TUGAS AKHIR - Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Dan Realisasi Usulannya Di Kota Surakarta

TUGAS AKHIR PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN REALISASI USULANNYA DI KOTA SURAKARTA

Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai Jenjang strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota

Disusun oleh: INDRA MAULANA NIM. I 0607046 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

commit to user

ii

PENGESAHAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN REALISASI USULANNYA DI KOTA SURAKARTA

Indra Maulana

I 0607046

Menyetujui, Surakarta, Februari 2013

Pembimbing I

Murtanti Jani Rahayu, ST, MT NIP. 19720117 200003 2 001

Pembimbing II

Ir. Rizon Pamardi Utomo, MURP NIP . 19590222 198903 1 001

Mengesahkan,

Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UNS

Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT NIP. 19620610 199103 1 001

Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Ir. Galing Yudana, MT NIP.19620129 198703 1 002

Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS

Kusno Adi Sambowo, ST, MSs, Ph.D NIP. 19691026 199503 1 002

commit to user

iii

MOTTO

commit to user

iv

ABSTRAK

Sejak munculnya UU no 25 tahun 2004 mengenai Sistem Perencanaan pembangunan Nasional, paradigma perencanaan pembangunan di segala bidang menuntut partisipasi masyarakat untuk mendukung keberhasilannya. Paradigma yang lebih dikenal sebagai perencanaan partisipatif ini memberikan kesempatan yang besar kepada masyarakat untuk menentukan arah pembangunan di lingkungannya, tidak terkecuali di bidang pemenuhan infrastruktur. Kota Surakarta adalah salah satu kota yang sudah lebih dahulu menggunakan pendekatan partisipatif di dalam melaksanakan perencanaan pembangunan melalui forum musrenbang. Musrenbangkel menjadi forum perencanaan partisipatif di tingkat kelurahan. Namun, hingga saat ini perencanaan pembangunan yang dilakukan masih belum optimal, hal tersebut ditandai dengan banyaknya usulan masyarakat yang tidak direalisasikan dalam pembangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat Kota Surakarta dalam perencanaan pembangunan infrastruktur dan bagaimana realisasi usulan dilaksanakan sesuai dengan hasil perencanaan yang telah dilakukan oleh masyarakat dalam musrenbangkel. Dengan menggunakan teori tingkat partisipasi Arnstein, penelitian ini dapat menggambarkan apakah sebenarnya masyarakat kota surakarta telah berpartisipasi aktif dalam perencanaan pembangunan atau belum, selain itu digunakan pula teori Oakley untuk mengetahui bentuk-bentuk parisipasi masyarakat kota surakarta yang mereka berikan untuk mendukung terwujudnya pembangunan infrastruktur di lingkungannya, teori Stein digunakan pula untuk mengetahui apakah usulan-usulan yang diajukan masyarakat telah memenuhi kriteria perencanaan pembangunan infrastruktur yang baik. Pendekatan penelitian deduktif menjadikan ketiga teori tersebut sebagai dasar penelitiannya terutama dalam penentuan indikator. Pengumpulan data dilakukan dengan metode studi dokumen dan wawancara. Sedangkan analisis menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata tingkat partisipasi masyarakat kota surakarta dalam perencanaan pembangunan infrastruktur relatif masih rendah, yaitu pada level placation. Adapun persentase realisasi usulan masyarakat baru mencapai 32,7%, selain itu masih dapat ditemukan realisasi pembangunan yang tidak sesuai dengan usulan masyarakat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa partisipasi masyarakat dapat menentukan bagaimana usulan-usulan mereka direalisasikan dalam pembangunan nyata

Kata kunci: perencanaan partisipatif, tingkat partisipasi, bentuk partisipasi, usulan masyarakat, realisasi

commit to user

ABSTRACT

Since “Undang-undang No. 25 of 2004” has been published, the paradigm of development planning in all sectors requires the citizen participation to support itself. The paradigm of

development planning, as known as the participatory planning provides a great opportunity for the public to determine the direction of development on their environment, also, in the part of infrastructure servings. Surakarta is one of the cities that was already using a participatory approach in the implementation of development planning through “musrenbang” forum. “Musrenbangkel” is a forum of participatory planning at the district level. However, until now the planning has been done’s still not optimal yet, it’s detected with the number of c itizen’s order that are not realized in development project. This study aims to determine how the citizen participation in the infrastructure development planning and how the realization of their order is implemented in reality, which is must similar as the results of the planning that has been done by people in musrenbangkel. With the using of Arnstein participation level theory, this study can describe whenever citizen has actively participated in planning or not, the study is also use the Oakley’s theory “forms of citizen participation” to identify what citizen provide to support the realization of infrastructure development in their neighborhood , Stein’s theory is also used to determine whether the citizen’s order meet the criteria of ideal infrastructure planning. Deductive approach makes these theories as basis for the research, especially in determination of the indicators. The data’s collected through interviews and document study methods. The analysis process use descriptive analysis method. The results of this study indicate that in fact, the level of citizen participation in infrastructure development planning in Surakarta is still relatively low, it just stacked at the placation level. The percentage of the realization of the citizen’s order is reached 32.7%, but it can still be found that the realization of development does not comply with the citizen’s order. The conclusion of this study is that citizen participation can determine how their order be realized in real development.

Keywords: part icipatory planning, participation level, participation form, citizen’s order,

realisation

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas ridho- Nya Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Infrastruktur dan Realisasi Usulannya di Kota Surakarta” pada akhirnya

dapat diselesaikan. Tugas Akhir merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata 1) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan Arsitektur, Universitas Sebelas Maret.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu di dalam penyelesaian tugas akhir ini, terutama kepada:

1. Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

2. Ir. Galing Yudana, MT selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

3. Murtanti Jani Rahayu, ST, MT selaku Dosen Pembimbing I

4. Ir. Rizon Pamardi Utomo, MURP selaku Dosen Pembimbing II

5. Ir. Ana Hardiana, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik

6. Pemerintah Kota Surakarta beserta segenap instansi yang terkait dalam penelitian ini

7. Seluruh Masyarakat Kota Surakarta yang telah bersedia membantu dalam pelaksanaan Tugas Akhir ini

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per-satu yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini masih banyak memiliki

kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik dari semua pihak sangat diharapkan. Pada akhirnya Penulis berharap, semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi Penulis pribadi pada khususnya, dan bagi para pembacanya pada umumnya.

Surakarta, Februari 2013

Penulis

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian .............................................................................................. 4 Tabel 2.1 Definisi Operasional Indikator Penelitian ........................................................... 26 Tabel 3.1 Kebutuhan Data penelitian .................................................................................. 30 Tabel 4.1 Persentase Kelurahan Berdasarkan Bentuk Partisipasi Masyarakatnya .............. 44 Tabel 4.2 Persentase Kelurahan dengan Pola Tingkat Partisipasi Masyarakatnya ............. 45 Tabel 4.3 Variasi Kondisi Partisipasi Masyarakat Berdasarkan Indikator Tingkat Partisipasi............................................................................................................................. 46 Tabel 4.5 Matriks Hubungan Kualitas Usulan Masyarakat Terhadap Realisasi Usulan ..... 50 Tabel 4.6 Matriks Hubungan Partisipasi Masyarakat Terhadap Realisasi Usulan .............. 52

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Alur Penelitian ................................................................................................. 9 Gambar 2.1 Tangga Partisipasi Masyarakat ........................................................................ 14 Gambar 2.2 Hubungan antara sistem sosial, sistem ekonomi dan infrastruktur.................. 18 Gambar 2.3 Alur Form Usulan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kota Surakarta ..... 22 Gambar 2.4 Kerangka Pikir ................................................................................................. 28 Gambar 3.1 Alur Pengambilan Sampel Menggunakan Metode Critical Sampling ............ 34 Gambar 3.2 Paradigma Jalur ............................................................................................... 37 Gambar 4.1 Ilustrasi Hubungan Indikator Partisipasi Masyarakat dengan Indikator Kualitas Usulan ................................................................................................................................. 49 Gambar 5.1 Diagram Perbedaan Pelaksanaan Musrenbangkel Berdasarkan Tingkat Partisipasi............................................................................................................................. 55

commit to user

INFRASTRUKTUR DAN REALISASI USULANNYA DI KOTA SURAKARTA CITIZEN PARTICIPATION IN INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT PLANNING AND THE REALISATION OF THEIR ORDER IN SURAKARTA

Indra Maulana

Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, UNS

E-mail: ee_maw@yahoo.com

ABSTRAK

Sejak munculnya UU no 25 tahun 2004 mengenai Sistem Perencanaan pembangunan Nasional, paradigma perencanaan pembangunan di segala bidang menuntut partisipasi masyarakat untuk mendukung keberhasilannya. Paradigma yang lebih dikenal sebagai perencanaan partisipatif ini memberikan kesempatan yang besar kepada masyarakat untuk menentukan arah pembangunan di lingkungannya, tidak terkecuali di bidang pemenuhan infrastruktur. Kota Surakarta adalah salah satu kota yang sudah lebih dahulu menggunakan pendekatan partisipatif di dalam melaksanakan perencanaan pembangunan melalui forum musrenbang. Musrenbangkel menjadi forum perencanaan partisipatif di tingkat kelurahan. Namun, hingga saat ini perencanaan pembangunan yang dilakukan masih belum optimal, hal tersebut ditandai dengan banyaknya usulan masyarakat yang tidak direalisasikan dalam pembangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat Kota Surakarta dalam perencanaan pembangunan infrastruktur dan bagaimana realisasi usulan dilaksanakan sesuai dengan hasil perencanaan yang telah dilakukan oleh masyarakat dalam musrenbangkel. Dengan menggunakan teori tingkat partisipasi Arnstein, penelitian ini dapat menggambarkan apakah sebenarnya masyarakat kota surakarta telah berpartisipasi aktif dalam perencanaan pembangunan atau belum, selain itu digunakan pula teori Oakley untuk mengetahui bentuk-bentuk parisipasi masyarakat kota surakarta yang mereka berikan untuk mendukung terwujudnya pembangunan infrastruktur di lingkungannya, teori Stein digunakan pula untuk mengetahui apakah usulan-usulan yang diajukan masyarakat telah memenuhi kriteria perencanaan pembangunan infrastruktur yang baik. Pendekatan penelitian deduktif menjadikan ketiga teori tersebut sebagai dasar penelitiannya terutama dalam penentuan indikator. Pengumpulan data dilakukan dengan metode studi dokumen dan wawancara. Sedangkan analisis menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata tingkat partisipasi masyarakat kota surakarta dalam perencanaan pembangunan infrastruktur relatif masih rendah, yaitu pada level placation. Adapun persentase realisasi usulan masyarakat baru mencapai 32,7%, selain itu masih dapat ditemukan realisasi pembangunan yang tidak sesuai dengan usulan masyarakat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa partisipasi masyarakat dapat menentukan bagaimana usulan-usulan mereka direalisasikan dalam pembangunan nyata

Kata kunci: perencanaan partisipatif, tingkat partisipasi, bentuk partisipasi, usulan masyarakat, realisasi

commit to user

Since “Undang-undang No. 25 of 2004” has been published, the paradigm of development planning in all sectors requires the citizen participation to support itself. The paradigm of development planning, as known as the participatory planning provides a great opportunity for the public to determine the direction of development on their environment, also, in the part of infrastructure servings. Surakarta is one of the cities that was already using a participatory approach in the implementation of development planning through “musrenbang” forum. “Musrenbangkel” is a forum of participatory planning at the district level. However, until now the planning has been done’s still not optimal yet, it’s detected with the number of citizen’s order that are not realized in development project. This study aims to determine how the citizen participation in the infrastructure development planning and how the realization of their order is implemented in reality, which is must similar as the results of the planning that has been done by people in musrenbangkel. With the using of Arnstein participation level theory, this study can describe whenever citizen has actively participated in planning or not, the study is also use the Oakley ’s theory “forms of citizen participation” to identify what citizen provide to support the realization of infrastructure development in their neighborhood , Stein ’s theory is also used to determine whether the citizen’s order meet the criteria of ideal infrastructure planning. Deductive approach makes these theories as basis for the research, especially in determination of the indicators. The data’s collected through interviews and document study methods. The analysis process use descriptive analysis method. The results of this study indicate that in fact, the level of citizen participation in infrastructure development planning in Surakarta is still relatively low, it just stacked at the placation level. The percentage of the realization of the citizen’s order is reached 32.7%, but it can still be found that the realization of development does not comply with the citizen’s order. The conclusion of this study is that citizen participation can determine how their order be realized in real development.

Keywords: participatory planning, participation level, participation form, citizen’s order, realisation

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perencanaan pembangunan (development planning) adalah suatu bentuk perencanaan yang berkaitan dengan upaya meningkatkan pertumbuhan tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat (Hariyono, 2010). Tidak dapat dipungkiri, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak dapat terlepas dari kegiatan perencanaan pembangunan. Dari masa ke masa, ternyata Negara Indonesia telah mengalami perubahan paradigma dalam perencanaan pembangunan. Setidaknya sejak dimulainya era reformasi, paradigma perencanaan pembangunan berganti dari perencanaan komprehensif menjadi perencanaan strategis. Paradigma perencanaan strategis dipilih oleh pemerintah karena dirasa memiliki manfaat yang jelas dalam jangka waktu yang singkat (Hariyono, 2010).

Paradigma perencanaan strategis yang dianut oleh pemerintah dalam kegiatan perencanaan pembangunan daerah memiliki nilai lebih dengan adanya pelibatan stakeholders (para pemangku kepentingan) yang menjadikan perencanaan pembangunan daerah menjadi tepat sasaran. Dengan kelebihan tersebut, maka stakeholders dapat berperan aktif dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerah di wilayahnya masing-masing, sehingga perencanaan pembangunan daerah berlangsung secara partisipatif. Dalam hal ini, seperti yang diamanatkan oleh UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, masyarakat merupakan salah satu bagian penting dari stakeholders yang ada. Masyarakat dilibatkan sebagai bentuk dari pemetaan lingkungan perencanaan, Denhardt (dalam Bryson, 1985) karena masyarakat-lah yang paling mengetahui bagaimana kondisi lingkungannya. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah dapat dilihat dari keberadaan forum- forum perencanaan pembangunan daerah yang dikenal sebagai Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) di setiap daerah. Dengan keberadaan forum Musrenbang tersebut, masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi aktif di dalam menentukan rencana pembangunan yang akan dilakukan di wilayahnya masing- masing

commit to user

Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang telah cukup lama menerapkan konsep musrenbang di dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerahnya, bahkan sejak tahun 2001, sebelum munculnya UU No.25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Kota Surakarta telah melaksanakan konsep partisipatif di dalam penyusunan rencana pembangunan daerahnya (Bahari, 2005). Meskipun memiliki pengalaman sebagai salah satu kota yang mempraktekkan konsep partisipatif di dalam perencanaan pembangunan daerahnya, bukan berarti Kota Surakarta telah berhasil menerapkan konsep perencanaan pembangunan partisipatif dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari minimnya program usulan masyarakat yang diakomodir oleh pemerintah di dalam rencana pembangunan daerah, seperti yang dijelaskan oleh salah satu artikel berikut,

Musrenbang masih sekedar formalitas belaka, itulah salah satu hal yang diungkapkan dalam forum diskusi di Pattiro Surakarta (31/01/2010). “Hal ini bukan hanya ditakutkan di Solo tapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia”, ujar Irfan, IT Pattiro. Jika Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) yang merupakan agenda tahunan untuk bermusyawarah hanya menjadi rutinitas formal yang dilakukan tiap tahun tapi outpunya tidak sesuai, bukan mustahil masyarakatpun akan mengalami titik jenuh. Berbagai program yang ada di musyawarah masyarakat dalam musrenbangdes atau musrenbangkel banyak yang tereliminasi ditingkat atasnya. Demikian juga di tingkat kecamatan juga dieliminasi lagi di tingkat atasnya dan seterusnya. Hal ini mungkin karena tidak sesuai dengan RPJM Kabupaten/Kota atau yang lainnya. Masyarakat banyak yang mengeluhkan tidak adanya konfirmasi lagi hasil yang dimusyawarahkan dalam musrenbang dengan apa saja yang diterima dan bagaimana cara mengambil anggarannya dan juga bagaimana membuat SPJ-nya. (Pattiro, 2010)

Dari potongan artikel di atas, dapat diketahui bahwa partisipasi masyarakat di dalam perencanaan pembangunan daerah di Kota Surakarta masih belum sepenuhnya dipertimbangkan oleh pemerintah kota. Di sisi lain, pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah seharusnya merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan masyarakat di daerah tersebut oleh pemerintah. Dengan begitu, Penulis merasa perlu untuk melakukan suatu kajian mengenai fenomena yang terjadi di

commit to user

Kota Surakarta terkait dengan partisipasi masyarakat di dalam perencanaan pembangunan daerah, khususnya di bidang infrastruktur.

B. RUMUSAN MASALAH

Perencanaan pembangunan di bidang infreastruktur merupakan bagian dari perencanaan pembangunan daerah. Dengan diberlakukannya UU no 25 tahun 2004 mengenai Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, paradigma perencanaan pembangunan berubah menjadi perencanaan pembangunan partisipatif. Perencanaan pembangunan partisipatif menuntut agar masyarakat dapat berperan serta di dalam merumuskan rencana pembangunan yang akan dilaksanakan di lingkungan tempat tinggalnya. Namun, kondisi yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa usulan masyarakat di dalam musrenbangkel, yang notabene sebagai bentuk perencanaan pembangunan secara partisipatif, belum sepenuhnya dipertimbangkan oleh pemerintah. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya usulan yang ter-eliminasi sehingga rencana pembangunan-pun tidak dapat direalisasi. Dari penjelasan tersebut, maka dibuatlah suatu rumusan masalah terkait penelitian ini yaitu, “Bagaimana kondisi partisipasi masyarakat Kota Surakarta dalam perencanaan pembangunan daerah dan bagaimana partisipasi masyarakat tersebut diakomodir dalam pembangunan khususnya di bidang

infrastruktur”.

C. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat Kota Surakarta dalam perencanaan pembangunan infrastruktur dan bagaimana realisasi usulan dilaksanakan sesuai dengan hasil perencanaan pembangunan yang telah dilakukan oleh masyarakat.

D. SASARAN

1. Mengidentifikasi seberapa besar usulan masyarakat di bidang infrastruktur yang diakomodir oleh Pemerintah Kota Surakarta.

2. Mengetahui tingkat partisipasi masyarakat Kota Surakarta di dalam kegiatan perencanaan pembangunan infrastruktur.

commit to user

3. Mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat berperan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur di Kota Surakarta melalui usulan yang dihasilkan.

E. KEASLIAN PENELITIAN

Untuk menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh adalah orisinil dan tanpa unsur plagiat, maka dibuat-lah suatu perbandingan yang menunjukkan persamaan maupun perbedaan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dengan penelitian lain yang sejenis yang telah dilakukan sebelumnya sebagai berikut.

Tabel 1.1

Keaslian Penelitian

Komparasi

Penelitian Ini

Penelitian Lain

Indra Maulana, 2012

Trias Yuniar Mediawati, 2011

Nobayethi Dube, 2009

Judul

Peran Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

di

Kota Surakarta

Tingkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Kabupaten Jember,Jawa Timur (Studi

di Kelurahan Tegalgede, Sumbersari dan

Desa Pontang, Ambulu)

Analisis Perencanaan Partisipatif (Studi Kasus di Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang)

Evaluating Community Participation in Development Projects

Tujuan

Mengetahui bagaimana peran masyarakat dalam

Mengkaji tingkatan partisipasi masyarakat dalam

Mendeskripsikan proses perencanaan partisipatif di Kecamatan

To evaluate community participation in development

commit to user

Komparasi

Penelitian Ini

Penelitian Lain

Indra Maulana, 2012

Trias Yuniar Mediawati, 2011

Nobayethi Dube, 2009

perencanaan pembangunan di

Kota Surakarta

pengelolaan lingkungan pada program PNPM Mandiri Perkotaan di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur

Pemalang; Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses perencanaan partisipatif di Kecamatan Pemalang; Merancang model perencanaan partisipatif di Kecamatan Pemalang

projects

Objek Penelitian

Partisipasi masyarakat kelurahan di dalam tahapan perencanaan pembangunan daerah

Pengelolaan lingkungan pada program PNPM Mandiri Perkotaan

Partisipasi masyarakat dalam musrenbang hingga

tahap

kecamatan

Community participation in different

World Bank’s development projects

Studi Kasus

Kota Surakarta

Kabupaten Jember, Jawa Timur

Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang

Mongoaneng; Tswelo Pele and Motherwell Township, South Africa

Metode Penelitian

Deskriptif kualitatif dengan metode analisis kuantitatif dan kualitatif

Kualitatif

Kualitatif

Kualitatif dengan pendekatan grounded theory

Sumber: Analisis Peneliti, 2012

Dari keempat penelitian yang diperbandingkan di dalam tabel.1.1, dapat dirumuskan beberapa perbedaan dan persamaan. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Penulis dengan ke-3 penelitian tersebut dapat dilihat dari objek penelitian yang dipilih. Keempat penelitian diatas memiliki objek kajian yang

commit to user

berbeda-beda dalam hal pemilihan kasus. Dalam hal ini, Penulis memilih untuk mengkaji mengenai proses perencanaan pembangunan daerah tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah di bidang infrastruktur. Selain itu, perbedaan juga terlihat dalam penggunaan metode penelitian. Jika ketiga penelitian pembanding lebih memilih untuk menggunakan pendekatan kualitatif di dalam analisisnya, Penulis lebih memilih untuk menggunakan metode gabungan antara pendekatan kualitatif dengan kuantitatif.

Sedangkan persamaan dari keempat penelitian tersebut adalah dalam hal penggunaan landasan teori. Keempat penelitian tersebut sama-sama menggunakan teori partisipasi Arnstein sebagai salah satu landasan teorinya. Meskipun begitu, penggunaan teori Arnstein tersebut diekspresikan secara berbeda-beda pada masing-masing penelitian tersebut, menurut kebutuhannya.

F. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai kondisi partisipasi masyarakat Kota Surakarta dalam kegiatan perencanaan pembangunan

infrastruktur saat ini. Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai pentingnya partisipasi

masyarakat di dalam perencanaan pembangunan infrastruktur. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi Pemerintah Kota Surakarta di dalam membuat kebijakan mengenai pelaksanaan musrenbangkel yang

efektif.

commit to user

G. RUANG LINGKUP PENELITIAN

1. Batasan Wilayah Penelitian

Batasan wilayah penelitian ini adalah Kota Surakarta.

2. Batasan Substansi Penelitian

Lingkup substansi yang dikaji dalam penelitian ini meliputi:

a. Identifikasi persentase program pembangunan usulan masyarakat yang diakomodasi oleh Pemkot Surakarta.

b. Analisis tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan musrenbang

c. Analis pengaruh antara partisipasi masyarakat dalam musrenbang dengan jumlah program pembangunan yang terakomodir

3. LINGKUP WAKTU PENELITIAN

Lingkup waktu dimana penelitian ini dilakukan adalah tahun 2012

4. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika pembah asan penelitian mengenai „Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Infrastruktur dan Realisasinya di Kota Surakarta‟ adalah sebagai berikut

Pada bagian pertama dari laporan penelitian ini merupakan bagian pendahuluan, pada bagian ini dibahas mengenai latar belakang yang menjelaskan tentang ketertarikan dalam melakukan kajian mengenai peran partisipasi masyarakat di dalam pembangunan daerah di Kota Surakarta. Dalam bagian pertama ini, Pada bagian ini juga dibahas mengenai rumusan masalah, tujuan serta sasaran penelitian yang menjadi inti dari penelitian yang dilakukan, selain itu dijelaskan pula tentang ruang lingkup dan manfaat penelitian.

Selanjutnya pada bagian ke-2 dari laporan penelitian ini, dibahas tinjauan pustaka yang menjadi landasan teoritik dari penelitian yang dilakukannya. Tinjauan pustaka berisi teori maupun regulasi yang digunakan di dalam penelitian ini.

Pada bagian ke-3 dari laporan penelitian ini, dibahas tentang metodologi yang digunakan. Bagian ini menjelaskan mengenai tatacara di dalam menentukan

commit to user

kebutuhan data maupun metode analisis yang digunakan untuk memperoleh hasil akhir dari penelitian ini.

Kemudian pada bagian ke-4 dari laporan ini dijelaskan tentang hasil penelitian. Bagian ini menjelaskan bagaimana kondisi wilayah penelitian terkait dengan kajian yang dilakukan.

Selanjutnya, bagian ke-5 dari laporan ini berisi tentang pembahasan terhadap gambaran wilayah penelitian yang telah diperoleh sebelumnya. Pada bagian diakukan sintesis terhadap hasil penelitian. Proses sintesis digunakan untuk menjawab pertanyaan inti dari penelitian yang dilakukan.

Bagian ke-6 merupakan bagian terakhir dari laporan ini, yang berisi tentang kesimpulan yang diperoleh sebagai hasil akhir dari proses penelitian. Pada bagian ini, juga dirumuskan saran-saran bagi pihak-pihak yang menggunakan hasil dari penelitiannya agar lebih bermanfaat ke depannya.

commit to user

5. KERANGKA PIKIR PENELITIAN (gambar di file lain)

commit to user

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT

1. Pengertian Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah merupakan wujud dari perubahan paradigma perencanaan pembangunan nasional dari paradigma terpusat menjadi desentralisasi. Pada sistem desentralisasi, perencanaan strategis dipilih sebagai bentuk perencanaan yang digunakan untuk merumuskan rencana-rencana pembangunan. Perencanaan strategis adalah usaha terarah untuk menghasilkan keputusan dan tindakan fundamental yang membentuk dan mengatur jalannya suatu organisasi atau suatu badan instansi (Bryson :1988). Selain itu, perencanaan strategis dipilih karena memberikan ruang bagi para pemangku kepentingan untuk terlibat di dalam proses perencanaan. Dari sini-lah masyarakat diberikan kesempatan untuk dapat berpartisipasi di dalam merumuskan perencanaan pembangunan di wilayahnya masing-masing.

Partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam menyelenggarakan pembangunan daerah agar pembangunan daerah dapat berjalan dengan lancar. Adapun istilah partisipasi masyarakat di dalam berbagai makna umum menurut Mikkelsen dalam Wibowo (2005) antara lain:

a. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat dalam suatu proyek pembangunan, tetapi tanpa mereka ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

b. Partisipasi adalah proses membuat masyarakat menjadi lebih peka dalam

rangka menerima dan merespon berbagai proyek pembangunan.

c. Partisipasi adalah suatu proses aktif, yang bermakna bahwa orang ataupun kelompok yang sedang ditanyakan mengambil inisiatif dan mempunyai otonomi untuk melakukan hal itu.

d. Partisipasi adalah proses menjembatani dialog antara komunitas lokal dan pihak penyelenggara proyek dalam rangka persiapan, pengimplementasian,

commit to user

11

pemantauan dan pengevaluasian staf agar dapat memperoleh informasi tentang konteks sosial maupun dampak sosial proyek terhadap masyarakat.

e. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela dalam perubahan yang ditentukan sendiri oleh masyarakat.

f. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan dan diri mereka sendiri. Kemudian, Oakley (1991:6) berpendapat tentang partisipasi masyarakat sebagai berikut: “Participation is considered a voluntary contribution by the people in one or antother of the public programmers supposes to contribute to national development, but the people are not expected to take part in shaping the programme or criticizing its content s”.

Dari pernyataannya dapat dipahami bahwa Oakley mendefinisikan bahwa partisipasi masyarakat sudah dapat dikatakan berpartisipasi dengan menyumbangkan sumberdaya yang mereka miliki secara sukarela, walaupun masyarakat tidak terlibat di dalam penyusunan program atau untuk mengkritisi substansi program yang mereka dukung.

Kemudian Canter (dalam Arimbi, 1993:1) mendefinisikan partisipasi sebagai feed forward information and feedback information. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa Canter mendefinisikan partisipasi masyarakat sebagai suatu kondisi apabila terjadi proses komunikasi 2 arah antara masyarakat dengan pembuat kebijakan/pemerintah.

Kemudian, partisipasi juga didefinisikan sebagai kesediaan untuk membantu keberhasilan setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa harus mengorbankan kepentingan diri sendiri (Mubyarto 1997:35).

Selanjutnya, Arnstein (1969) berpendapat bahwa “citizen participation in citizen power ”. Sedangkan citizen power sendiri dijelaskan sebagai suatu kondisi dimana terdapat pendistribusian kekuasaan dari pemerintah kepada masyarakat. Lebih lanjut lagi, partisipasi masyarakat dijelaskan sebagai suatu strategi dimana masyarakat ikut serta dalam menentukan :bagaimana informasi disampaikan, tujuan dan kebijakan ditentukan, sumber dana ditentukan, program dilaksanakan, serta pelimpahan kontrak dan penyandang dana.

commit to user

12

2. Indikator Partisipasi Masyarakat

Di dalam mengukur besaran partisipasi masyarakat, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan. Oakley (1991) berpendapat bahwa setidaknya terdapat 2 jenis indikator yang dapat digunakan untuk mengukur partisipasi masyarakat. Indikator-indikator tersebut terdiri dari : 1) indikator kuantitatif; dan

2) indikator kualitatif. Indikator-indikator tersebut kemudian dijabarkan sebagai berikut:

a. Indikator Kuantitatif (Quantitative Indicators)

Menurut oakley (1991) indikator kuantitatif lebih mudah digunakan untuk mengukur partisipasi masyarakat dibandingkan dengan indikator kualitatif. Indikator kuantitatif terdiri dari:

1) Indikator Ekonomis (Economic Indicators)

Indikator ekonomis dapat dilihat dari manfaat ekonomis yang didapatkan dari suatu kegiatan. Sebagai contoh, suatu proyek pembangunan mempekerjakan masyarakat di sekitar lokasi pembangunan sehingga masyarakat tersebut memperoleh keuntungan secara finansial.

2) Indikator Organisasional (Organisational Indicators)

Menurut Oakley (1991), indikator organisasional dapat dilihat dari banyaknya orang dewasa di dalam suatu lokasi pembangunan, yang memiliki pengetahuan tentang organisasi yang berperan di dalam suatu program pembangunan yang sedang dilaksanakan.

3) Partisipasi dalam Aktivitas Proyek (Participation in Project Activities)

Menurut Oakley (1991) Partisipasi dalam aktivitas proyek dapat dilihat dari banyaknya orang dewasa yang menjadi anggota organisasi (panitia pembangunan), frekuensi kehadiran dalam rapat-rapat pembangunan dan perubahan banyaknya anggota selama suatu proyek berlangsung.

4) Momentum Pembangunan (Development Momentum)

Ukuran dari indikator ini merujuk pada aspek pembangunan dari anggota kegiatan, sebagaimana mereka berpartisipasi di dalam proses partisipasi, dalam kondisi lain, menurut Morrissey (2000) berpendapat bahwa aspek ini digambarkan sebagai pemberdayaan masyarakat. Indikator tersebut dapat dilihat dari adanya

commit to user

13

anggota masyarakat yang memperoleh pelatihan dan mengadakan kerjasama dengan organisasi formal.

b. Indikator Kualitatif (Qualitative Indicators)

Indikator kualitatif lebih sulit dilihat dibandingkan indikator kuantitatif. Oakley (1991), menyatakan bahwa membuat suatu poin yang dapat menggambarkan indikator kualitatif adalah suatu tantangan tersendiri. Di dalam mengukur partisipasi masyarakat, Oakley (1991:249) membuat ukuran-ukuran yang terdiri dari: 1) Pertumbuhan Organisasional; 2) Perilaku Kelompok; dan 3) Kekuasaan Kelompok. Ketiga indikator tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1) Pertumbuhan Organisasional (Organisational Growth)

Pertumbuhan organisasional merujuk pada pembentukan struktural organisasi (Oakley, 1991). Sebagai contoh adalah proses pemilihan panitia pembangunan. Di dalam prosesnya indikator ini terlihat dari kekuatan masyarakat untuk memilih anggota pengurus panitia pembangunan tersebut.

2) Perilaku Kelompok (Group Behaviour)

Indikator ini terlihat dari peran masyarakat dan berkembangnya inisiatif kelompok dan rasa solidaritas kelompok (Oakley, 1991). Sebagai contohnya adalah ketika proses pembangunan mengalami kekurangan dalam pendanaan, masyarakat dengan sendirinya bersedia untuk menggalang dana tambahan dari uang mereka sendiri tanpa harus diminta.

3) Kekuasaan Kelompok (Group Self-reliance)

Kekuasaan kelompok dapat dilihat dari seberapa yakin suatu kelompok dalam melakukan suatu tindakan dalam kegiatan pembangunan. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat terhadap peraturan dan perundangan yang berlaku di wilayahnya, sehingga masyarakat merasa yakin di dalam mengambil tindakan.

commit to user

14

3. Tingkat Partisipasi Masyarakat

Secara garis besar, perencanaan partisipatif mengandung makna adanya keikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, mulai dari melakukan analisis masalah mereka,, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mendapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka atasi (Wibowo, 2010).

Kemudian, menurut Arnstein (1969) partisipasi masyarakat memiliki tingkatan yang dipengaruhi oleh seberapa besar pengaruh masyarakat di dalam pengambilan keputusan. Setidaknya ada 8 level dari partisipasi masyarakat yaitu:

Gambar 2.1 Tangga Partisipasi Masyarakat Sumber: Arnstein, 1969

commit to user

15

Dari gambar 2.1 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 8 tingkatan partisipasi masyarakat. Setiap tingkatan memiliki perbedaaan menurut kekuatan masyarakat dalam mempengeruhi hasil akhir keputusan. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut,

a. Manipulation dan Therapy

Tingkatan ini menggambarkan keadaan non-partisipatif dari masyarakat. Pada tahap ini, pelibatan masyarakat hanya bertujuan untuk “mengobati” atau

mendidik partisipan. Pada tahap manipulation, pelibatan masyarakat hanya sebatas daftar nama dan kehadiran mereka di dalam proses pengambilan keputusan, masyarakat tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi hasil keputusan. Sedangkan pada tahapan Theraphy, masyarakat diibaratkan sebagai sekumpulan pasien penderita penyakit tertentu dan perencana berperan untuk mengatasi penyakit tersebut. Namun, yang dilakukan oleh perencana hanyalah mengobati gejala yang tampak di permukaan saja, bukan apa yang sesungguhnya menjadi penyebab penyakitnya.

b. Informing dan Consultation

Pada tahap ini, masyarakat memiliki kepentingan untuk mendengar maupun didengarkan di dalam pengambilan keputusan. Namun, mereka tidak memiliki keyakinan bahwa pendapat mereka dapat mempengaruhi keputusan akhir karena keputusan akhir tetap berada di tangan penguasa. Oleh sebab itu kedua tahapan ini juga disebut sebagai tahap tokenism atau simbolisasi.

c. Placation

Tahapan ini lebih tinggi daripada tokenisme. Pada tahap ini, masyarakat dilibatkan untuk memberikan masukan-masukan terkait keputusan yang akan diambil, tetapi tetap saja, seperti pada tokenisme, masyarakat tidak memiliki cukup keyakinan bahwa masukan/saran mereka akan dipertimbangkan dalam keputusan akhir. Kekuatan partisipasi masyarakat pada level ini tergantung pada

1) Kualitas dari bimbingan teknis yang mereka dapatkan dalam menyusun program prioritas mereka, dan 2) Keseriusan mereka untuk menekankan program prioritas tersebut agar diterima.

commit to user

16

d. Partnership

Pada tahap inilah arti sesungguhnya dari partisipasi masyarakat dapat terlihat. Pada tahap ini, masyarakat diberikan kesempatan untuk bernegosiasi dan melakukan tawar menawar terhadap keputusan akhir yang akan diambil dalam pembangunan. Namun, pada tahap ini, masyarakat memerlukan “sosok” yang dapat memberikan kekuatan bagi mereka, untuk dapat mewujudkan aspirasi mereka di dalam program pembangunan pemerintah. Sosok tersebut biasanya merupakan suatu organisasi/komite yang beranggotakan masyarakat terkait, yang diberikan kepercayaan penuh oleh masyarakat untuk dapat menyukseskan aspirasi mereka agar diakomodir oleh pemerintah. Di dalam pengalaman yang sudah- sudah, masyarakat memperoleh hak ikut campur dalam kewenangan pemerintah dengan cara mengambilnya, bukan diberi oleh pemerintah. Jika cara tersebut berhasil, pemerintah akan memberikan sebagian kewenangan pada komite yang dibentuk tersebut untuk mengelola perencanaan pembangunan di wilayahnya masing-masing. Meskipun pemerintah daerah memiliki kekuasaan untuk memutuskan keputusan akhir perencanaan, namun masyarakat yakin bahwa mereka memiliki kekuatan untuk dapat melakukan negosiasi-negosiasi yang akan tetap dipertimbangkan oleh pemerintah daerah.

e. Delegated Power dan Citizen Control

Pada tahap ini, masyarakat memiliki kuasa penuh atas pengambilan keputusan maupun kekuatan managerial. Tahapan ini juga diartikan sebagai suatu kondisi dimana masyarakat telah mampu melakukan perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan secara mandiri, sehingga pemerintah hanya berfungsi sebagai penyumbang dana pembangunan saja.

B. TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

1. Perencanaan Pembangunan

Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho & Rochimin Dahuri, 2004). Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan tidak pernah berhenti dilakukan untuk mencapai suatu

commit to user

17

peningkatan. Pembangunan dapat dibedakan menjadi 2 jenis pembangunan, yaitu pembangunan fisik dan pembangunan non fisik. Pembangunan fisik dapat diartikan sebagai pembangunan pada aspek-aspek fisik/riil, pembangunan fisik meliputi pembangunan sarana dan prasarana untuk mendukung kehidupan masyarakat seperti jalan, jembatan, gedung-gedung pelayanan,dll. Sedangkan pembangunan non fisik lebih diartikan sebagai peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui berbagai macam cara. Pembangunan non fisik ditempuh melalui peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan perekonomian untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Menurut Hariyono (2010: 25) perencanaan pembangunan kota adalah suatu upaya mengenali potensi kota, dan mengenali kota lain sebagai referensi untuk menentukan wajah kota, kemudian mengenali sumberdaya yang ada dan menggerakannya, dan diimplementasikan secara bertahap biasanya dengan prioritas tertentu, dengan tujuan dan nilai tertentu di masa depan untuk memperoleh perbaikan di bidang fisik, sosial dan ekonomi pada umumnya.

Sedangkan menurut Lewis (dalam Sjafrizal, 2009) perencanaan pembangunan dalah suatu kumpulan kebijaksanaan dan program pembangunan untuk merangsang masyarakat dan swasta untuk menggunakan sumberdaya yang tersedia secar lebih produktif.

Kemudian menurut Jhingan (dalan Sjafrizal, 2009), mendefinisikan bahwa perencanaan pembangunan pada dasarnya adalah merupakan pengendalian dan pengaturan perekonomian dengan sengaja oleh suatu penguasa (pemerintah) pusat untuk mencapai suatu sasaran dan tujuan tertentu di dalam jangka waktu tertentu pula.

2. Perencanaan Pembangunan Daerah

Di dalam melaksanakan pembangunan daerah, pemerintah daerah senantiasa melakukan kegiatan perencanaan pembangunan daerah. Kegiatan perencanaan pembangunan daerah tersebut dilakukan rutin setiap tahunnya. Adapun pengertian perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat,

commit to user

18

pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah/daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumberdaya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap tapi berpegang pada azas prioritas (Bratakusumah, 2004:7). Kegiatan perencanaan pembagunan daerah meliputi tahapan-tahapan musyawarah rencana pembangunan (musrenbang). Musrenbang atau musyawarah rencana pembangunan adalah forum antarpelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan nasional dan rancana pembangunan daerah (Mendagri, 2008). Musrenbang dalam ranah pembangunan daerah dilakukan mulai dari level wilayah kelurahan, kecamatan hingga kota.

Sedangkan menurut Affandi Anwar dalam Setia Hadi dan Bratakusumah (2004:8), perencanaan pembangunan wilayah adalah suatu proses atau tahapan pengarahan kegiatan pembangunan di suatu wilayah tertentu yang melibatkan interaksi antara sumberdaya manusia dengan sumberdaya lain, termasuk sumberdaya alam dan lingkunagn melalui investasi.

3. Perencanaan Pembangunan Infrastruktur

Menurut Grigg (dalam Qoroni 2005), infrastruktur merujuk pada suatu sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan- bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi.

Gambar 2.2 Hubungan antara sistem sosial, sistem ekonomi dan infrastruktur (Grigg, 1988)

Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama sistem-sistem sosial dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat, oleh sebab itu infrastruktur juga dapat

commit to user

19

diartikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan- peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk mendukung berfungsinya sistem sosial dan ekonomi masyarakat, Grigg (dalam Qoroni, 2005). Kemudian menurut Kodoatie (2003), definisi teknik mengenai infrastruktur adalah aset fisik yang dirancang dalam suatu sistem, sehingga memberikan pelayanan publik yang penting. Dengan begitu keberadaan infrastruktur sangat berpengaruh terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat.

Perencanaan pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari perencanaan fisik. Sejak pertengahan tahun 1960, ruang lingkup perencanaan fisik mengalami perkembangan. Perencanaan fisik yang tidak lagi hanya berfokus pada tata guna lahan dan desain saja, tetapi juga mulai berkontribusi pada perencanaan ekonomi, sosial dan lingkungan secara terintegrasi, baik pada level lokal maupun pada level strategis. Para perencana fisik kemudian memperhatikan pula pada permasalahan yang lainnya seperti: kebijakan permukiman; pekerjaan; transportasi dan berbagai komponen sistem perkotaan dan wilayah (Conyers & Hills, 1984: 55).

Proses perencanaan pembangunan infrastruktur tidak bisa terlepas dari pendanaan yang disediakan untuk membiayai pembangunannya. Dengan begitu, diperlukan adanya perencanaan pengembangan modal, Stein (dalam Catanese, 1988: 321). Perencanaan pengembangan modal yang baik, setidaknya memiliki 7 kriteria di dalamnya antara lain:

a. Bahwa perencanaan pembangunan infrastruktur harus mempunyai kerangka kerja yang mencakup beberapa tahun, dan harus merupakan proses yang berkesinambungan.

b. Partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan sasaran. Debgan melibatkan warga lebih awal dalam proses, bukan saja akan membantu penentuan urutan prioritas, tetapi juga akan memberi dukungan secara meluas dan menyebabkan rencana mencadi lebih absah, Stein (dalam Catanese, 1988: 322)

c. Meninjau kaitan antara segi biaya dan kelembangaan

d. Menilai kebutuhan-kebutuhan seluruh masyarakat. Hal tersebut diperlukan agar keputusan pembangunan yang diambil menjadi lebih efektif, misalkan

commit to user

20

dengan mengetahui kondisi eksisting dari suatu prasarana, dapat ditentukan pula langkah apa yang harus dipilih, apakah penambahan, perbaikan atau pelestarian.

e. Analisis sistematis tentang proyek-proyek alternatif

f. Konsistensi dengan rencana, kebijaksanaan dan anggaran yang lain di masyarakat. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Stein (dalam Catenesse 1988): “…Sebab, bagaimanapun luhurnya sesuatu rencana, rencana tersebut boleh dikatakan tidak ada harganya sebelum ada anggaran yang disetujui untuk mendukung pelaksanaannya”.

C. PERENCANAAN

PEMBANGUNAN

DAERAH

DI KOTA SURAKARTA