak dan epilepsi fokal mungkin memiliki evolusi yang menguntungkan dengan kejang cepat terkontrol dan tidak ada defisit kognitif.38 Pada penelitian kami dari 9 anak dengan sindroma epilepsi idiopatik fokal terdapat 3 anak dengan IQ < 80 dan 6 anak memiliki IQ ≥ 80.

Efek samping merugikan OAE terhadap kognitif dapat dihindari dengan penurunan dosis bertahap sampai dosis terendah yang efektif dan dengan menghindari politerapi.41 Suatu penelitian retrospektif mengevaluasi pengaruh politerapi pada


(41)

suasana mood dan fungsi kognitif pasien dengan skrining tes neuropsikologi dan skor depresi pada epilepsi refrakter yang melaporkan hipotesis bahwa politerapi antiepilepsi bukan satu–satunya faktor risiko yang menyebabkan defisit kognitif atau depresi pada pasien dengan epilepsi refrakter tetapi ada kemungkinan pengaruh akumulatif obat dan beberapa faktor risiko yang lain.42 Pada penelitian ini dari 6 anak yang mendapat politerapi anti epilepsi, 3 anak dengan IQ < 80. Pada sebuah studi didapatkan bahwa VPA merupakan pilihan utama pada penderita epilepsi usia sekolah karena penggunaan VPA jarang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi kognitif.25 Pada penelitian ini sebagian besar anak mendapat VPA sebagai anti epilepsinya dimana 5 anak dengan IQ < 80 dan 16 anak dengan IQ ≥ 80.

Secara statistika dengan menggunakan uji Fisher exact diperoleh hasil tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor–faktor risiko seperti usia awitan, frekuensi kejang, sindroma epilepsi, lama mendapat OAE, jumlah OAE, jenis OAE terhadap fungsi kognitif (IQ) anak epilepsi idiopatik.

Penelitian ini masih dijumpai beberapa keterbatasan antara lain desain sekat lintang yang mengabaikan temporabilitas sehingga tidak dapat diketahui perjalanan terjadinya gangguan fungsi kognitif anak secara berkala sampel yang sedikit, pemeriksaan IQ yang dilakukan satu kali. Pada penelitian ini terdapat enam faktor risiko yang ingin dicari hubungannya dengan fungsi kognitif (IQ). Karena subyek yang ikut serta harus epilepsi idiopatik dengan rentang usia 6 sampai 16 tahun maka peneliti mengalami kesulitan untuk mendapatkan jumlah sampel lebih banyak. Hal ini menyebabkan kesulitan untuk membuktikan adanya pengaruh antara keenam faktor risiko tersebut terhadap fungsi kognitif (IQ).


(42)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan usia awitan kejang, frekuensi kejang, jenis sindroma epilepsi, jumlah dan jenis OAE, lama mendapat OAE untuk mengetahui pengaruhnya terhadap IQ anak epilepsi idiopatik. Pada penelitian ini dapat disimpulkan tidak ada hubungan signifikan antara faktor risiko terhadap fungsi kognitif (IQ) (p > 0,05).

.

6.2. Saran

 Dibutuhkan penelitian lebih lanjut terutama mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) serta pemeriksaan IQ berkala untuk jangka waktu tertentu sebagai skrining deteksi dini.

 Meneliti lebih lanjut profil kecerdasan yang khas pada anak epilepsi idiopatik  Meneliti faktor kognisi dari berbagai jenis epilepsi

 Meneliti prestasi belajar anak sebelum dan setelah menderita epilepsi


(43)

RINGKASAN

Epilepsi merupakan salah satu penyebab morbiditas terbanyak pada anak, yang menimbulkan berbagai permasalahan antara lain kesulitan belajar, gangguan tumbuh-kembang dan gangguan fungsi kognitif yang mempengaruhi kualitas hidup.

Pad dekade terakhir beberapa studi telah menilai faktor usia awitan kejang, tipe kejang, frekuensi kejang, jenis sindroma epilepsi, jenis OAE, lama mendapat OAE berpengaruh terhadap fungsi kognitif (IQ) anak penderita epilepsi idiopatik.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor usia awitan kejang, tipe kejang, frekuensi kejang, jenis sindroma epilepsi, jenis OAE, lama mendapat OAE yang mempengaruhi fungsi kognitif (IQ) anak epilepsi idiopatik. Penelitian ini dilakukan di poli neurologi anak RS H. adam Malik Medan yang dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai Mei 2014.

Populasi penelitian adalah anak usia 6 sampai 16 tahun yang didiagnosis epilepsi idiopatik berdasarkan ILAE dan memenuhi kriteria inklusi. Sampel penelitian diambil secara konsekutif. Dilakukan anamnesis kepada orangtua penderita tentang keenam faktor risiko tersebut kemudian dilakukan pemeriksaan IQ oleh psikolog.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara keenam faktor risiko tersebut terhadap fungsi kognitif (IQ) anak epilepsi idiopatik.


(44)

SUMMARY

Epilepsy is one of the common cause of morbidity in children, which is cause various problems such as learning difficulty, growth and development disorders and cognitive function impaired that affects the quality of life. In the last decade, there are several studies had been examined the age of onset of seizures, seizure types, seizure frequencies, types of epilepsy syndrome, type of AED, duration of AED using affect the IQ of children with idiopathic epilepsy. The aim of this study is to assessed the factors age of onset of seizures, seizure types, seizure frequencies, types of epilepsy syndrome, type of AED, duration of AED using that affects the IQ of children with idiopathic epilepsy. This research was conducted in pediatric outpatient of neurology division in H. Adam Malik Hospital from December 2013 to May 2014. The study population was children aged 6 to 16 years who diagnosed with idiopathic epilepsy based on ILAE and fulfill inclusion criterias, collected consecutively. We anamnesed the parents about the sixth of risk factors that influenced the children’s cognitive function (IQ) then examination of IQ done by psychologist. The result of this study showed there was no significant association between the sixth of risk factors with cognitive function (IQ) in children with idiopathic epilepsy.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

1. Mayor P.Thiele EA. Seizure in children : laboratory, diagnosis and management. Pediatr Rev. 2007; 28:405-14.

2. Harsono, Endang K, Suryani G. Pedoman tatalaksana epilepsi. Edisi keempat. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. h. 1-49.

3. Johnston MV. Seizure in childhood. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke – 19. Philadelphia: Elsevier Inc. 2011. h. 1993-2005.

4. You SJ. Cognitive function of idiopathic childhood epilepsy. Korean J pediatr. 2012: 159-63.

5. Dalbey S. Cognitive development considerations in preschool fire safety education.the National Fire Academy as part of the Executive Fire Officer Program.1994:2-12.

6. Parrini E, Ferrari AR, Dorn T, Walsh CA, Guerrini R. Bilateral frontoparietal polymicrogyria, Lennox-Gastaut syndrome, and GPR56 gene mutations. Epilepsia. 2008: 1-10.

7. Wechsler Intelligence Scale for Children. Diunduh dari

http://en.wikipedia.org/wiki/Wechsler_Intelligence_Scale_for_Children. Diakses

tanggal 2 april 2013

8. Desai JD. Epilepsy and cognition. J Pediatr Neurosci. 2008; 3:16-29.

9. O’leary DS, Seidenberg M, Berent S, Boll TJ. Effects of age of onset of tonic-clonic seizures on neuropsychological performance in children. Epilepsia. 1981; 22:197-204.

10. Hermann B, seidenberg M, Bell B, Rutecki P, Sheth R. Neurodevelopmental impact of childhood-onset temporal lobe epilepsy on brain structure and function. Epilepsia; 43(9):1062-71.

11. Ravat SH, Gupta R. Antiepileptic drug in pediatric epilepsy. J Pediatr Neurosci. 2008; 3:7-13.

12. Camfield PR, Camfield CR. Pediatric epilepsy: an overview. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric neurology principles & practice. Edisi keempat. Philadelphia: Elsevier Inc, 2006. h. 983-9.

13. Rahman U. Karakteristik perkembangan anak usia dini. Lentera pendidikan. 2009:46-57..

14. Lumbantobing S.M. Etiologi dan faal sakitan epilepsi. Dalam: Soetomenggolo T.S, Ismael S.penyunting. Buku ajar Neurologi anak. IDAI; Jakarta. 1999. h. 197-203. 15. Mechanisms of disease epilepsy (editorial). N Engl J Med. 2003; 349:1257-66 16. Guzeva VI, Belash VO, Guzeva VV, Guzeva OV, Anastazi OI. Characteristics of

cognitive functions in children with epilepsy. Neuroscience and Behavioral Physiology. 2009; 39:885-9.

17. Papalia DE. Perkembangan fisik dan kognitif pada masa kanak – kanak pertengahan. Dalam: Papalia DE, Old SW, Feldman RD. Human development (psikologi perkembangan). Edisi kesembilan. The McGraw Hill Companies. 2008:435 – 47.


(46)

18. Marnat GG. Wechsler intelligence scale. Dalam: Marnat GG. Handbook of psychological assesment. Edisi keempat. John Wiley & son, Inc. Hoboken, New Jersey. 2003:129 – 89.

19. Hurley A. Cognitive Development: Overview. Diunduh dari:

http://www.saylor.org/site/wp content/uploads/2011/07/psych406-5.3.pdf. Diakses

tanggal 2 april 2013

20. Pavone P, Bianchini R, Trifiletti RR, Incorpora G, Pavone A, Parano E. Neuropsychological assessment in children with absence epilepsy. Neurology. 2001; 56:1047-51.

21. Oliveira CS, Rosset SE, Funayama SS, Terra VC, Machado HR, Sakamoto AC. Intellectual functioning in pediatric patients with epilepsy: a comparison of medically controlled children. J Pediatr. 2010; 86(5):377-83.

22. Jokeit H, Ebner A. Long term effects of refractory temporal lobe epilepsy on cognitive abilities: a cross sectional study. J Neuro Neurosurg Psychiatry. 1999; 67:44-50.

23. Mustarsid, Nur FT, Setiawati SR, Salimo H. Pengaruh obat anti epilepsi terhadap gangguan daya ingat pada epilepsi anak. Sari Pediatri. 2011; 12(5):302-6.

24. Shehata GA, Bateh AEM, Hamed SA. Neuropsychological effects of antiepileptic drugs (carbamazepine versus valproate) in adult males with epilepsy. Neuropsychiatric disease and treatment 2009; 5:527-33.

25. Loring DW, Meador KJ. Cognitive side effects of antiepileptic drugs in children. Neurology. 2004; 62:873-7.

26. Rosenberg G. The mechanisms of action of valproate in neuropsychiatric disorders: can we see the forest for the trees?. Cell Mol Life Sci. 2007; 64(16):2090-103

27. Mattson RH, Cramer JA, Williamson PD, Novelly RA. Valproic acid in epilepsy: Clinical and pharmacological effects. Annals of Neurology. 1978; 3:20-5.

28. Hubungan antara obat anti epilepsi dengan kognitif dan behavior. Diunduh dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37320/4/Chapter%20II.pdf.

Diakses juli 2014.

29. Kantoush MM, El-Shahawy AK, Hussein MA, El-Dodd AS, M.Kamel AW. The impact of antiepileptic drugs on cognitive and behavioral functions in children with idiopathic generalized epilepsy. Alex. J. Pediatr. 1998; 12(1):159-66.

30. Michelucci R, Tassinari CA. Phenobarbital, primidone and other barbiturates. Dalam: Shorvon S, Perucca E, Fish D, Dodson E, penyunting. The treatment of epilepsy. Edisi kedua. Blackwell Publishing. 2004:461-9.

31. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung seto, 2008.h.302-31.

32. Menachem, Covanis. Epilepsy and comorbidity: a global approach to patient management. 2003. Acta Neurologica Scandinavica; 108:3-4.

33. Pengaruh epilepsi terhadap terjadinya gangguan daya ingat pada penderita epilepsi anak di rsud dr moewardi surakarta. Diunduh dari

http://eprints.uns.ac.id/6995/1/103021709200909071.pdf. Diakses juli 2014.

34. Epilepsy. Dalam: Neurological disorders: public health challenge. WHO. 2006:56-67.


(47)

35. Blaise, Bourgeois, Arthur L. Prensky, Palkes HS, Talent BK dkk. Intelligence in epilepsy: A prospective study in children. Annals of Neurology. 2004; 14:438-44. 36. Wishwadewa WN, Mangunatmadja I, Said M, Firmansyah A, Soedjatmiko, Tridjaja

B. Kualitas Hidup Anak Epilepsi dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhi di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta. Sari Pediatri 2008;10(4):272-9.

37. Cole AJ. Is Epilepsy a Progressive Disease? The Neurobiological Consequences of Epilepsy. Epilepsia. 2000; 4l(2):13-22.

38. Zeman A, Butler C. Transient epileptic amnesia. Current Opinion in Neurology. 2010; 23:610–16.

39. Van R. Cognitive problems related to epilepsy syndromes, especially malignant epilepsies. Seizure. 2006; 15(4):227-34.

40. Oyegbile TO, Dow C, Jones J, Bell B, Rutecki P, Sheth R, et al. The nature and course of neuropsychological morbidity in chronic temporal lobe epilepsy. Neurology 2004;62:1736 - 42.

41. Elson L So. Predictors of outcome in newly diagnosed epilepsy: Clinical, EEG and MRI. Neurology Asia. 2011; 16 (Supplement 1):27 – 29.

42. Rösche J, Kundt G, Weber R, Fröscher W, Uhlmann C. The impact of antiepileptic

polytherapy on mood and cognitive function. ActaNeurol Belg. 2011; 111(1):29 – 32.

43. Rösche J, Kundt G, WebeR R, FRöscheR W, Uhlmann C. The impact of

antiepileptic polytherapy on mood and cognitive function. Acta Neurol. Belg. 2011; 111: 29-32.


(48)

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian

1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Rika Haryanti

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM

2. Anggota Penelitian

1. dr.Yazid Dimyati, M.Ked(Ped), SpA(K) 2. dr. Pertin Sianturi, M.Ked(Ped), SpA(K) 3. Prof. dr. Bistok Saing, SpA(K)

4. dr. Johannes H. Saing, M.Ked(Ped), SpA(K) 5. dr. Dewi Angreany

6. dr. Dwi Novita 7. dr. Poppy Indriasari

Biaya Penelitian

1. Biaya Pemeriksaan : Rp. 2.500.000 2. Transportasi / Akomodasi : Rp. 2.000.000 3. Penyusunan / Penggandaan : Rp. 2.000.000 4. Seminar hasil penelitian : Rp 5.000.000 Jumlah : Rp. 11.500.000


(49)

2. Jadwal Penelitian

Kegiatan/ Waktu 15 Nov s/d 15 Des 2013

15 Des 2013 s/d 5 Mei 2014

6 Mei 2014 s/d 31 Mei 2014

Persiapan Pelaksanaan Penyusunan Laporan Pengiriman Laporan


(50)

3. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua

Kepada Yth Bapak / Ibu ...

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri, nama saya dr. Rika Haryanti bertugas di Divisi Neurologi Departemen Ilmu kesehatan Anak FK USU / RSUP Haji Adam Malik Medan.

Bersama ini, kami ingin menyampaikan kepada Bapak / Ibu bahwa Divisi Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUSU - RSHAM Medan, bermaksud mengadakan penelitian mengenai “Faktor – Faktor yang mempengaruhi IQ Anak Epilepsi Idiopatik”.

Epilepsi didefinisikan sebagai serangan paroksismal berulang dua kali atau lebih tanpa penyebab, akibat lepasnya muatan listrik di neuron otak serangan dapat berupa gangguan kesadaran, perilaku, emosi, motorik atau sensoris yang sembuh secara spontan, sebagian besar berhenti sendiri berulang lebih dari 24 jam dan setelah serangan kondisi kembali normal seperti biasa.

Gangguan kognitif pada epilepsi disebabkan oleh interaksi berbagai faktor yaitu kejang persisten dari epilepsi selain itu genetik, usia onset, tipe kejang, frekuensi kejang, tipe sindroma epilepsi, kondisi patologis pada otak serta efek negatif penggunaan OAE merupakan beberapa faktor yang berinteraksi mempengaruh fungsi kognitif dengan pengenalan dan pendeteksian dini diharapkan dapat memperbaiki prognosis kedepannya.

Penilaian fungsi kognitif menggunakan WISR-R untuk mengukur intellengence questiont anak epilepsi yang dilakukan oleh seorang psikolog

Jika Bapak / Ibu bersedia, maka kami mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Demikianlah yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2014 Peneliti


(51)

4. PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P Pekerjaan : ...

Alamat : ... Orang tua dari : ...

Telah menerima dan mengerti penjelasan yang sudah diberikan oleh dokter mengenai penelitan “Faktor – Faktor yang mempengaruhi IQ Anak Epilepsi Idiopatik “. Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta penelitian ini.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Medan, 2014


(52)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap :dr. Rika Haryanti Tempat dan tanggal lahir :Padang, 1 Maret 1981

Alamat :Komplek perumahan Meher Palace Garu III blok D3 Marendal Amplas, Kota Medan, Sumatera Utara

Suami :dr. Khairil Ichram Putra

PENDIDIKAN :

Sekolah Dasar : SDN 02 Pasa Usang Kayutanam, tamat tahun 1991 Sekolah Menengah Pertama: SMPN1 Kayutanam, tamat tahun1995 Sekolah Menengah Umum : SMUN 1 Pariaman, tamat tahun 1998 Dokter Umum : FK UISU Medan, tamat 2005

PEKERJAAN :

- Dokter PTT di Puskesmas Anduring, Kabupaten Padang Pariaman sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2008

- Dokter PNS di Puskesmas Marunggi, Kotamadya Pariaman, sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang


(1)

35. Blaise, Bourgeois, Arthur L. Prensky, Palkes HS, Talent BK dkk. Intelligence in epilepsy: A prospective study in children. Annals of Neurology. 2004; 14:438-44. 36. Wishwadewa WN, Mangunatmadja I, Said M, Firmansyah A, Soedjatmiko, Tridjaja

B. Kualitas Hidup Anak Epilepsi dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhi di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta. Sari Pediatri 2008;10(4):272-9.

37. Cole AJ. Is Epilepsy a Progressive Disease? The Neurobiological Consequences of Epilepsy. Epilepsia. 2000; 4l(2):13-22.

38. Zeman A, Butler C. Transient epileptic amnesia. Current Opinion in Neurology. 2010; 23:610–16.

39. Van R. Cognitive problems related to epilepsy syndromes, especially malignant epilepsies. Seizure. 2006; 15(4):227-34.

40. Oyegbile TO, Dow C, Jones J, Bell B, Rutecki P, Sheth R, et al. The nature and course of neuropsychological morbidity in chronic temporal lobe epilepsy. Neurology 2004;62:1736 - 42.

41. Elson L So. Predictors of outcome in newly diagnosed epilepsy: Clinical, EEG and MRI. Neurology Asia. 2011; 16 (Supplement 1):27 – 29.

42. Rösche J, Kundt G, Weber R, Fröscher W, Uhlmann C. The impact of antiepileptic polytherapy on mood and cognitive function. ActaNeurol Belg. 2011; 111(1):29 – 32.

43. Rösche J, Kundt G, WebeR R, FRöscheR W, Uhlmann C. The impact of antiepileptic polytherapy on mood and cognitive function. Acta Neurol. Belg. 2011; 111: 29-32.


(2)

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Rika Haryanti

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM

2. Anggota Penelitian

1. dr.Yazid Dimyati, M.Ked(Ped), SpA(K) 2. dr. Pertin Sianturi, M.Ked(Ped), SpA(K) 3. Prof. dr. Bistok Saing, SpA(K)

4. dr. Johannes H. Saing, M.Ked(Ped), SpA(K) 5. dr. Dewi Angreany

6. dr. Dwi Novita 7. dr. Poppy Indriasari

Biaya Penelitian

1. Biaya Pemeriksaan : Rp. 2.500.000 2. Transportasi / Akomodasi : Rp. 2.000.000 3. Penyusunan / Penggandaan : Rp. 2.000.000 4. Seminar hasil penelitian : Rp 5.000.000 Jumlah : Rp. 11.500.000


(3)

2. Jadwal Penelitian

Kegiatan/ Waktu 15 Nov s/d 15 Des 2013

15 Des 2013 s/d 5 Mei 2014

6 Mei 2014 s/d 31 Mei 2014

Persiapan

Pelaksanaan Penyusunan Laporan Pengiriman Laporan


(4)

3. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua Kepada Yth Bapak / Ibu ...

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri, nama saya dr. Rika Haryanti bertugas di Divisi Neurologi Departemen Ilmu kesehatan Anak FK USU / RSUP Haji Adam Malik Medan.

Bersama ini, kami ingin menyampaikan kepada Bapak / Ibu bahwa Divisi Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUSU - RSHAM Medan, bermaksud mengadakan penelitian mengenai “Faktor – Faktor yang mempengaruhi IQ Anak Epilepsi Idiopatik”.

Epilepsi didefinisikan sebagai serangan paroksismal berulang dua kali atau lebih tanpa penyebab, akibat lepasnya muatan listrik di neuron otak serangan dapat berupa gangguan kesadaran, perilaku, emosi, motorik atau sensoris yang sembuh secara spontan, sebagian besar berhenti sendiri berulang lebih dari 24 jam dan setelah serangan kondisi kembali normal seperti biasa.

Gangguan kognitif pada epilepsi disebabkan oleh interaksi berbagai faktor yaitu kejang persisten dari epilepsi selain itu genetik, usia onset, tipe kejang, frekuensi kejang, tipe sindroma epilepsi, kondisi patologis pada otak serta efek negatif penggunaan OAE merupakan beberapa faktor yang berinteraksi mempengaruh fungsi kognitif dengan pengenalan dan pendeteksian dini diharapkan dapat memperbaiki prognosis kedepannya.

Penilaian fungsi kognitif menggunakan WISR-R untuk mengukur intellengence questiont anak epilepsi yang dilakukan oleh seorang psikolog

Jika Bapak / Ibu bersedia, maka kami mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Demikianlah yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2014 Peneliti


(5)

4. PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP) Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P Pekerjaan : ...

Alamat : ... Orang tua dari : ...

Telah menerima dan mengerti penjelasan yang sudah diberikan oleh dokter mengenai penelitan “Faktor – Faktor yang mempengaruhi IQ Anak Epilepsi Idiopatik “. Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta penelitian ini.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Medan, 2014


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap :dr. Rika Haryanti Tempat dan tanggal lahir :Padang, 1 Maret 1981

Alamat :Komplek perumahan Meher Palace Garu III blok D3 Marendal Amplas, Kota Medan, Sumatera Utara

Suami :dr. Khairil Ichram Putra

PENDIDIKAN :

Sekolah Dasar : SDN 02 Pasa Usang Kayutanam, tamat tahun 1991 Sekolah Menengah Pertama: SMPN1 Kayutanam, tamat tahun1995 Sekolah Menengah Umum : SMUN 1 Pariaman, tamat tahun 1998 Dokter Umum : FK UISU Medan, tamat 2005

PEKERJAAN :

- Dokter PTT di Puskesmas Anduring, Kabupaten Padang Pariaman sejak tahun

2006 sampai dengan tahun 2008

- Dokter PNS di Puskesmas Marunggi, Kotamadya Pariaman, sejak tahun 2008