1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN
Surakarta atau Solo merupakan kota yang secara wilayah dapat dikatakan
sebagai kota kecil
1
di Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten
Sragen, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Boyolali.
Jumlah penduduk Kota Surakarta berjumlah 130.277 kepala Keluarga atau lebih dari
460.197 jiwa
2
yang tersebar dalam 5 Kecamatan
3
, 51 Kelurahan, 650 Rukun warga dan, 2700 Rukun Tetangga.
4
Kota Surakarta merupakan kota yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Jawa
Tengah dengan tingkat kepadatan 13.636,16km² 35.317,5mil² .
5
Wilayah Kota Surakarta dilihat secara geografis, maupun sosial budaya di kategorisasikan dalam 5 kelompok yaitu : 1 Wilayah
jantung kota; 2 Wilayah pemukiman lama; 3 Wilayah bantaran kali; 4 Wilayah berkembang; dan 5 Wilayah campuran.
6
Kategorisasi ini dan tingkat kepadatan
penduduknya, maka pengembangan dan pembangunan di Kota Surakarta hanya bisa
1
Menurut http:id.wikipedia.orgwikiKota_Surakarta
luas wilayah solo adalah 4.403 km², data Wikipedia sampai dengan tahun 2010, diakses pada tanggal 30 Juli 2011.
2
Lihat http:solokotakita.org
data tahun 2010, diakses pada tanggal 2 Agustus 2011.
3
5 Kecamatan di Surakarta adalah Kecamatan Laweyan, Kecamatan Serengan, Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Jebres, dan Kecamatan Pasar Kliwon.
4
Op cit http:solokotakita.org
Januari 2011
5
Lihat harian Jawa Pos tanggal 1 Juni 2010.
6
Lihat Mengenal Sistem Perkotaan:
Sebuah Pengantar Tentang Kota Solo
. Booklet yang disusun oleh Yayasan Solo Kota Kita dalam Solo Citywide Mapping Project, Solo 2010. Hal 3.
1
dilakukan pada wilayah tertentu saja, atau dalam kata lain tidak mungkin dilakukan di wilayah pemukiman lama, jantung kota dan wilayah pinggir kali.
Berdasarkan Perda nomor 10 Tahun 2001, tanggal 13 Desember 2001
7
, Visi Kota Surakarta adalah:
“Terwujudnya Kota Sala sebagai Kota Budaya yang bertumpu pada potensi Perdagangan, Jasa , Pendidikan, Pariwisata dan Olah Raga”.
“Sedangkan misinya adalah: - Revitalisasi kemitraan dan partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam
semua bidang pembangunan , serta perekatan kehidupan bermasyarakat dengan komitmen cinta kota yang berlandaskan pada nilai-nilai “Sala Kota Budaya”.
- Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dalam pengusahaan dan pendaya gunaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, guna
mewujudkan inovasi dan integrasi masyarakat madani yang berlandaskan ke- Tuhanan Yang Maha Esa.
- Mengembangkan seluruh kekuatan ekonomi Daerah, sebagai pemacu tumbuhan
dan berkembangnya ekonomi rakyat yang berdaya saing tinggi, serta mendaya
gunakan potensi pariwisata dan teknologi terapan yang akrap lingkungan.
- Membudayakan peran dan fungsi hukum, pelaksanaan Hak Asasi Manusia dan
demokratisasi bagi seluruh elemen masyarakat, utamanya para penyelenggara pemerintahan”
Dilihat dari visi dan misi, dan dikaitkan dengan kondisi obyektif Surakarta, maka dapat dilihat, fokus utama pembangunan Surakarta terletak pada pembangunan
7
Lihat http:www.surakarta.go.ididnewsvisi.misi.kota.surakarta.html
. tanggal 2 Agustus 2011 2
ekonomi sosial dan budaya, sehingga dibutuhkan sebuah perencanaan pembangunan dengan dasar pemberdayaan masyarakat yang menitik-beratkan pada proses-proses
partisipatif. Surakarta sebagai wilayah yang memiliki otonomi sebagaimana diatur oleh
Undang-undang nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan yang akan dilaksanakan di daerahnya.
Berbeda dengan Undang-undang Otonomi Daerah pada masa sebelumnya, kekuasaan
Negara seperti misalnya dalam Undang-undang nomor 18 tahun 1965 tentang Pokok – pokok Pemerintahan Daerah Pasal 5 ayat 2: “Kepala daerah melaksanakan politik
Pemerintah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri
menurut hierarchi yang ada”. Karena Kepala Daerah tingkat I dipilih oleh Presiden
dan Kepala Daerah tingkat II dipilih oleh Menteri Dalam Negeri sebagaimana
ketentuan Pasal 11 Undang-undang nomor 18 tahun 1965. Kewenangan daerah dalam Undang-undang nomor 18 tahun 1965 hanya sebatas mengelola urusan-urusan
rumah tangga, itupun tidak semuanya, karena Pemerintah yang tingkatannya lebih
atas diperkenankan untuk melakukan intervensi.
8
Ketentuan tersebut masih berlaku pada Undang – undang penggantinya yaitu Undang – undang nomor 5 tahun 1974
tentang Pokok – pokok Pemerintahan Daerah, hanya saja sudah ada asas Desentralisasi yang merupakan pelimpahan kekuasaan dari Pemerintah Pusat ke
Pemerintah Daerah, dan Kepala Daerah bukan lagi diangkat oleh Presiden melainkan
8
Lihat Bab IV Kekuasaan, Tugas dan Kewajiban Pemerintah Daerah Bagian I Pasal 39 – 43 Undang- undang Nomor 18 Tahun 1965
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
. 3
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD. Pemerintah Daerah juga bisa membuat Peraturan Daerah, namun yang menjadikan Asas Desentralisasi ini dalam
Undang-undang ini masih terkesan sentralistik adalah adanya ketentuan Pengawasan dari Menteri Dalam Negeri, dan bahkan Menteri Dalam Negeri dapat mengambil
tindakan yang dianggap perlu menurut pandangan Menteri Dalam Negeri.
9
Lahirnya Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004, pola pemerintahan mulai bergeser dimana daerah memiliki kewenangan mutlak atas wilayahnya. Pergeseran pola pemerintahan ini
membuat kesempatan terhadap akses pembangunan mulai terbuka, dimana Kepala
Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat dan secara otomatis Kepala Daerah harus
bertanggung jawab kepada rakyat. Tujuan Otonomi Daerah adalah percepatan tercapainya masyarakat adil dan
makmur melalui proses pembangunan yang partisipatif. Surakarta sejak tahun 2001 telah melaksanakan proses partisipasi melalui Muyawarah Kelurahan, Kecamatan
dan Kota Membangun atau biasa disebut dengan Muskel,Cam Kotbang, program ini akhirnya diadopsi oleh Pusat dan dilaksanakan secara nasional pada tahun 2004
yang kemudian berubah nama menjadi Musyawarah Perencanaan Pembangunan Musrenbang melalui Surat Edaran Bersama Menteri perencanaan Pembangunan –
Bappenas dan Menteri Dalam Negeri N0. 1354M.PPN032004 perihal Pedoman Pelaksanaan Forum Musrenbang dan Perencanaan Pembangunan Partisipatif Daerah.
9
Lihat Paragrap 3 Pengawasan Umum Pasal 71 Undang-undang nomor 5 tahun 1974
tentang Pokok – pokok Pemerintahan Daerah.
4
Sebagaimana yang tersurat dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alenia ke-4 “…Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia …”
yang kemudian dipertegas dalam konsideran Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah “pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia” Otonomi Daerah ini dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pemerintahan
menjadi lebih manusiawi dan partisipatif. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial
diharapkan bisa didapatkan dalam proses pembangunan yang terus bergulir.
Proses pembangunan yang mulai berubah pasca otonomi daerah dimana
proses pembangunan sedang diupayakan untuk dari bawah ke atas Bottom-Up bukan dari atas ke bawah Top-Down sehingga musrenbang menjadi sebuah
kesempatan untuk masyarakat umum bisa terlibat dalam pembangunan.
5
Namun demikian, gairah untuk mengikuti proses musrenbang mengalami pasang-surut, dimana
terjadi penurunan secara kualitas maupun kuantitas
musrenbang. Demikian juga di Surakarta, yang dimana Surakarta sebagai pioneer
dalam pelaksanaan musrenbang juga mengalami penurunan. Sekarang memasuki
tahun ke 9, diperlukan sebuah perbaikan secara proses maupun partisipasi masyarakatnya. Walikota Surakarta menerbitkan sebuah kebijakan yaitu Peraturan
Walikota Perwali No 27-A Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan, Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Kecamatan, Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota.
Mengingat pentingnya proses partisipasi dalam proses pembangunan, maka
musrenbang akan menjadi sebuah “ritual” yang harus selalu dilaksanakan, sehingga
peneliti ingin melihat seberapa jauh musrenbang bisa berpengaruh terhadap proses
pembangunan maka peneliti ingin mengajukan penelitian dengan judul “Musrenbang
Sebagai Wadah Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan di Daerah Study Kasus pada Proses Partisipasi Masyarakat dalam Musrenbangkel di Kelurahan
Timuran, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta
2. Perumusan Masalah