Pemerolehan Kosakata Bahasa Karo Anak Usia 3-4 Tahun di Desa Gunung Merlawan

(1)

PEMEROLEHAN KOSAKATA BAHASA KARO

ANAK USIA 3-4 TAHUN DI DESA GUNUNG

MERLAWAN

Skripsi Oleh

NOVITA SARI BR.PERANGIN ANGIN NIM 080701031

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacuh dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar yang saya peroleh.

Medan, Oktober 2013

Hormat saya


(4)

(5)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN

ABSTRAK Halaman

DAFTAR ISI ... i

PRAKATA ……….. iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah ... 1

1.1.1 Latar Belakang ... 1

1.1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.2 Batasan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.2 Manfaat Penelitian………. 6

1.3.2.1 Manfaat Teoretis ... 6

1.3.2.2 Manfaat Praktis ... 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 8 2.1 Konsep ... 8

2.1.1 Pemerolehan Bahasa Kosakata bahasa Karo ... 9

2.1.2 Anak Usia 3-4 Tahun ... 9

2.1.3 Desa Gunung Merlawan ... 9

2.2 Landasan Teori ... 10

2.2.1 Pemerolehan Bahasa Anak ... 10

2.3 Tinjauan Pustaka ... 12

BAB III METODE PENELITIAN ... 15


(6)

3.2 Sumber data ... 15

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 16

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 16

BAB IV PEMBAHASAN ... 21

4.1 Pemerolehan Kosakata Bahasa Karo Anak Usia 3-4 Tahun .... 21

4.1.1 Pemerolehan Verba Bahasa Karo Pada Anak Usia 3-4 Tahun ... 30

4.1.2 Pemerolehan Nomina Bahasa Karo Pada Anak Usia 3-4 Tahun ... 27

4.1.3 PemerolehanAdjektiva Bahasa Karo Pada Anak Usia 3-4 Tahun ... 40

4.2 Frekuensi Penggunaan Tiap Jenis Kata ... 44

4.2.1 Frekuensi Penggunaan Verba ... 44

4.2.2 Frekuensi Penggunaan Nomina ... 44

4.2.3 Frekuensi Penggunaan Adjektiva ... 44

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Simpulan ... 47

5.2 Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA


(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNYA yang begitu besar sehinggga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dari tahap awal sampai akhir sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU. Adapun judul skripsi ini adalah Pemerolehan Kosakata Bahasa Karo Anak Usia 3-4 Tahun di Desa Gunung Merlawan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan baik berupa dukungan, perhatian, bimbingan, nasihat, dan juga doa. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah menyediakan berbagai fasilitas belajar selama penulis mengikuti perkuliahan serta kepada Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si, sebagai Ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU dan juga sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP, sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU.


(8)

bersyukur dan berterima kasih kepada Ibu tanpa bantuan dan bimbingan Ibu, penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini..

5. Bapak Drs.Amhar Kudadiri,M.Hum, sebagai dosen pembimbing II yang telah sabar membimbing penulis, banyak memberi dukungan dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak dan ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah banyak memberikan bekal dan pengetahuan baik dalam bidang linguistik, serta bidang-bidang umum lainnya, memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada saudara Tika, yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU.

7. Teristimewa kepada orang tua saya, J.Perangin Angin dan N.Br.Kaban yang selalu mendoakan dan menasihati saya. Terimakasih buat kesabarannya dalam mendidik saya selama ini. Terima kasih juga buat adik-adik saya Edward Fernando, Ariwanda, dan Sabrina buat doa dan semangat yang diberikan.

8. Kepada Komponen pelayanan UKM KMK USU, UP FIB untuk doa dan dukungannya yang tiada henti.

9. Kakak dan abang 2005-2007 yang sudah memberi motivasi bagi penulis dan adik-adik stambuk yang selalu memberi dukungan.

10.Teman-teman seperjuangan stambuk 2008 terima kasih sudah memberikan dukungan dan semangat. Penulis menyayangi kalian.

11.Kepada Kepala Desa Gunung Merlawan, S.Perangin Angin yang telah memberi izin meneliti dan memberi banyak bantuan kepada penulis selama meneliti dan kepada adik-adik yang menjadi subjek penelitian, tanpa kalian skripsi ini tidak akan berarti apa-apa.


(9)

menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai pemerolehan kalimat imperatif bahasa Indonesia pada anak usia taman kanak-kanak.

Medan, Oktober 2013

Novita Sari Br.P NIM: 080701031


(10)

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa digunakan manusia untuk mengungkapkan ide, gagasan, dan maksud yang tersimpan di dalam pikirannya kepada orang lain. Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama (Dardjowidjojo, 2003: 16). Bahasa merupakan unsur yang paling penting sebagai penentu berhasilnya komunikasi. Bahasa sebagai sarana yang vital dan utama dalam hidup, karena manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Bahasa dikenalkan pada anak sejak dini bertujuan agar mereka mampu berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kridalaksana (2008:24) bahwa bahasa itu sendiri berarti sistem lambang bunyi, tutur yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain. Manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari komunikasi dengan lingkungannya. Peristiwa komunikasi bahasa dapat menampilkan fungsi yang bervariasi, secara umum bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan emosi, menginformasikan suatu fakta,dan mempengaruhi orang lain.

Studi tentang bahasa sudah banyak diteliti, diantaranya adalah psikolinguistik. Menurut Clark dan Clarck (1977) dalam (Dardjowidjojo 2005:7)


(12)

psikologi bahasa berkaitan dengan tiga hal utama :komprehensi ,produksi, dan pemerolehan bahasa. Pada dasarnya bahasa itu sudah dimiliki manusia sejak lahir, walaupun dalam bentuk ocehan. Ocehan tersebut kemudian berkembang menjadi kata demi kata sampai pada pengucapan kalimat. diperoleh anak (Dardjowidjojo, 2003:241). Bahasa inilah yang awalnya dikenal dan dipergunakan anak dalam kehidupannya sehari-hari sebagai alat komunikasi. Proses penguasaan bahasa yang dilakukan anak secara natural pada waktu anak belajar bahasa ibunya (native language) disebut pemerolehan bahasa (Dardjowidjojo, 2005:225). Selanjutnya, Chaer (2003:167) mengatakan pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam diri kanak-kanak ketika anak memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa pertama itu terjadi apabila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa, yaitu bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa adalah suatu proses perkembangan dan penguasaan bahasa ibu (native language) yang dilakukan anak secara alami.

Menurut Chaer (2003: 167), ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara alami. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses performansi. Kompetensi tidak diperoleh secara berasingan, melainkan diperoleh secara bersamaan sesuai dengan perkembangan usia anak.

Selanjutnya menurut Chaer (2003: 167), proses performansi sendiri memiliki dua tahap, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses


(13)

menghasilkan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian mengamati atau kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat itu sendiri. Kedua proses ini selanjutnya menjadi kompetensi linguistik kanak-kanak.

Anak-anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena anak belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, anak hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Bila kita mengamati perkembangan kemampuan berbahasa anak, kita akan terkesan dengan pemerolehan bahasa anak yang berjenjang dan teratur. Pada usia satu tahun anak mulai mengucapkan kata-kata pertamanya yang terdiri dari satu kata yang kadang-kadang tidak jelas tetapi sesungguhnya bermakna banyak. Contoh anak mengucapkan kata “Makan”, maknanya mungkin ingin makan, lapar dan sebagainya. Pada perkembangan berikutnya mungkin anak sudah dapat mengucapkan dua kata, contoh, “Mama masak”, yang maknanya dapat berarti ibu masak, ibu telah masak, atau ibu akan masak sesuatu. Demikian seterusnya hingga umur enam tahun anak telah siap menggunakan bahasanya untuk belajar di sekolah dasar, sekaligus dengan bentuk-bentuk tulisannya contohnya “Tadi kami teleponan sama Ramli”. Uraian di atas adalah contoh singkat bagaimana seorang anak menguasai bahasa hingga enam tahun.

Pada usia lima tahun, anak-anak senang menggunakan bahasa untuk meragakan permainan dan cerita. Anak-anak mampu mengikuti sebuah


(14)

percakapan, menggambarkan peristiwa dan pengalaman, menanyakan arti sebuah kata serta mengutarakan lelucon. Lewat cara ini mereka menunjukkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi lengkap dengan nada dan tinggi rendah suaranya (Cooper dan Halsey, 2008:87).

Pada usia 3-4 tahun, seorang anak memasuki tahap pengembangan tata bahasa (tahap linguistik III) . Kalimat-kalimat yang dihasilkan anak-anak pada peringkat ini sudah termasuk rumit dan anak-anak ini telah dapat digolongkan sebagai ‘pandai cakap’ (Simanjuntak, 2009: 122). Contoh: Ibu mau makan.

Menurut Kridalaksana (2008:141), leksikal adalah bersangkutan dengan kata. Dardjowidjojo (2005:259) mengatakan bahwa kata dibagi menjadi dua bagian, yakni kata utama dan fungsi. Kata utama, yaitu nomina, verba, dan adjektiva sedangkan kata fungsi seperti dari dan ke. Anak-anak lebih dahulu menguasai kata utama yang sering diucapkan. Anak usia 3-4 tahun sudah mulai menggunakan kata-kata yang lengkap dan sudah bisa dipahami, anak usia 3-4 tahun ini sudah mulai bisa diajak berkomunikasi. Peneliti memilih desa Gunung Merlawan sebagai lokasi penelitian dikarenakan di lokasi ini belum pernah diadakan penelitian. Selain itu Desa Gunung Merlawan juga menyediakan sumber data yang dibutuhkan peneliti sehingga dapat membantu peneliti untuk mendapatkan sumber data yang terarah dan efisien. Desa Gunung Merlawan merupakan desa yang berpenduduk kurang dari 500 jiwa. Anak-anak di desa ini memakai bahasa Karo sebagai bahasa sehari-hari. Di Desa Gunung Merlawan belum ada sekolah, sehingga anak-anak bersekolah di desa sebelah. Sebagai pengguna bahasa Karo, peneliti tertarik meneliti kosakata bahasa Karo. Hal inilah


(15)

yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai pemerolehan kosakata bahasa Indonesia pada anak usia 3-4 tahun di Desa Gunung Merlawan, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Sejauh mana pemerolehan kosakata bahasa Karo pada anak usia 3-4 tahun? 2. Kosakata bahasa Karo apa yang paling banyak yang diperoleh anak usia 3-4 tahun?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah merupakan uraian terhadap masalah yang akan diteliti, sehingga penelitian yang akan dilakukan dapat efektif dan efesien. Melihat banyaknya jenis kosakata dalam bahasa, penelitian ini hanya membahas tentang pemerolehan kosakata, yaitu jenis kata nomina,verba dan adjektiva. yang digunakan anak-anak usia 3-4 tahun bagi penutur bahasa Karo, di Desa Gunung Merlawan, Kecamatan Tigannderket Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Anak usia 3-4 tahun ini sehat jasmani dan rohani serta menggunakan bahasa Batak Karo di rumah sebagai bahasa pertama (bahasa ibu).


(16)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Pada dasarnya setiap penelitian itu mempunyai tujuan tertentu yang memberikan arah dan pelaksanaan tersebut. Hal ini dilakukan supaya tujuan dapat tercapai dengan baik. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan pemerolehan kosakata bahasa Karo pada anak usia 3-4 tahun.

2. Mendeskripsikan kosakata bahasa Karo yang paling banyak dikuasai anak usia 3-4 tahun.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut: 1.4.2.1 Manfaat Teoretis:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pemerolehan dan urutan kosakata dalam bahasa Karo pada anak usia 3-4 tahun.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca dalam memahami penelitian. 3. Menambah sumber referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan pemerolehan bahasa pada anak-anak.

1.4.2.2 Manfaat Praktis:

1. Penelitian ini dapat dijadikan sumber acuan bagi peneliti selanjutnya tentang pemerolehan bahasa-bahasa daerah.


(17)

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan masukan bagi orang tua yang memiliki anak usia 3-4 tahun di desa Gunung Merlawan, Kecamatan Tiganderket,Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru tentang pemerolehan bahasa anak usia 3-4 tahun di luar Departemen Sastra Indonesia, khususnya wilayah Medan.


(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007:588) konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Konsep dalam penelitian ini adalah pemerolehan bahasa.

2.1.1 Pemerolehan Bahasa Kosakata Karo

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika anak memperoleh bahasa pertama bahasa ibunya. Pemerolehan biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa adalah proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak mempelajari bahasa kedua, setelah anak memperoleh bahasa pertamanya. Jadi pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).

Ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performasi. Kedua proses ini merupakan dua proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses performasi yang terdiri dari dua buah proses, yakni proses pemahaman dan proses penerbitan


(19)

atau proses menghasilkan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian mengamati atau kemampuan memeroleh kalimat-kalimat yang didengar. Sedangkan penerbitan melibatkan kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat sendiri. Kedua proses kompetensi ini apabila telah dikuasai anak-anak akan menjadi kemampuan linguistik anak-anak itu sendiri (Chaer, 2003:167). Macam leksikal atau kata yang dikuasai anak dapat dipengaruhi oleh masukan yang anak terima (Dardjowidjojo, 2000:263). Apabila anak mendapatkan masukan dari luar tentang ikan, maka leksikal atau kata yang anak dapatkan tentang ikan. Pada bahasa Karo, misalnya kata yang didapatkan anak dari luar adalah nurung atau ikan maka kata yang anak dapatkan tentang nurung atau ikan.

2.1.2 Anak Usia 3-4 Tahun

Pada usia 3-4 tahun, seorang anak memasuki tahap pengembangan tata bahasa (tahap linguistik III) . Kalimat-kalimat yang dihasilkan anak-anak pada peringkat ini sudah termasuk rumit dan anak-anak ini telah dapat digolongkan sebagai ‘pandai cakap’ (Simanjuntak, 2009: 122).

2.1.3 Desa Gunung Merlawan

Desa adalah kesatuan wilayah yg dihuni oleh sejumlah keluarga yg mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa); kelompok rumah di luar kota yg merupakan kesatuan: di -- itu belum ada listrik;


(20)

udik atau dusun (dl arti daerah pedalaman sbg lawan kota): ia hidup tenteram di -- terpencil di kaki gunung (KBBI,2008:125). Penduduk menggunakan bahasa Karo sebagai bahasa pengantar dalam berkomunikasi. Asal mula nama desa Gunung Merlawan menurut kepala desa S. Perangin Angin adalah Gunung berasal dari kata gunung, karena letak desa dekat dengan Gunung Sinabung, Merlawan berasal dari kata melawan, dahulu nenek moyang penduduk setempat melawan penjajah di daerah tersebut. jadi desa Gunung Merlawan merupakan desa yang awal keberadaannya adalah daerah di dekat lereng gunung yang dahulunya adalah tempat melawan penjajah.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pemerolehan Bahasa Anak

Pemerolehan bahasa atau akuisisi adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika anak memeroleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Dardjowidjojo (2000) tentang penelitian longitudinalnya yang menggunakan waktu lima tahun terhadap cucunya Echa mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa itu terdiri atas pemerolehan fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikon, dan pragmatik. Pemerolehan bahasa juga mengatakan bahwa pemerolehan bahasa tidak dapat terjadi hanya karena adanya bekal kodrati (innate properties) belaka. Pemerolehan bahasa juga tidak mungkin terjadi hanya karena adanya faktor lingkungan saja, kedua-duanya diperlukan sebagai proses penguasaan bahasa.


(21)

Penelitian ini juga didukung dari beberapa teori. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia mempelajari bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. (Chaer 2002:167). Setiap anak yang normal akan belajar bahasa pertama (bahasa ibu) dalam tahun-tahun pertamanya dan proses itu terjadi hingga umur lima tahun (Nababan, 1992:72).

Menurut Tarigan (1987: 83), dalam proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling sedikit memperoleh satu bahasa alamiah. Dengan kata lain, setiap anak yang normal atau mengalami pertumbuhan yang wajar, memperoleh sesuatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupannya, kecuali ada gangguan psikologis seperti tuli atau pun alasan-alasan sosial, tetapi biasanya anak telah dapat berkomunikasi secara bebas pada saat dia mulai masuk sekolah.

Slobin (dalam Nababan, 1992:101) mengatakan bahwa seorang anak lahir dengan seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan Chomsky sebagai LAD (Language Acquisition Device). Prosedur-prosedur dan kaidah-kaidah bahasa yang dibawa lahir itulah yang memungkinkan seorang anak mengolah data linguistik. Language Acquisition Device (LAD) atau perangkat pemerolehan bahasa merupakan sebuah alat nurani (bawaan) yang sudah tersedia dibawa lahir untuk memeroleh bahasa ibunya (Simanjuntak, 2009:108). Menurut Sudjana (2002: 50) frekuensi dengan banyak data yang terdapat dalam tiap kelas,


(22)

jadi dalam bentuk absolut. Metode ini dipergunakan untuk menghitung frekuensi penggunaan tiap jenis kata bahasa Karo yang diperoleh dari anak usia 3-4 tahun di desa Gunung Merlawan . Jika frekuensi dinyatakan dalam persen maka diperoleh daftar distribusi frekuensi relatif.

Jadi, menggunakan rumus sebagai berikut:

% data

x 100%

2.2 Tinjauan Pustaka

Alwi (2005: 1198) mengatakan bahwa tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, spendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari), sedangkan pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (Alwi, 2005: 912

Penelitian tentang pemerolehan bahasa sudah pernah diteliti sebelumnya, seperti Kiparsky, 1968 (dalam Tarigan, 1987) mengatakan bahwa, pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai anak dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa yang bersangkutan.

Dardjowidjojo (2000) tentang penelitian longitudinalnya yang menggunakan waktu lima tahun terhadap cucunya Echa mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa itu terdiri atas pemerolehan fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikon, dan pragmatik. Pemerolehan bahasa juga mengatakan bahwa


(23)

properties) belaka. Pemerolehan bahasa juga tidak mungkin terjadi hanya karena adanya faktor lingkungan saja, kedua-duanya diperlukan sebagai proses penguasaan bahasa.

Dalam skripsinya Novelina Lumbanraja (2011), Pemerolehan Leksikal Nomina Bahasa Angkola Anak Usia 3-4 Tahun, Dari data yang diperoleh, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemerolehan leksikal nomina bahasa Angkola pada anak usia 3-4 tahun itu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Masukan yang diterima anak dari lingkungan sekitarnya mempengaruhi jumlah kosa kata yang dapat dikuasai anak-anak usia 3-4 tahun tersebut. Urutan pemerolehan leksikal nomina bahasa Angkola pada anak usia 3-4 tahun adalah nomina orang , nomina makanan , nomina hewan ,nomina buah-buahan , nomina alat dapur , nomina sayur-sayuran , nomina elektronik , nomina minuman.

Susanti (2005) dalam skripsinya yang berjudul Pemerolehan Bahasa Jawa Anak Usia 3-4 Tahun, membahas tahap-tahap pemerolehan Bahasa yang terdiri dari tahap perkembangan tata bahasa dan tahap tata bahasa menjelang dewasa. Susanti juga membahas kalimat sederhana yang dihasilkan oleh anak usia 3-5 tahun dalam bahasa Jawa.

Ahmad Fauzi (2000) dalam skripsinya yang berjudul Pemerolehan Bahasa Anak-Anak Usia 0-5 Tahun: Analisis Psikolinguistik, membahas tentang tahap-tahap pemerolehan bahasa yang terdiri atas tahap-tahap perkembangan prasekolah dan tahap perkembangan kombinator. Tahap perkembangan prasekolah meliputi tahap


(24)

meraba, tahap holofrastik, tahap kalimat dua kata, tahap perkembangan tata bahasa dan tahap kombinasi penuh. Fauzi juga membahas perkembangan bahasa dan perkembangan kognitif.

Hurty Marpaung (2006) dalam skripsinya yang berjudul Pemerolahan Bahasa Batak Toba Anak Usia 1-5 Tahun, menyimpulkan bahwa tahap-tahap perkembangan pemerolehan bahasa anak, adalah tahap holofrastik (tahap linguistik pertama), tahap ucapan-ucapan dua kata, tahap perkembangan tata bahasa, tahap tata bahasa menjelang dewasa dalam bahasa Batak Toba.


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat (Alwi, dkk 2003:680). Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah, di desa Gunung Merlawan, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau langsung (Alwi, 2005: 1267). Penulis melakukan penelitian terhadap objek mulai dari tanggal 15 Februari 2013 sampai tanggal 15 Maret 2013.

3.2 Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data itu diperoleh (KBBI, 2003: 994). Sumber data dalam penelitian in ialah anak-anak yang berada di Desa Gunung Merlawan, Kecamatan Tigannderket,Kabupaten Karo, Sumatera Utara yang berusia tiga sampai empat tahun. Penulis mengambil sepuluh orang anak untuk dijadikan narasumber, tujuh orang berjenis kelamin perempuan dan tiga


(26)

orang berjenis kelamin laki-laki. Setiap yang diteliti harus memenuhi kriteria-kriteria di antaranya, berusia 3-4 tahun, merupakan penduduk setempat, sehat jasmani dan rohani, beserta bahasa pertamanya adalah bahasa Karo.

3.3 Metode dan Teknik

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam memecahkan masalah penelitian (Nawawi, 1991:66), sedangkan teknik adalah cara melaksanakan. Menurut Sudaryanto (1993: 137), metode adalah cara yang dilaksanakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak. Disebut “metode simak” atau “penyimakan” karena memang berupa penyimakan: dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Metode dilakukan dengan menyimak tuturan yang akan disampaikan oleh anak usia 3-4 tahun di desa Gunung Merlawan, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo.

Adapun teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sadap. Pada praktiknya, penyimakan atau metode simak itu diwujudkan dengan penyadapan, maksudnya menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang (Sudaryanto, 1993: 133).

Metode simak memiliki teknik lanjutan yaitu teknik simak libat cakap (Sudaryanto, 1993: 134). Peneliti terlibat langsung dalam dialog, konversasi, imbal wicara atau ikut serta dalam proses pembicaraan anak-anak yang saling berbicara.. Hal ini berarti bahwa yang diperhatikan oleh peneliti bukan isi


(27)

pembicaraan melainkan tuturan atau perkataan yang digunakan. Kemudian dilanjutkan dengan teknik catat sebagai teknik lanjutan akhir dari metode simak. Dalam hal ini penulis melakukan pencatatan terhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian. Teknik pencatatan dilakukan dengan mencatat kata-kata yang diucapkan oleh para informan.

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, mulailah diadakan analisis terhadap data untuk menyelesaikan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan). Kemudian data dianalis dengan menggunakan metode agih. Metode agih merupakan metode alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Perwujudan metode ini dilakukan dengan menggunakan teknik baca markah (BM) sebagai teknik analisis data.

Teknik baca markah (BM) digunakan untuk melihat bentuk-bentuk kosakata bahasa Karo yang digunakan oleh anak usia 3-4 tahun di desa gunung merlawan sehingga kita dapat mengelompokkan sesuai dengan jenis katanya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudaryanto (1993: 95), bahwa pemarkah itu menunjukkan kejatian satuan lingual atau identintitas konstituen tertentu; dan kemampuan membaca peranan pemarkah itu (marker) berarti peneliti dapat melihat langsung pemarkah (dalam hal ini kata).

Contoh:

Rikke Br.Bangun. anak dari Bapak S.Bangun dan S.Br.Purba, keluarga ini memiliki tiga orang anak , dan Rikke anak ketiga, berjenis kelamin perempuan,


(28)

berumur empat tahun. Dalam berkomunikasi anak ini menggunakan bahasa Batak Karo.

(1) Bapak: ‘Buat rimo sindabuh ena’ (Ambil jeruk yang jatuh itu) Rikke: ‘la galang’

“Tidak besar” Peneliti : “Kam erkai?”

↓ ↓

“Kamu sedang apa?”

Rikke : “Man limo” (“man rimo”) ↓ ↓

Makan jeruk

Dari contoh di atas Rikke mampu mengucapkan beberapa jenis kata, khususnya kata benda (rimo) ,kerja (man) dan sifat (la galang), karena Rikke sering mendengar dan mengucapkan kata tersebut dalam interaksi.

Menurut Kridalaksana verba atau kata kerja adalah subkategori yang memiliki ciri dapat bergabung dengan partikel tidak atau bukan, tetapi tidak dapat bergabung dengan partikel di, ke, dari, sangat, lebih, atau agak. Dari data (1) kata kerja man atau makan adalah kata kerja, karena kata makan tidak dapat digabung dengan partikel ke + makan atau dalam bahasa Karo ku + man.

Kata benda atau nomina adalah nama dari semua benda yang dibendakan yang dapat bergabung dengan partikel yang + kata sifat. Dari data (1) kata rimo


(29)

atau jeruk adalah kata benda, jika digabungkan dengan partikel yang dan kata sifat maka terbentuk kalimat yang baik. Contoh:Rimo si galang (Jeruk yang besar). Kata sifat atau adjektiva adalah kata yang memberi keterangan khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Kata sifat atau keadaan dapat digabung dengan partikel paling, lebih, tidak, dan sekali. Dari data (1) maka kata la galang (tidak besar) merupakan kata sifat.

(2) Anisa : “Rumahku mejile’’

↓ ↓

Rumahku bagus/cantik Peneliti : “Owe?”

“ Iya”

Ana : : “La tuhu” ↓ ↓ “Tidak benar”

Dari contoh (2) di atas Anisa mampu mengucapkan beberapa jenis kata, yaitu benda (rumah) dan kata sifat (mejile). Kata rumah adalah kata benda dapat digabung dengan kata bukan. Kata mejile atau cantik merupakan kata sifat karena dapat digabung dengan partikel sangat, sangat cantik dalam bahasa Karo mejile kel.

Selain itu, penulis juga menggunakan metode kuantitatif sebagai metode pendukung. Menurut Muslich (1993: 4) metode kuantitatif merupakan model


(30)

keputusan yang mempergunakan angka. Pemecahan dengan model kuantitatif akan menghasilkan nilai atau angka untuk variable-variabel keputusan ini. Dengan kata lain, penggunaan model kuantitatif dalam memecahkan masalah, keputusan-keputusan yang dihasilkan adalah angka.

Menurut Sudjana (2002: 50) frekuensi dengan banyak data yang terdapat dalam tiap kelas, jadi dalam bentuk absolut. Metode ini dipergunakan untuk menghitung frekuensi penggunaan tiap jenis kata bahasa Karo yang diperoleh dari anak usia 3-4 tahun di desa Gunung Merlawan . Jika frekuensi dinyatakan dalam persen maka diperoleh daftar distribusi frekuensi relatif.

Jadi, menggunakan rumus sebagai berikut:

% data x 100%

Misalnya:

Jumlah data yang ditemukan untuk jenis kata verba bahasa Karo = 10 Jumlah keseluruhan data = 30

Jadi x 100% = 33,33% dibulatkan menjadi 33%


(31)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Pemerolehan Kosakata Bahasa Karo Anak Usia 3-4 Tahun

Dalam proses perkembangan, semua anak yang normal pasti akan memperoleh suatu bahasa yang ilimiah. Dengan kata lain, setiap anak yang normal atau pertumbuhannya wajar, memperoleh suatu bahasa yaitu, “bahasa pertama” atau “bahasa ibu” dalam tahun-tahun pertama kehidupannya di dunia. Bahasa ibu atau native language adalah bahasa pertama yang dikuasai atau diperoleh anak (Dardjowidjojo, 2003:241). Bahasa inilah yang awalnya dikenal dan dipergunakan anak dalam kehidupannya sehari-hari sebagai alat komunikasi.

Proses penguasaan bahasa yang dilakukan anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language) disebut pemerolehan bahasa (Dardjowidjojo, 2003:225). Selanjutnya, Chaer (2003:167) mengatakan pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa pertama itu terjadi apabila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa, yaitu bahasa ibunya. Jadi, pemerolehan bahasa adalah suatu proses perkembangan dan penguasaan bahasa ibu (native language) yang dilakukan anak secara alami.

Bahasa Karo sebagai bahasa pertama yang dapat dipergunakan anak-anak sebagai media untuk memperoleh pembelajaran nilai-nilai dalam bersosialisasi. Setiap


(32)

mampu berbicara secara langsung. Dengan kemampuan yang dibawanya sejak lahir itu seoarang anak secara alamiah memperoleh prinsip-prinsip bahasa dari masyrakat bahasa sekelilingnya.

4.1.1 Pemerolehan Verba Bahasa Karo Pada Anak Usia 3-4 Tahun

Menurut Kridalaksana verba atau kata kerja adalah subkategori yang memiliki ciri dapat bergabung dengan partikel tidak atau bukan, tetapi tidak dapat bergabung dengan partikel di, ke, dari, sangat, lebih, atau agak.

Peneliti : “ Erkai kita gundari?”

↓ ↓ ↓

“Melakukan apa kita sekarang?”

(3) Rikke : “Kundul”

“Duduk”

Dari data percakapan (3) di atas kata kundul ‘duduk’ merupakan kata kerja, karena dapat bergabung dengan kata la ‘tidak’, la = tidak duduk

(4) Annisa : “ Aku cindel” (“Aku cinder”) ↓ ↓


(33)

Dari data percakapan (4) di atas cinder merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak , dan tidak dapat bergabung dengan kata sangat atau lebih.

(5) Rido : “Nin ia” ↓ ↓ “ Melihat dia”

Dari data percakapan (5) di atas nin atau melihat merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak dan tidak dapat bergabung dengan kata ke dan dari.

Peneliti : “Ja karo Teger? ↓ ↓ ↓ Dimana nenek Teger? (6) Teger : “ Man Karo”

↓ ↓

“makan nenek” (nenek makan)

Dari data percakapan (6) di atas kata man atau makan merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

Peneliti : “Ku ja kam, To? ↓ ↓ ↓

Kemana kamu, To? (7) Anto : “Mulih aku” ↓ ↓


(34)

“Pulang aku” (Aku Pulang)

Dari data percakapan (7) di atas kata mulih atau pulang merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(8) Dara : “Ita kundul saja ya ka, ula ikuti Anto” ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ “Kita duduk saja ya kak, jangan ikut Anto”

Dari data percakapan (8) di atas kata kundul atau duduk merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(9) Ani : “lende” (rende) ↓

“bernyanyi

Dari data percakapan (9) di atas kata rende atau bernyanyi merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

Peneliti : “Kai tendu Kira?” ↓ ↓ ↓

“Apa keinginanmu Kira?” (10) Kira : “Inem Ka” (Minem Kak)

↓ ↓ Minum Kak.

Dari data percakapan (10) di atas kata man atau makan merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.


(35)

↓ ↓ ↓ ↓ ↓ “Sedang apa ibu/bapak di rumah?”

(11) Tina : “ Dakan” (Erdakan) ↓

“Masak”

Dari data percakapan (11) di atas kata erdakan atau masak merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(12) Sari : “Mamakku Mbah Adek” ↓ ↓ ↓ “ ibu menggendong adik”

Dari data percakapan (12) di atas kata mbah atau menggendong adik merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(13) Sila : “Medem” ↓ “Tidur”

Dari data percakapan (13) di atas kata medem atau tidur merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.


(36)

(14) Rike : “Mutik belo” ↓ ↓ “Memetik sirih”

Dari data percakapan (14) di atas kata mutik atau memetik merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(15) Rido : “Napu ” ↓

“Menyapu”

Dari data percakapan (15) di atas kata napu atau menyapu merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(16) Ani : “Lidi” (Ridi) ↓

“Mandi”

Dari data percakapan (16) di atas kata ridi atu mandi merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(17) Kira : “Nutu gadong” ↓ ↓


(37)

“ Menumbuk ubi”

Dari data percakapan (17) di atas kata nutu atau menumbuk merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(18) Ani : “Nakul” (Nangkul) ↓

“Mencangkul”

Dari data percakapan (18) di atas kata nangkul atau mencangkul merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

Peneliti : “Kai dahin Bapa ku juma?” ↓ ↓ ↓ ↓ ↓

“Apa kerja Bapak ke ladang?” (Apa yang dikerjakan bapak ke ladang?) (19) Anto: “Muat tomat”

↓ ↓ “Mengambil tomat”

Dari data percakapan (19) di atas kata muat atau mengambil merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(20) Teger : “Dahin” (Erdahin) ↓


(38)

Dari data percakapan (20) di atas kata erdahin atau kerja merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak.

(21) Annisa : “nutung, nutung” ↓ ↓

“membakar, bakar”

Dari data percakapan (21) di atas kata tutung atau membakar merupakan kata kerja karena dapat bergabung dengan kata la atau tidak., contoh : tidak + membakar

4.1.2 Pemerolehan Nomina Bahasa Karo Pada Anak Usia 3-4 Tahun

Menurut Kridalaksana, kata benda atau nomina adalah nama dari semua benda yang dibendakan yang dapat bergabung dengan partikel yang + kata sifat.

Peneliti : “Rike, Kira kuja kita dung man?

↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓

Rike, Kira keman kita selesai makan?

Dari data :

(22) Rike : “Mutik belo” ↓ ↓ “Memetik sirih”


(39)

Dari data percakapan (22) di atas kata belo atau sirih dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga sirih merupakan kata benda contoh :sirih + yang + tua.

(23) Kira : “Nutu gadong” ↓ ↓ “ Menumbuk ubi”

Dari data percakapan (23) di atas kata gadong atau ubi dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga gadong atau ubi merupakan kata benda, contoh: ubi + yang + besar.

Peneliti : “Erkai kam ku juma?”

(24) Anto: “Muat tomat”

↓ ↓ “Mengambil tomat”

Dari data percakapan (24) di atas kata tomat dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga tomat merupakan kata benda contoh: tomat+ yang + besar.

Peneliti : “Kai saja lit i juma ndu?”

(25) Rike : “ Lit lembu”

↓ ↓


(40)

Dari data percakapan (25) di atas kata lembu dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga lembu merupakan kata benda contoh: lembu+ yang + besar

(26) Annisa: “ Aku lit manok”

↓ ↓ ↓

“aku ada ayam”

Dari data percakapan (26) di atas kata manok atau ayam dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga manok dan ayam merupakan kata benda contoh: ayam + yang + besar’

(27) Rido :” Aku melala Jongku”

↓ ↓

“ Aku banyak jagungku”

Dari data percakapan (27) di atas kata jong atau jagung dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga jong atu jagung merupakan kata benda, contoh: jagung+ yang + besar

(28) Teger : “Cina ka”


(41)

Dari data percakapan (28) di atas kata cina ‘cabai’ dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga cina atau cabai merupakan kata benda, contoh: cabai + yang + pedas.

(29) Anto: “Sapoku lit” ↓ ↓ “ gubukku ada”

Dari data percakapan (29) di atas kata sapo atau gubuk dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga sapo atau gubuk merupakan kata benda, contoh: gubuk+ yang + besar

(30) Dara: La lit lembuku, nalina saja”

↓ ↓ ↓ ↓ ↓

“ tidak punya lembu aku, Cuma talinya saja”

Dari data percakapan (30) di atas kata nali atau tali dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga tali merupakan kata benda, contoh: tali+ yang + panjang

(31) Ani : “Lit galohku go nasak” (lit galoh ku go tasak)

↓ ↓ ↓ ↓


(42)

Dari data percakapan (31) di atas kata galoh atau pisang dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga pisang merupakan kata benda , contoh: pisang + yang + besar.

(32) Kira : “Aku lit nulung jumaku” “(aku lit nurung jumaku)

↓ ↓ ↓ ↓

“Aku ada ikan diladangku

Dari data percakapan (32) di atas kata nurung atau ikan dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga nurung atau ikan merupakan kata benda, contoh: ikan+ yang + besar.

(33) Tina : “lala, lit cina, lembu, peltikku pe lit (melala,lit cina, lembu, pertik ku pe lit)

↓ ↓ ↓ ↓ ↓

“Banyak, ada cabai, lembu, pepayaku pun ada”

Dari data percakapan (34) di atas kata pertik atau pepaya dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga pertik atau pepaya merupakan kata benda, contoh: pepaya+ yang + besar.

(35) Sari : “Limo, bulung gadong” (rimo, bulung gadong)

↓ ↓


(43)

Dari data percakapan (35) di atas kata bulung gadong atau daun ubi dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga daun ubi merupakan kata benda contoh: daun ubi+ yang + lebar

(36) Sila : “Jambe”

“labu”

Dari data percakapan (36) di atas kata jambe atau labu dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga jambe atau labu merupakan kata benda contoh: tomat+ yang + besar.

Peneliti : “Adi ku tiga nukur kai Kam?”

↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓

“Kalau ke pasar membeli apa kamu?”

(37) Sila : “Baju”

Baju


(44)

(38) Tina : “Cimpa”

Kue

Dari data percakapan (38) di atas kata cimpa atau kue dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga cimpa atau kue merupakan kata benda contoh: kue+ yang + enak.

Peneliti : “ I rumahndu kai saja lit, kai si mbue?”

(39) Teger : “ lanting” (ranting)

“Kayu bakar”

Dari data percakapan (39) di atas kata ranting atau kayu bakar dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga kayu bakar merupakan kata benda contoh: kayu bakar+ yang + besar

(40) Ani : “ Mbue amakku”


(45)

“ Banyak tikarku”

Dari data percakapan (40) di atas kata amak atau tikar dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga amak atau tikar merupakan kata benda contoh: tikar+ yang + lebar

(41) Sari : “Mamakku melala kampohna” ↓ ↓ ↓

“ Ibuku banyak sarungnya”

Dari data percakapan (41) di atas kata kampoh atau sarung dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi kampoh atau sarung merupakan kata benda contoh: sarung+ yang + bagus

(42 ) Kira : “Jong”

“Jagung”

Dari data percakapan (42) di atas kata jong atau jagung dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi jong atau jagung merupakan kata benda contoh: jagung+ yang + besar

Peneliti : “Kari berngi kai panndu?” ↓ ↓ ↓ ↓


(46)

“nanti malam apa yang kamu makan”?

(43) Rike : “ nurung mas”

“ikan mas”

Dari data percakapan (43) di atas kata nurung mas atau ikan mas dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga ikan mas merupakan kata benda, contoh: ikan mas+ yang + besar.

Peneliti : “Kai si tanggerken nande ah, Nisa, Rido?”

↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓

Apa yang dimasak ibu itu, Nisa, Rido?”

(44) Annisa : “Nakan ka”

↓ ↓

“Nasi Kak”

Dari data percakapan (44) di atas kata nakan atau nasi dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga nasi merupakan kata benda contoh: nasi+ yang + hangat

(45) Rido : “Naroh manok”

↓ ↓


(47)

Dari data percakapan (45) di atas kata naroh atau telur dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga telur merupakan kata benda contoh: telur+ yang + enak.

Peneliti : “Kai simerhatna kam gulen Ra?”

↓ ↓ ↓ ↓ ↓

“Apa yang paling ingin kamu sayur Ra?”

(Sayur apakah yang paling kamu ingin Ra?)

(46) Dara : “Talok” (tarok)

“ Tunas/daun labu”

Dari data percakapan (46) di atas kata tarok atau daun labu dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga daun labu merupakan kata benda contoh: tomat+ yang + muda.

Peneliti : “Si diher ndu ena kai?

“ Apa yang ada di dekatmu itu?”

(47) Anto : “Pulih” (purih)


(48)

“Sapu lidi”

Dari data percakapan (47) di atas kata purih atau sapu lidi dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi sapu lidi merupakan kata benda, contoh: sapu lidi+ yang + bagus.

(48) Kira : “ batu” ↓ “batu”

Dari data percakapan (48) di atas kata batu dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, sehingga batu jadi kata benda contoh: batu+ yang + besar

Peneliti : “Kai si ninndu e?”

“Apa yang kamu lihat?”

(49) Rike: “ Motol Mamaku lewat” (Motor mama ku lewat)

↓ ↓ ↓


(49)

Dari data percakapan (49) di atas kata motor atau mobildapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi mobil merupakan kata bend,a contoh: mobil+ yang + besar

(50) Annisa: “Perik Kak”

↓ ↓

“ Burung Kak ”

Dari data percakapan (50) di atas kata perik atau burung dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi perik atau burung merupakan kata benda, contoh: burung+ yang + besar.

(51) Rido : “Perkis”

“Semut”

Dari data percakapan (51) di atas kata perkis atau semut dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi kata perkis atau semut merupakan kata benda, contoh: semut+ yang + besar.

Peneliti : “Engkai kam kiam?” ↓ ↓ ↓’ “Kenapa kamu lari? (52) Teger : “Mentas menci kari”


(50)

“ Tikus lewat nanti” (Tikus nanti lewat)

Dari data percakapan (52) di atas kata menci atau tikus dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadia menci atau tikus merupakan kata benda contoh: tikus+ yang + besar.

Peneliti : “ Kai si datas ah?” ↓ ↓ ↓ ↓ “Apa yang di atas itu?”

(53) Anto : “Bulan”

“Bulan”

Dari data percakapan (53) di atas kata bulan dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi bulant merupakan kata benda, contoh: bulan+ yang + besar.

Peneliti : “ Ku ja nande ah Ni?”

“Kemana ibu itu Ni?”

(54) Ani : “Ku lau”


(51)

Dari data percakapan (54) di atas kata lau atau air dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi kata air merupakan kata benda, contoh: air+ yang + deras.

Peneliti : “Kai si kabang ah?” ↓ ↓ ↓ ↓

“ Apa yang Terbang Itu?”

(55) Kira : “Ah kaba-kaba”

↓ ↓

“Itu kupu-kupu”

Dari data percakapan (55) di atas kaba-kaba atau kupu-kupu dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi kata kaba-kaba atau kupu-kupu merupakan kata benda, contoh: kupu-kupu+ yang +indah.

(56) Anto : “siri-siri ah, la kaba-kaba”

↓ ↓ ↓ ↓

“capung itu bukan kupu-kupu”

Dari data percakapan (56) di atas siri-siri atau capung dapat digabung dengan partikel yang+ kata sifat, jadi kata siri-siri atau capung merupakan kata benda, contoh: capung+ yang +indah.


(52)

4.1.3 Pemerolehan Adjektiva Bahasa Karo Pada Anak Usia 3-4 Tahun

Menurut Kridalaksana kata sifat atau adjektiva adalah kata yang memberi keterangan khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Kata sifat atau keadaan dapat digabung dengan partikel paling, lebih, tidak, dan sekali.

Peneliti : “ Uga akapndu Teger ah?”

“ Bagaimana anggapanmu tentang si Teger itu?”

(57) Dara : “Ia gutul”

↓ ↓

“Dia nakal”

Dari data percakapan (57) di atas kata gutul atau nakal dapat digabung dengan partikel paling, jadi gutul atau nakal merupakan kata sifat, contoh: paling + nakal.

(58) Tina : “ Mehuli” ↓ “baik”

Dari data percakapan (58) di atas kata mehuli atau baik dapat digabung dengan partikel paling, jadi mehuli atau baik merupakan kata sifat, contoh: paling + baik


(53)

Peneliti : “Merim lembu ah me?”

“ Lembu itu harum kan?”

( 59)Ani : “ Lang, mbau”

↓ ↓

Tidak , bau

Dari data percakapan (59) di atas kata mbau atau bau dapat digabung dengan partikel paling, jadi mbau atau bau merupakan kata sifat, contoh: paling + bau.

Peneliti : “Ah ise Sari?”

“Itu siapa Sari?”

(60) Sari : “ Mamakku si jile” (Mamakku si Mejile)

↓ ↓ ↓

Ibuku yang cantik.

Dari data percakapan (60) di atas kata mejile atau cantik dapat digabung dengan partikel paling, jadi mejile atau cantik merupakan kata sifat, contoh: paling +cantik.


(54)

(61) Annisa : “ Ci kitik jang mamak” (Si kitik jang mamak)

↓ ↓ ↓ ↓

“Yang kecil punya ibu”

Dari data percakapan (61) di atas kata mejile atau cantik dapat digabung dengan partikel paling, jadi mejile atau cantik merupakan kata sifat, contoh: paling +cantik.

Peneliti : “Kena kai kam Kira?”

↓ ↓ ↓

Kenapa kamu Kira?

(62) Kira : “Mesui” (sambil memegang kaki)

“Sakit”

Dari data percakapan (62) di atas kata mesui atau sakit dapat digabung

dengan partikel tidak, jadi mesui atau sakit merupakan kata sifat, contoh: tidak+sakit

(63) Rido : “Mejin” (Saat merajuk)


(55)

Peneliti : “Ise mejin?”

↓ ↓

“Siapa jelek?”

Rido : “La ise pe”

↓ ↓ ↓

“Tidak siapa pun

Dari data percakapan (63) di atas kata mejin atu jelek dapat digabung dengan partikel tidak, jadi mejin atau jelek merupakan kata sifat, contoh: tidak+ jelek

(64) Teger : “Aku go melim” (Aku go merim) ↓ ↓ ↓

“Aku sudah wangi”.

4.2 Frekuensi Penggunaan Tiap Jenis Kata

Menurut Sudjana (2002: 50) frekuensi dengan banyak data yang terdapat dalam tiap kelas, jadi dalam bentuk absolut. Penulis juga menggunakan metode kuantitatif sebagai metode pendukung. Menurut Muslich (1993: 4), metode kuantitatif merupakan model keputusan yang mempergunakan angka. Pemecahan dengan model kuantitatif akan menghasilkan nilai atau angka untuk


(56)

variable-variabel keputusan ini. Dengan kata lain, penggunaan model kuantitatif dalam memecahkan masalah, keputusan-keputusan yang dihasilkan adalah angka.

Metode ini dipergunakan untuk menghitung frekuensi penggunaan tiap jenis kosakata di Desa Gunung Merlawan. Jika frekuensi dinyatakan dalam persen maka diperoleh daftar distribusi frekuensi relatif

Jadi, menggunakan rumus sebagai berikut:

% data x 100%

4.2.1 Frekuensi Penggunaan Kata Verba

Jumlah data yang ditemukan untuk jenis kalimat imperatif taktransitif = 21 Jumlah keseluruhan data = 64

% data x 100% = 32, 81% dibulatkan menjadi 32,8%

Maka persentase frekuensi penggunaan kata kerja atau verba adalah 32,8%. 4.2.2 Frekuensi Penggunaan Nomina

Jumlah data yang ditemukan untuk jenis nomina atau kata benda = 36 Jumlah keseluruhan data = 64

% data x 100% = 56,2%

Maka persentase frekuensi penggunaan kalimat imperatif taktransitif adalah 56,2%.

4.2.3 Frekuensi Penggunaan Adjektiva

Jumlah data yang ditemukan untuk jenis kata sifat atau adjektiva= 7 Jumlah keseluruhan data = 64


(57)

Maka persentase frekuensi penggunaan adjektiva adalah 11%.

Persentase frekuensi penggunaan setiap jenis kosakata dapat dilihat pada tabel berikut:

No. Jenis Kosakata

Frekuensi Penggunaan Tiap Jenis Kosakata(%)

1. Kata kerja (Verba) 56,2%

2. Kata benda (Nomina) 32,8%


(58)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian tentang pemerolehan kosakata bahasa Karo pada anak 3-4 tahun , dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan jenis kosakata anak-anak di Desa Gunung Merlawan menguasai kosakata kata kerja, kata benda, kata sifat. Persentase frekuensi penggunaan setiap jenis kosakata bahasa Karo dalam tuturan anak usia 3-4 tahun di Desa Gunung Merlawan berbeda-beda. Frekuensi penggunaan kata kerja 56,2%, frekuensi penggunaan kata benda 32,8%, frekuensi penggunaan kata sifat 11%.

Dari hasil persentase frekuensi penggunaan setiap jenis kosakata bahasa Karo anak usia 3-4 tahun di Desa Gunung Merlawan dapat disimpulkan bahwa penggunaan kata benda atau nomina adalah penggunaan jenis kosakata terbanyak yaitu sebesar 56,2% dan penggunaan jenis kosakata terkecil adalah penggunaan kata sifat atau adjektiva yaitu sebesar 11%.

5.2 Saran

Penelitian ini berusaha menyajikan tentang pemerolehan kosakata bahasa Karo berdasarkan jenisnya yang dikuasai oleh anak usia 3-4 tahun di desa Gunung Merlawan. serta persentase frekuensi penggunaan setiap jenis kosakata anak usia 3-4 tahun di desa Gunung Merlawan. Selain itu, peneliti juga berharap bahwasanya penelitian tentang pemerolehan kosakata bahasa Karo dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian tentang pemerolehan kosakata lain.


(59)

Kajian tentang pemerolehan bahasa harus lebih ditingkatkan karena didukung oleh produksi dan kemampuan bahasa pada anak semakin berkembang dan kompleks sehingga hal ini sangat menarik untuk diteliti. Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dalam melakukan penelitian ini karena keterbatasan waktu, ruang, dan pengetahuan.. Penulis mengharapkan yang akan datang dapat dilakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam dan bervariasi mengenai kosakata.


(60)

(61)

(62)

LAMPIRAN

1.Nama : Rike Br.Bangun Usia : 4 tahun

Nama orang tua : S.Bangun Pekerjaan : Petani

2.Nama : Annisa

Usia : 4 tahun Nama orang tua : M.Sembiring Pekerjaan : Petani

3.Nama : Rido

Usia : 3 tahun

Nama orang tua : R.Perangin angin Pekerjaan : Petani

4.Nama : Teger

Usia : 4 tahun Nama orang tua : B.Bangun Pekerjaan : Petani

5. Nama : Anto

Usia : 4 tahun Nama orang tua : L. Sembiring


(63)

6.Nama : Dara Usia : 3 tahun Nama orang tua : A.Ginting Pekerjaan : Petani

7.Nama : Ani

Usia : 3 tahun Nama orang tua : G.Pinem Pekerjaan : Petani

8.Nama : Kira

Usia : 4 tahun

Nama orang tua : R.Perangin angin Pekerjaan : Petani

9.Nama : Tina

Usia : 4 tahun Nama orang tua : N. Tarigan Pekerjaan : Petani

10.Nama : Sari

Usia : 3 tahun

Nama orang tua : K.Perangin angin Pekerjaan : Petani


(64)

11. Nama : Sila Usia : 4 tahun Nama orang tua : J.Sembiring Pekerjaan : Petani


(65)

(1)

50


(2)

(3)

LAMPIRAN

1.Nama : Rike Br.Bangun Usia : 4 tahun

Nama orang tua : S.Bangun Pekerjaan : Petani

2.Nama : Annisa

Usia : 4 tahun Nama orang tua : M.Sembiring Pekerjaan : Petani

3.Nama : Rido

Usia : 3 tahun

Nama orang tua : R.Perangin angin Pekerjaan : Petani

4.Nama : Teger

Usia : 4 tahun Nama orang tua : B.Bangun Pekerjaan : Petani

5. Nama : Anto

Usia : 4 tahun Nama orang tua : L. Sembiring Pekerjaan : Petani


(4)

6.Nama : Dara Usia : 3 tahun Nama orang tua : A.Ginting Pekerjaan : Petani

7.Nama : Ani

Usia : 3 tahun Nama orang tua : G.Pinem Pekerjaan : Petani

8.Nama : Kira

Usia : 4 tahun

Nama orang tua : R.Perangin angin Pekerjaan : Petani

9.Nama : Tina

Usia : 4 tahun Nama orang tua : N. Tarigan Pekerjaan : Petani

10.Nama : Sari

Usia : 3 tahun

Nama orang tua : K.Perangin angin Pekerjaan : Petani


(5)

11. Nama : Sila Usia : 4 tahun Nama orang tua : J.Sembiring Pekerjaan : Petani


(6)