Namun demikian, gairah untuk mengikuti proses musrenbang mengalami pasang-surut, dimana
terjadi penurunan secara kualitas maupun kuantitas
musrenbang. Demikian juga di Surakarta, yang dimana Surakarta sebagai pioneer
dalam pelaksanaan musrenbang juga mengalami penurunan. Sekarang memasuki
tahun ke 9, diperlukan sebuah perbaikan secara proses maupun partisipasi masyarakatnya. Walikota Surakarta menerbitkan sebuah kebijakan yaitu Peraturan
Walikota Perwali No 27-A Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan, Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Kecamatan, Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota.
Mengingat pentingnya proses partisipasi dalam proses pembangunan, maka
musrenbang akan menjadi sebuah “ritual” yang harus selalu dilaksanakan, sehingga
peneliti ingin melihat seberapa jauh musrenbang bisa berpengaruh terhadap proses
pembangunan maka peneliti ingin mengajukan penelitian dengan judul “Musrenbang
Sebagai Wadah Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan di Daerah Study Kasus pada Proses Partisipasi Masyarakat dalam Musrenbangkel di Kelurahan
Timuran, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang musrenbang tersebut, perlu adanya upaya untuk melihat apakah musrenbang bisa menjadi sarana percepatan tercapainya masyarakat yang adil
dan makmur?
6
3. Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya akan membahas proses musrenbang yang petunjuk teknisnya di atur dalam Peraturan Walikota Surakarta No 27-A Tahun 2010 Tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan, Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan, Forum Satuan Kerja Perangkat
Daerah, dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota dapat diimplementasikan
dalam sebuah proses penyusunan perencanaan pembangunan atau yang sering disebut
sebagai Musyawarah Perencanaan Pembangunan Musrenbang, sehingga kebijakan
tersebut dapat menjadi indikator penilaian bahwa proses pelaksanaan musrenbang sesuai dengan aturan. Setelah dapat dinilai tingkat kesadaran hukum melalui
pelaksanaan aturan tersebut, sehingga bisa dibandingkan dengan kualitas musrenbang yang dinilai dari proses dan dinamikannya, serta kuantitas musrenbang yang dinilai
dari angka kehadiran dan keterwakilan kepentingan dari setiap kelompok yang ada di masyarakat Kelurahan Timuran, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Karena
hanya untuk melihat proses, maka penelitian ini tidak akan membahas pengaruh dari proses tersebut dalam kebijakan yang dikeluarkan yang termanifestasi dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD, artinya penelitian ini hanya sampai pada terbentuknya draft usulan program perencanaan pembangunan yang
disusun dengan tahapan yang digambarkan dalam Peraturan Walikota Surakarta No 27-A Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Kelurahan, Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan,
7
Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota.
4. Tinjauan Pustaka
Partisipasi adalah salah satu elemen penting dalam sebuah tata kelola pemerintahan yang baik, artinya untuk menilai sebuah pemerintahan itu dijalankan
dengan baik maka proses partisipasi itu harus dipenuhi ketika pemerintahan
merumuskan sebuah kebijakan.
10
Satu-satunya forum partisipasi yang secara legal
dan memiliki dasar hukum yang spesifik lex specialis adalah Musyawarah Perencanaan Pembangunan Musrenbang.
Musrenbang atau musyawarah perencanaan pembangunan adalah forum antar pelaku dalam rangka menyusun perencanaan pembangunan nasional dan perencanaan
pembangunan daerah.
11
Undang-undang nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan yang mengatur tentang musrenbang ini masih bersifat
top-down dimana perencanaan Kelurahan di istilahkan Renstrakel, harus didasarkan
pada RPJMD, dan RPJMD merupakan turunan dari RPJM Nasional, sehingga
ketentuan yang masih bersifat top-down ini bisa bertemu dengan sistem buttom up
10
Lihat Ni Made Ari Yuliartini dan Anak Agung Sri Utari,
Partisipasi masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Daerah
. Publikasi Jurnal Kertha Partika Vol. 33 no 1, Januari 2008. Hal 3. Dalam tulisannya tersebut Ni Made Ari Yuliartini dan Anak Agung Sri Utari menggunakan makna
partisipasi dari UNDP yaitu proses keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya.
11
Lihat dalam Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004
Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan. 8
yang terselenggara melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Musrenbang tersebut.
Musrenbang sebagai satu-satunya mekanisme partisipasi, merupakan sebuah
manifestasi dari upaya pemenuhan hak partisipasi warga negara oleh Negara dalam perencanaan pembangunan, dimana “pembangunan nasional merupakan upaya yang
dilakukan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara”.
12
Sedangkan tujuan Negara adalah sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang – undang Dasar 1945 yaitu menciptakan kesejahteraan umum.
Terciptanya kesejahteraan umum merupakan amanat konstitusi yang kemudian
menjadi dasar munculnya Hak Warga Negara yang harus dipenuhi oleh negara sebagai hak dasar dalam prinsip Hak Asasi Manusia HAM yang upaya
pemenuhannya bersifat mutlak non-derogable right.
Prinsip-prisnsip dasar partisipasi seperti keterlibatan penuh perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan, dengan kesadaran, untuk perubahan diri sendiri
13
tidak bisa terpenuhi secara utuh dalam proses musrenbang yang dijalankan selama ini. Sehingga terjadi pembiasan makna yang secara massif, sehingga dalam prosesnya
hingga tahun 2010, kondisi nyata yang muncul adalah partisipasi masyarakat sudah
terpenuhi ketika ada perwakilan masyarakat yang hadir dalam pembahasan kebijakan. Sehingga diperlukan sebuah upaya untuk mengembalikan nilai partisipasi yang
12
Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan, Pasal 1 angka 2
13
LihatBritha Mikkelsen,
Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan: sebuah buku pegangan bagi para praktisi lapangan
. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 1999. Hal 64. 9
sesungguhnya dan menjadikan sebuah kebijakan yang bersifat Bottom-up melalui Musrenbang.
Musrenbang merupakan proses bertahap yang dimulai dari RT Rukun Tetangga, kemudian RW Rukun Warga
14
, diteruskan ke Kelurahan, dari kelurahan di bahas di Kecamatan dan kemudian di Kota. Melihat tahapannya, maka peran
penting pelaksanaan musrenbang dalam menentukan skala prioritas pembangunan berada di tingkat RT Rukun Tetangga dan RW Rukun Warga. RT Rukun
Tetangga merupakan satuan terkecil struktur pemerintahan, dimana dalam setiap RT Rukun Tetangga berisi kumpulan dari beberapa keluarga dengan satuan penyebutan
KK Kepala Keluarga
15
dan dipimpin oleh Ketua RT Rukun Tetangga. Dengan wilayah administratif yang relatif kecil, maka dapat diasumsikan bahwa Ketua RT
Rukun Tetangga paham betul terhadap kondisi wilayahnya, sehingga dalam perumusan masalah untuk menentukan daftar skala prioritas DSP pembangunan
sangat bertumpu pada pengamatan dan penguasaan Ketua RT Rukun Tetangga.
Proses musrenbang ini idealnya adalah untuk mengintegrasikan
serta mensingkronkan daftar skala prioritas DSP pembangunan agar tidak terjadi sebuah
perencanaan pembangunan yang komprehensif dan tepat sasaran.
5. Tujuan dan Manfaat Penelitian