Faktor - faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif anak epilepsi

c. Standford – Binnet Intelligence scale Adalah tes yang mengukur general factor of Intelligence Pemeriksaannya memakan waktu sekitar 30 sampai 40 menit. Anak diminta untuk mendefinisikan kata, merangkai manik – manik, menyusun balok, mengidentifikasikan bagian gambar yang hilang, melacak maze dan menunjukkan pemahaman terhadap angka. Nilai seorang anak digunakan untuk mengukur memori, orientasi spasial dan penilaian praktis dalam situasi nyata. d. The Kaufman Assesment Battery for children K – ABC adalah alat klinis uji diagnostik psikologi untuk menilai perkembangan kognitif. Konstruksi menggabungkan beberapa perkembangan terakhir dalam teori psikologis dan metodologi statistik. Tes ini dikembangkan oleh Alan S. Kaufman dan Nadeen L. Kaufman pada tahun 1983 dan direvisi pada tahun 2004. KABC juga memberikan perhatian khusus pada kebutuhan pengujian tertentu, seperti pada kelompok cacat, aplikasi untuk masalah ketidakmampuan belajar, dan kesesuaian untuk budaya dan bahasa minoritas. 17

2.3. Faktor - faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif anak epilepsi

Beberapa studi sebelumnya menyebutkan epilepsi dan kognitif memiliki hubungan yang kompleks dimana perubahan kemampuan kognitif dan perilaku dapat dipengaruhi oleh kejang persisten dari epilepsi selain itu genetik, usia awitan, tipe kejang, frekuensi kejang, tipe sindroma epilepsi, kondisi patologis pada otak serta efek negatif penggunaan OAE merupakan beberapa faktor yang berinteraksi mempengaruh fungsi kognitif. 4,8 Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif : Universitas Sumatera Utara 1. Usia awitan kejang Sebagian besar studi menyatakan bahwa semakin dini usia awitan kejang berkorelasi dengan semakin buruk fungsi kognitif dan merupakan prediktor penting terhadap outcome pasien epilepsi. 8,9 Sebuah studi menemukan adanya gangguan atau defisit yang signifikan pada kemampuan pengulangan aksi motorik sederhana, perhatian dan konsentrasi, memori, serta kemampuan memecahkan masalah yang kompleks pada anak dengan kejang tonik klonik dengan usia awitan kejang lebih dini sebelum usia lima tahun dibandingkan anak dengan usia awitan kejang lebih tua. 9 2. Tipe kejang Kejang absans dulu dianggap tidak berbahaya tetapi saat ini sebuah studi menunjukan adanya masalah kognitif dan perilaku jangka panjang pada pasien ini walaupun penyebab pastinya masih belum jelas. 18 Sebuah penelitian yang mempelajari defisit kognitif pada pasien dengan kejang absans dimana enam belas anak dengan kejang absans mendapat skor tes neuropsikologi yang lebih rendah pada fungsi kognitif umum, visuo-spatial skill dibanding anak normal selain itu terdapat gangguan memori nonverbal dan keterlambatan dalam mengingat sedangkan memori verbal dan kemampuan bahasa masih relatif stabil. 8,19 3. Frekuensi kejang Batas ambang kejang yang dapat menyebabkan gejala sisa belum sepenuhnya diketahui tetapi beberapa studi telah menemukan korelasi negatif antara frekuensi kejang dengan outcome kognitifnya dimana efek jangka panjang dari Universitas Sumatera Utara kejang singkat yang berulang pada spatial memory dan hipokampus telah diteliti pada tikus, dengan hasil dimana kejang pendek yang berulang menginduksi progresif, fungsi permanen dan struktur yang abnormal dari hipokampus termasuk defisit spatial memory diiringi kehilangan pola perkembangan syaraf secara bertahap menyerupai sklerosis hipokampus pada manusia. 8 Suatu studi menyatakan anak-anak dengan kontrol kejang yang baik secara umum memiliki kecerdasan dan kemampuan verbal yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak epilepsi refrakter. 20 4. Lama menderita epilepsi Lamanya menderita epilepsi berhubungan dengan kemunduran kognitif seperti hasil sebuah studi secara statistik menunjukan pasien yang menderita epilepsi lebih dari 30 tahun secara signifikan memiliki skala IQ lebih rendah dibandingkan pasien yang menderita epilepsi 15 sampai 30 tahun atau kurang dari 15 tahun. 8,21 5. Etiologi kejang Etiologi dari epilepsi merupakan faktor yang menentukan fungsi kognitif dan perubahan intelektual dari waktu ke waktu dimana pasien epilepsi simtomatik lebih sering dikaitkan dengan kemunduran yang lebih berat dibandingkan pasien epilepsi idiopatik. 3,20,22 Polymicrogyria merupakan malformasi perkembangan kortikal yang paling sering dijumpai, disertai dengan sindroma lainnya yaitu Bilateral frontoparietal polymicrogyria BFPP dengan manifestasi klinis retardasi mental berat, penurunan kemampuan bahasa dan motorik serta epilepsi. 7,8 Universitas Sumatera Utara 6. Efek terapi OAE Beberapa studi menyebutkan bahwa diantara OAE yang tersedia khususnya yang klasik misalnya fenobarbital dapat berefek negatif terhadap fungsi kognitif termasuk memori meskipun efeknya sering ringan tetapi dapat secara signifikan mempengaruhi kemampuan belajar anak atau kemampuan berkendara pada dewasa atau fungsi pertahanan diri. 8 Hasil Studi di RSUD Moewardi Surakarta bahwa gangguan daya ingat dialami 46 pasien epilepsi anak dengan lama pengobatan lebih dari 2 tahun dengan risiko 17 kali lebih tinggi dibandingkan dengan lama pengobatan kurang dari 2 tahun. 23 Semakin lama pengobatan epilepsi semakin besar kemungkinan terjadi gangguan memori dimana OAE mempunyai efek negatif maupun positif terhadap kemampuan kognitif penderita. Obat anti epilepsi meningkatkan kemampuan kognitif dan tingkah laku pasien epilepsi dengan cara mengurangi bangkitan kejang, efek modulasi terhadap neurotransmiter dan efek psikotropika mengurangi iritabilitas neuron dan meningkatkan inhibisi pasca-sinaps atau mempengaruhi sinkronisasi jaringan neuron untuk menurunkan eksitasi neuron yang berlebihan sehingga dapat menurunkan bangkitan kejang dan dapat menurunkan aktivitas epilepsi di sekeliling jaringan otak yang normal. Aktivitas OAE tersebut apabila dirangsang secara terus menerus dapat mengakibatkan penurunan aktivitas motorik dan psikomotor, penurunan perhatian, dan gangguan memori. Penurunan daya ingat dapat bersifat reversibel dan kumulatif, sehingga semakin lama pasien mendapatkan terapi anti epilepsi maka gangguan memori akan semakin besar. 23,24 Universitas Sumatera Utara OAE yang paling mempengaruhi fungsi kognitif dan memori adalah fenobarbital PB dan fenitoin PHT. 8,10,23 Beberapa studi tentang efek samping OAE terhadap fungsi kognitif dimana PB adalah OAE yang paling signifikan mempengaruhi IQ. 25 PB merupakan obat anti epilepsi klasik yang efektif untuk epilepsi fokal. 26 Dampak obat antiepileptik terjadi dengan cara meningkatkan inhibisi dimana PB berikatan dengan reseptor GABA memperpanjang waktu membukanya kanal klorida sehingga terjadi hiperpolarisasi. Pemakaian PB menimbulkan efek samping sedasi dan hipnosis yang mengakibatkan gangguan perhatian dan konsentrasi. 10,27 Suatu studi pada anak-anak penderita idiopathic generalized tonic-clonic GTC seizure dimana OAE memodifikasi secara signifikan fungsi kognitif dan perilaku pada anak-anak epilepsi. Monoterapi PHT dan PB memiliki efek merusak dimana PHT lebih merusak pada kognisi, sementara PB lebih merusak pada perilaku sementara CBZ dan VPA memiliki efek positif pada kognisi dan perilaku. 10,25 VPA dengan struktur 2-propylpentanoic acid merupakan obat antiepilepsi dengan spektrum luas. VPA bersifat larut dalam air, dan sangat higroskopis. VPA diindikasikan pada hampir semua tipe epilepsi, seperti absence, kejang tonik klonik, kejang mioklonik, spasme infantile, serta kejang parsial. 26 Pada sebuah studi didapatkan bahwa VPA merupakan pilihan utama pada penderita epilepsi usia sekolah karena penggunaan VPA jarang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi kognitif. 25 Selain itu, kelebihan VPA juga memiliki potensi rendah dalam menimbulkan eksaserbasi kejang. 27 Pada penggunaan VPA dapat timbul efek samping lain seperti gangguan fungsi hati, trombositopenia, dan obesitas. Pada Universitas Sumatera Utara sebuah studi dikatakan kadar serum VPA secara signifikan berhubungan dengan edema, rambut rontok, trombositopenia, nyeri abdomen. 28

2.4. Kerangka Konseptual