Mekanisme Terjadinya Gempa Persyaratan Bahan Untuk Struktur Baja Tahan Gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mekanisme Terjadinya Gempa

Lapisan bumi terdiri atas lapisan kerak, mantel dan inti bumi seperti terlihat pada gambar 2.1 berikut ini. Gambar 2.1 Struktur Lapisan Dalam Bumi Lapisan kerak bumi atau disebut juga lithosphere mengapung diatas lapisan mantelastenosfer yang bersifat setengah cair dan sangat panas. Kerak bumi tersebut menutupi seluruh permukaan bumi, namun akibat adanya aliran panas yang mengalir di dalam astenosfer menyebabkan kerak bumi ini pecah menjadi beberapa bagian yang lebih kecil yang disebut lempeng kerak bumi. Arus konveksi yang terjadi astenosfer merupakan sumber kekuatan utama yang menyebabkan terjadinya pergeseran lempeng. Lempeng – lempeng yang saling berinteraksi begerak tersebut terbagi menjadi 3 mekanisme yaitu saling mendekat kovergen, saling menjauh divergen, dan saling bepapasan transform. Universitas Sumatera Utara Pergerakan – pergerakan itulah yang menyebabkan terjadinya gempa bumi. Kulit bumi yang terdeformasi akibat pergerakan tersebut akan mengumpulkan energi. Energi deformasi ini akan terus terakumulasi sampai suatu saat energi ini tidak dapat lagi ditahan oleh kulit bumi sehingga terjadi pergeseran secara tiba – tiba yang menyebabkan terjadinya gempa bumi.

2.2 Konsep Perencanaan Struktur Bangunan Baja Tahan Gempa

Perencanaan struktur adalah kombinasi seni dan ilmu pengetahuan yang menggabungkan intuisi para ahli struktur mengenai perilaku struktur dengan pengetahuan prinsip – prinsip statika, dinamika, mekanika bahan dan analisa struktur, untuk menghasilkan struktur yang ekonomis dan aman selama masa layannya. Metode perhitungan yang berdasarkan keilmuan harus menjadi pedoman dalam proses pengambilan keputusan. Kemampuan intuisi yang dirasionalkan oleh hasil – hasil perhitungan dapat menjadi dasar proses pengambilan keputusan yang baik. Struktur dikatakan optimal dicirikan sebagai berikut : a. Biaya minimum b. Bobot minimum c. Periode konstruksi minimum d. Kebutuhan tenaga kerja minimum e. Biaya manufaktur minimum f. Manfaat maksimum pada saat layan Universitas Sumatera Utara Kerangka perencanaan struktur adalah proses penentuan jenis struktur dan pendimensian komponen struktur demikian sehingga beban kerja dapat dipikul secara aman, dan perpindahan yang terjadi masih dalam batas – batas yang diisyaratkan. Prosedur perencanaan secara iterasi dilakukan sebagai berikut : 1. Perencanaan, Penetapan fungsi – fungsi struktur. 2. Penetapan konfigurasi struktur awal preliminary sesuai langkah 1 termasuk pemilihan jenis material yang akan digunakan. 3. Penetapan beban kerja struktur. 4. Pemilihan awal bentuk dan ukuran elemen struktur berdasarkan langkah 1,2,3 5. Analisa struktur, untuk memperoleh gaya – gaya dalam dan perpindahan elemen 6. Evaluasi, apakah perencanaan sudah optimum sesuai dengan yang diharapkan 7. Perencanaan ulang langkah 1 hingga 6 8. Perencanaan akhir, apakah langkah 1 hingga 7 sudah memberikan hasil optimum. Struktur suatu bangunan bertingkat tinggi harus dapat memikul beban – beban yang bekerja pada struktur tersebut, diantaranya beban gravitasi dan beban lateral. Beban gravitasi adalah beban mati struktur dan beban hidup, sedangkan yang termasuk beban lateral adalah beban angin dan beban gempa. Universitas Sumatera Utara Tujuan desain bangunan tahan gempa adalah untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa, dengan tiga kriteria standar sebagai berikut : 1. Gempa ringan, bangunan tidak boleh rusak secara struktural dan arsitektural komponen arsitektural diperbolehkan terjadi kerusakan seminimum mungkin. 2. Gempa sedang, komponen struktural balok dan kolom tidak diperbolehkan rusak sama sekali tetapi komponen arsitektural diperbolehkan terjadi kerusakan seperti : kaca 3. Gempa berat, boleh terjadi kerusakan pada komponen struktural tetapi tidak menyebabkan keruntuhan bangunan. Perencanaan struktur dapat direncanakan dengan mengetahui skenario keruntuhan dari struktur tersebut dalam menahan beban maksimum yang bekerja. Pelaksanaan konsep desain kapasitas struktur adalah memperkirakan urutan kejadian dari kegagalan suatu struktur berdasarkan beban maksimum yang dialami struktur sehingga kita merencanakan bangunan dengan elemen – elemen struktur tidak dibuat sama kuat terhadap gaya yang direncanakan, tetapi ada elemen – elemen struktur atau titik pada struktur yang dibuat lebih lemah dibandingkan dengan yang lain dengan harapan di elemen atau titik itulah struktur terjadi pada saat beban maksimum bekerja.

2.2.1 Waktu Getar Alami Struktur Gedung

Waktu getar alami struktur gedung diperlukan untuk mencari nilai C 1 , yaitu nilai faktor respon gempa yang di dapat dari spektrum respons gempa rencana. Universitas Sumatera Utara Sebagai acuan awal nilai waktu getar alami struktur gedung T dapat ditentukan dengan persamaan dibawah ini . T = 0.085 H 34 untuk portal baja 2.1 T = 0.06 H 34 untuk portal beton 2.2 T = V = H B 09 . untuk struktur lain 2.3 Dengan : H = tinggi stuktur m B = lebar struktur dalam arah gempa yang ditinjau nilai yang didapat dari persamaan diatas hanya nilai T perkiraan awal yang selanjutnya akan ditentukan oeh persamaan dibawah ini. T = 6,3 i i n i i i n i d F g d W 1 1 = = ∑ ∑ 2.4 Dimana : W i = berat lantai tingkat ke-i F i = beban gempa statik ekivalen beban gempa lantai ke-i d i = simpangan horizontal lantai ke-i g = percepatan gravitasi = 9.81 mdet 2 untuk mencegah penggunaan struktur bangunan gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T dari struktur bangunan gedung harus dibatasi, bergantung pada koefisien ζ untuk wilayah gempa dan jenis struktur bangunan gedung, menurut persamaan : T 1 ζH 34 2.5 Universitas Sumatera Utara Dimana : H adalah tinggi total struktur dalam meter dan koefisien ζ ditetapkan menurut tabel 2.1 Tabel 2.1 Koefisien ζ yang membatasi waktu getar alami struktur gedung Wilayah Gempa ζ 1 2 3 4 5 6 0,20 0,19 0,18 0,17 0,16 0,15 Sumber SNI 03-1726-2002

2.2.2 Gaya Geser Dasar Rencana

Menurut SNI 03-1726-2002, gaya geser dasar rencana total V pada suatu arah ditetapkan sebagai berikut : V = t W R I C 1 2.6 Dimana : V = gaya geser dasar rencana total W t = berat total struktur C 1 = nilai faktor respon gempa R = faktor modifikasi respon atau faktor reduksi beban gempa I = faktor keutamaan struktur Berat total struktur Wt ditetapkan sebagai jumlah dari beban berikut : 1. Beban mati total dari struktur bangunan. Universitas Sumatera Utara 2. Bila digunakan dinding partisi pada perencanaan lantai maka harus diperhitungkan tambahan beban sebesar 0,5 Kpa. 3. Pada gudang dan tempat – tempat penyimpanan barang maka sekurang – kurangnya 25 dari beban hidup rencana harus dipertimbangkan. 4. Beban tetap total dari seluruh peralatan dalam struktur bangunan harus diperhitungkan. Nilai faktor respon gempa C 1 didapat dari spectrum respon gempa rencana menurut gambar 2.2 untuk waktu getar alami fundamental T. Gambar 2.2 Respon Spektrum Gempa Rencana Universitas Sumatera Utara Lanjutan Gambar 2.2 Respon Spektrum Gempa Rencana Penentuan wilayah gempa di Indonesia ditentukan dari peta wilayah gempa Indonesia seperti terlihat pada gambar 2.3. Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa, dimana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak batu dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun. Wilayah gempa ringan adalah wilayah 1 dan 2, wilayah gempa sedang wilayah 3 dan 4, dan wilayah gempa berat adalah wilayah 5 dan 6. Nilai R untuk tiap – tiap struktur dapat dilihat pada tabel 2.2 sedangkan faktor keutamaan I dapat dilihat pada tabel 2.3. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3 Wilayah Gempa Indonesia Dengan Percepatan Puncak Batuan Dasar Dengan Periode Ulang 500 Tahun Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 faktor reduksi beban gempa dan faktor kuat cadang struktur Ω o Sistem Struktur Deskriptif Sistem Pemikul Beban Gempa R Ω o 1. Sistem Dinding Penumpu Sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing. 1. Dinding penumpu dengan rangka baja ringan dan bresing baja tarik 2,8 2,2 2. Rangka bresing dimana bresing memikul beban gravitasi 4,4 2,2 2. Sistem Rangka Bangunan Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing. 1. Sistem rangka bresing eksentris SBRE 7,0 2,8 2. Sistem rangka bresing konsentrik khusus biasa SRBKB 5,6 2,2 3. Sistem rangka bresing konsentrik khusus SRBKK 6,4 2,2 3. Sistem Rangka Pemikul Momen Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur. 1. Sistem rangka pemikul momen khusus SRPMK 8,5 2,8 2. Sistem rangka pemikul momen terbatas SRPMT 6,0 2,8 3. Sistem rangka pemikul momen biasa SRPMB 4,5 2,8 4. Sistem rangka batang pemikul momen khusus SRBPMK 6,5 2,8 4. Sistem Ganda Terdiri dari : 1 rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi; 2 pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-kurangnya 25 dari seluruh beban lateral’ 3 kedua sistem harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi sistem ganda.. 1. Dinding gesar beton dengan SRPMB baja 4,2 2,8 2. SRBE baja a. Dengan SRPMK baja 8,5 2,8 b. Dengan SRPMB baja 4,2 2,8 3. SRBKB baja a. Dengan SRPMK baja 6,5 2,8 b. Dengan SRPMB baja 4,2 2,8 4. SRBKK baja a. Dengan SRPMK baja 7,5 2,8 b. Dengan SRPMB baja 4,2 2,8 5. Sistem Bangunan Kolom Kantilever Sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul beban lateral. Komponen struktur kolom kantilever 2,2 2,0 Sumber SNI 03-1729-2002 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.3 Faktor Keutamaan I Untuk Berbagai Kategori dan Bangunan No Kategori gedung Faktor keutaman I I 1 I 2 I 1 Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran 1,0 1,0 1,0 2 Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6 3 Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi. 1,4 1,0 1,4 4 Gedung untuk penyimpanan bahan berbahaya seperti gas, produksi minyak bumi, asam, bahan beracun. 1,6 1,0 1,6 5 Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5 Sumber SNI 03-1726-2002

2.2.3 Beban Gempa Perlantai

Gaya geser dasar rencana V menurut persamaan 2.6 harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban – beban gempa nominal statik ekivalen F i yang menangkap pada pusat massa lantai tinkat ke-i menurut persamaan : F i = V Z W Z W i i n i i i 1 = ∑ 2.7 Dimana : W i = berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai. Z i = ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral. n = nomor lantai tingkat paling atas. V = gaya geser dasar lantai. Universitas Sumatera Utara Apabila rasio antara tinggi struktur bangunan gedung dan ukuran denahnya arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1V harus dianggap sebagai beban horizontal terpusat yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9V sisanya harus dibagikan sepanjang tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban – beban gempa nominal statik ekivalen berdasarkan persamaan 2.7.

2.3 Persyaratan Bahan Untuk Struktur Baja Tahan Gempa

Untuk struktur baja tahan gempa, bahan yang digunakan harus mempunyai sifat yang daktail. Hal ini bertujuan agar terjadi penyerapan energi secara efektif. Maka persyaratan bahan baja yang direncanakan sebagai komponen struktur pemikul beban gempa harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Perbandingan tegangan lelah terhadap tegangan putus tariknya adalah kurang dari 0,85. b. Hubungan regangan dan tegangan harus memperhatikan daerah plateau yang cukup panjang. c. Pengujian uniaksial tarik pada spesimen baja memperhatikan perpanjangan maksimum tidak kurang dari 20 untuk daerah pengukuran sepanjang 50 mm. d. Mempunyai sifat relatif mudah dilas. Selain itu, tegangan leleh minimum dari bahan baja untuk komponen struktur dengan perilaku inelastis diharapkan akan terjadi berkenaan dengan kombinasi pembebanan tidak boleh melebihi 350 Mpa, kecuali bila dapat ditunjukkan secara eksperimen atau secara rasional bahwa bahan baja yang Universitas Sumatera Utara digunakan sesuai untuk tujuan tersebut. Persyaratan ini tidak berlaku bagi kolom yang diharapkan perilaku inelastisnya hanya akan terjadi pada dasar kolom yang mengalami leleh pada tingkat paling bawah.

2.4 Konfigurasi struktur