Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawatterhadap Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Teknik Menyuntik Dalam Upaya Pencegahan Infeksi Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP

PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

TEKNIK MENYUNTIK DALAM UPAYA PENCEGAHAN

INFEKSI DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

TESIS

Oleh

IDAYANTI

067010008/KK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TEKNIK

MENYUNTIK DALAM UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (MKes)

dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh IDAYANTI 067010008/KK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

PERNYATAAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT

TERHADAP PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL

PROSEDUR (SOP) TEKNIK MENYUNTIK DALAM

UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI DI RSUD

ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2008


(4)

Judul Tesis : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TEKNIK MENYUNTIK DALAM UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

Nama Mahasiswa : Idayanti Nomor Pokok : 067010008

Program Magister : Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Yusrawati Hasibuan, SKM, MKes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)


(5)

ABSTRAK

Standar Operasional Prosedur adalah suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien yang bertujuan untuk mengarahkan kegiatan asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku. Kelalaian perawat serta kurangnya pengetahuan dan sikap dalam penerapan SOP teknik menyuntik dapat membahayakan perawat dan pasien. Rasio peluang penularan HIV akibat kecelakaan tertusuk jarum sebenarnya rendah, 3 : 1000, artinya dari 1000 kasus kecelakaan tertusuk jarum, hanya ada tiga kasus penularan HIV. Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada tahun 2006 dan 2007 terjadi kecelakaan kerja yaitu 4 orang tenaga perawat dan 1 orang mahasiswa kedokteran terpajan jarum suntik dan jarum infus penderita HIV/AIDS dan mereka tidak memakai sarung tangan saat bekerja, kondisi ini menimbulkan kecemasan pada mereka.

Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat dalam penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) teknik menyuntik dalam upaya pencegahan infeksi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 153 orang dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang. Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-Square dan analisis multivariat dengan uji regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 91,7% perawat di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru menerapkan SOP teknik menyuntik. Pada uji Chi-Square ditemukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan terhadap penerapan SOP teknik menyuntik dengan nilai P =0,025dan tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel sikap terhadap penerapan SOP nilai P=0,403.

Disarankan adanya komitmen yang tegas dalam penerapan SOP sebagai upaya pencegahan infeksi, mengembangkan pengetahuan perawat melalui pendidikan dan pelatihan yang bersifat teknis serta pendidikan dan pelatihan dibidang keselamatan kerja, disarankan penelitian lanjutan tentang penerapan SOP keperawatan di rumah sakit yang berbeda dengan menambah variabel –variabel lain yang berkaitan dengan SOP.


(6)

ABSTRACT

Standard Operational Procedure is a set of instructions or steps of activities which is estabilished to meet the need of a certain client who intends to direct the nursing care activities for an efficient and effective goal that is consistent and safe in the framework of improving the quality of service through meeting the existing standard. The carelessness of nurses and their less knowledge and attitude in the application of SOP of injecting technique can endanger the nurse and patient. The ratio of HIV transmission opportunity resulted from the accident of injection is low, 3 :1000, meaning, only 3 cases of HIV transmission are found in the1000 cases of the accident of injection. At Arifin Achmad General Hospital Pekanbaru in 2006 and 2007 occurred and occupational accident involving 4 (four) nurses and 1 (one) medical student who had physical contact with the neddles used to give an injection and to infuse the HIV/AIDS patient. Since they did not wear their gloves when they were working, this condition made them worried.

This observational study with cross sectional design is intended to examine the relationship between the nurses knowledge and attitude in applying the SOP of injecting technique to prevent injection at Arifin Achmad General Hospital Pekanbaru. The population for this study is 153 persons and 60 of them were selected to be the samples.The data obtained were analyzed through univariate, bivariate (using Chi-square test), and multivariate (using double regression test) analysis.

The result of this study shows that 91,7% of the nurses working for Arifin Achmad General Hospital Pekanbaru applied the SOP of injection technique. The result of Chi-square test shows that there is a significant relationship between nurses knowledge in the application the SOP of injecting technique ( P=0,025) and is not significant relationship between nurses attitude in the application the SOP of injecting technique (P=0,403).

In is suggested that there be a strict commitment in the application of SOP as an attempt to prevent injection, to develop the nurse knowledge through technical education and training departemen of safety work and to conduct further study on the application of the SOP of nursing at the other hospitals and including the other variables related to SOP.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahi rabbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-2 pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc selaku Direktur Pasca Sarjana USU, Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Universitas Sumatera Utara serta Bapak dan Ibu seluruh staf Dosen yang selama ini memberikan pengajaran dan ilmu yang sangat berharga kepada penulis.

2. Komisi pembimbing yaitu : Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM, dan Ibu Yusrawati Hasibuan, SKM, MKes yang selalu membimbing dan memberi saran-saran hingga selesainya Tesis ini.

3. Komisi penguji yaitu : Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK dan Ibu Sri Utami AKP, SPd, Mkes yang banyak memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan penulisan Tesis ini.


(8)

4. Ibu Sofiah Saimin, SKM, Mkes, selaku Direktur Politeknik kesehatan Dep Kes Riau yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Zulkifli Malik, Sp.Pa, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru beserta seluruh staf yang turut membantu terlaksananya penelitian hingga selesai

6. Rekan-rekan pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Angkatan 2006 yang selalu memberi motivasi dalam penyelesaian tesis ini.

Tidak lupa pula penulis haturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua, Ayahnda Sudjai (Alm) dan Ibunda Zulfidar yang telah membesarkan, mendidik dan membina dengan penuh kasih sayang serta diiringi do’a hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada Strata Magister. Kiranya hanya do’a yang dapat penulis panjatkan semoga Allah SWT yang akan membalas segala apa yang telah mereka berikan.

Dengan penuh rasa kasih penulis sampaikan kepada suami tercinta, Haris Fadillah, ST yang selalu memberi perhatian, motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan Tesis ini, seiring rasa hormat dan terimakasih kepada Pamanda Azaly Djohan, SH dan Bunda Masni. R, abang, kakak dan adik yang senantiasa mendoakan dan memberi semangat dalam hidup ini.


(9)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Tesis ini, semoga karya ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan

kerja khususnya.

Medan, September 2008


(10)

RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS

1. Nama : Idayanti

2. Jenis Kemin : Perempuan

3. Agama : Islam

4. Tempat/Tanggal lahir : Pringsewu, 22 Oktober 1969

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Muhammadiyah Pringsewu Tahun 1977 - 1982 2. SMP Muhammadiyah Pringsewu Tahun 1982- 1985 3. SMA Muhammadiyah Pringsewu Tahun 1985- 1988

4. Akademi Perawat Tahun 1989 - 1992

5. FKIP UNRI Tahun 2001- 2003

6. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah Pasca Sarjana

USU Medan Tahun 2006 – 2008

C. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Staf Pengajar Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Tahun 1994- 2001 2. Staf Pengajar di Poltekkes Dep Kes Riau Tahun 2001 – Sekarang


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Hipotesis Penelitian ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Pengetahuan ... 12

2.2 Sikap ... 14

2.3 Perawat ... 19

2.4 Standar Operasional Prosedur (SOP) ... 23

2.5 Teknik Menyuntik ... 24

2.6 Pencegahan Infeksi ... 28

2.7 Landasan Teori... 32

2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 33

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 36

3.5.Variabel dan Defenisi Operasional ... 39

3.6 Metode Pengukuran ... 41


(12)

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 43

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 43

4.2 Analisis Univariat ... 45

4.3 Analisis Bivariat………. 48

BAB 5 PEMBAHASAN ... 51

5.1. Hubungan Pengetahuan Responden Terhadap Penerapan SOP Teknik menyuntik Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru ... 51

5.2. Hubungan Sikap Responden Terhadap Penerapan SOP Teknik menyuntik Di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru ... 54

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 58

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

6.1 Kesimpulan ... 60

6.2 Saran ... 60


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Variabel dan Defenisi Operasional ... 41 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Penerapan SOP Teknik Menyuntik

Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru... 46 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Penerapan

SOP Teknik Menyuntik Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru... 47 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Penerapan SOP

Teknik Menyuntik Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru ... 48 4.5 Hubungan Pengetahuan Responden Terhadap Penerapan SOP

Teknik Menyuntik Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru ... 49 4.6 Hubungan Sikap Responden Terhadap Penerapan SOP Teknik


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Jadwal Penelitian ... 64

2. Lembar Kuesioner ... 65

3. Instrumen Observasi ... 69


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyebutkan bahwa upaya kesehatan termasuk upaya kesehatan di Rumah Sakit bersifat menyeluruh, terpadu, bermutu merata, terjangkau dan dapat di terima oleh masyarakat luas. Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan rumah sakit yang bermutu dan perlindungan yang layak. Oleh karena itu rumah sakit dalam memberikan pelayanan wajib mematuhi standar profesi dan memperhatikan hak pasien (DepKes RI, 2004).

Keperawatan sebagai salah profesi di rumah sakit yang cukup potensial dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena selain jumlahnya yang dominan, juga pelayanannya menggunakan metoda pemecahan masalah secara ilmiah melalui proses keperawatan yang menjadi prinsip dasar dalam program quality assurance. Peran perawat dalam mensukseskan program menjaga mutu secara menyeluruh menjadi sangat penting, karena perawat adalah kunci dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah pelayanan dan asuhan pasien dalam sistem pelayanan di rumah sakit (srf/www/portalkalbe/files/cdk/files/04_Quality AssuranceKeperawatan91.pdf_ Quality).

Dalam pelayanan keperawatan standar sangat membantu perawat untuk mencapai asuhan yang berkualitas, disamping itu juga standar dapat menjaga keselamatan kerja, sehingga perawat harus berpikir realistis tentang pentingnya


(17)

evaluasi sistematis terhadap semua aspek asuhan yang berkualitas tinggi. Namun keberhasilan dalam mengimplementasikan standar sangat tergantung pada perawat itu sendiri. Keberhasilan rumah sakit dalam penerapan standar operasional prosedur praktik keperawatan harus didukung oleh adanya berbagai sistem, fasilitas, sarana dan pendukung lainnya yang ada di rumah sakit tersebut (DepKes RI, 2006).

Agar penyelenggaraan pelayanan keperawatan dapat mencapai tujuan, diperlukan suatu perangkat instruksi atau langkah – langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu pasien, langkah-langkah kegiatan tersebut adalah Standar Operasional Prosedur (SOP). Tujuan umum standar operasional prosedur adalah untuk mengarahkan kegiatan asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku (DepKes RI, 2006).

Memberikan pengobatan kepada pasien melalui tindakan menyuntik merupakan wewenang dokter. Tindakan menyuntik dapat saja dilakukan perawat setelah adanya pelimpahan wewenang dari dokter yang bertanggung jawab mengobati pasien. Sejalan menurut pendapat Hidayat A .Aziz (2002), apabila bentuk pelayanan kesehatan membutuhkan kerjasama tim seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit komplek dan pemantauan reaksi obat yang telah diberikan, maka kerjasama dalam pemberian obat boleh saja dilakukan oleh perawat sesuai dengan fungsi perawat yaitu fungsi interdependen. Komite perawat Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad pada tahun 2006 sudah


(18)

membuat draft dan mengusulkan pada pihak rumah sakit tentang pengakuan dan perlindungan tindakan menyuntik oleh perawat, meskipun belum ada realisasinya, komite perawat terus berupaya untuk mewujudkannya.

Pemberian obat melalui suntikan dapat melalui empat rute, yaitu intra cutan, sub cutan, intra muskuler dan intra vena. Risiko yang paling berbahaya dan merugikan dalam pemberian obat adalah melalui intra vena. Setelah masuk ke dalam aliran darah, obat mulai bekerja dengan cepat dan tidak ada cara yang dapat menghentikan kerja obat tersebut. Disamping merugikan ada juga keuntungan dalam situasi kedaruratan ketika obat bekerja lebih cepat dan harus segera diberikan. Untuk itu pada saat memberikan obat melalui intra vena, perawat harus mengobservasi pasien dengan cermat adanya gejala reaksi yang merugikan. Sebagai upaya untuk mengurangi kecelakaan akibat bekerja terutama dalam tindakan menyuntik, perawat dibekali pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang standar operasional prosedur yang berlaku di rumah sakit dan prinsip-prinsip pencegahan infeksi yang berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan suatu tindakan praktik keperawatan, karena tindakan sekecil apapun yang berhubungan dengan nyawa manusia dapat menimbulkan risiko terhadap perawat dan pasien. (Harry & Potter, 1999).

Peraturan kesehatan dan keselamatan kerja dibuat untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman, sehingga petugas dapat bekerja dengan baik dan tercapai tujuan yang diharapkan. Tanggung jawab secara umum terletak pada pimpinan, namun setiap petugas mempunyai kewajiban untuk mencegah terjadinya


(19)

kecelakaan akibat kerja, dengan cara menggunakan pakaian kerja dan peralatan tertentu serta tindakan yang menjamin kesehatan dan keselamatan (Supartono,1993).

Pakaian kerja dan peralatan tertentu serta tindakan nyata yang dapat menjamin kesehatan dan keselamatan perawat dalam memberikan perawatan rutin kepada pasien adalah sebagai berikut: Gown (gaun), masker, sarung tangan, kacamata pelindung dan tindakan mencuci tangan. Sarung tangan dapat mencegah penularan pathogen melalui cara kontak langsung maupun tidak langsung. Williams (1983) menyebutkan alasan mengenakan sarung tangan dalam perawatan rutin pasien adalah untuk mengurangi kemungkinan perawat kontak dengan organisme infeksius yang menginfeksi pasien. (Potter & Perry, 1999). Standar minimal yang harus dilakukan pekerja medis adalah selalu mengenakan sarung tangan karet setiap sekali menyuntik pasien (Soeroso, 2007).

The Occupational Safety and Health Act of 1991 menetapkan kaidah dan peraturan untuk melindungi pekerja dari kecelakaan infeksius dalam tempat kerja (OSHA, 1991). Panduan OSHA digabungkan dengan kebijakan dan prosedur dari institusi pelayanan kesehatan. Elemen dari panduan OSHA memuat beberapa kaidah diantaranya adalah pemenuhan tindakan pencegahan standar. Pada tahun 1987, Pusat Kontrol Penyakit (Center for DiseaseControl) mengeluarkan pedoman komprehensif yang disebut Universal Precaution (kewaspadaan universal) yang meliputi anjuran penggunaan dan pembuangan instrumen tajam yang aman. Tindakan kewaspadaan ini semata-mata berfungsi sebagai pedoman untuk institusi dan tidak diselenggarakan oleh hukum. Pada tahun 1991, Keamanan kerja dan pelayanan kesehatan


(20)

(Occupational Safety and Health Administration, OSHA) mengeluarkan sebuah mandat tindakan kewaspadaan yang disebut kewaspadaan standar (standart precaution), yang menyatakan bahwa institusi harus menyediakan alat pelindung untuk pegawai guna mencegah penularan patogen yang ditularkan melalui darah, karena rute pajanan penyakit yang ditularkan melalui darah paling sering berasal dari jarum suntik (Bohony, 1993), dewasa ini banyak institusi menyuplai ”spuit pengaman” (safety syringes) untuk perawat yang digunakan ketika memberi injeksi (Potter & Perry, 1999).

Pencegahan universal berprinsip, setiap pasien berpotensi menularkan virus hepatitis B, hepatitis C dan HIV (Human Immunodeficiency Virus) melalui darah dan cairan tubuhnya. Pencegahan tersebut penting sebab selama ini di rumah sakit, pekerja medis kerap kecelakaan tertusuk jarum bekas pakai. Kecelakaan tertusuk jarum dapat terjadi, misalnya ketika pekerja medis menyuntik pasien yang tiba-tiba bergerak spontan saat ujung jarum menusuk kulitnya. Selain itu yang juga rawan adalah saat pekerja medis melakukan recapping (memasukan suntik bekas pakai pada tutupnya sebelum dibuang). Di Amerika tahun 1987 baru diketahui bahwa kecelakaan saat recapping merupakan kecelakaan tertusuk yang paling sering, sekitar 300.000 kejadian pertahun. Sejak itu di Amerika recapping tidak dilakukan lagi. Jarum suntik bekas pakai langsung dibuang ke tempat khusus tanpa ditutup dulu dengan penutupnya, seharusnya rumah sakit di Indonesia juga demikian (Soeroso, 2007).

Rasio peluang penularan HIV akibat kecelakaan tertusuk jarum sebenarnya rendah, 3 : 1000, artinya dari 1000 kasus kecelakaan tertusuk jarum, hanya ada tiga


(21)

kasus penularan HIV. Meskipun rasio peluang penularan HIV rendah, tetapi tidak boleh dianggap enteng. Apalagi penularan hepatitis B lebih tinggi, yaitu dalam 100 kasus kecelakaan tertusuk terdapat 30-40 kasus penularan hepatitis B. Sangat disayangkan, jarang sekali yang melapor jika kecelakaan tertusuk, mungkin dianggap biasa (Soeroso, 2007).

Cidera akibat tusukan jarum pada perawat merupakan masalah yang signifikan dalam institusi pelayanan kesehatan dewasa ini . Diperkirakan lebih dari satu juta jarum digunakan setiap tahun oleh tenaga perawat . Ketika perawat tanpa sengaja menusuk dirinya sendiri dengan jarum suntik yang sebelumnya masuk ke dalam jaringan tubuh pasien, perawat berisiko terjangkit sekurang-kurangnya 2 patogen potensial. Dua patogen yaitu hepatitis B (HBV) dan menyebabkan masalah ialah virus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV) (Jagger, 1992).

Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam metode universal precautions yaitu suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien tanpa memperdulikan status infeksi. Dasar kewaspadaan universal adalah cuci tangan secara benar, penggunaan alat pelindung, desinfeksi dan mencegah tusukan alat tajam dalam upaya mencegah transmisi mikroorganisme (http://www.infeksi.com/article.php,2008).

Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru mengalami kemajuan pesat dalam pembangunan dibidang kesehatan. Sebagai Rumah Sakit Kelas B pendidikan, tugas dan fungsi yang diemban oleh RSUD Arifin Achmad semakin


(22)

kompleks yaitu mencakup upaya pelayanan kesehatan perorangan, pusat rujukan dan pembina Rumah Sakit Kabupaten dan Kota se Propinsi Riau serta merupakan tempat pendidikan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan institusi Pendidikan Kesehatan lainnya. Fungsi pusat rujukan bagi Rumah Sakit Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit lainnya di Propinsi Riau, menyebabkan peningkatan beban kerja RSUD Arifin Achmad Pekanbaru sudah melebihi kapasitas yang tersedia. Hal ini dapat dilihat dari performance kinerja pelayanan, dimana BOR pada akhir desember 2006 mencapai 95,3% dengan rata-rata pasien rawat inap 344 orang /hari, dengan 370 tempat tidur yang tersedia. Secara komulatif BOR tahun 2006 adalah 93%, rata-rata kunjungan rawat jalan 576 per hari dan rata-rata kunjungan rawat darurat 81 pasien per hari, sehingga perlu dilakukan relokasi ruang perawatan dan realokasi tempat tidur untuk disesuaikan dengan banyaknya kunjungan. Jumlah tenaga medis non medis pada akhir tahun 2007 sebanyak 894 dimana jumlah tenaga perawat sebanyak 420 orang yang tersebar di 14 ruang rawat inap dan beberapa di poliklinik. Pihak Rumah Sakit akan terus menambah sumber daya manusia, peralatan medis dan non medis, mengingat pembangunan gedung perawatan kelas utama berlantai 7 dengan luas ± 20.031 M² masih menunggu tahap penyelesaiannya sampai akhir tahun 2008. (Profil RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, 2006).

Rumah Sakit Umum Daerah Pekanbaru sudah memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk tindakan keperawatan dan di ruangan perawatan sudah menerapkannya, berdasarkan penetapan Direktur Rumah Sakit Umum tertanggal penerbitan 13 mei 2006 dengan No Dokumen 04/keperawatan/05/110-113 yang


(23)

secara rinci memuat prosedur tetap (protap) pelayanan keperawatan, namun kendalanya SOP keperawatan tersebut belum sepenuhnya diterapkan oleh perawat. Berdasarkan informasi kepala ruangan medikal dan surgikal serta pengamatan langsung, bahwa ada kecenderungan responden bekerja menurut pengalaman dan pengaruh orang lain, Kemudian sejak tahun 2007 rumah sakit umum daerah Pekanbaru sudah memiliki Surat Keputusan (SK) sistem pencatatan dan pelaporan tentang kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, kebakaran dan bencana alam serta Panitia Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3RS) dengan rutin melaporkan setiap kejadian akibat bekerja.

Dalam laporan kecelakaan kerja petugas ruang rawat inap RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tanggal 10 Mei 2006 terjadi kecelakaan kerja yaitu dua orang tenaga perawat dan satu orang mahasiswa kedokteran terpajan jarum suntik penderita HIV/AIDS, kemudian tanggal 22 Oktober 2007 telah terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan dua perawat tangannya tersentuh ceceran darah dari jarum infus pasien HIV/AIDS. Kejadian tersebut menimbulkan kecemasan pada mereka setelah tangannya terkena ceceran darah penderita HIV/AIDS, pemaparan terhadap pathogen ini meningkatkan risiko mereka terhadap infeksi yang serius bahkan kemungkinan kematian. Dalam laporan tersebut ditambahkan bahwa saat bekerja perawat tidak memakai alat pelindung diri seperti sarung tangandan masker. Untuk terapi tindakan mereka sudah berikan konseling dan pengobatan medis (Panitia K3, 2007).

Strategi untuk meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam kewaspadaan universal adalah dengan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan


(24)

kemampuan petugas. Berdasarkan informasi yang diperoleh, Rumah Sakit Umum Arifin Achmad sudah mengikutsertakan perawat untuk mengikuti pelatihan pencegahan infeksi dan universal precaution sebanyak 23 orang rinciannya adalah sebagai berikut pelatihan pencegahan infeksi Exhause training sebanyak 3 orang dan pelatihan Universal Precaution inhause training sebanyak 20 orang.

Kelalaian dalam bekerja serta kurangnya pengetahuan dan sikap terhadap penerapan standar operasional prosedur keperawatan khususnya dalam tindakan menyuntik dalam upaya pencegahan infeksi dapat membahayakan perawat dan pasien, seperti yang terjadi pada empat orang tenaga perawat dan satu orang mahasiswa kedokteran di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad yang bekerja tidak menggunakan sarung tangan dan tangannya terpapar jarum suntik dan tersentuh ceceran darah dari jarum infus pasien HIV/AIDS, dengan demikian dapat tertular penyakit dari pasien ke perawat. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengetahui ”Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat terhadap Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Teknik Menyuntik dalam Upaya Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru”.

1.2 Permasalahan

Perawat sebagai profesi, senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan melalui penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) tindakan keperawatan. Penerapan SOP keperawatan di Rumah Sakit Arifin Achmad Pekanbaru dilakukan berdasarkan pengalaman dan pengaruh orang lain yang dapat menyebabkan


(25)

meningkatnya kecelakaan dalam bekerja. Memberikan pengobatan kepada pasien melalui tindakan menyuntik merupakan wewenang dokter. Tindakan menyuntik dapat saja dilakukan perawat setelah adanya pelimpahan wewenang dari dokter yang bertanggung jawab mengobati pasien, hal ini sesuai dengan fungsi perawat yaitu fungsi interdependen. Namun pengakuan dan perlindungan tindakan menyuntik oleh perawat yang diusulkan komite keperawatan pada pihak Rumah Sakit sejak tahun 2006 belum ada realisasinya sampai sekarang. Tindakan menyuntik mempunyai pengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan perawat saat pemberian obat pada pasien. Berdasarkan laporan kecelakaan, maka pada tahun 2006 dan 2007, ada 4 (empat) orang tenaga perawat dan 1 (satu) mahasiswa kedokteran terpajan jarum suntik dan jarum infus penderita HIV/AIDS, sehingga menimbulkan kecemasan pada mereka. Dari masalah tersebut dapat dibuat rumusan masalahnya sebagai berikut : “Adakah hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) teknik menyuntik dalam upaya pencegahan infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Ahmad Pekanbaru”.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) khususnya dalam tekhnik menyuntik intra vena dalam upaya pencegahan infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru.


(26)

1.4 Hipotesis

Ho : Tidak adanya hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) teknik menyuntik dalam upaya pencegahan infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru.

Ha : Adanya hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) teknik menyuntik dalam upaya pencegahan infeksi di Rumah sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1.Mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisa masalah pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) tekhnik menyuntik dalam upaya pencegahan infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru.

1.5.2. Sebagai bahan masukan bagi pengambil keputusan dalam lingkup Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru untuk melakukan perencanaan, pengembangan, pendidikan dan pelatihan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan praktik keperawatan.

1.5.3. Sebagai bahan informasi dan pengembangan keilmuan yang berkelanjutan di lembaga pendidikan khususnya pada penelitian sejenis.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari ”tahu” ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu terutama melalui mata dan telinga. Bila seseorang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan lancar, baik secara lisan maupun tertulis maka dapat dikatakan mengetahui bidang tersebut. Sekumpulan jawaban verbal yang diberikan orang tersebut dinamakan pengetahuan (Notoatmodjo, 1993).

Sebagaimana uraian diatas dapat dikatakan bahwa Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang sebagai hasil proses penginderaan mengenai suatu objek tertentu dengan cara mengingat atau mengenal informasi yang ada pada objek tersebut, merupakan bagian tingkah laku yang termasuk domain kognitif tingkat pertama.

Melalui lingkungan seseorang mendapat pengalaman dan pengetahuan. Pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan formal atau pendidikan informal. Makin tinggi pendidikan formal seseorang makin luas pengetahuannya. Pengetahuan merupakan salah satu bentuk operasional dari perilaku manusia yang dapat mempengaruhi sikap seseorang (Notoatmodjo, 1993).

Menurut Machfoedz, et al (2005) cara orang yang bersangkutan mengungkapkan apa-apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti atau jawaban baik


(28)

lisan atau tertulis. Bukti atau jawaban tersebut merupakan reaksi dari suatu stimulus yang dapat berupa pertanyaan lisan maupun tertulis. Seseorang memiliki pengetahuan yang tinggi apabila mampu mengungkapkan sebagian besar informasi dari suatu objek dengan benar. Demikian juga bila seseorang hanya mampu menggunakan sedikit informasi dari suatu objek dengan benar maka dikategorikan berpengetahuan rendah tentang objek tersebut.

2.1.1 Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo (1993) mencakup 6 (enam) tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.


(29)

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berakaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 1993).

2.2. Sikap

Bogardus, et al (1931) yang dikutip oleh Azwar (1995) menyatakan bahwa sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.


(30)

Louis Thurstone, et al (1928) dikutip oleh Azwar (1995) menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.

Menurut Notoatmodjo (1993), sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

2.2.1. Struktur Sikap

Menurut Breckler (1984) yang dikutip oleh Azwar (1995) menjelaskan bahwa sikap mempunyai struktur, yaitu :

a. Komponen kognitif ; kepercayaan individu pemilik sikap b. Komponen afektif ; perasaan yang menyangkut aspek emosional

c. Komponen konatif ; aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimilikinya

2.2.2 Perbedaan Sikap

Menurut Ahmadi (1990) yang dikutip oleh Notoatmodjo (1997) sikap dibedakan menjadi:

a. Sikap positif, yaitu yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima atau mengakui, menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada


(31)

b. Sikap negatif yaitu : menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada

2.2.3 Pembentukan Sikap

Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologi yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan dan agama serta pengaruh emosi dalam diri individu (Azwar, 1995). Berikut akan diuraikan peranan masing-masing faktor tersebut dalam membentuk sikap manusia.

a. Pengalaman Pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis.

b. Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena


(32)

kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya.

c. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya, seseorang yang tidak ingin dikecewakan atau seseorang yang berarti khusus.

d. Media Massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan sebagainya mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

f. Pengaruh emosi dalam diri individu

Kadang-kadang bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang


(33)

sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

2.2.4 Berbagai Tingkatan Sikap

Berbagai tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (1993) sebagai berikut : a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang berkaitan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.


(34)

2.3 Perawat

Menurut Undang-Undang RI .No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan perawatan.

Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien (Internasional Council of Nursing, 1965)

2.3.1. Pendidikan Keperawatan

Salah satu ciri profesionalisme keperawatan adalah adanya pohon ilmu dan pendidikan tinggi keperawatan. Pendidikan keperawatan diselenggarakan berdasarkan kepada kebutuhan akan pelayanan keperawatan, seperti yang tercantum dalam undang-undang kesehatan No 23/1992/pasal 32 ayat 3 dan 4 yang antara lain menyebutkan bahwa pengobatan dan/atau perawatan serta pelaksanaannya dapat dilakukan.

2.3.2 Peran Perawat

Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator,


(35)

konsultan dan peneliti. Berikut di bawah ini dapat diuraikan peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 adalah sebagai berikut :

a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan

Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. b. Peran sebagai advokat pasien

Peran ini dapat dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarga dalam menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

c. Peran edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan .


(36)

d. Peran koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah dan sesuai dengan kebutuhan pasien.

e. Peran kolaborator

Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya

f. Peran konsultan

Peran disini sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan g. Peran pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

2.3.3 Fungsi perawat

Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya;


(37)

fungsi independen, fungsi dependen dan fungsi interdependen. Berikut di bawah ini akan diuraikan fungsi perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 adalah sebagai beikut :

a) Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dalam melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis, keamanan dan kenyamanan, kebutuhan cinta mencintai, kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

b) Fungsi dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain yang. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum

c) Fungsi interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter atau tim lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan


(38)

2.4 Standar Operasional Prosedur ( SOP )

Standar Operasional Prosedur adalah suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien (Depkes RI, 2004). Merupakan tatacara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggungjawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien (Depkes RI, 1995).

Tujuan umum standar operasional prosedur adalah untuk mengarahkan kegiatan asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.

2.4.1 Tujuan khusus standar operasional prosedur adalah a. Menjaga konsistensi tingkat penampilan kerja atau kinerja

b. Meminimalkan kegagalan, kesalahan dan kelalaian dalam proses pelaksanaan kegiatan

c. Merupakan parameter untuk menilai mutu kinerja dan pelayanan d. Memastikan penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif

e. Menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas terkait


(39)

2.4.2 Fungsi standar operasional prosedur adalah : a. Memperkuat tugas petugas atau tim

b. Sebagai dasar hukum dan etik bila terjadi penyimpangan c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatan

d. Mengarahkan perawat dan bidan untuk disiplin dalam bekerja e. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin

Standar selalu berhubungan dengan mutu karena standar menentukan mutu. Standar dibuat untuk mengarahkan cara pelayanan yang akan diberikan serta hasil yang ingin dicapai.

2.5. Teknik menyuntik

Memberikan injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan dengan menggunakan tekhnik steril. Setelah jarum menembus kulit, muncul risiko infeksi. Istilah parenteral biasanya merujuk pada pemberian obat-obatan melalui injeksi (Potter & Perry). Perawat memberi obat secara parenteral melalui rute Sub Cutan (SC), Intra Muscular (IM), Intra Dermal (ID) atau Intra Cutan (IC) dan Intra Vena (IV). Teknik menyuntik adalah tindakan menyuntik yang dikerjakan oleh perawat kepada pasien dengan menggunakan prosedur teknik menyuntik. Setiap tipe injeksi membutuhkan keterampilan yang tertentu untuk menjamin obat mencapai lokasi yang tepat. Setiap rute injeksi unik berdasarkan tipe jaringan yang akan diinjeksi obat. Karakteristik jaringan mempengaruhi absorbsi obat dan awitan kerja obat. Sebelum menyuntikkan sebuah obat, perawat harus mengetahui volume obat yang diberikan,


(40)

karakteristik, viskositas obat dan lokasi struktur anatomi tubuh yang berada di bawah tempat injeksi (Potter & Perry).

Konsekuensi yang serius dapat terjadi, jika injeksi tidak diberikan dengan tepat. Kegagalan dalam memilih tempat injeksi yang tepat, sehubungan dengan penanda anatomis tubuh, dapat menyebabkan timbulnya kerusakan saraf atau tulang selama insersi jarum.

2.5.1. Pembagian Rute Injeksi

a. Injeksi Sub Cutan (SC) dilakukan dengan menempatkan obat ke dalam jaringan ikat longgar di bawah dermis

b. Injeksi Intra Musculer (IM) dilakukan dengan menempatkan obat ke dalam otot

c. Injeksi Intra Dermal (ID) atau Intra Cutan (IC) dilakukan dengan menempatkan obat ke dalam kulit

d. Injeksi Intra Vena (IV) dilakukan dengan menempatkan obat ke dalam pembuluh darah vena

Dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah penerapan teknik menyuntik intra vena, yang meliputi : standar alat, standar prosedur, dan cara kerja.

Suntikan Intra Vena a) Standar Alat

1) Trolly injeksi 2) Bak instrumen


(41)

4) Obat sesuai yang dibutuhkan 5) Kapas alkohol dalam tempatnya 6) Gergaji ampul

7) Pengalas dan pembendung 8) Bengkok

9) Larutan NaCl 0,9% atau aqua bidest 10) Buku catatan dan pena

b) Standar Prosedur

1) Memberitahu dan menjelaskan prosedur tindakan kepada pasien

2) Perawat mencuci tangan lalu mengeringkannya kemudian memakai sarung tangan

3) Pastikan obat sesuai yang dibutuhkan 4) Pastikan pasien yang mendapat suntikan 5) Yakinkan obat masuk ke dalam vena 6) Observasi respon pasien

7) Memberitahu dan menjelaskan bahwa tindakan sudah selesai dilakukan 8) Alat-alat dibereskan

9) Perawat mencuci tangan c) Cara Kerja

1) Memberitahu dan menjelaskan prosedur tindakan kepada pasien

2) Perawat mencuci tangan lalu mengeringkannya kemudian memakai sarung tangan


(42)

3) Menyediakan obat sesuai yang dibutuhkan 4) Membaca etiket obat minimal 3 kali

a. Saat mengambil tempat obat b. Saat mengambil obat

c. Saat meletakkan kembali tempat obat 5) Memastikan pasien yang akan disuntik 6) Menentukan daerah yang akan disuntik

7) Memasang pengalas, lakukan pembendungan pada sebelah atas dari daerah suntikan

8) Melakukan desinfeksi permukaan kulit daerah suntikan dengan kapas alkohol dan kulit daerah suntikan diregangkan

9) Memasukan jarum ke adalam pembuluh darah dengan lubang jarum menghadap keatas

10)Menarik penghisap jarum sedikit, bila jarum berhasil masuk ke dalam vena darah akan mengalir ke dalam spuit, pembendung dibuka dan obat dimasukkan ke dalam vena perlahan-lahan sampai habis. Tetapi bila tidak ada darah yang keluar berarti jarum tidak masuk, jarum dicabut dan penyuntikan dipindahkan kebagian lain dengan prosedur yang sama

11)Setelah obat masuk semua jarum dicabut dengan cepat. Bekas tusukan jarum ditekan dengan kapas alkohol


(43)

12)Bila pemberian obat/cairan melalui vena dilakukan dalam jumlah besar dan waktu yang lama, maka pemberiannya dilakukan dengan cara pemberian infus

13)Mengobservasi respon pasien

14)Mencatat obat yang diberikan ke dalam status pasien 15)Alat-alat dibereskan

16)Perawat mencuci tangan

2.6. Pencegahan Infeksi

Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Perkembangan infeksi terjadi dalam siklus yang bergantung pada elemen-elemen berikut (Potter & Perry, 1999).

a. Agen infeksius atau pertumbuhan patogen b. Tempat atau sumber pertumbuhan

b. Portal ke luar dari tempat tumbuh tersebut c. Cara penularan

d. Portal masuk ke pejamu e. Pejamu yang rentan

Pakaian kerja dan peralatan tertentu serta tindakan keperawatan yang menjamin kesehatan dan keselamatan perawat dalam memberikan pelayanan rutin kepada pasien adalah gwon (pakaian), masker, sarung tangan, kaca mata pelindung


(44)

dan tindakan mencuci tangan (Harry & Potter, 1999). Dalam hal ini akan diuraikan secara singkat.

a. Gwon (Gaun)

Alasan mengenakan gwon untuk mencegah pakaian menjadi kotor selama kontak dengan pasien. Gwon melindungi perawat atau pekerja pelayanan kesehatan dan pengunjung dari kontak dengan bahan dan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi.

b. Masker

Masker harus dikenakan bila diperkirakan ada percikan atau semprotan dari darah atau cairan tubuh ke wajah. Selain itu masker menghindarkan perawat menghirup mikroorganisme dari saluran pernafasan pasien dan mencegah penularan patogen dari saluran pernafasan perawat ke pasien.

c. Sarung tangan

Sarung tangan mencegah penularan patogen melalui cara kontak langsung maupun tidak langsung. Williams, 1983 menyebutkan alasan berikut ini untuk mengenakan sarung tangan :

a) Mengurangi kemungkinan pekerja kontak dengan organisme infeksius yang menginfeksi pasien

b) Mengurangi kemungkinan pekerja akan memindahkan flora endogen mereka sendiri ke pasien

c) Mengurangi kemugkinan pekerja menjadi tempat kolonisasi sementara mikroorganisme yang dapat dipindahkan pada pasien lain


(45)

d. Kaca mata pelindung

Dipakai pada prosedur invasif yang dapat menimbulkan adanya droplet atau percikan atau semprotan dari darah atau cairan tubuh lainnya, perawat bisa memakai kacamata pelindung, masker atau pelindung wajah (Garner, 1996). e. Mencuci tangan

Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi. Mencuci tangan adalah menggosok dengan sabun secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan ringkas yang kemudian dibilas di bawah aliran air (Larson, 1995). Tujuannya adalah untuk membuang kotoran organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu. Sarana cuci tangan disiapkan disetiap ruang pasien dengan memakai air bersih yang mengalir. Setelah mencuci tangan perawat mengeringkan tangan menggunakan pengering tangan (kain kering/tissue). Pada prosedur menyuntik, tindakan mencuci tangan dan memakai sarung tangan merupakan bagian dari prosedur tersebut. (DepKes RI,2006)

Sebagian besar infeksi ini dapat dicegah dengan strategi-strategi yang sudah ada dan relatif murah yaitu :

a) Mentaati praktek-praktek pencegahan infeksi yang direkomendasikan, khususnya cuci tangan dan pemakaian sarung tangan ;


(46)

b) Memperhatikan proses-proses dekontaminasi dan pembersihan alat-alat kotor dan lain-lain yang telah dibuat dengan baik, yang diikuti dengan sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi; dan

c) Meningkatkan keamanan di ruang operasi dan area-area lain yang berisiko tinggi dimana perlukaan yang paling serius dan paparan terhadap infeksi sering terjadi (Tietjen, 2004).

Pencegahan dan pengendalian Infeksi untuk petugas Rumah Sakit

Pekerja pelayanan kesehatan selalu beresiko terpapar terhadap mikroorganisme infeksius. The Occupational Safety and Health Act of 1991 menetapkan kaidah dan peraturan untuk melindungi pekerja dari kecelakaan infeksius dalam tempat kerja (OSHA, 1991). Panduan OSHA digabungkan dengan kebijakan dan prosedur dari institusi pelayanan kesehatan. Elemen dari OSHA meliputi :

a. Rencana kontrol paparan, institusi harus memiliki rencana kontrol paparan yang dirancang untuk mengeliminasi atau meminimalkan paparan terhadap pegawai. Rencana tersebut juga menggambarkan bagaimana menghindari paparan terhadap lembaga infeksius, seperti kapan harus menggunakan peralatan perlindungan.

b. Pemenuhan tindakan pencegahan standar, pegawai harus melaksanakan tindakan pencegahan untuk mencegah kontak dengan darah atau materi infeksius lainnya selama perawatan rutin terhadap pasien. Peralatan perlindungan individu harus disediakan tanpa perlu dibayar untuk pegawai yang berisiko terpapar


(47)

c. Housekeepping, tempat kerja harus dipelihara dalam kondisi bersih dan sehat. Pembersihan rutin dan prosedur dekontaminasi harus ditetapkan.

d. Risiko tinggi terpapar, jika pekerja perawatan kesehatan terpapar secara parenteral (stik jarum) atau melalui membran mukosa terhadap darah atau cairan tubuh infeksius lainnya, kecelakaan tersebut harus segera dilaporkan. Tindakan evaluasi dan pencegahan terhadap hepatitis B dan HIV adalah kritis. e. Pelatihan, pimpinan harus memastikan bahwa semua pegawai yang berisiko

terhadap paparan di tempat kerja ikut serta dalam program pelatihan. Program tersebut akan menyajikan rencana kontrol paparan bagi institusi dan secara spesifik menjelaskan tindakan yang harus dilakukan oleh pegawai untuk keselamatan mereka. Kebijakan dan panduan tertulis harus disediakan bagi semua personel mengenai pencegahan dan tindakan mengontrol infeksi.

2.7. Landasan Teori

Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) praktik keperawatan merupakan tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien, namun keberhasilan dalam mengimplementasikan SOP tersebut tergantung dari pengetahuan dan sikap perawat itu sendiri. Pengetahuan dan sikap perawat dalam penerapan SOP penting diperhatikan dalam upaya mencapai keselamatan dan kesehatan kerja khususnya dalam tindakan pencegahan infeksi.


(48)

Pengetahuan merupakan salah satu bentuk operasional dalam perilaku manusia yang dapat mempengaruhi sikap seseorang (Notoatmodjo, 1993). Menurut Breckler (1984) yang dikutip oleh Azwar (1995) bahwa struktur sikap terdiri dari tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan konatif. Pengetahuan yang luas dan adanya keselarasan komponen sikap akan mewujudkan kecenderungan perawat bersikap positif untuk menerapkan SOP teknik menyuntik dalam upaya pencegahan infeksi.

2.8. Kerangka konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen yang korelasinya dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

- Pengetahuan

- Sikap

Persiapan alat dan pelaksanaan

Penerapan SOP teknik menyuntik


(49)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Rancangan dalam penelitian ini adalah Cross sectional, yaitu untuk melihat hubungan pengetahuan dan sikap terhadap penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) teknik menyuntik dalam upaya pencegahan infeksi.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru di dua ruangan rawat inap yaitu di ruangan Medikal dan ruangan Surgikal. Ruangan Medikal terbagi menjadi tujuh bagian dan ruangan Surgikal terbagi menjadi tiga bagian, jadi keseluruhan ruangan adalah 10 ruangan. Pada penelitian ini ruangan yang dipilih adalah 4 ruangan, yaitu ruangan cendrawasih 1 dan 2, ruangan murai 1 dan ruangan melati. Alasan pemilihan ke empat ruangan tersebut adalah karena rata-rata pemberian obat melalui suntikan intra vena dalam sehari mencapai 20 sampai 30 suntikan perhari. Penelitian ini dimulai dengan melakukan penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian dan analisis data serta penyusunan laporan akhir yang membutuhkan waktu lebih kurang enam bulan.


(50)

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah tenaga keperawatan yang bertugas di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru yang berjumlah 153 orang, dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang dengan kriteria sampel adalah lulusan D III keperawatan dan telah bekerja minimal selama satu tahun. Adapun teknik pengambilan sampel secara acak sederhana. Berikut rumus yang dipakai untuk menentukan besarnya sampel :

n =

) 1 ( ) 1 ( ). 1 ( 2 / 1 2 2 / 1 2 2 P P Z N d N P P Z − +

−− −α −

α

Ket :

N = Besar populasi

n = Besar sampel minimum

P = Harga proporsi dipopulasi (0,5)

d = Kesalahan (absolut) yang dapat ditoleransi (10%)

Z1-α/2 = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) PD α tertentu (1,96)

Karena proporsi populasi belum diketahui secara pasti, maka digunakan rumus p = q = 50 %, dengan tingkat kesalahan (absolut) yang dapat ditoleransi atau d = 10 % dan nilai Z1-α/2 (nilai distribusi normal baku) sebesar 1,96, dengan demikian perhitungan sampel adalah sebagai berikut :

n =

) 5 , 0 1 ).( 5 , 0 ( ) 96 , 1 ( ) 1 153 ( ) 1 , 0 ( 153 ). 5 , 0 1 ( 5 , 0 . ) 96 , 1 ( 2 2 2 − + − − = ) 5 , 0 .( 5 , 0 . 8416 , 3 152 01 , 0 153 5 , 0 . 5 , 0 . 8416 , 3 + x x


(51)

= 9604 , 0 52 , 1 153 9604 , 0 + x = 4804 , 2 9412 , 146

= 59,240

= 59

Digenapkan menjadi 60, Jadi sampel pada penelitian ini berjumlah 60 responden .

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Pengumpulan data ini dilakukan secara langsung di lokasi penelitian guna mendapatkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan lembar kuesioner dan instrumen observasi.

Instrumen observasi digunakan untuk mengumpulkan data dan menilai pelaksanaan kegiatan keperawatan yang sedang dilakukan oleh perawat. Observer adalah perawat penilai dan observee adalah perawat yang sedang dinilai dalam melakukan kegiatan keperawatan, rasio observer dan observee adalah 1 : 2. Penilaian atau observasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil observasi yang ditemukan dengan standar operasional prosedur. Aspek yang dinilai dalam instrumen observasi adalah persiapan dan pelaksanaan tiap kegiatan keperawatan. Pengisian instrumen dilakukan oleh :


(52)

1) Perawat penilai (observer) dengan kriteria sebagai berikut: a. Perawat terpilih dari ruangan lain

b. Perawat yang telah memahami penggunaaan instrumen observasi tersebut c. Perawat yang telah mengikuti pelatihan penerapan standar asuhan

keperawatan

d. Untuk masing-masing ruangan di : 1. RSU kelas C = 2 – 4 orang 2. RSU kelas B = 4 – 6 orang 3. RSU kelas A = 6 - 8 orang

2) Observee harus memenuhi kriteria, yaitu perawat yang sedang bertugas diruangan yang sedang dilakukan penilaian atau observasi

a) Bentuk Instrumen observasi :

1) Kolom 1 : berisi nomor kegiatan keperawatan

2) Kolom 2 : berisi jenis kegiatan keperawatan yang diobservasi 3) Kolom 3 : berisi aspek yang dinilai pada saat observasi 4) Kolom 4 : berisi hasil observasi yang terdiri dari 5 sub kolom

5) Kolom 5 : berisi keterangan tentang hal-hal yang terkait dengan situasi dari aspek yang dinilai

b) Cara Pengisian :

1) Observer mengisi kolom 4 dengan memberi tanda ”V” sesuai dengan aspek yang dinilai. Beri tanda ”V” jika aspek yang dinilai dilaksanakan /


(53)

ditemukan dan tanda ”O”, jika aspek yang dinilai tidak ditemukan / tidak dilaksanakan

2) Kolom 4 terdiri dari 5 sub kolom. Masing-masing sub kolom diisi dengan hasil 1 atau 2 kali observasi

3) Setiap sub kolom diisi dengan tanda “V” jika aspek yang dinilai ditemukan / dilaksanakan dan tanda “O” jika aspek yang dinilai tidak ditemukan

4) Kolom keterangan diisi jika penilai menganggap perlu mencantumkan penjelasan tentang hasil observasi

5) Sub total diisi sesuai dengan penjumlahan jawaban nilai “V” yang ditemukan pada observasi

6) Total diisi dengan hasil penjumlahan sub total, sub kolom 1-5 7) Prosentase tiap kegiatan dihitung dengan cara sebagai berikut :

Presentasi = x100%

dinilai yang

aspek Jumlah x

observasi Jumlah

Total

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari, laporan dan Profil RSUD Arifin Achmad Pekanbaru yang merupakan Rumah Sakit Umum Daerah yang berada di kota pekanbaru dan sumber data lainnya yang relevan dengan permasalahan penelitian.


(54)

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional

a. Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang standar operasional prosedur teknik menyuntik. Untuk analisa, jumlah nilai responden dibandingkan dengan nilai mean dengan kriteria :

1) < mean = Rendah 2) ≥ mean = Tinggi

b. Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tanggapan responden terhadap standar operasional prosedur teknik menyuntik

Untuk pernyataan positif dengan nilai : 1) Sangat setuju (SS) = 4

2) Setuju (S) = 3

3) Tidak Setuju (TS) = 2 4) Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 Untuk pernyataan negatif dengan nilai : 1) Sangat setuju (SS) = 1

2) Setuju (S) = 2

3) Tidak Setuju (TS) = 3 4) Sangat Tidak Setuju (STS) = 4 Kategori pengukuran :


(55)

Baik = 3 (33-48) Buruk = 2 (17-32) Sangat buruk = 1 (0-16)

Skor tertinggi dengan menghitung = 4 x 16 (item pertanyaan sikap). Skor terendah dengan perhitungan = 1 x 16 (item pertanyaan sikap).

c. Persiapan alat dan pelaksanaan penerapan SOP teknik menyuntik adalah persiapan alat dan pelaksanaan untuk melakukan tindakan dan urutan atau tahapan yang dilakukan untuk melaksanakan suatu tindakan pengobatan (menyuntik). Interpretasi prosentasi observasi persiapan dan pelaksanaan tindakan keperawatan menyuntik adalah sebagai berikut : 1) Baik Sekali : ≥ 86

2) Baik : 71-85 3) Cukup : 60 -70 4) Kurang : ≤ 59


(56)

3.6. Metode Pengukuran

Tabe 3.1 Variabel dan Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

ukur 1 Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui responden yang berhubungan

dengan SOP teknik menyuntik.

Untuk analisa jumlah nilai pengetahuan responden dibandingkan dengan nilai mean dengan kriteria : 1) ≥mean = Tinggi

2) < mean = Rendah

Observasi Kuesioner Kategori :

0 = Tinggi, bila nilai total pengetahuan ≥ 10,8 1 = Rendah, bila nilai total

pengetahuan < 10,8

Ordinal

2 Sikap Tanggapan responden terhadap SOP teknik menyuntik Untuk pertanyaan positif nilainya adalah :

Sangat Setuju = 4 Setuju = 3 Tidak Setuju = 2 Sangat Tidak Setuju = 1

Untuk pertanyaan negatif nilai kebalikan dari positif.

Observasi Kuesioner Kategori :

Sangat baik : 4 (49-64) Baik : 3 (3348) Buruk : 2 (17-32) Sangat Buruk : 1 ( 0-16)

Nominal

3 Persiapan alat dan pelaksanaan standar operasional prosedur teknik menyuntik

Kesiapan responden dalam mempersiapkan alat untuk

melakukan tindakan SOP teknik meyuntik Observasi Lembar observasi Kategori : 1. Baik sekali: nilai ≥86 2. Baik : nilai 71-85 3. Cukup : nilai 60-70 4. Kurang : nilai ≤ 59

Ordinal


(57)

3.7 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini meliputi analisis univariat untuk melihat distribusi frekuensi setiap variabel penelitian, kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat untuk melihat hubungan variabel pengetahuan terhadap penerapan SOP dan variabel sikap terhadap penerapan SOP teknik menyuntik dengan menggunakan uji Chi-Square.


(58)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian

RSUD Arifin Achmad Pekanbaru adalah Rumah Sakit milik pemerintah Propinsi Riau yang berkedudukan di kota Pekanbaru, dengan luas tanah ± 8,5 Ha dan luas bangunan 50289 M² yang secara geografis letaknya berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Hang Tuah Pekanbaru b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Kartini Pekanbaru c. Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Diponegoro Pekanbaru d. Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Mustika Pekanbaru

RSUD Arifin Achmad Pekanbaru mulai beroperasi sejak tahun 1950 dan terus mengalami perkembangan sampai tahun 2008. Saat ini RSUD Arifin Achmad Pekanbaru berstatus Lembaga Teknis Daerah (LTD) dimana status pengelolaannya adalah kelas B Pendidikan berdasarkan Perda No 2 tahun 2002 dengan visi menjadi Rumah Sakit pendidikan mandiri dengan pelayanan paripurna yang memenuhi standar Internasional tahun 2010.

Sebagai Rumah Sakit kelas B Pendidikan, tugas dan fungsinya semakin kompleks yaitu mencakup upaya pelayanan kesehatan perorangan, pusat rujukan dan pembina Rumah Sakit Kabupaten/Kota se propinsi Riau serta merupakan tempat pendidikan mahasiswa Fakultas kedokteran dan institusi pendidikan kesehatan


(59)

lainnya. RSUD Arifin Achmad memiliki kapasitas 370 tempat tidur dan pada tahap selanjutnya akan ditingkatkan menjadi 600 tempat tidur.

Fungsi pusat rujukan bagi Rumah Sakit Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit lainnya di Propinsi Riau, menyebabkan peningkatan beban kerja RSUD Arifin Achmad Pekanbaru sudah melebihi kapasitas yang tersedia. Hal ini dapat dilihat dari performance kinerja pelayanan, dimana BOR pada akhir desember 2006 mencapai 95,3% dengan rata-rata pasien rawat inap 344 orang /hari, dengan 370 tempat tidur yang tersedia. Secara komulatif BOR tahun 2006 adalah 93%, rata-rata kunjungan rawat jalan 576 per hari dan rata-rata kunjungan rawat darurat 81 pasien per hari, sehingga perlu dilakukan relokasi ruang perawatan dan realokasi tempat tidur untuk disesuaikan dengan banyaknya kunjungan. Jumlah tenaga medis non medis pada akhir tahun 2007 sebanyak 894 dimana jumlah tenaga perawat sebanyak 420 orang yang tersebar di 14 ruang rawat inap dan beberapa di poliklinik. Pihak Rumah Sakit akan terus menambah sumber daya manusia, peralatan medis dan non medis, mengingat pembangunan gedung perawatan kelas utama berlantai 7 dengan luas ± 20.031 M² masih menunggu tahap penyelesaiannya sampai akhir tahun 2008.

Rumah Sakit Umum Arifin Achmad Pekanbaru sudah memiliki SOP untuk praktik keperawatan dan sudah digunakan pada ruang rawat inap berdasarkan penetapan direktur RSUD tertanggal penerbitan 13 Mei 2006 dengan nomor dokumen 04/Keperawatan/05/110-113 yang secara rinci memuat prosedur tetap (protap) pelayanan keperawatan dan beberapa tenaga perawat sudah pernah mengikuti program pelatihan pencegahan infeksi dan universal precaution.


(60)

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran pada masing-masing variabel, yaitu pengetahuan dan sikap. Data ditampilkan dalam bentuk distribusi frekwensi.

4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Penerapan SOP Teknik Menyuntik Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

Untuk mengetahui responden menerapkan SOP teknik menyuntik, peneliti menggunakan instrumen observasi yang berisi persiapan alat dan pelaksanaannya. Observasi dilaksanakan oleh 2 orang observer (pengamat) dalam satu ruangan yang terdiri dari kepala ruangan dan dibantu oleh instruktur klinik. Pada waktu observasi tidak diketahui oleh responden, dengan perbandingan 2 observer : 4 responden. Observasi dilaksanakan sampai 5 kali untuk setiap responden dengan waktu dan pasien yang sama atau berbeda. Berdasarkan perhitungan nilai yang diperoleh dari jawaban didapatkan nilai minimum 63,22 dan nilai maksimum 80,64 dan standar deviasi = 4,15. Kemudian kategori penilaian SOP sebagai berikut : baik sekali jika total nilai SOP: ≥ 86, baik jika total nilai SOP : 71-85, Cukup jika total nilai SOP: 60-70 dan kurang jika total nilai SOP : ≤ 59. Selanjutnya dari hasil penelitian dikategorikan nilai penerapan SOP dengan kelompok baik dan cukup. Berarti mayoritas responden yang menerapkan SOP teknik menyuntik dengan kategori baik


(61)

sebanyak 55 orang (91,7 %). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Penerapan SOP Tehnik Menyuntik Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

No Penerapan n %

1 Baik 55 91,7

2 Cukup 5 8,3

Total 60 100

4.2.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Penerapan SOP Teknik Menyuntik Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden terhadap penerapan SOP teknik menyuntik diajukan 12 pertanyaan yang meliputi persiapan alat dan pelaksanaannya. Pemberian skor untuk masing-masing item pertanyaan adalah sebagai berikut : untuk pernyataan positif, bila jawaban salah = 0, bila jawaban benar = 1, untuk pernyataan negatif, bila jawaban benar = 0, bila jawaban salah = 1. Nilai skor pengetahuan antara 0-12. Berdasarkan nilai yang diperoleh dari jawaban didapatkan nilai minimum 9 dan nilai maksimum 12 kemudian nilai mean 10,8. Selanjutnya dilakukan pengkategorian nilai pegetahuan dengan membandingkan nilai pengetahuan responden dengan nilai mean. Kelompok nilai pengetahuan responden dengan skor kurang dari 10,8 dikategorikan pengetahuannya rendah dan kategori pengetahuan responden tinggi jika nilai pengetahuan responden dengan skor 10,8 atau lebih .


(62)

Berdasarkan analisis univariat mayoritas pengetahuan responden tinggi terhadap penerapan SOP teknik menyuntik yaitu 42 orang (70%), sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Penerapan SOP Teknik Menyuntik Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

No Pengetahuan n %

1 Tinggi 42 70

2 Rendah 18 30

Total 60 100

4.2.6.Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Penerapan SOP Teknik Menyuntik Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

Untuk mengetahui sikap responden terhadap penerapan SOP teknik menyuntik, maka peneliti mengajukan 16 pertanyaan, yang meliputi persiapan alat dan pelaksanaan menyuntik. Pemberian skor untuk tiap item pertanyaan adalah sebagai berikut : untuk pernyataan positif nilainya; sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2, sangat tidak setuju = 1 dan untuk pernyataan negatif nilai kebalikan dari nilai positif. Nilai skor berkisar antara 16-64. Untuk kategori sangat baik dengan rentang nilai 49-64, kategori baik 33-48, kategori buruk 17-32 dan kategori sangat buruk 0-16. Berdasarkan nilai yang diperoleh dari jawaban didapatkan nilai minimum 44 dan maksimum 61. Berarti nilai sikap responden berada pada rentang 49-68 dengan kategori sangat baik dan kategori baik dengan rentang nilai 33-48.


(63)

Hasil analisis univariat terhadap 60 responden diperoleh 16 orang (27%) untuk kategori sikap baik terhadap penerapan SOP teknik menyuntik dan 44 orang (73%) dengan kategori sikap sangat baik . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini :

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap penerapan SOP Teknik Menyuntik Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

No Sikap n %

Baik 16 27

Sangat Baik 44 73

Total 60 100

4.3. Analisis Bivariat

Untuk melihat hubungan antara variabel pengetahuan dengan penerapan SOP teknik menyuntik dan variabel sikap dengan penerapan SOP teknik menyuntik dilakukan analisa bivariat. Uji statistik yang digunakan adalah chi square. Untuk mengetahui tingkat ketepatan (significancy) dilakukan confidence interval (CI) pada batas kepercayaan 95%.

4.2.1. Hubungan Pengetahuan Responden Terhadap Penerapan SOP Teknik Menyuntik Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

Hasil analisis bivariat memperlihatkan hubungan antara pengetahuan responden dengan penerapan SOP teknik menyuntik. Responden dengan pengetahuan tinggi yang menerapkan SOP teknik menyuntik dengan kategori baik sebanyak 41 orang (97,6%), dan 1 orang (2,4%) yang menerapkan SOP teknik menyuntik dengan


(64)

kategori cukup, sedangkan yang berpengetahuan rendah yang menerapkan SOP teknik menyuntik dengan kategori baik sebanyak 14 orang (77,8%) dan kategori cukup menerapkan SOP teknik menyuntik sebanyak 4 orang (22,2%).

Kalau dilihat dari nilai P ternyata didapatkan P = 0,025(P < 0,05) berarti ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan responden dengan penerapan SOP teknik menyuntik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini :

Tabel 4.5 Hubungan Pengetahuan Responden Terhadap Penerapan SOP Teknik Menyuntik Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

Penerapan SOP No

Baik Cukup Total Pengetahuan

n % N % n % P

1 Tinggi 41 97,6 1 2,4 42 100

2 Rendah 14 77,8 4 22,2 18 100

Total 55 91,7 5 8,3 60 100

0,025

4.2.2. Hubungan Sikap Responden Terhadap Penerapan SOP Teknik Menyuntik Di RSUD Arifin Acmad Pekanbaru

Hasil analisis bivariat memperlihatkan hubungan antara sikap responden dengan penerapan SOP teknik menyuntik. Responden dengan sikap kategori baik yang menerapkan SOP teknik menyuntik dengan baik sebanyak 14 orang (87,5 %) sebanyak 2 orang (12,5 %) yang menerapkan SOP teknik menyuntik dengan cukup, sedangkan untuk kategori sikap sangat baik yang menerapkan SOP teknik menyuntik


(65)

dengan baik sebanyak 41 orang (93,2%) dan sebanyak 3 orang (6,8%) yang menerapkan SOP teknik menyuntik dengan cukup.

Bila dilihat dari nilai P ternyata didapatkan P = 0,403 (P > 0,05) berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan penerapan SOP teknik menyuntik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini :

Tabel 4.6 Hubungan Sikap Responden Terhadap Penerapan SOP Teknik Menyuntik Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

Penerapan SOP No

Baik Cukup

Total Sikap

n % N % n % P

1 Baik 14 87,5 2 12,5 16 100

2 Sangat Baik 41 93,2 3 6,8 44 100

Total 55 91,7 5 8,3 60 100


(66)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Pengetahuan Responden Terhadap Penerapan SOP Teknik Menyuntik Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

Berdasarkan hasil analisis bivariat memperlihatkan hubungan antara pengetahuan responden dengan penerapan SOP teknik menyuntik. Responden dengan pengetahuan tinggi yang menerapkan SOP teknik menyuntik dengan kategori baik sebanyak 41 orang (97,6%), dan 1 orang (2,4%) yang menerapkan SOP teknik menyuntik dengan kategori cukup, sedangkan yang berpengetahuan rendah yang menerapkan SOP teknik menyuntik dengan kategori baik sebanyak 14 orang (77,8%) dan kategori cukup sebanyak 4 orang (22,2%). Kalau dilihat dari nilai P ternyata didapatkan P = 0,025 ( P > 0,05) yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan responden terhadap penerapan SOP teknik menyuntik. Dengan pengertian bahwa semakin tinggi pengetahuan responden maka semakin besar kemungkinan dapat menerapkan SOP teknik menyuntik. Meskipun demikian dalam penelitian ini masih ditemukan responden memiliki pengetahuan rendah. Sehubungan dengan hal tersebut maka responden dengan pengetahuan rendah perlu meningkatkan pengetahuannya dalam praktik keperawatan khususnya dalam tindakan menyuntik sebagai upaya pencegahan infeksi. Sementara responden yang berpengetahuan tinggi tetap mempertahankan dan meningkatkan pengetahuannya agar dapat lebih bertanggungjawab untuk menerapkan SOP praktik keperawatan dalam bekerja.


(67)

Pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan formal dan informal, misalnya melalui bimbingan dan pelatihan, pengarahan, mencari informasi, diskusi dan berbagi pengalaman, sehingga semakin banyak memperoleh pengetahuan tentang penerapan SOP khususnya teknik menyuntik maka semakin besar responden dapat menjaga kesehatan dan keselamatan dalam bekerja sekaligus mencegah terjadinya infeksi melalui jarum suntik seperti yang pernah terjadi pada 4 (empat) orang tenaga perawat dan 1 (satu) orang mahasiswa kedokteran yang terpajan jarum suntik dan jarum infus penderita HIV/AIDS dan mereka tidak memakai sarung tangan saat bekerja.

Menurut pengamatan peneliti, rata-rata responden berpendidikan diploma tiga keperawatan, dengan demikian diharapkan responden lebih mudah menerima informasi dan pengetahuan yang baru baik dari dalam maupun dari luar lingkungan Rumah Sakit. Tinggi atau rendahnya pendidikan formal seseorang tidak menentukan sempit atau luasnya pengetahuan, tetapi makin tinggi pendidikan seseorang maka makin luaslah pengetahuannya. Secara teoritis menurut Machfoed et al (2005) cara orang yang bersangkutan mengungkapkan apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti atau jawaban baik lisan atau tertulis. Seseorang memiliki pengetahuan tinggi apabila mampu mengungkapkan informasi dari suatu objek dengan benar, bila seseorang hanya mampu mengungkapkan sedikit informasi dari suatu objek dengan benar maka dikategorikan memiliki pengetahuan rendah tentang objek tersebut. Pengetahuan dengan mudah dapat diakses melalui berbagai media massa yang dapat memberikan informasi baru bagi individu sehingga menambah pengetahuan dan wawasan responden. Sejalan pendapat yang dikemukan oleh Azwar (1995) bahwa ”Adanya


(1)

3 Suntikan intra vena dilakukan dengan menempatkan obat ke dalam pembuluh darah arteri

4. Menyiapkan dosis obat yag tepat dari ampul atau vial penting dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat 5. Gelembung udara pada tabung spuit tidak

perlu dikeluarkan karena tidak mempengaruhi hasil suntikan

6. Tujuan pemberian obat secara intra vena adalah supaya obat bereaksi cepat dan langsung masuk pembuluh darah vena

7. Perawat memasang pengalas jika diperlukan saja pada area suntikan dan memasang karet pembendung jauh dari area penyuntikan 8 Perawat mendesinfeksi area suntikan dengan

kapas alkohol, lalu masukkan jarum tepat pada vena, kemudian melihat pada tabung spuit ada darah atau tidak, jika ada darah lepaskan karet pembendung, masukkan obat secara perlahan-lahan

9. Setelah obat masuk semua, perawat segera mencabut jarum dengan cepat, bekas tusukan tidak boleh di tekan dengan kapas alkohol 10. Hal-hal yang diobservasi pasca suntikan intra

vena diantaranya adalah reaksi setelah pemberian obat tersebut

11. Dalam tindakan menyuntik komunikasi sebelum dan sesudah tindakan tidak lagi dibutuhkan


(2)

12. Perawat merapihkan kembali alat-alat yang sudah dipakai dan membuang alat suntik ke dalam tempat khusus

C. Pernyataan Pengukuran Sikap

Ü Sikap responden dalam penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) teknik menyuntik sebagai upaya pencegahan infeksi

Ü Berilah tanda (X) pada salah satu jawaban anda ; Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS)

NO PERNYATAAN SS S TS STS

1. Saya menggunakan SOP teknik menyuntik untuk memperkecil kesalahan, kelalaian dan kegagalan dalam proses pelaksanaan tindakan 2. Perawat harus menerapkan SOP teknik

menyuntik bila sudah ditegur atasan

3. Perawat yang baik akan menggunakan SOP dengan kesadaran sendiri

4. Perawat memakai sarung tangan pada waktu proses pelaksanaan tindakan menyuntik hanya bila disediakan oleh pihak rumah sakit

5. Menurut saya, pentingnya komunikasi dengan pasien dalam pemberian obat suntikan, untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat 6. Menurut saya, etiket / label obat dibaca sekali

saja pada waktu pemberian obat

7. Saya menggunakan sarung tangan pada waktu menolong pasien karena sadar akan manfaatnya untuk kesehatan dan keselamatan bekerja 8. Menurut saya jika terjadi kasus tertusuk jarum


(3)

pada perawat pada saat melakukan tindakan menyuntik sebaiknya tidak perlu melaporkan pada atasan / yang bertanggungjawab

9. Menurut saya mencuci tangan dan memakai sarung tangan sebelum tindakan menyuntik merupakan tindakan mencegah terjadinya penularan penyakit

10 Mematuhi penggunaan SOP teknik menyuntik tidak akan mengurangi kecelakaan dalam bekerja

11. Menerapkan SOP teknik menyuntik secara terus menerus adalah gambaran seorang perawat yang bertanggung jawab

12 Untuk mencegah luka tertusuk jarum, perawat membuka dan menutup jarum dengan teknik dua tangan pada saat menyuntik

13. Menurut saya perawat memasang sarung tangan sebelum memegang jarum suntik

14 Perawat melepaskan sarung tangan sebelum menyingkirkan alat suntik pada tempatnya 15. Untuk keamanan pemakaian jarum suntik,

pihak rumah sakit menyediakan tempat sampah khusus untuk jarum suntik habis pakai

16 Untuk menghindari penularan penyakit sebaiknya perawat tidak mencuci tangan setelah melepaskan sarung tangan yang sudah terpakai


(4)

Lampiran 3

Instrumen Observasi

Pelaksanaan SOP teknik menyuntik

Petunjuk pengisian

Observer (perawat penilai) diminta mengisi lembar observasi ini dengan cara

mengisi kolom yang tersedia, dengan identitas observee (perawat yang sedang

dinilai) sebagai berikut :

̇

Kode Responden

:

̇

Umur

:

̇

Jenis Kelamin

:

̇

Pendidikan

:

̇

Ruangan

:

OBSERVASI

NO JENIS

KEGIATAN

ASPEK YANG DINILAI

1 2 3 4 5

KET

Menyuntik

intra

Vena

a.

Persiapan Alat

1.

Trolly injeksi

2.

Bak instrument

3.

Spuit 2 atau 5 CC (disposible)

4.

Obat sesuai yang dibutuhkan

5.

Kapas alkohol dalam tempatnya

6.

Gergaji ampul

7.

Bengkok

8.

NaCl 0,9% atau aquabidest

9.

Sarung tangan

10,Pengalas dan pembendung

11.Buku dan pena


(5)

b.

Pelaksanaan

1.

Memberitahu dan menjelaskan

prosedur tindakan kepada pasien

2.

Perawat mencuci tangan dan

mengeringkannya lalu memasang

sarung tangan

3.

Menyediakan obat sesuai yang

dibutuhkan

4.

Membaca etiket obat minimal 3 kali

-

Pertama saat mengambil tempat

obat

-

Kedua saat mengambil obat

-

Ketiga saat meletakkan tempat obat

(sebelum menyuntikkan)

5.

Memastikan pasien yang akan

disuntik

6.

Menentukan daerah yang akan

disuntik

7.

Memasang pengalas, lakukan

pembendungan pada sebelah atas

dari daerah suntikan

8.

Melakukan desinfeksi permukaan

kulit daerah suntikan dengan kapas

alkohol dan kulit daerah suntikan

diregangkan

9.

Memasukan jarum ke dalam

pembuluh darah dengan lubang

jarum menghadap ke atas

10.

Menarik penghisap jarum sedikit,

bila jarum berhasil masuk ke dalam

vena darah akan mengalir ke dalam

spuit, pembendung dibuka dan obat

dimasukkan kedalam vena

berlahan-lahan sampai habis

11.

Bila pemberian obat/cairan melalui

vena dilakukan dalam jumlah besar

dan waktu yang lama, maka

pemberiannya bisa melalui infus

12.

Mengobservasi respon pasien

13.

Memberitahu pasien bahwa


(6)

14.

Alat-alat dibereskan

15.

Perawat melepaskan sarung tangan

kemudian mencuci tangan dan

mengeringkannya.