BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Bunga Kecombrang
Kecombrangmerupakan tanaman asli pulau Sumatera dan Jawa. Tanaman ini tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera terutama di daerah
pegunungan tumbuhnya di hutan. Bunga dan buah dikumpulkan dari hutan, di dekat pemukiman, di budidayakan di pekarangan yang tanpa persiapan
penggarapan tanah terlebih dahulu atau tanpa pemeliharaan. Kecombrang di perbanyak dengan rimpang. Pada umur 2 tahun berbunga dan berbuah Heyne,
1987. Bungakecombrang sering ditambahkan pada masakan khas suku Batak,
yaitu arsik ikan mas, masakan pucuk ubi tumbuk, dan juga digunakan sebagai peredam bau amis pada ikan Heyne,1987.
2.1.1 Sistematika bunga kecombrang
Sistematika bunga kecombrang sebagai berikut : Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberacea
Genus : Etlingera
Spesies : Etlingera elatior Jack.
Nama lokal : Kecombrang Adliani, 2013.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Sinonim
Kecombrang memiliki beberapa nama antara lain Nicolaia elatior Jack, Phaeomeria speciosa, dan Phaeomeria magnifika. Cayol, 1997.
2.1.3 Nama daerah
Penyebaran kecombrang di Indonesia sangat luas dengan berbagai nama pada masing-masing daerah seperti kecombrang Jawa, terpuk Gayo,
combrang Sunda, kincung Melayu, honje Sunda, atimengo Gorontalo, Puwar kijung Minangkabau, Katimbang Makasar, Salahawa Seram dan
kantan Malaysia.
2.1.4 Morfologi tumbuhan
Tanaman kecombrang merupakan tanaman tahunan yang berbentuk semak dengan tinggi 1-3 m. Tanaman ini mempunyai batang semu, tegak,
berpelepah, membentuk rimpang, dan berwarna hijau. Daunnya tunggal, panjang daun sekitar 20-30 cm dan lebar 5-10 cm, pertulangan daun menyirip,
dan berwarna hijau. Bunga kecombrang berbentuk bongkol dengan panjang tangkai 40-80 cm dengan mahkota berwarna merah. Akarnya berbentuk serabut
dan berwarna kuning gelap. 2.1.5 Kandungan kecombrang
Kandungan kimia yang terdapat di daun, batang, bunga, dan rimpang kecombrang adalah saponin dan flavonoid. Selain itu, kecombrang juga
mengandung polifenol dan minyak atsiri Tampubulon, 1983. Katekin, Antosianidin, flavon, dan glikosida Tang, 1991.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Manfaat kecombrang
Rimpang kecombrang biasanya dimanfaatkan sebagai pewarna kuning untuk anyaman atau kerajinan tangan dan batang kecombrang sebagai bahan
dasar pembuatan kertas. Daun kecombrang yang muda maupun tua dapat dimasak jadi sayur asam. Daunnya juga berguna untuk menutupi bau badan
dan untuk pewangi dalam air pencuci mayat. Bunga digunakan sebagai pengganti buah asam dan untuk manisan Heyne, 1987.
2.2
Antosianidin adalah senyawa flavonoid secara struktur termasuk kelompokflavon. Antosianidin merupakan aglikon antosianin yang terbentuk
bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Glikosida antosianidin dikenal sebagai antosianin. Senyawa ini tergolong
Antosianidin
Manusia sejak lama telah mengkonsumsi antosianin bersamaan dengan buah dan sayuran yang mereka makan. Selama ini tidak pernah terjadi suatu
penyakit atas keracunan yang disebabkan oleh pigmen ini sehingga antosianin aman untuk dikonsumsi dan tidak beracun Nugrahan,2007.
pigmen dan pembentuk warna pada tanaman yang ditentukan oleh pH darilingkungannyaTang, 1991.
Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang tersebar dalam tanaman. Pada dasarnya, antosianin terdapat dalam sel
epidermal dari buah, akar, dan daun pada buah tua dan masak. Pada beberapa buah-buahan dan sayuran serta bunga memperlihatkan warna-warna yang
menarik yang mereka miliki termasuk komponen warna yang bersifat larut dalam air dan terdapat dalam cairan sel tumbuhan Fennema, 1996.
Universitas Sumatera Utara
Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin
ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilisasi Harborne, 1996.
Sifat fisika dan kimia dari antosianin dilihat dari kelarutan antosianin larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, aseton, atau kloroform
Socaciu, 2007. Pada penelitian Saati 2002 untuk ekstraksi antosianin dari bunga pacar air dan penelitian Wijaya dkk 2001 tentang ekstraksi pigmen
dari kulit buah rambutan, pelarut yang paling baik digunakan adalah etanol 96.
Antosianin stabil pada pH 3,5 dan suhu 50°C mempunyai berat molekul 207,08 grammol dan rumus molekul C15H11O Fennema, 1996. Antosianin
dilihat dari penampakan berwarna merah, ungu dan biru mempunyai panjang gelombang maksimum 515-545 nm, bergerak dengan eluen BAA nbutanol-
asam asetat-air pada kertas Harborne, 1996. Warna dan stabilitas pigmen antosianin tergantung pada struktur
molekul secara keseluruhan. Substitusi pada struktur antosianin A dan B akan berpengaruh pada warna antosianin. Pada kondisi asam warna antosianin
ditentukan oleh banyaknya substitusi pada cincin B. Semakin banyak substitusi OH akan menyebabkan warna semakin biru, sedangkan metoksilasi
menyebabkan warna semakin merah Arisandi, 2001. Faktor pH ternyata tidak hanya mempengaruhi warna antosianin ternyata juga mempengaruhi
stabilitasnya. Pada umumnya, penambahan hidroksilasi menurunkan stabilitas, sedangkan penambahan metilasi meningkatkan stabilitas Fennema, 1996.
Universitas Sumatera Utara
2.3
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan
pelarut cair. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang
tepatDitjen POM, 2000.
Ekstraksi
Ekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran dimana pelarut polar akan
melarutkan solute yang polar dan pelarut nonpolar akan melarutkan solute yang non polar Ketaren, 1986.Ada beberapa metode ekstraksi dengan
menggunakan pelarut yaitu: maserasi, perkolasi, refluks, sokletasi, digesti, infundasi, dan dekoktasi Ditjen POM, 2000.
Menurut Ditjen POM 1979, beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain:
1. Cara Dingin
a. Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengadukan dan pendiaman pada temperatur ruangan. Sedangkan remaserasi adalah pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyarian maserat pertama dan seterusnya. b.
Perkolasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan,
serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan kedalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih
dahulu dengan cairan penyari sekurang-kurangnya 3 jam. Bila serbuk
Universitas Sumatera Utara
simplisia tersebut langsung dialiri dengan cairan penyari, maka cairan penyari tidak dapat menembus ke seluruh sel dengan sempurna.
2. Cara Panas
a. Refluks adalah ekstraksi menggunakan pelarut pada temperatur titik
didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
b. Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi berkelanjutan dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. c.
Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50
o
d. Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98
C.
o
e. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air
pada temperatur 90 C selama waktu tertentu 15-20 menit.
o
Ekstraksi antosianin umumnya menggunakan metode maserasi yaitu proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengadukan pada temperatur ruangan. C selama 30 menit.
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
Universitas Sumatera Utara
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan Ditjen POM, 1995.
2.4 Kosmetik