BAB 1 REVISI ERJAN

(1)

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang komprehensif yang mengatur semua aspek kehidupan manusia baik akidah, akhlak maupun muamalah.1 Ibadah

diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan Khaliq-nya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingatkan secara terus menerus tugas manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi rules of the game atau aturan main manusia dalam kehidupan sosial.2

Setiap manusia dalam memenuhi kebutuhannya selalu membutuhkan bantuan dan pertolongan orang lain, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hidupnya dengan orang lain disebut muamalah. Sedangkan kaedah-kaedah yang mengatur hubungan hak dan kewajiban dalam hidup dan bermasyarakat disebut hukum muamalah.3

Hubungan sosial yang paling sering dilakukan adalah hubungan ekonomi, dalam hubungan ekonomi kegiatan tukar menukar terjadi dalam sebuah proses yang dinamakan transaksi. Secara hukum transaksi adalah bagian dari kesepakatan perjanjian, sedangkan perjanjian adalah bagian dari

1 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2012), h. 5

2 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), h.4.

3 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah (Hukum Perdata Islam). (Yogyakarta: UII Press,2005), h.11


(2)

perikatan. Salah satu bentuk transaksi dalam muamalah adalah ij rah. ij rahặ adalah bentuk usaha yang dihalalkan oleh Allah. Ijarah juga disebut sewa menyewa atau mengambil manfaat dari barang. Namun dalam transaksinya harus memenuhi aturan-aturan hukum yang mempengaruhi sah atau tidaknya sewa menyewa tersebut.

Namun dalam perjalanan waktu yang panjang, materi muamalah cenderung diabaikan oleh umat islam, padahal ajaran muamalah termasuk bagian penting dari ajaran islam namun tidak semua umat Islam yang mengerti akan pelaksanaan kegiatan muamalah dengan benar.

Dalam pelaksanaanya muamalah juga telah ditentukan aturan aturan hukum seperti rukun, syarat maupun sewa menyewa yang diperbolehkan atau yang tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya harus dikerjakan secara konsekuen dan bisa memberikan manfaat bagi yang bersangkutan dalam hal ini konsumen. Dalam bermuamalah juga memiliki larangan-larangan dan aturan yang harus diperhatikan dan tidak boleh dilanggar. Seiring dengan berjalannya waktu banyak larangan-larangan yang dilarang dalam fiqih muamalah tapi justru dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dan sudah menjadi kebiasaan dan rutinitas. Contohnya seperti riba, masyir, gharar, haram dan batil.

Untuk menyempurnakan kegiatan sewa menyewa maka harus ada bentuk perjanjian sebagai pedoman yang disepakati sebagai akad dalam kegiatan tersebut. Hal ini diwujudkan dalam bentuk akad antara kedua belah pihak yang melakukan akad tersebut yakni pengusaha jasa laundry dengan


(3)

konsumen. Islam mengakui akad dengan maksud untuk meniadakan ketidakadilan dan ketidakjujuran serta lepas tanggung jawab terhadap suatu perjanjian.

Dalam banyak kasus, dengan alasan mengejar keuntungan ternyata kepercayaan konsumen ini banyak disalahgunakan oleh para pelaku usaha. Salah satu bentuk penyalahgunaan itu diantaranya adalah pelayanan jasa yang tidak maksimal, salah satu terjadi pada pelayanan jasa laundry yang cenderung lepas tanggung jawab terhadap kecacatan barang konsumen.

Laundry dalah salah satu pelayanan jasa dalam bidang cuci mencuci pakaian, boneka, bed cover, korden, dan lain sebagainya. Masyarakat yang sibuk akan sering menggunakan jasa tersebut untuk memudahkan pekerjaannya. Dengan memilih jenis cucian yang telah ditetapkan harganya serta waktu pengambilan cucian oleh pihak penyedia jasa. Sebagai pemegang akad, seharusnya pihak laundry memberi tahu pelanggan pada saat pelanggan menyerahkan pakaiannya atau pada saat terjadinya akad sehingga ada kejelasan dalam akad tersebut.

Pihak laundry yang menawarkan jasa tersebut seharusnya menawarkan jasa terbaik bagi pengguna jasa laundry, namun kenyataan yang sering terjadi pihak penawar jasa tersebut sering melakukan kesalahan diantaranya berupa kecacatan pada pakaian, sobek, luntur, warna pakaian memudar, pakaian hilang atau tertukar pemiliknya dan kesalahan lainnya yang entah merupakan suatu ketidaksengajaan atau kurangnya ketelitian pihak penawar jasa. Hal ini


(4)

menimbulkan kekecewaan bagi karena tidak ada tanggung jawab dari pihak laundry terhadap konsumen yang merasa dirugikan.

Untuk masalah ketidakpuasan yang sering dikeluhkan oleh konsumen adalah kecacatan pada pakaian serta lepas tanggung jawab laundry terhadap permasalahan yang sudah ditimbulkan. Hal ini sering terjadi di pelayanan jasa laundry, terutama di beberapa layanan jasa laundry wilayah Kecamatan Jonggat khususnya di Desa Ubung.

Jonggat adalah Kecamatan yang tidak hanya mempunyai penduduk lokal namun ada juga pendatang baik dari kalangan siswa serta pegawai dari luar daerah yang bersekolah dan bekerja disana, yang menuntut ilmu sambil mencari nafkah, dengan kesibukan yang dilakukan setiap hari mendorong masyarakat untuk menggunakan dan mempercayakan pakaian serta segala sesuatu dicuci oleh penyewa jasa laundry, sehingga di Kecamatan Jonggat khususnya wilayah Desa Ubung ini menjamur penyedia jasa laundry yang kebanyakan pemiliknya adalah muslim dan sering melakukan kesalahan yang merugikan konsumen, diantara kesalahan yang dilakukan adalah lepas tanggung jawab yang dilakukan oleh pihak laundry terhadap masalah kecacatan atau keluhan konsumen.

Laundry di Kecamatan Jonggat khususnya di Desa Ubung diantaranya adalah Family Laundry, Jaya Laundry, Eka Laundry, Aura Laundry serta Laundry bersih. Kelima laundry tersebut jika terjadi kecacatan barang pelanggan pengguna jasanya maka penyelesaian masalahnya dilakukan secara kekeluargaan atau mengganti barang yang hilang dengan bayaran berupa


(5)

uang. Namun hal ini tidak berlaku jika pelanggan melakukan keluhan saat sudah meninggalkan tempat laundry.

Melihat permasalahan tersebut diatas maka penulis ingin meneliti tentang tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab oleh pengusaha laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang diuraikan diatas, peneliti merumuskan fokus kajian yang hendak dikaji adalah sebagai berikut:

1 Bagaimana praktik perjanjian jasa laundry antara pengusaha laundry dengan konsumen?

2 Bagaimana tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab oleh pengusaha jasa laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah?

C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab oleh pengusaha jasa laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah.

b. Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui praktik perjanjian jasa laundry antara pengusaha laundry dengan konsumen.

2) Untuk mengetahui tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab oleh pengusaha jasa laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah.


(6)

a. Untuk menambah khazanah keilmuan dan wawasan tentang hukum muamalah khususnya dalam jasa laundry pakaian

b. Memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca pada umumnya serta penulis khususnya tentang penelitian lapangan yang berkaitan dengan fiqih muamalah.

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti tentang bagaimana tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab oleh pengusaha jasa laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah. Tujuan penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab oleh pengusaha jasa laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah.

Pada penelitian ini peneliti ingin meneliti tentang pengusaha laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah yakni lima pengusaha laundry yang dalam praktik sehari hari sering mengalami keluhan dari pelanggan, kelima laundry ini adalah adalah laundry Family Laundry, Jaya Laundry, Fresh Laundry, Aura Laundry serta Laundry bersih.

E. Telaah Pustaka

Setelah melakukan telaah dari beberapa karya tulis, terdapat beberapa karya tulis penelitian yang mendukung, yakni:

1. Andi Wibowo4 dalam skripsinya yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam

terhadap Praktik Sewa Jasa di Terasz Laundry Yogyakarta”, skripsi ini menjelaskan tentang tinjauan hukum islam terhadap praktik sewa jasa 4 Mahasiswa Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2010


(7)

laundry, dengan pokok permasalahan yang diteliti yakni pihak laundy yang ingkar janji atau tidak tepat waktu sesuai akad, menyerahkan barang konsumen untuk dikerjakan oleh laundry lain tanpa sepengetahuan konsumen pengguna jasa Terasz laundry. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan akad awal yang dilakukan oleh pengusahadan pengguna jasa laundry tersebut.

2. Lutfiyah Maftukhatul5 dalam skripsinya yang berjudul “Tinjauan Hukum

Islam terhadap Praktik Jasa Servis Komputer Alvan-net “ skripsi ini menjelaskan tentang pengalihan servis komputer ke jasa servis komputer yang lain karena tidak bisa dikerjakan oleh jasa Alvan-net, serta system pelaksanaan upah yang diminta karena pengalihan jasa servis.

3. Laili Nur Amalia dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “ Tinjauan Ekonomi Islam terhadap Penerapan Akad Ijarah pada Bisnis Jasa Laundry“6

Dari penelusuran terhadap ketiga karya tulis diatas, penulis menyimpulkan belum ada penelitian yang spesifik membahas tentang tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab oleh pengusaha laundry, penelitian ini tentu berbeda dari penelitian penelitian sebelumnya, karena pada penelitian ini penulis lebih menekankan pada tanggung jawab dalam sewa jasa yang dalam hal ini dilakukan oleh kelima pengusaha laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah yang sering menimbulkan keluhan pada konsumen karena lepas tanggung jawabnya pihak pengusaha laundry tersebut.

5 Mahasiswa Fakultas Syari’ah STAIN Ponorogo. Tahun 2014


(8)

F. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan persfektif atau sudut pandang yang menegaskan dan menguraikan relevansi, teori-teori terpilih dengna fokus yang diteliti. Kerangka teori yang dimaksud untuk memberikan gambaran dan batasan-batasan teori tentang teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan adalah teori mengenai variabel-variabel permasalah yang akan diteliti.


(9)

1. al-ashlu bara`atu dzimmah a. defns

dalam bahasa Arab, al-ashlu memiliki beberapa arti. Di antaranya yaitu dasar, pokok dan kaidah. Adapun al-ashlu yang dimaksudkan di sini adalah kaidah asal yang terus berlaku. Sementara

bara`ah dalam bahasa Arab juga memiliki beberapa arti. Di antara maknanya yaitu keselamatan dan terhindar dari suatu aib dan yang tidak dinginkan. Bara`ah bisa juga berarti berlepas diri dan pemutusan hubungan, sebagaimana yang terdapat pada awal surat at-Taubah.

Sedangkan dzimmah secara etimologi bermakna janji, pemberian keamanan, dan pertanggungjawaban. Dalam terminologi ahli fikih,

dzimmah dimaknai dengan sifat syar’i pada seseorang yang dengannya ia memiliki ahliyyah (kecakapan) mengurus haknya sendiri dan hak orang lain yang ada padanya. Secara lebih detail, dzimmah mereka definisikan sebagai suatu ahliyyah yang dimiliki manusia untuk mengemban suatu pertangungjawaban atas beberapa akad syar’i atau pola transaksi yang terjadi antara ia dan orang lain.

Artinya, dengan adanya tanggung jawab yang ditetapkan pada manusia maka ia dianggap mampu melakasanakan kewajiban

(ahliyyatul wujub); baik hak dan kewajiban atas dirinya maupun kepada orang lain. Ahliyyatul wujud telah disandang oleh setiap manusia sejak ia terlahir ke dunia dalam keadaan hidup. Padanan kata bahasa


(10)

jawab. Sehingga maksud dari bara`atudz dzimmah adalah terlepasnya dari tanggung jawab kepada hak orang lain.

Jadi, secara harfiyah, sebagaimana yang dicantumkan di atas, arti kaidah tersebut adalah “pada dasarnya (seseorang) bebas dari

tanggung jawab (atas hak orang lain)”.

Adapun makna dari kaidah tersebut adalah bahwa pada dasarnya manusia tidak disibukkan dengan hak orang lain, atau tidak dibebani dengan hak orang lain, kecuali bisa ditunjukkan bukti yang menyatakan sebaliknya. Hal ini karena setiap manusia yang terlahir di dunia

terbebas dari tanggung jawab apa pun terhadap hak orang lain. Ia baru memiliki tanggung jawab terhadap orang lain manakala terdapat bukti —baik secara lisan, tulisan, atau perbuatan—yang menunjukkan tanggung jawab tersebut.

b. DALIL KAIDAH

Kaidah ini disimpulkan dari beberapa nash hadits, di antaranya potongan hadits yang cukup terkenal,

2 .

ههييللعل ىعلددلممليا ىللعل نميمهيللياول يعهددلممليا ىللعل ةمنليدهبلليا

Bukti harus ditunjukkan oleh pendakwa, sementara terdakwa cukup mengucapkan sumpah” (HR. At-Tirmidzi, no. 1341, ad-Daruquthni, no. 4311, dan al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra, no. 17288. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa`ul Ghalil, no. 2661).

Saat mengomentarinya, an-Nawawi menegaskan bahwa hadits ini merupakan di antara kaidah penting dalam syariat Islam. Seorang


(11)

yang mendakwa orang lain atas sesuatu tidak akan ditanggapi hingga ia bisa menunjukkan suatu bukti (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj, 12/3). Artinya, setiap orang yang berpegang pada sesuatu yang menyelisihi zahir atau hukum asal sesuatu, lalu ingin menetapkan status hukum baru atas hukum asal tersebut, maka ia disebut sebagai pendakwa. Sehingga ia harus menunjukkan bukti atas dakwaannya. Sedangkan orang yang berpegang pada hukum asal sesuatu dan menegasikan adanya status hukum baru, maka ia disebut sebagai terdakwa. Ia cukup mengucapkan sumpah karena telah menegasikan dan menafikannya. Karena tidak mungkin orang yang menafikan sesuatu untuk dipaksa mendatangkan bukti.

3. Ijarah

a. Pengertian Ijarah

Al-ljarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah al-’iwadh yang arti dalam bahasa Indonesianya ialah ganti dan upah.7 Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda

mendefinisikan ijarah, antara lain adalah sebagai berikut: 1) Menurut Hanafiyah bahwa ijarah ialah:

Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dan suatu zat yang disewa dengan imbalan.8

2) Menurut Malikiyah bahwa ijarah ialah:

7 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h.114


(12)

Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.9

3) Menurut Syaikh Syihab Al-Din dan Syaikh Umairah bahwa yang dimaksud dengan ijarah ialah:

Akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu”. 4) Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khatib bahwa yang dimaksud

dengan ijarah adalah:

“Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat”10

5) Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian”.

6) Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie bahwa ijarah ialah:

9 Ibid, h.114


(13)

“Akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat”11

7) Menurut Idris Ahmad bahwa upah artinya mengambil manfaat tenaga orang lain dengan jalan memberi ganti menurut syarat-syarat tertentu.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, penulis menyimpulkan

ijarah adalah merupakan suatu perjanjian atau akad sewa menyewa suatu barang atau jasa dalam kurun waktu tertentu, yang dilakukan atas dasar suka sama suka antara pihak yang melakukan akad dengan syarat- syarat tertentu.

b. Dasar Hukum Ijarah

Dasar-dasar hukum atau rujukan ijarah adalah Alquran, Al-S unnah dan Al-Ijma’ Dasar hukum ijarah dalam Al-Quran adalah:12

“Jika mereka telah menyusukan anakmu, maka berilah upah mereka (Al-Thalaq: 6)”

11 Ibid., h.116


(14)

Salah seorang dan wanita itu berkata: Wahai bapakku, ambillah dia sebagai pekerja kita karena orang yang paling baik untuk dijadikan pekerja adalah orang yang kuat dan dapat dipercaya (Al-Qashash: 26). Dasar hukum ijarah dan Al-Hadis adalah:

“Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering” (Riwayat Ibnu Majah).

“Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

“Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dan tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang mas atau perak” (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud).

Landasan Ijma’nya ialah semua umat bersepakat, tidak ada seorang ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma’) ini, sekalipun ada beberapa orang di antara mereka yang berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap.


(15)

c. Rukun dan Syarat Ijarah

Rukun-rukun dan syarat-syarat ijarah adalah sebagai berikut :

1) Mu’jir dan musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa menyewa atau upah-mengupah. Mu’jir adalah yang memberikan upah dan yang menyewakan, musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu, disyaratkan pada mu’jir dan musta’jir adalah baligh, berakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta), dan saling meridhai. Allah SWT. berfirman:

“Hal orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan bathil, kecuali dengan perniagaan secara suka sama suka (Al-Nisa: 29).

Bagi orang yang berakad ijarah juga disyaratkan mengetahui manfaat barang yang diakadkan dengan sempurna sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan.

2) Shighat ijab kabul antara mu’jir dan musta’jir, ijab kabul sewa-menyewa dan upah-mengupah.

3) Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa maupun dalam upah-mengupah.

4) Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah-mengupah, disyaratkan pada barang yang disewakan dengan beberapa syarat berikut ini :


(16)

a) Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat dimanfaatkan kegunaannya.

b) Hendaklah benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaannya (khusus dalam sewa-menyewa).

c) Manfaat dan benda yang disewa adalah perkara yang mubah (boleh) menurut Syara’ bukan hal yang dilarang (diharamkan). d) Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain (zat)-nya hingga

waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad.

d. Pembatalandan Berakhirnya Ijarah

Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan adanya fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang mewajibkan fasakh. Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila ada hal-hal sebagai berikut :

1) Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa;

2) Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh

dan sebagainya;

3) Rusaknya barang yang diupahkan (ma’juralaih), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan;

4) Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan;

5) Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dan salah satu pihak, seperti yang menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya


(17)

ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan sewaan itu.13

4. Konsep Tanggung jawab a. Definisi

Menurut W.J.S Purwadarminta dalam kamus Bahasa Indonesia memberikan defenisi tanggung jawab adalah keadaan wajib

menanggung segala sesuatunya. Bertanggung jawab berarti berbuat sesuatu yang di dasarkan pada apa, mengapa dan untuk siapa melakukan sesuatu itu (Mustopo,1988:191).

Perbuatan yang di maksud dalam hal ini adalah perbuatan atau tingkah laku yang di sengaja ataupun yang tidak di sengaja. Maka pengertian dari tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari yaitu beban fisik (kejiwaan) yang melandasi pelaksanaan kewajiban dari tugas tertentu. Dan kesanggupan seseorang terhadap tugas tertentu tersebut merupakan kewajiban, dan akan berakibat suatu celaan atau menerima akibat tertentu jika tidak di laksanakan. Apabila mereka melupakan tugas wajib dapat diartikan mereka melupakan atau tidak bertanggung jawab. Jadi dengan adanya kewajiban itu ia memiliki tanggung jawab karena ia mempnyai kewajiban berbeda-beda dan tanggung jawab yang berbeda pula. Dengan kata lain tanggung jawab merupakan sikap yang di tuntut dalam jiwa atas dasar pelaksanaan suatu pekerjaan, dimana sikap yang ada menjamin antara seorang yang membutuhkan suatu pekerjaan dengan orang yang memberikan 13 Ibid, h.122


(18)

pekerjaan tersebut agar lebih terjalin hubungan saling mempercayai diantara keduanya.

Dalam suatu tanggung jawab tidak terlepas pada hak dan kewajiban seseorang kepada orang lain. Dimana hak dan kewajiban inilah yang dapat mendukung seseorang untuk mengaktualkan sikap tanggung jawab pada sesuatu pekerjaan yang ada.

Menurut Austin Fagothey, hak didefenisikan sebagai wewenang moral untuk mengerjakan, meninggalkan, memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu (Mustopo,1988:194). Dengan kata lain hak merupakan panggilan kepada kemauan orang lain dengan perantaraan akalnya, perlawanan dengan kekuasaan atau kekuasaan fisik. Demikian halnya manusia mampu mengorbankan apa saja untuk segelintir hak yang di tuntutnya dari orang lain.

Manusia memiliki hak di dalam kehidupannya kendatipun demikian manusia juga mempunyai kewajiban yang harus di penuhi, dimana diantara hak dan kewajiban saling berkeseimbangan, saling memenuhi, sehingga suatu kewajiban yang di laksanakan seseorang mampu untuk mendapatkan hak yang diharapkannya.

Problema yang utama di rasakan pada masa sekarang ini sehubungan dengan masalah tanggung jawab adalah rusaknya peranan moral dan rasa hormat diri terhadap tanggung jawab. orang yang bertanggung jawab itu adil atau mencoba berbuat adil, tetapi


(19)

runtuhnya nilai-nilai yang dipegangnya. orang yang demikian tentu akan mempertanggung jawabkan segala sesuatunya kepada Tuhan, Dia tidak tampak tapi Ia menggerakkan dunia ini dan mengaturnya. jadi orang semacam ini akan bertanggung jawab kepada Tuhannya.

b. Macam-macam Tanggung jawab

Kita telah mengetahui bersama bahwasanya manusia itu adalah makhluk yang selalu dapat berinteraksi dengan lingkungannya yang tempatinya. Dengan demikian dimana manusia berada secara tidak langsung manusia di tuntut untuk dapat bertanggung jawab atas apa yang ada pada lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu ada beberapa tanggung jawab yang perlu diketahui dalam kehidupan manusia, dalam hal ini kami mengupas masalah tanggung jawab menurut Islam. 1) Tanggung jawab terhadap diri sendiri.

Tanggung jawab pada diri sendiri berkaitan dengan

kewajiban yang mendasar pada diri pribadi. Manusia dalam hidup dan kehidupannya sangat membutuhkan bantuan manusia lain manusia di lahirkan dalam keadaan suci tanpa dosa bagaikan selembar kertas putih yang belum tergores noda tinta sedikitpun. Dengan demikian pada dasarnya perbuatan baik dan buruk ada pada manusia, kendatipun telah ada qadha dan qadar Allah sebagai Khalik, namun manusia mampu merubah sikap dan perbuatan tersebut dengan ikhtianya yang ada.


(20)

Segala perbuatan manusia juga harus dapat bertanggung jawab pada dirinya sendiri, dengan kata lain manusia harus memenuhi segala yang dibutuhkan jasmani dan rohaninya demi mencukupi kodratnya sebagai makhluk hidup. Dapat kita con-tohkan dari kebutuhan manusia akan pangan. Hal ini didukung oleh firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 142.

“Dan diantara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”

Dari dalil diatas dapat kita artikan bahwasanya Allah telah memberikan beraneka ragam tanaman, tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, kemudian macam-macam binatang ternak yang berbeda-beda manfaatnya, yang pada dasarnya untuk dimanfaat kan bagi manusia, itulah rizki yang di berikan Allah kepada manusia (Ahmad dkk,1991:39-41). Agar manusia mendapatkan pangan yang cukup di dalam memenuhi kebutuhan jasmaninya, sehingga tanggung jawab pada dirinya tercapai. Dengan adanya pangan yang cukup bagi tubuh manusia maka manusia mampu bertahan hidup. Manusia mencari makan, tidak lain adalah karena


(21)

adanya rasa tanggung jawab terhadap dirinya sndiri agar dapat melangsungkan hidupnya (Mustopo, 1988:192).

Selain pangan manusia juga butuh papan dan sandang, ini juga penting di dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia didalam tanggung jawab pada dirinya sendiri. Apabila kebutuhan terebut telah terpenuhi menurut prinsipnya, maka dapat dikatakan manusia terebut telah memenuhi tanggung jawab pada dirinya sendiri. Namun dalam memenuhi tanggung jawab hidup pribadinya itu, ia juga bertanggung jawab terhadap apa yang ia lakukan. Hal ini di tegaskan dalam surat Al-Mudatsir ayat 38. “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang di perbuatnya.”

2) Tanggung jawab terhadap keluarga.

Keluarga merupakan bagian terpenting dalam kehidupan seorang manusia, dengan adanya keluarga manusia dapat hidup tentram terarah. Kelurga adalah bagian hidup manusia yang juga perlu di pertanggung jawabkan. Allah berfirman dalam surat At Tahrim : 6.

Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang

diperintahkan-Nya kepada mereka dan mengerjakan apa yang diperintahkan.”


(22)

Makna dalil diatas, seseorang manusia harus mampu menjaga diri dan keluarganya dari ancaman api neraka, dengan kata lain tanggung jawab seseorang dalam keluarganya sangat besar, ia harus mampu merubah kepad hal yang baik dan mence-gah agar keluarga tersebut tidak terjerumus dalam kesesatan, karena Allah telah mengingatkan akan azab api neraka bagi orang yang melanggar perintah-Nya.

Keluarga hidup tentram dan sejahtera merupakan tanggung jawab setiap manusia dalam keluarga tersebut. Ia harus mampu menjaga keberadaan keluarganya untuk dapat bertahan dalam kehidupan ini, dengan memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani para keluarganya, karena Allah sangat membenci orang-orang yang melalaikan keluaganya dalam kelemahan dan kesusahan.

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sean-dainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak ang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan

hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”(Q.S. An Nisa’: 9).

Menjaga keluarga dari kefakiran lebih di utamakan di banding menjaga orang lain. Jangan sampai keluarganya terlantar sepeninggal mereka jika kebetulan mereka menjada orang kaya. (Drs.Abdul Rahman Muis dkk,1988 : 94 & 98). Begitu besar


(23)

tanggung jawab seseorang terhadap keluarganya, demi

kelangsungan hidupnya serta menyangkut harga diri, kehormatan atau nama baik keluarganya, keselamatan, pendidikan dan

kehidupan yang layak. Oleh karena itu setiap onggota keluarga sesuai dengan fungsi dan kedudukannya di tuntut dan wajib bertanggung jawab terhadap keluarganya.

3) Tanggung jawab terhadap masyarakat.

Kehidupan seorang manusia akan terasa hampa jika tidak ada orang lain yang dapat membantu, menolong dan menghibur. Antara individu dengan individu yang lain hendaknya terjalin manusia membutuhkan komunikasi dengan manusia lain.

Seorang manusia dimana ia bertempat tinggal harus mampu bertanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya agar dapat melangsungkan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat tersebut.

Situasi dan kondisi seorang anggota masyarakat sangat terkait dengan keadaan masyarakt tersebut. Tingkah laku dan perbuatan yang membentuk jiwa para generasi muda dalam lingkungan masyarakat menjadi baik dan buruk adalah terletak pada tangung jawab warga dan inidvidu masyarakat itu sendiri. Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 104.


(24)

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada kebajikan dan menyuruh kepada ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung”

Kandungan dalil diatas menjelaskan jika ada segolongan umat yang dapat mengajak, menetru orang lain pada kebaikan dan mencegah untuk berbuat kemungkaran adalah umat yang

beruntung, dengan kata lain kepedulian tersebut di dasari oleh rasa tanggung jawab terhadap masyarakatnya. Dimana rasa tanggung jawab tersebut menjadikan kehidupan masyarakat yang harmonis, selaras antara sesama warga masyarakat. Sikap yang bertanggung jawab tersebut dapat di wujudkan denagn pembinaan sikap, memelihara kerukunan antara sesama anggota masyarakat dan menjaga keamanan serta ketentraman masyarakat dimana ia bertempat tinggal. Dengan demikian segala keberadaan dan kepribadian seseorang harus dapat mencerminkan sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab kepada masyarakatnya. 4) Tanggung jawab terhadap lingkungan.

Pada hakikatnya suatu lingkungan yang aman, tentram dan damai di dukung oleh keadaan masyarakat dan jiwa individu yang ada dalam masyarakat tersebut. Masyarakat yang mampu menjaga dan memelihara lingkungannya sedemikian rupa merupakan masyarakat yang telah bertanggung jawab kepada lingkungannya, dengan kata lain masing-masing individu dalam masyarakat


(25)

tersebut mampu menjaga terciptanya keamanan dan ketertiban lingkungannya.

Setiap individu harus sadar bahwa lingkungan sekitarnya harus tetap di jaga kestabilannya. Lingkungan yang baik dengan masyarakat yang berbudi baik akan melahirkan orang-orang yang baik pula, namun sebaliknya keadaan masyarakat dengan

lingkungan yang buruk serta moral yang rendah akan

menghasilkan manusia-manusia yang tidak berpotensi dengan moral yang buruk dan mengkhawatirkan. Jadi lingkungan meru-pakan wadah yang paling vital untuk diperhatikan dalam

masyarakat, dengan kata lain keadaan lingkungan suatu msyarakat berpengaruh besar didalam pembentukan jiwa mansuianya. Dengan demikian memelihara lingkungan sekitarnya menunjukkan adanya rasa tanggung jawab seseorang pada lingkungannya.

Dalam hal ini pengertian lingkungan bukan hanya masya-rakatnya saja tetapi semua unsur-unsur yang mencakup didalam lingkungan itu. Pada dasarnya Allah telah memelihara lingkungan alam semesta dengan begitu indah, namun manusialah yang merusak keindahan lingkungan tersebut, dan ini merupakan perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Firman Allah dalam surat Ar Ruum ayat 41.


(26)

“Telah nampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka kembali (kejalan yang benar).”

Dalil di atas menunjukkan betapa manusia telah merusak kestabilan lingkungan alam yang Allah ciptakan bagi mereka. Dengan kata lain manusia tersebut tidak memiliki rasa tanggung jawab sedikitpun. Manusia dengan kemodrenan teknologi mereka telah melepas tanggung jawabnya untuk sekedar berlomba dalam mencapai kepuasan di dunia. Akibat dari pada itu banyak terjadi bencana alam, tanah longsor, banjir yang diakibatkan

penggundulan hutan, wabah penyakit merajalela akibat

pencemaran air dan udara, semuanya menjadikan keresahan dalam lingkungan masyarakat (Ahmad.dkk,1991 : 29).

Oleh sebab itu hendaklah setiap individu masyarakat mampu memelihara lingkungannya dan menjaga hal-hal yang dapat merugikan orang banyak, dimana usaha terebut merupakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan

terlebih-lebih rasa tanggung jawab kepada Allah swt. 5) Tanggung jawab terhadap Tuhan.

Manusia adalah makhluk yang mulia di bandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya, dimana kedudukan manusia di


(27)

muka bumi adalah sebagai khalifah. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 30.

Dan sesungguhnya Allah berkata kepada para Malaikat, ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malikat;

“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi, mereka berkata; “Mengapa Engkau ingin menjadikan khalifah (di muka bumi itu) orang yang membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dan memuji Engkau ? Tuhan berfirman ;”

sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Makna dalil di atas menunjukkan bahwa keberadaan manusia di angkat Allah sebagai khalifah di atas makhluk lainnya. Kendatipun demikian manusia tidak lepas dari tanggung jawabnya kepada Tuhan atas semua perbuatannya, sebab kebesaran dan kekuasaan manusia masih dalam kekuasaan Allah. Semua

pekerjaan dan usaha yang di lakukan manusia seluruhnya harus di pertanggung jawabkan kepada Tuhan.

Tanggung jawab kepada Tuhan menurut kesadaran manusia adalah untuk memenuhi kewajiban dan pengabdiannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia harus bersyukru atas karunia-Nya yang menciptakan manusia dan memberikan rizki-rizki kepadanya. Oleh sebab itu manusia wajib


(28)

mengabdi kepada Tuhan sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Dzariat ayat 56.

“Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia melainkan supaya mereka itu menyembah kepada- Ku.

Begitu mendasar tanggung jawab yang harus diberikan manusia kepada Allah swt. Dengan adanya rasa tanggung jawab kepada Allah maka seorang manusia akan merasa berhati-hati di dalam setiap aktifitas kehidupannya. Manusia di harapkan mampu meeninggalkan semua larangan dan mengerjakan semua perintah yang di berikan Allah kepada manusia. Allah membe-rikan kewajiban kepada manusia untuk dilaksanakan yang mana kewajiban tersebut adalah untuk mendapatkan hak manusia sendiri, dengan kata lain kewajiban terhadap Allah telah di laksanakan maka hak manusia adalah untuk hidup bahagia di dunia dan akhirat dan semua ini terpulang kepada diri manusia serta kehendak Allah swt.

Menyembah itu dalam arti mengabdi kepada Tuhan sebagai wujud tanggung jawab kepada Tuhan. Tanggung jawab di sini erat kaitannya dengan kewajiban. Kewajiban adalah merupakan sesuatu yang di bebankan kepada seseorang, namun Allah hanya membebankan sesuatu itu berdasarkan atas kemampuannya. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah 286.


(29)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang di usahakannya dan ia mendapat (siksa dari kejahatan) yang di kerjakannya.

Kesanggupan dan kemampuan seseorang tidak di paksakan oleh kewajiban yang di bebankan kepadanya. Namun

kewajiban-kewajiban tersebutlah yang harus di pertanggung jawabkan kepada Tuhan, sebagai akhir dari proses untuk mendapatkan hak.

6) Tanggung Jawab Dalam Melaksanakan Tugas

Bekerja adalah bagian dari kehidupan. Bekerja itu ada berbagai macam, dari sekolah, belajar, menyapu, memasak, mengemudikan mobil, merawat pasien dan banyak lainnya. Sedangkan pekerjaan atau profese ada bermacam macam pula seperti pegawai negeri, pekerja swasta, buruh, dokter, insinyur, pengusaha dan masih banyak lainnya.

Islam telah mengajarkan kepada umatnya agar dalam mengerjakan suatu pekerjaan haruslah dilakukan dengan kerja keras baik dalam kepentingan dunia maupun akhirat. Hadist Nabi Muhammad SAW. berbunyi :

ﺍدبﺍﺶيﻌﺘﻚنﺎﻜﻚﺎيﻧدلﻞمعﺍ

٬

ﻏﺖﻭمﺗﻚنﺎﻜﻙﺗﺭﺠﻻﻞﻣعﺍﻮ

ﺍد

٠


(30)

Artinya :

Bekerjalah kamu untuk urusan duniamu seolah olah kamu akan hidup selamanya, dan berbuatlah kamu untuk urusan akhiratmu seolah olah kamu akan mati esok hari. (HR Baihaqi).”

Orang orang yang melakukan suatu pekerjaan kerena adanya ikatan dengan orang lain disebut pekerja. Pekerja yang baik adalah pekerja yang dapat melakukan pekerjaannya

mendekati sempurna. Orang yang melakukan ikatan bearti ia telah melakukan pekerjaan. Menepati janji itu telah diperintahkan oleh Allah SWT. dalam firmanNya :

دﻭﻗﻌلﺎبﺍﻭﻔﻮﺍﺍﻮيمﺍنيﺫلﺍﺎﺤيﺎي ٠٠٠

ﺓدﺋﺎملﺍ﴿

١ ﴾

Artinya :

Hai orang orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu...(Al Maidah 1)”

Melaksanakan pekerjaan bedasarkan rangka memenuhi janji, berarti telah melaksanakan perintah Allah SWT. dan haruslah dipenuhi oleh rasa tanggung jawab yang penuh dan hati yang ikhlas. Sebaliknya, orang-orang yang bermalas malasan bearti melalaikan perintah Allh SWT.

Nabi Muhammad SAW. mengajarka do’a agar terhindar dari sikap negatif termasuk bermalas-malasan.

ﻞﺴﻜلﺍﻮﻞﻧﺠﺑلﺍﻮنﺑﺟلﺍﻮﻡﻬلﺍنمﻚﺑﺬﻮعﺃﯽنﺍﻡﻬللﺍ ٠


(31)

Artinya :

Ya Allah, sungguh saya berlindung kepadaMu dari sempit hati, sedih, lemah, rasa takut, kikir dan malas. (HR Bukhari dan Muslim dari Anas).”

Orang yang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya akan senantiasa tekun dalam bekerja sekecil apapun pekerjaan itu. Tiada pekerjaan yang hina selain pekerjaan maksiat.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mana lebih menekankan realitas sosial sebagai suatu yang utuh atau komplek dinamis serta bersifat interaktif untuk meneliti kondisi objek yang alamiah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research ) dimana data yang diperoleh pada penelitian ini didapatkan langsung dari kegiatan di lapangan.14

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian adalah ilmu yang digunakan dalam menganalisis pelaksanaan penelitian baik dalam perencanaan maupun pengambilan data.

14 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif dan R &D (Bandung : Alfabeta, 2008), h.399


(32)

Pendekatan penelitian yang peneliti maksud, yaitu suatu proses yang diperlukan dalam melakukan kajian, mulai proses penentuan sampai saat penelitian dilaksanakan. Adapun proses penentuan dimulai dan pemilihan judul serta perumusan masalah sampai pada penentuan tujuan yang hendak dicapai dan proses selanjutnya merupakan tahap operasi dan penelitian.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif. Pendekatan normatif secara konseptual adalah sebuah pendekatan dengan tolak ukur hukum islam sebagai pembenar atau pemberi norma terhadap masalah yang dibahas, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa suatu itu selaras atau tidak dengan ketentuan syari’ah islam. Dalam hal ini apakah pelaksanaan lepas tanggung jawab ataupun perlindungan konsumen terhadap jasa laundry ini telah sesuai dengan hukum mualamah.

3. Metode Penentuan Subjek Penelitian

Metode penentuan subjek sering disebut sebagai metode penentuan sumber data. Maksud dari sumber data penelitian adalah subjek darimana data itu diperoleh.

Subyek penelitian ini adalah pengusaha jasa laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah Secara operasional, penelitian ini membutuhkan metode penentuan subjek yaitu teknik populasi dan teknik sampling.


(33)

Populasi adalah keseluruhan dalam penelitian yang dijadikan sebagai sarana penelitian.15 Adapun yang menjadi sumber data dalam

penelitian ini adalah seluruh usaha laundry yang berada di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah memiliki pengusaha laundry yang berjumlah 25 usaha laundry.

b. Teknik sampling

Berdasarkan jumlah laundry tersebut di atas, maka cara pengambilan penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu suatu cara pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan kriteria kriteria tertentu yang dianggap mempunyai hubungan erat dengan objek penelitian.16 Berdasarkan cara pengambilan sampel tersebut

maka penulis mengambil lima laundry yang ada di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah yang dianggap memenuhi kriteria yang memiliki hubungan erat dengan objek penelitian, kelima laundry tersebut adalah Family Laundry, Jaya Laundry, Eka Laundry, Aura Laundry serta Laundry bersih. Kelima laundry ini dipilih karena dalam kesehariannya sering mengalami keluhan dari pelanggan terkait kecacatan barang.

4. Metode pengumpulan data

15 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2013) hal. 254


(34)

Metode pengumpulan data adalah cara yang ditempuh peneliti untuk mendapatkan data dan fakta yang ada pada subjek maupun objek penelitian. Untuk memperoleh data yang valid, dalam penelitian penulis menggunakan beberapa metode yang diantaranya adalah sebagai berikut.17

a. Metode observasi

Teknik mencari data dalam penelitian yang dilakukan dengan melalui pengamatan dan pencatatan langsung terhadap gejala subyek yang diteliti, baik itu pengamatan dilakukan dalam situasi sebenarnya maupun dalam situasi buatan yang khusus diadakan. Selain itu juga untuk memperoleh data yang terkait dengan permasalahan praktik lepas tanggung jawab yang dilakukan oleh pengusaha laundry.

b. Metode wawancara (Interview)

Metode pengumpulan dalam penelitian yang teknik pelaksanaannnya dengan melalui Tanya jawab secara sepihak dan dikerjakan secara sistematis dengan tetap berlandaskan pada tujuan penelitian. Wawancara dipakai untuk memperoleh informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian. Semisal peristiwa yang sudah lewat, argument, atau pendapat yang mana hal tersebut masih terkait dengan penelitian ini.

Adapun wawancara pada penelitian ini akan dilakukan pada lima pengusaha dalam hal ini pemilik serta karyawan laundry yakni Family Laundry, Jaya Laundry, Eka Laundry, Aura Laundry serta


(35)

Laundry bersih, serta konsumen yang berada di tempat laundry saat wawancara berlangsung.

c. Metode dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dalam penelitian untuk memperoleh data yang bentuknya catatan, transkrip, buku, peraturan, agenda dan lain sebagainya.

5. Metode analisa data

Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah analisa data. Analisa data pada penelitian ini adalah analisa data kualitatif dengan cara berpikir induktif yaitu pola pikir yang berangkat dari sebuah kasus yang bersifat khusus kemudian ditarik pada permasalahan umum yaitu permasalahan tinjauan hukum muamalah.

6. Kehadiran Peneliti

Sesuai dengan ciri penelitian kualitatif peneliti adalah instrumen kunci, maka kehadiran peneliti di lapangan mutlak diperlukan.18 Berkenaan

dengan hal tersebut, peneliti berusaha menciptakan hubungan yang akrab dengan responden yang menjadi sumber data dalam penelitian.

Kehadiran peneliti di sini berperan untuk mengumpulkan data. Oleh karena itu, peneliti berusaha secara langsung untuk dapat melibatkan diri dalam kehidupan obyek penelitian. Dalam hal ini, kehadiran peneliti di 18Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Edisi Revisi 15 (Jakarta: Rineka


(36)

lapangan bukan bertujuan untuk memberikan nilai, mempengaruhi subyek penelitian atau manipulasi data dan informasi, tetapi lebih pada usaha untuk mengetahui secara langsung tentang tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab oleh pengusaha jasa laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah.


(37)

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman serta hasil yang sistematis, maka sistematika pembahasan susunan skripsi selanjutnya adalah sebagai berikut :

Pada Bab 1 terdapat pendahuluan yang tediri dari latar belakang, fokus kajian, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoretik, metodologi penelitian serta sistematika pembahasan.

Bab 2 berisi tentang pelaksanaan sewa jasa pengusaha laundry yang meliputi proses transaksi atau perjanjian sewa jasa oleh pengusaha laundry dengan konsumen.

Bab 3 membahas tentang tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab pengusaha jasa laundry yang ditinjau dari analisis proses akad atau perjanjian antara pengusaha dan konsumen, ditinjau dari syarat sah sewa menyewa serta bagaimana cara mengatasi permasalahan.

Bab terakhir yaitu bagian keempat yang memuat tentang kesimpulan, saran serta kata penutup.


(1)

Pendekatan penelitian yang peneliti maksud, yaitu suatu proses yang diperlukan dalam melakukan kajian, mulai proses penentuan sampai saat penelitian dilaksanakan. Adapun proses penentuan dimulai dan pemilihan judul serta perumusan masalah sampai pada penentuan tujuan yang hendak dicapai dan proses selanjutnya merupakan tahap operasi dan penelitian.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif. Pendekatan normatif secara konseptual adalah sebuah pendekatan dengan tolak ukur hukum islam sebagai pembenar atau pemberi norma terhadap masalah yang dibahas, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa suatu itu selaras atau tidak dengan ketentuan syari’ah islam. Dalam hal ini apakah pelaksanaan lepas tanggung jawab ataupun perlindungan konsumen terhadap jasa laundry ini telah sesuai dengan hukum mualamah.

3. Metode Penentuan Subjek Penelitian

Metode penentuan subjek sering disebut sebagai metode penentuan sumber data. Maksud dari sumber data penelitian adalah subjek darimana data itu diperoleh.

Subyek penelitian ini adalah pengusaha jasa laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah Secara operasional, penelitian ini membutuhkan metode penentuan subjek yaitu teknik populasi dan teknik sampling.


(2)

Populasi adalah keseluruhan dalam penelitian yang dijadikan sebagai sarana penelitian.15 Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah seluruh usaha laundry yang berada di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah memiliki pengusaha laundry yang berjumlah 25 usaha laundry.

b. Teknik sampling

Berdasarkan jumlah laundry tersebut di atas, maka cara pengambilan penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu suatu cara pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan kriteria kriteria tertentu yang dianggap mempunyai hubungan erat dengan objek penelitian.16 Berdasarkan cara pengambilan sampel tersebut maka penulis mengambil lima laundry yang ada di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah yang dianggap memenuhi kriteria yang memiliki hubungan erat dengan objek penelitian, kelima laundry tersebut adalah Family Laundry, Jaya Laundry, Eka Laundry, Aura Laundry serta Laundry bersih. Kelima laundry ini dipilih karena dalam kesehariannya sering mengalami keluhan dari pelanggan terkait kecacatan barang.

4. Metode pengumpulan data

15 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2013) hal. 254


(3)

Metode pengumpulan data adalah cara yang ditempuh peneliti untuk mendapatkan data dan fakta yang ada pada subjek maupun objek penelitian. Untuk memperoleh data yang valid, dalam penelitian penulis menggunakan beberapa metode yang diantaranya adalah sebagai berikut.17 a. Metode observasi

Teknik mencari data dalam penelitian yang dilakukan dengan melalui pengamatan dan pencatatan langsung terhadap gejala subyek yang diteliti, baik itu pengamatan dilakukan dalam situasi sebenarnya maupun dalam situasi buatan yang khusus diadakan. Selain itu juga untuk memperoleh data yang terkait dengan permasalahan praktik lepas tanggung jawab yang dilakukan oleh pengusaha laundry.

b. Metode wawancara (Interview)

Metode pengumpulan dalam penelitian yang teknik pelaksanaannnya dengan melalui Tanya jawab secara sepihak dan dikerjakan secara sistematis dengan tetap berlandaskan pada tujuan penelitian. Wawancara dipakai untuk memperoleh informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian. Semisal peristiwa yang sudah lewat, argument, atau pendapat yang mana hal tersebut masih terkait dengan penelitian ini.

Adapun wawancara pada penelitian ini akan dilakukan pada lima pengusaha dalam hal ini pemilik serta karyawan laundry yakni Family Laundry, Jaya Laundry, Eka Laundry, Aura Laundry serta


(4)

Laundry bersih, serta konsumen yang berada di tempat laundry saat wawancara berlangsung.

c. Metode dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dalam penelitian untuk memperoleh data yang bentuknya catatan, transkrip, buku, peraturan, agenda dan lain sebagainya.

5. Metode analisa data

Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah analisa data. Analisa data pada penelitian ini adalah analisa data kualitatif dengan cara berpikir induktif yaitu pola pikir yang berangkat dari sebuah kasus yang bersifat khusus kemudian ditarik pada permasalahan umum yaitu permasalahan tinjauan hukum muamalah.

6. Kehadiran Peneliti

Sesuai dengan ciri penelitian kualitatif peneliti adalah instrumen kunci, maka kehadiran peneliti di lapangan mutlak diperlukan.18 Berkenaan dengan hal tersebut, peneliti berusaha menciptakan hubungan yang akrab dengan responden yang menjadi sumber data dalam penelitian.

Kehadiran peneliti di sini berperan untuk mengumpulkan data. Oleh karena itu, peneliti berusaha secara langsung untuk dapat melibatkan diri dalam kehidupan obyek penelitian. Dalam hal ini, kehadiran peneliti di

18Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Edisi Revisi 15 (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h 28.


(5)

lapangan bukan bertujuan untuk memberikan nilai, mempengaruhi subyek penelitian atau manipulasi data dan informasi, tetapi lebih pada usaha untuk mengetahui secara langsung tentang tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab oleh pengusaha jasa laundry di Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah.


(6)

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman serta hasil yang sistematis, maka sistematika pembahasan susunan skripsi selanjutnya adalah sebagai berikut :

Pada Bab 1 terdapat pendahuluan yang tediri dari latar belakang, fokus kajian, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoretik, metodologi penelitian serta sistematika pembahasan.

Bab 2 berisi tentang pelaksanaan sewa jasa pengusaha laundry yang meliputi proses transaksi atau perjanjian sewa jasa oleh pengusaha laundry dengan konsumen.

Bab 3 membahas tentang tinjauan fiqih muamalah terhadap praktik lepas tanggung jawab pengusaha jasa laundry yang ditinjau dari analisis proses akad atau perjanjian antara pengusaha dan konsumen, ditinjau dari syarat sah sewa menyewa serta bagaimana cara mengatasi permasalahan.

Bab terakhir yaitu bagian keempat yang memuat tentang kesimpulan, saran serta kata penutup.