Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Petugas Laboratorium Terhadap Kepatuhan Menerapkan Standar Operasional Prosedur (Sop) Di Puskesmas Kota Pekanbaru Tahun 2008

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PETUGAS

LABORATORIUM TERHADAP KEPATUHAN MENERAPKAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

DI PUSKESMAS KOTA PEKANBARU

TAHUN 2008

TESIS

Oleh

ROHANI PANGGABEAN

067010015/AKK

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PETUGAS

LABORATORIUM TERHADAP KEPATUHAN MENERAPKAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

DI PUSKESMAS KOTA PEKANBARU

TAHUN 2008

T E SI S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (MKes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROHANI PANGGABEAN

067010015/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PETUGAS LABORATORIUM TERHADAP KEPATUHAN MENERAPKAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DI PUSKESMAS KOTA PEKANBARU TAHUN 2008

Nama Mahasiswa : Rohani Panggabean Nomor Pokok : 067010015

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Ir. Kalsum, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 13 November 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. Kintoko Rochadi, MKM Anggota : 1. Ir. Kalsum, M.Kes

2. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK 3. Dra. Syarifah, MS


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PETUGAS

LABORATORIUM TERHADAP KEPATUHAN MENERAPKAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

DI PUSKESMAS KOTA PEKANBARU

TAHUN 2008

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, November 2008


(6)

ABSTRAK

Standar operasional prosedur adalah salah satu upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah dengan memprioritaskan pengendalian infeksi mengingat tingginya penyebaran berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya di lingkungan sarana pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap petugas laboratorium terhadap kepatuhan menerapkan standar operasional prosedur (SOP) di Puskesmas kota Pekanbaru tahun 2008.

Jenis penelitian ini adalah penelitian observational yang bersifat deskriptif Analitik dengan metode cross sectional study. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan di seluruh Puskesmas wilayah kota Pekanbaru. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas laboratorium Puskesmas kota Pekanbaru, berjumlah 25 orang dari 17 Puskesmas. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi (total sampling) yaitu berjumlah 25 orang, dengan subjek penelitian 1 dan 2 orang disetiap Puskesmas. Analisis data dilakukan dengan analisa univariat, bivariat untuk mengetahui hubungan variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan Uji Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95% (g = 0,05) dan untuk melihat faktor variabel dominan dilakukan dengan uji model multivariat dengan uji regresi logistik.

Hasil penelitian dengan menggunakan uji Chi-Square dari 4 (empat) variabel karateristik responden yang mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) sikap dengan nilai p = 0,001 ( p < 0,05), pengetahuan dengan nilai p = 0,004 ( p< 0,05), umur denga nilai signifikansi adalah p = 0,045 ( p< 0,05), masa kerja dengan nilai p= 0,048 ( p< 0,05) berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan menerapkan standar operasional prosedur dan jenis kelamin tidak ada hubungan dengan kepatuhan standar operasional prosedur (SOP). Hasil uji dengan Regresi logistik yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah sikap dengan menggunakan uji chi square adalah 0.003 nilai ini lebih kecil dari level of significance (g) sebesar 0,05.

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menekankan perilaku petugas laboratorium dengan penerapan standar operational prosedur (SOP) laboratorium di Puskesmas Kota Pekanbaru.


(7)

ABSTRACT

Standard Operational Procedure is an effort of improving health service quality by making an infection control in priority considering that the higher transmission of various diseases through blood and other physical fluids in health service facility. The present study intends to find the correlation between knowledge and attitude of laboratory workers and adherence to apply the Standard Operational Procedure at the Municipal Health Service Center Pekanbaru 2008.

The present study is an observational and descriptive analysis using a cross-sectional study. It used a quantitative approach. The study was conducted at all the municipal health service centre of Pekanbaru. The population of the study included all the laboratory population of 25 respondents of 17 health service centers. The sampling used a total sampling by taking all the populations of 25 respondents with the 1 and 2 subject of each health service center. The data were analyzed by univariate and bivariate to know the correlation between independent variable and dependent variable using Chi-Square method in confidence level of 95% (g = 0.05) and to find most predominant variable by making a multivariate test and logistic regression analysis.

The result of the study using Chi-Square of 6 (six) subvariables of the characteristic of the respondents who have significant effect on adherence to apply the Standard Operational Procedure of attitude with p = 0.001 ( p < 0.05 ), knowledge with p = 0.004 ( p < 0.05 ), age with p = 0.045, service duration p = 0.048 ( p < 0.05 ), that have significant effect on the adherence to apply the Standard Operational Procedure and the sex has no effect om the adherence. The most influencing result of the logistic regression analysis on the adherence using the chi-square was 0.003 less than the level of significance (a) of 0.05.

It is suggested for further study to more emphasize behaviors of the laboratory workers in applying the Standard Operational Procedure at the Municipal Health Service Center of Pekanbaru.

Keywords : Standard Operational Procedure, Knowledge and Attitude.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahi rabbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-2 pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalarn penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Chairudin P. Lubis, DTM & Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Prof. Dr. Ir T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Universitas Sumatera Utara serta Bapak dan Ibu seluruh staf Dosen yang selama ini memberikan pengajaran dan ilmu yang sangat berharga kepada penulis.


(9)

4. Komisi Pembimbing, yaitu: Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM, dan Ibu Ir. Kalsum, M.Kes yang selalu membimbing dan memberi saran-saran hingga selesainya tesis ini.

5. Komisi Penguji, yaitu: Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK dan Ibu Dra. Syarifah, MS yang banyak memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan penulisan tesis ini.

6. Ibu Sofiah Saimin, SKM, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Dep Kes Riau yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru yang telah memberi izin dan dukungan

8. Rekan-rekan pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Angkatan 2006 yang selalu memberi motivasi dalam penyelesaian tesis ini.

9. Teristimewa buat suami tercinta yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dorongan dan doa restu kepada penulis agar dapat menyelesaikan pendidikan Pascasarjana.

10.Juga anak-anakku tersayang Rita Ridayani, SST, Rina Yuliani dan Kurniawan yang selama ini telah mendampingi dan terus berdoa untuk bundanya dalam penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih kepada kedua orang tuaku, Abang, Kakak, Adik yang telah memberikan dukungan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan, semoga


(10)

ALLAH SWT membalas kebaikan yang telah dilakukan dan melimpahkan ridho dan hidayahNya.

Medan, November 2008


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Rohani Panggabean

Tempat/Tanggal Lahir : Pinangsori, 17 April 1954

Agama : Islam

Alamat : Jln. Rasamala No. 500 Beringin Indah Kel. Sidomulyo Kec. Marpoyan Damai P. Baru Telp/HP : (0761) 62524/08127528733

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1961 – 1967 : SDN Pinangsori Tapanuli Tengah Tahun 1967 – 1970 : SMP Negeri Lumut Tapanuli Tengah Tahun 1970 – 1975 : Sekolah Pengatur Rawat RSU P. Siantar Tahun 1980 – 1981 : Sekolah Guru Perawat/Bidan Bandung

Tahun 1992 – 1998 : S - 1 MIPA di Universitas Islam Riau P. Baru Tahun 2006 – 2008 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Medan, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja.

RIWAYAT PEKERJAAN

1977 – 1984 : Dinas Kesehatan Dati II Kampar - Prop. Riau 1984 – 2001 : Guru SPK Depkes P. Baru


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...ii

ABSTRACT...ii

KATA PENGANTAR ...iv

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR LAMPIRAN...viii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesa ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Pengetahuan ... 9

2.1.1 Tingkati Pengetahuan ... 10

2.2. Sikap(attitude) ... 12

2.2.1 Komponen pokok sikap ... 13

2.2.2 Tingkatan sikap ... 14

2.3.Standar Operasional Prosedur (SOP) ... 15

3.3.1 Pengertian... 16

3.3.2 Tujuan SOP ... 16

3.3.3 Fungsi SOP ... 17

3.4 Prinsip-prinsip SOP... 17

2.4. Infeksi yang di dapat di Laboratorium ... 19

2.4.1 Pengertian infeksi... 19

2.4.2 Jenis paparan akibat infeksi yang didapat di Laboratorium... 19

2.4.3 Pengambilan darah ... 20

2.5. Alat Pelindung diri ... 20

2.6. Kerangka konsep ... 23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 24

3.1. Jenis Penelitian... 24

3.2. Lokasi dan waktu penelitian ... 24

3.3. Populasi dan Sampel ... 24


(13)

3.5. Variabel dan Defenisi operasional ... 25

3.6. Metode pengukuran... 27

3.7 Metode Analisa data... 29

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 31

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... .31

4.1.1 Letak geografis... 31

4.1.2. Demografi ... 31

4.2 Hasil Penelitian ... 32

4.2.1 Analisa Univariat ... 32

4.2.2 Analisa Bivariat... 35

4.2.3 Analisa Multivariat... 42

BAB 5 PEMBAHASAN... 43

5.1. Karakteristik Responden ... 43

5.1.1 Umur ... 44

5.1.2 Jenis Kelamin ... 45

5.1.3 Pendidikan... 45

5.1.4 Masa Kerja ... 46

5.1.5 Pengetahuan ... 47

5.1.6 Sikap ... 48

5.1.7 Kepatuhan Standar Operasional Prosedur... 49

5.2. Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas kota Pekanbaru ... 50

5.3. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas kota Pekanbaru ... 52

5.4. Keterbatasan Penelitian... 53

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 54

6.2. Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 4.1 Distribusi Frekuensi Petugas Laboratorium di Puskesmas Kota

Pekanbaru Tahun 2008

4.2 Distribusi Frekuensi Karakeristik Responden di Puskesmas Kota Pekanbaru Tahun 2008

4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan, Sikap dan Kepatuhan di Puskesmas Kota Pekanbaru Tahun 2008 4.4 Hubungan Karakteristik Umur dengan Kepatuhan Standar

Operasiomal Prosedur Laboratorium di Puskesmas Kota Pekanbaru Tahun 2008

4.5 Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur Laboratorium di Puskesmas Kota Pekanbaru Tahun 2008

4.6 Hubungan Karakteristik Pendidikan dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur Laboratorium di Puskesmas Kota

Pekanbaru Tahun 2008

4.7 Hubungan Masa Kerja dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur Laboratorium di Puskesmas Kota Pekanbaru Tahun 2008

4.8 Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur Laboratorium di Puskesmas Kota Pekanbaru Tahun 2008

4.9 Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur Laboratorium di Puskesmas Kota Pekanbaru Tahun 2008

4.10 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Variabel dengan Kepatuahan Menerapkan Standar Prosedur Laboratorium di Puskesmas Kota Pekanbaru Tahun 2008

4.11 Hasil Analisis Multivariat Regresi Laogistik Antara Variabel Sikap dengan Kepatuahan Menerapkan Standar Prosedur Laboratorium di Puskesmas Kota Pekanbaru Tahun 2008


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

2. Kuesioner Penelitian

3. Hasil Univariat dan Variabel Independen dan Dependent 4. Hasil Bivariat dengan Uji Chi Square

5. Hasil Multivariat dengan Uji Regresi Hubungan Pengetahuan dan Sikap

6. Master Data Penelitian

7. Surat Permohonan Izin Penelitian

8. Surat Keterangan Pelaksanaan penelitian


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal, yang ditandai dengan penduduknya yang hidup dengan perilaku hidup sehat dan dalam lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes RI, 2001).

Untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan salah satunya dengan melaksanakan upaya pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau. Ini sesuai dengan misi Puskesmas yang antara lain yaitu memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau. Puskesmas harus selalu berupaya untuk menjaga agar cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan. Indikator keberhasilan misi pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah minimal mencakup seluruh indikator cakupan program pokok Puskesmas dan kualitas layanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau, yang antara lain adalah kegiatan pelayanan laboratorium sederhana di Puskesmas (Trihono, 2002).


(17)

Kualitas pelayanan kesehatan khususnya di Puskesmas sangat dipengaruhi oleh petugas kesehatan Puskesmas itu sendiri. Petugas kesehatan yang diharapkan sekarang dan masa depan adalah dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu yang memuaskan pemakai jasa pelayanan serta diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika pelayanan profesi. Di samping itu petugas kesehatan Puskesmas khususnya petugas laboratorium selain dapat memberikan pelayanan yang baik dan bermutu, dalam menjalankan tugas atau pekerjaannya melayani pasien dituntut untuk dapat melindungi diri dari bahaya-bahaya potensial resiko terpajan dan terinfeksi (tertular) dari pasien dan dari tempat kerja (Depkes RI, 2000).

Untuk mendukung petugas kesehatan Puskesmas yang menjaga mutu dan pelayanan yang berkualitas khususnya pelayanan di laboratorium sederhana Puskesmas guna mempermudah petugas laboratorium Puskesmas tentang pemahaman dan cara pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan-pemeriksaan sederhana sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Puskesmas saat ini, maka dari itu petugas laboratorium memerlukan suatu pedoman atau petunjuk pemeriksaan laboratorium Puskesmas yang disebut dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium atau standar kesehatan dan keselamatan kerja di Puskesmas (Depkes RI, 2001).

Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium Puskesmas adalah suatu pedoman tertulis, suatu patokan pencapaian tingkat, suatu pernyataan tertulis tentang harapan yang yang spesifik atau sebagai model untuk ditiru yang dibakukan. Standar Operasional Prosedur (SOP) meliputi peraturan-peraturan dalam mengaplikasi proses-proses dan hasilnya sesuai dengan ketentuan yang diharapkan. Selain itu SOP


(18)

juga dapat memudahkan petugas laboratorium Puskesmas dalam melaksanakan tugasnya dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan bermutu (Mulyana, dkk, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2007), sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru) ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya. Apabila penerimaan perilaku baru didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat lebih langgeng (long lasting). Keadaan ini juga sama halnya dengan petugas laboratorium, sebelum berperilaku, melakukan aktivitas atau menerapkan standar operasional prosedur (SOP) laboratorium, petugas tersebut harus memiliki pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif tentang SOP labotaorium itu.

Selain itu perilaku yaitu pengetahuan dan sikap positif juga berfungsi sebagai defence mechanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya, dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia dapat melindungi diri terhadap ancaman-ancaman yang datang dari luar. Misalnya seseorang dapat mencegah atau menghindari penyakit, karena penyakit merupakan ancaman bagi dirinya (Notoatmodjo, 2007).

Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium juga merupakan bagian dari upaya pengendalian infeksi. Seperti yang dikemukakan Saifuddin, dkk (2002) bahwa salah satu upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah dengan memprioritaskan pengendalian infeksi. Petugas kesehatan yang bekerja di lingkungan sarana pelayanan kesehatan antara lain adalah Puskesmas beresiko terhadap


(19)

penularan penyakit bila tidak mengindahkan petunjuk atau panduan kerja yang benar dalam pengendalian infeksi. Untuk itu petugas kesehatan harus selalu waspada, memiliki kesadaran dan kepatuhan dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur kerja pengendalian infeksi. Hal ini sejalan dengan Kewaspadaan Universal (KU) atau Universal Precautions yaitu suatu pedoman yang ditetapkan Centers for Disease Control (CDC) pada tahun 1987 yang bertujuan mencegah penyebaran berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya di lingkungan sarana pelayanan kesehatan.

Kewaspadaan Universal (Universal Precautions) di lingkungan sarana pelayanan kesehatan yang terkait dengan perlindungan atau pengamanan petugas kesehatan terhadap penularan penyakit dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien. Dalam memberikan pelayanan pada pasien menurut Djauzi dan Djoerban (2002) seperti yang dikutip Soeroso (2003) pada tahun 2000, di RS Ciptomangunkusumo terjadi 9 kasus kecelakaan kerja yang beresiko terpajan HIV pada 7 perawat, 1 dokter dan 1 petugas laboratorium. Enam orang mendapat profilaksis obat antiretroviral dan 3 orang yang menjalani tes HIV pada 3 dan 6 bulan pascapajanan menunjukkan hasil yang negatif.

Angka kejadian tertular setelah kecelakaan kerja (luka tusuk jarum) pada petugas kesehatan yang melayani pasien HIV/AIDS adalah 3 per 1000 kejadian, namun pada petugas kesehatan yang mendapat kecelakaan kerja telah menyebabkan tekanan jiwa dan kekhawatiran yang mendalam. Kasus luka tertusuk jarum (NSI) tersebut harus segera dilaporkan kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan


(20)

tersebut dan dilakukan pencegahan setelah terpajan (postexposure prophylaxis) berupa pemeriksaan test HIV yakni 3 bulan dan 6 bulan setelah terpajan serta pemberian obat antiretroviral. Kemungkinan penularan akibat bloodborne viruses yang terbesar 30-40% terjadi apabila NSI dialami oleh petugas kesehatan yang menangani penderita Hepatitis B dengan pertanda virus Hepatitis B envelope Antigen (HBeAg) positif (Soeroso, 2003).

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan pada tanggal 1 Maret sampai dengan 6 Maret 2008 di Puskesmas Kota Pekanbaru, pemeriksaan yang terbanyak dilakukan di laboratorium Puskesmas adalah pemeriksaan gula darah dan yang kedua terbanyak adalah pemeriksaan sputum untuk mengetahui adanya basil penyakit Tuberculosis. Pada saat itu penulis menemukan petugas laboratorium masih kurang patuh menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium dengan benar yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan kerja di laboratorium Puskesmas. Misalnya tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti tidak menggunakan sarung tangan pada saat pemeriksaan darah pasien dan tidak menggunakan masker pada saat pemeriksaan dahak. Di samping itu juga ketidaktepatan dalam melakukan prosedur tindakan misalnya memipet dengan menggunakan mulut dan tidak melakukan dekontaminasi alat dan tempat kerja yang benar. Keadaan ini beresiko atau berpotensi menimbulkan bahaya bagi petugas laboratorium Puskesmas.

Pada saat melakukan observasi diperoleh informasi dari petugas Puskesmas, bahwa ada petugas laboratorium tertular penyakit dua orang, yakni satu orang Tuberkulosis paru dan satu orang lagi menderita penyakit Hepatitis.


(21)

Dalam pelaksanaan penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium Puskesmas terdapat beberapa kelemahan sehingga SOP belum dilaksanakan sepenuhnya, hal ini mungkin disebabkan oleh faktor perilaku petugas laboratorium meliputi pengetahuan dan sikap masih kurang. Di samping hal itu, tidak adanya pengawasan dari pimpinan dan instansi terkait sehingga petugas laboratorium tidak patuh dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur, tidak adanya sanksi terhadap petugas laboratorium yang tidak menerapkan Standar Operasinal Prosedur dan masih ada petugas laboratorium yang belum mendapat pelatihan tentang pelaksanaan SOP laboratorium dan upaya pengendalian infeksi.

Dari fenomena di tas, penulis ingin melakukan penelitian dengan judul; Hubungan Pengetahuan dan Sikap Petugas Laboratorium terhadap Kepatuhan Menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas Kota Pekanbaru Tahun 2008.

1. 2. Perumusan Masalah

Petugas pelayanan kesehatan di laboratorium Puskesmas belum sepenuhnya menerapkan standar operasional prosedur (SOP), misalnya tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa sarung tangan dan masker pada saat melakukan pemeriksaan specimen di laboratorium. Keadaan ini dapat beresiko terpapar pada penyebab infeksi (mikroorganisme) yang secara potensial membahayakan keselamatan petugas laboratorium. Permasalahan diatas kemungkinan disebabkan oleh kurangnya kesadaran terhadap prosedur pencegahan infeksi dan penyakit akibat


(22)

kerja. Dari masalah tersebut dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: Bagaimanakah hubungan pengetahuan dan sikap petugas laboratorium terhadap kepatuhan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas Kota Pekanbaru tahun 2008?

1. 3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap petugas laboratorium terhadap kepatuhan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas Kota Pekanbaru.

1.4. Hipotesa

1.4.1 Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan dan sikap petugas laboratorium terhadap kepatuhan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas Kota Pekanbaru.

1.4.2. Ha : Ada Hubungan antara pengetahuan dan sikap petugas laboratorium terhadap kepatuhan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas Kota Pekanbaru.

1. 5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Memberi masukan bagi pengambil keputusan tentang pengetahuan dan sikap petugas laboratorium terhadap kepatuhan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP), sebagai bahan pertimbangan dalam membina dan


(23)

mengembangkan manajemen pelayanan kesehatan khususnya di Puskesmas Kota Pekanbaru.

1.5.2. Sebagai masukan pada petugas laboratorium Puskesmas untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas Kota Pekanbaru.

1.5.3. Untuk menambah pengetahuan penulis dan dapat dimanfaatkan sebagi referensi ilmiah untuk pengembangan ilmu khususnya tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) petugas kesehatan Puskesmas.

1.5.4. Bagi peneliti lain sebagai bahan perbandingan dalam melakukan penelitian yang terkait dengan hubungan pengetahuan dan sikap petugas laboratorium terhadap menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas Kota Pekanbaru.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebahagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain. Kegiatan, aktivitas dan kepatuhan seseorang ditentukan oleh pengetahuan. Sebelum seseorang berperilaku baru atau kegiatan dan aktivitas ia harus tahu terlebih dahulu atau seseorang harus memiliki pengetahuan terlebih dahulu. Penerimaan perilaku baru ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan, kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom (1908) seperti yang dikutip oleh Sudjana (2006) menjelaskan bahwa pengetahuan sebagai suatu ingatan dan hafalan terhadap materi yang dipelajari seperti rumus,


(25)

batasan, definisi, pasal dalam undang-undang dan sebagainya memang perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasai sebagai pengetahuan.

2.1.1. Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2007).

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (comprehension)

Suatu kemauan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan atau meringkas tentang sesuatu, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajarinya.


(26)

3) Aplikasi (aplication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya) atau menafsirkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi kongkret. Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau menggunakan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cyclel) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4) Analisis (analysis)

Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain atau suatu bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti. Kemampuan ini meliputi mengenal bagian-bagian, hubungan antar bagian serta prinsip yang digunakan dalam organisasi atau susunan materi pelajaran. Misalnya kemampuan untuk menggunakan kata kerja; dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, seperti merumuskan tema,


(27)

rencana atau melihat hubungan abstrak dari berbagai informasi/fakta. Kemampuan ini seperti kemampuan merumuskan suatu pola atau struktur baru (formulasi baru) berdasarkan informasi, fakta atau formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori.

6) Evaluasi (evaluation)

Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat menapsirkan sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

2.2. Sikap (attitude)

Sikap adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Sikap merupakan suatu perbuatan atau tingkah laku sebagai


(28)

reaksi (respons) terhadap sesuatu rangsangan atau stimulus, yang disertai dengan pendirian dan perasaan orang itu. Tiap orang mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadap suatu perangsang. Ini disebabkan oleh berbagai faktor yang ada pada individu masing-masing seperti adanya perbedaan dalam bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan dan juga situasi lingkungan. Demikian pula sikap pada diri seseorang terhadap sesuatu perangsang yang sama mungkin juga tidak selalu sama. Bagaimana sikap kita terhadap berbagai hal di dalam hidup kita, adalah termasuk ke dalam kepribadian kita. Di dalam kehidupan manusia, sikap selalu mengalami perubahan dan perkembangan (Purwanto, 2003).

Menurut Bogardus, et al (1931) dikutip oleh Azwar (1995) menyatakan bahwa sikap merupakan suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu

dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons. 2.2.1. Komponen Pokok Sikap

Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007) bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketika komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan


(29)

emosi memegang peranan penting. Pengetahuan akan membawa seseorang akan berpikir dan berusaha supaya dirinya dan keluarga terhindar dari penyakit. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga seseorang berniat untuk mencegah terjadinya penyakit, misalnya dengan melakukan immunisasi, kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan.

2.2.2. Tingkatan Sikap

Menurut Sudjana (2006) ada beberapa jenis kategori atau tingkatan sikap. Kategorinya dimulai dari tingkat dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks, yaitu:

a. Reciving/attending (menerima) kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) yang datang dari luar. Dalam tingkatan ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala rangsangan dari luar.

b. Responding (merespon) atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

c. Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam penilaian (evaluasi) ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.


(30)

d. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll.

e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang dipengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Ke dalam ini termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2007).

2.2.3 Praktek atau Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.

2.3. Standar Operasional Prosedur (SOP) 2.3.1. Pengertian SOP

Menurut Mulyana dkk (2003) memberikan pengertian standar operasional prosedur (SOP) adalah suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.


(31)

Dan selanjutnya menurut Depkes RI (1995) Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah suatu protap yang merupakan tata atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga sesuatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien.

2.3.2. Tujuan SOP

1. Agar petugas menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas atau tim dalam organisasi atau unit.

2. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi.

3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas terkait.

4. Melindungi organisasi dan staf dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.

5. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi.

2.3.3. Fungsi SOP

1. Memperlancar tugas petugas atau tim.

2. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.

3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak. 4. Mengarahkan petugas untuk sama-sama disiplin dalam bekerja. 5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas rutin.


(32)

2.3.4. Prinsip-pinsip SOP

1. Harus ada pada setiap kegiatan pelayanan.

2. Bisa berubah sesuai dengan perubahan standar profesi atau perkembangan iptek serta peraturan yang berlaku.

3. Memuat segala indikasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada setiap upaya.

4. Harus didokumentasikan.

2.3.5. Standar Pelayanan Laboratorium di Puskesmas

2.3.5.1.Standar Operasional Prosedur Laboratorium (Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja) di Laboratorium Puskesmas (Depkes RI, 2002)

2.3.5.2.Pengertian

Memuat pedoman tentang pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium secara baik dan benar sesuai pedoman demi terciptanya kesehatan dan keselamatan petugas maupun lingkungan kerja.

2.3.5.3.Prosedur

a. Pakailah jas laboratorium saat berada dalam ruang pemeriksaan atau di ruang laboratorium. Tinggalkan jas laboratorium di ruang laboratorium setelah selesai bekerja.

b. Cuci tangan sebelum pemeriksaan.

c. Menggunakan alat pelindung diri (masker, sarung tangan, kaca mata dan sepatu tertutup).


(33)

d. Semua specimen harus dianggap infeksius (sumber penular), oleh karena itu harus ditangani dengan sangat hati-hati.

e. Semua bahan kimia harus dianggap berbahaya, oleh karena itu harus ditangani dengan hati-hati.

f. Tidak makan, minum dan merokok di dalam laboratorium. g. Tidak menyentuh mulut dan mata pada saat sedang bekerja.

h. Tidak diperbolehkan menyimpan makanan di dalam lemari pendingin yang digunakan untuk menyimpan bahan-bahan klinik atau riset.

i. Tidak diperbolehkan melakukan pengisapan pipet melalui mulut gunakan peralatan mekanik (seperti penghisap karet) atau pipet otomatis.

j. Tidak membuka sentrifuge sewaktu masih berputar.

k. Menutup ujung tabung penggumpal darah dengan kertas atau kain, atau jauhkan dari muka sewaktu membuka.

l. Bersihkan semua peralatan bekas pakai dengan desinfektans larutan klorin 0,5 % dengan cara merendam selama 20-30 menit.

m. Bersihkan permukaan tempat bekerja atau meja kerja setiap kali selesai bekerja dengan menggunakan larutan klorin 0,5 %.

n. Pakai sarung tangan rumah tangga sewaktu membersihkan alat-alat laboratorium dari bahan gelas.

o. Gunakan tempat antitembus dan antibocor untuk menempatkan bahan-bahan yang tajam.


(34)

p. Letakkan bahan-bahan limbah infeksi di dalam kantong plastik atau wadah dengan penutup yang tepat.

q. Cuci tangan dengan sabun dan beri desinfektan setiap kali selesai bekerja.

2.4. Infeksi yang didapat di Laboratorium

2.4.1. Pengertian Infeksi yang Didapat di Laboratorium

Infeksi yang didapat di laboratorium adalah infeksi nosokomial akibat kegiatan staf laboratorium tanpa memperkirakan bagaimana kejadiannya.

2.4.2. Jenis Paparan Akibat Infeksi yang didapat di Laboratorium

Infeksi organisme pathogen dapat terjadi melalui beberapa cara. Yang paling sering adalah:

1. Inhalasi. Pada saat melakukan pencampuran, penggilingan atau penghalusan bahan-bahan infeksius atau pada saat membakar kawat loop pemindah dapat membentuk percikan halus yang dapat terhirup oleh petugas yang tidak menggunakan pelindung.

2. Tertelan

Para petugas laboratorium dapat terpapar melalui: a. Gerakan yang tidak disadari dari tangan ke mulut.

b. Memasukkan bahan-bahan yang telah terkontaminasi (pensil) atau jari tangan ke mulut.

c. Makan, minum atau merokok di dalam laboratorium atau tidak melakukan upaya kebersihan tangan yang betul (tidak mencuci tangan


(35)

atau tidak menggunakan penggosok tangan dengan bahan dasar alkohol sebelum dan sesudah makan).

d. Menggunakan pipet (13% angka kejadian infeksi yang didapat di laboratorium terjadi karena melakukan pipet melalui mulut).

3. Luka akibat tusukan. Cedera akibat kecelakaan dengan benda-benda tajam (jarum, pisau bedah dan bahan-bahan pecah belah yang telah terkontaminasi) merupakan penyebab utama infeksi yang didapat di laboratorium.

4. Kontaminasi pada kulit dan selaput lendir. Cipratan dan percikan dari cairan yang terkontaminasi pada kulit, selaput lendir mulut, rongga hidung dan konjungtiva mata dan gerakan tangan ke muka dapat mengakibatkan terjadinya transmisi organisme pathogen (Tietjen, 2004).

2.4.3. Pengambilan Darah (Flebotomi)

Centers for Disease Control (CDC) menyatakan bahwa flebotomi merupakan prosedur yang beresiko paling tinggi, karena jarum paling sering digunakan adalah ukuran besar (8-22 gauge) dan jumlah darah tertinggal di dalam jarum sesudah pemakaian.

Pada laporan 1999 (EPINet), 21% dari 1.993 perlukaan tajam yang dilaporkan di Amerika Serikat berhubungan dengan flebotomi. Lebih dari 80% perlukaan jarum terjadi sewaktu mengambil darah vena, menggunakan jarum vakum, jarum sekali pakai dan jarum butterfly. Pada flebotomi yakinkan bahwa: pakai sarung tangan, cari bantuan bila pasien tidak bekerjasama dan untuk menangani anak-anak (Tietjen, 2004).


(36)

2.5. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri (APD), telah digunakan bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada petugas yang bekerja pada suatu tempat perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini dengan timbulnya AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), HBV (Hepatitis B Virus), HCV(Hepatitis C Virus) dan munculnya kembali tuberculosis di banyak negara, penggunaan APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas (Tietjen, 2004).

2.4.1. Jenis Alat Pelindung Diri yang Dipakai di Laboratorium

Alat Pelindung Diri (APD) meliputi sarung tangan, masker, pelindung mata, gaun, kap, apron dan alas kaki. Alat Pelindung Diri yang sangat efektif terbuat dari kain yang diolah atau bahan sintetis yang dapat menahan air, darah dan cairan lain untuk menembusnya (Tietjen, 2004).

a. Sarung tangan

Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Sarung tangan harus dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan ekskresi (kecuali keringat). Petugas kesehatan menggunakan sarung tangan untuk tiga alasan, yaitu: 1) Mengurangi resiko petugas kesehatan terkena infeksi dari pasien. 2) Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien.

3) Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikro organisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lain.


(37)

b. Masker

Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar dari sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, bersin dan juga mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.

c. Pelindung mata

Pelindung mata melindungi petugas kesehatan dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan pelindung mata.

d. Gaun penutup

Pemakaian utama dari gaun penutup adalah untuk melindungi pakaian petugas pelayanan kesehatan. Gaun penutup diperlukan sewaktu melakukan tindakan, bila baju tidak ingin kotor.

e. Kap (penutup rambut)

Dipakai untuk menutup rambut dan kepala, tujuan utamanya adalah melindungi pemakainya dari semprotan dan cipratan darah dan cairan tubuh lainnya.

f. Apron

Apron dibuat dari karet atau plastik sebagai suatu pembatas air di bagian depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron harus dipakai kalau sedang membersihkan atau melakukan tindakan dimana darah atau cairan tubuh diantisipasi akan tumpah.


(38)

g. Alas kaki

Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam atau dari cairan yang jatuh atau menetes ke kaki. Sepatu bot dari karet atau kulit lebih melindungi, tapi harus selalu bersih dan bebas dari kontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

- Pengetahuan - Sikap

Karakteristik - Umur

- Jenis kelamin - Pendidikan

- Masa kerja

Kepatuhan menerapkan Standar Operasional

Prosedur (SOP) Laboratorium

Puskesmas

Gambar 1. Kerangka Konsep Kepatuhan Menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Laboratorium di Puskesmas Kota Pekanbaru


(39)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observational yang bersifat deskriptif Analitik dengan metode cross sectional study. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan bertujuan untuk mengetahui korelasi antara variabel bebas yaitu pengetahuan dan sikap petugas laboratorium dengan variabel terikat yaitu kepatuhan menerapkan standar operational prosedur (SOP) di puskesmas kota Pekanbaru.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di seluruh Puskesmas wilayah kota Pekanbaru. 3.2.2. Waktu penelitian

Pelaksanaan penelitian ini mulai bulan Januari sampai dengan Agustus 2008.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Seluruh petugas laboratorium Puskesmas kota Pekanbaru, berjumlah 25 orang dari 17 Puskesmas.


(40)

3.3.2.Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi (total sampling) yaitu berjumlah 25 orang, dengan subjek penelitian 1 dan 2 orang disetiap Puskesmas.

3.4. Metoda Pengumpulan data

Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara, observasi dengan menggunakan kuesioner-kuesioner yang dipersiapkan, sedangkan data sekunder yang diperoleh dan dikumpulkan dari Puskesmas, Dinas kesehatan kota Pekanbaru, yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel penelitian

a. Variabel Independen (variable bebas) adalah pengetahuan, sikap dan karakteristik petugas laboratorium Puskesmas.

b. Variabel Dependen (variabel terikat) adalah kepatuhan menerapkan standar operational prosedur (SOP) di Puskesmas kota Pekanbaru

3.5.2. Definisi Operational

a. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh petugas laboratorium tentang pedoman pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium untuk terciptanya kesehatan dan keselamatan petugas maupun lingkungan kerja di laboratorium Puskesmas.


(41)

b. Sikap adalah reaksi atau respon petugas laboratorium mengenai standar operasional prosedur (SOP) laboratorium Puskesmas.

c. Petugas laboratorium Puskesmas yaitu petugas kesehatan Puskesmas yang bekerja di laboratorium Puskesmas.

d. Kepatuhan adalah patuh dalam mengerjakan sesuatu yang menjadi tugas dan kewajibannya di laboratorium Puskesmas.

e. Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium Puskesmas adalah suatu standar atau pedoman yang menjadi acuan dalam memberikan pelayanan kesehatan di laboratorium Puskesmas.

f. Umur adalah Usia petugas laboratorium yang dihitung dalam tahun sejak tahun kelahiran sampai dengan tahun pada waktu penelitian. Cara dan alat ukur umur responden yaitu dengan wawancara (kuesioner) dengan skala nominal.

g. Jenis kelamin petugas laboratorium adalah pria dan wanita

h. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh petugas laboratorium.

i. Masa kerja adalah lamanya kerja petugas laboratorium sejak mulai bekerja di Puskesmas kota Pekanbaru sampai saat penelitian dilakukan.


(42)

3.6. Metode Pengukuran 3.6.1. Pengetahuan

Untuk mengukur tingkat pengetahuan diukur dengan menggunakan kuesioner. Penilaian pengetahuan melihat kemungkinan responden dapat menjawab atau tidak, yang dikategorikan sebagai berikut :

a. Kategori Baik jika nilai 76-100 % b. Kategori Cukup jika nilai 56-75 % c. Kategori Kurang jika nilai < 56 % (Suharsimi Arikunto, 1998 : 246).

Jumlah pertanyaan untuk mengukur tingkat pengetahuan ada 15 pertanyaan dengan total skor 15. Jawaban yang benar diberi skor (1) dan jawaban yang salah diberi nilai nol (0).

Berdasarkan total skor dari 15 pertanyaan yang diajukan, maka tingkat pengetahuan responden dikategorikan dalam 3 kategori :

a. Kategori baik jika nilai 76-100 % (12 – 15 pertanyaan) b. Kategori Cukup jika nilai 56-75 % (9-11 pertanyaan) c. Kategori Kurang jika nilai < 56 % (< 8 pertanyaan)

3.6.2. Sikap

Untuk mengukur sikap responden digunakan instrumen angket berjumlah 14 pernyataan tertutup yang menggunakan skala ordinal. Skala ordinal dalam angket ini menggunakan skala likert dengan 5 kategori penilaian yaitu Sangat Setuju (SS) ,


(43)

Setuju (S), Netral/Ragu-Ragu (N), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Pernyataan Sikap Favorable (Positif) pilihan jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 5, Setuju (S) diberi skor 4, Netral (ragu-ragu) skor 3, Tidak setuju (TS) diberi skor 4, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1 Sedangkan Pernyataan Sikap Unfavorable (Negatif) skor jawaban kebalikannya (Sudarmayanti, 2002).

Penilaian kategori sikap ada 2 kategori yaitu sikap positif dan sikap negatif yang diukur berdasarkan nilai tengah (median). Nilai tertinggi adalah 70 dan nilai terendah adalah 14, sehingga nilai tengah (median) untuk pernyataan sikap adalah 42. Penilaian kategori sikap yaitu :

a. Sikap Positif : Bila interval nilai yaitu 43-70 b. Sikap Negatif : Bila interval nilai yaitu 14-42 3.6.3. Penerapan standar operational prosedur (SOP)

Dengan menggunakan observasi terstruktur menggunakan panduan standar operasional prosedur (SOP). Penilaian terdiri dari Menerapkan (patuh) nilai 1 dan Tidak menerapkan (tidak patuh) nilai 0 ( Suyanto, 2008). Nilai tertinggi adalah 16 dan terendah adalah 0.

Berdasarkan total skor dari 16 pertanyaan yang diajukan, maka tingkat kepatuhan dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) responden dikategorikan dalam 2 kategori :

- Menerapkan (patuh) apabila responden melakukan > 60-100% (dari keseluruhan observasi tindakan Standar Operasional Prosedur laboratorium) yaitu interval 9-16 tindakan.


(44)

- Tidak patuh (tidak menerapkan) apabila responden melakukan < 50% dari keseluruhan observasi tindakan Standar Operasional Prosedur laboratorium yaitu interval 0-8.

3.7. Metode Analisa Data 3.7.1 Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk mendapatkan data tentang distribusi frekuensi dari masing-masing variabel, kemudian data ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Pada penelitian ini analisa data dengan statistik univariat akan digunakan untuk menganalisa :

a. Pengetahuan Petugas Laboratorium tentang Standar Operasional Prosedur (SOP).

b. Sikap Petugas Laboratorium Puskesmas dalam penerapan Standar Operasional Prosedur(SOP).

c. Karakteristik responden (umur, pendidikan, jenis kelamin, lama bekerja). 3.7.2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisis statistik yang dapat digunakan dalam mencari hubungan antara pengetahuan dan sikap petugas laboratorium dengan penerapan standar operational prosedur (SOP) di Puskesmas kota Pekanbaru. Analisa ini mempunyai tujuan untuk mencari hubungan antar variabel. Untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan digunakan Uji Chi-Square test dengan bantuan SPSS pada


(45)

tingkat kepercayaan 95 % (x= 0,05). Bila p<0,05 maka ada hubungan yang signifikan antara variabel petugas laboratorium dengan penerapan standar operational prosedur (SOP) di Puskesmas kota Pekanbaru tahun 2008.

3.7.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen dengan menggunakan uji regresi logistik yang didapatkan dari uji bivariat dimana variabel yang mempunyai nilai p < 0,25 dapat dijadikan variabel yang berpengaruh terhadap kepatuhan Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium. Dari uji multivariat ini akan diketahui variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap kepatuhan Standar Operasional Prosedur (SOP). Analisis ini menggunakan komputer dengan program SPSS for windows.


(46)

BAB 4

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Letak Geografis

Kota Pekanbaru merupakan merupakan ibukota dari propinsi Riau. Adapun batas-batas wilayah kota Pekanbaru adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Siak 2. Sebelah Selatan berbatasan Kabupaten Kampar

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Siak 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar

Kota Pekanbaru luas wilayah 6032,26 Km2 yang beriklim tropis dengan musim antara bulan Maret-Agustus dan musim hujan antara bulan September-Februari. Terletak di garis 101,17-101,343 BT dan 0,25-0,45 Lintang Utara.

4.1.2 Demografi

Kota Pekanbaru terdiri dari 12 Kecamatan dan 58 kelurahan. Jumlah puskesmas yang ada di kota Pekanbaru sebanyak 17 buah dengan 7 buah pukesmas sudah dilengkap dengan rawat inap dengan 1 atau 2 orang petugas laboratorium di setiap puskesmas. Adapun puskesmasnya adalah sebagai berikut :


(47)

Tabel 4.1

Distribusi frekuensi petugas laboratoriumdi Puskesmas kota Pekanbaru Tahun 2008

Puskesmas Jumlah Laboran

Puskesmas Langsat 1

Puskesmas Melur 2

Puskesmas Rawat Inap Senapelan 2

Puskesmas Rawat Inap Rumbai 2

Puskesmas Rawat Inap Karya Wanita 2

Puskesmas Umban Sari 1

Puskesmas Pekanbaru kota 1

Puskesmas Lima Puluh 1

Puskesmas Sail 1

Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga 2 Puskesmas Rawat Inap Harapan Raya 2

Puskesmas Rejosari 1

Puskesmas Rawat Inap Tenayan Raya 2

Puskesmas Rawat Inap Sidomulyo 1

Puskesmas Tampan 2

Puskesmas Sidomulyo 1

Puskesmas Garuda 1

Jumlah 25

Sumber : Data dari Dinkes Kota Pekanbaru 2008

4.2. Hasil Penelitian

Bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan di seluruh Puskesmas wilayah kota Pekanbaru dengan tujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap petugas laboratorium dengan kepatuhan dalam menerapkan standar operasional prosedur (SOP).


(48)

4.2.1 Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran pada masing-masing variabel, kemudian didistribusikan dalam tabel frekuensi dan persentase.

Tabel 4.2

Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja di Puskesmas kota Pekanbaru

Tahun 2008

Variabel Frekuensi Persentase Umur

20-35 tahun 10 40,0 > 35-50 tahun 15 60,0 Jumlah 25 100 Jenis Kelamin

Perempuan 24 96,0 Laki -laki 1 4,0 Jumlah 25 100 Pendidikan

AAK 8 32,0 SMAK 17 68,0 Jumlah 25 100 Masa Kerja

0-10 tahun 16 64,0 > 10-20 tahun 7 28,0 > 20 tahun 2 8,0 Jumlah 25 100

Berdasarkan tabel di atas bahwa mayoritas responden adalah umur 35-50 tahun sebanyak 15 orang (60,0%) dan minoritas dengan umur 20-35 tahun sebanyak 10 orang (40,0%), sebanyak 24 orang (96,0%) perempuan sebanyak 1 orang (4,0%) laki-laki, berpendidikan SMAK sebanyak 17 orang (68,0%) dan AAK sebanyak 8


(49)

orang (32,0%), masa kerja 0-10 tahun sebanyak 16 orang (64,0%) dan dengan masa kerja > 20 tahun sebanyak 2 orang (8,0%).

Tabel 4.3

Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pengetahuan, sikap dan kepatuhan standar operasional prosedur di Puskesmas kota Pekanbaru

tahun 2008

Variabel Frekuensi Persentase Pengetahuan

Baik 11 44,0 Cukup 12 48,0

Kurang 2 8,0

Jumlah 25 100 Sikap

Positf 18 72,0 Negatif 7 28,0 Jumlah 25 100 Kepatuhan

Patuh 17 68,0 Tidak patuh 8 32,0 Jumlah 25 100

Berdasarkan tabel di atas bahwa mayoritas responden adalah pengetahuan cukup sebanyak 12 orang (48,0%), pengetahuan baik 11 orang (44,0%) dan pengetahuan kurang sebanyak 2 orang (8,0%), sikap positif sebanyak 18 orang (72,0%) dan sikap negatif sebanyak 7 orang (28,0%), patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur (SOP) laboratorium sebanyak 17 orang (68,0%) dan tidak patuh menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium sebanyak 8 orang (32,0%).


(50)

4.2.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel independen dan dependen. Pengujian ini menggunakan uji chi-square. Dikatakan ada hubungan yang bermakana secara statistic jika diperoleh nilai p< 0,05. 4.3.1 Hubungan Umur dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur (SOP)

Laboratorium

Tabel 4.4

Hubungan umur dengan Kepatuhan Standar Operasional (SOP) laboratorium di Puskesmas kota Pekanbaru Tahun 2008

Kepatuhan SOP

Tidak Patuh

TTotal P Value Umur

Patuh

n % n % N %

20-35 tahun 7 41,2 3 37,5 10 40,0 0,045 > 35-50 tahun 10 58,8 5 62,5 15 60,0

Total 17 68,0 8 32,0 25 100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa umur 20-35 tahun sebanyak 7 orang (41,2%) responden patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur, 3 orang (37,5%) tidak patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur dan untuk umur > 35-50 tahun sebanyak 10 orang (58,8) patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur dan 5 orang (62,5%) responden tidak patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur yang ada di Puskesmas kota Pekanbaru.

Dari hasil uji dengan menggunakan uji chi square adalah 0,45 nilai ini lebih kecil dari level of significance (g) sebesar 0,05, hal ini menunjukkan bahwa ada


(51)

pengaruh atau hubungan umur dengan kepatuhan menerapkan standar operasional prosedur laboratorium di puskesmas kota Pekanbaru.

4.3.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur (SOP) Laboratorium di Puskesmas kota Pekanbaru Tahun 2008

Tabel 4.5

Hubungan Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur laboratorium di Puskesmas kota Pekanbaru

Tahun 2008

Kepatuhan SOP

Tidak Patuh

TTotal P Value Jenis kelamin

Patuh

n % n % N %

Perempuan 16 94,1 8 32 24 96,0 0,680 Laki-laki 1 5,9 0 0 1 4,0

Total 17 68,0 8 32,0 25 100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa perempuan sebanyak 16 orang (94,1%) responden patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur, 8 orang (100%) tidak patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur, dan laki-laki 1 orang (5,9%) responden patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur, yang ada di Puskesmas kota Pekanbaru.

Dari hasil uji dengan menggunakan uji chi square adalah 0.680 nilai ini lebih besar dari level of significance (g) sebesar 0,05, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh atau hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan Standar Operasional Prosedur laboratorium di puskesmas kota Pekanbaru.


(52)

4.3.3 Hubungan Pendidikan terhadap Kepatuhan Standar Operasional laboratorium di Puskesmas kota di Puskesmas kota Pekanbaru Tahun 2008

Tabel 4.6

Hubungan pendidikan dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur laboratorium di Puskesmas kota Pekanbaru

Tahun 2008

Kepatuhan SOP

Tidak Patuh

TTotal P Value Pendidikan

Patuh

n % n % N %

AAK 7 41,2 1 12,5 8 32,0 0,014 SMAK 10 58,8 7 87,5 17 68,0

Total 17 68,0 8 32,0 25 100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pendidikan AAK sebanyak 7 orang (41,2%) responden patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur laboratorium, 1 orang (12,5%) tidak patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur dan pendidikan SMAK sebanyak 10 orang (58,8%) patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur dan 7 orang (87,5%) tidak patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur di puskesmas kota Pekanbaru.

Dari hasil uji dengan menggunakan uji chi square adalah 0.014 nilai ini lebih kecil dari level of significance (g) sebesar 0,05, hal ini menunjukkan bahwa hubungan pendidikan dengan kepatuhan Standar Operasional Prosedur laboratorium di puskesmas kota Pekanbaru.


(53)

4.3.4 Hubungan masa kerja dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur petugas laboratorium di Puskesmas kota Pekanbaru Tahun 2008

Tabel 4.7

Hubungan masa kerja dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur laboratorium di Puskesmas kota Pekanbaru

Tahun 2008

Kepatuhan SOP

Tidak Patuh

TTotal P Value Masa kerja

Patuh

n % n % N %

0-10 tahun 10 58,8 6 75,0 16 64,0 0,048 > 10 -20 tahun 5 29,4 3 28,6 7 28,0

> 20 tahun 2 11,8 0 0 2 8,0 Total 17 68,0 8 32,0 25 100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa masa kerja 0-10 tahun sebanyak 10 orang (58,8%) responden patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur laboratorium, 6 orang (75,0%) responden tidak patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur laboratorium dan masa kerja > 20 tahun 2 orang (11,8%) patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur laboratorium.

Dari hasil uji dengan menggunakan uji chi square adalah 0.48 nilai ini lebih kecil dari level of significance (g) sebesar 0,05 hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan masa kerja dengan kepatuhan menerapkan standar operasional prosedur laboratorium di puskesmas kota Pekanbaru.


(54)

4.3.5 Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur (SOP) Laboratorium di Puskesmas kota Pekanbaru Tahun 2008

Tabel 4.8

Hubungan Pengetahuan terhadap Kepatuhan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas kota Pekanbaru Tahun 2008

Kepatuhan SOP

Tidak Patuh

TTotal P Value Pengetahuan

Patuh

n % n % N %

Baik 11 64,7 0 0 11 44,0 0,004 Cukup 6 35,3 6 75,0 12 48,0

Kurang 0 0 2 25,0 2 8,0 Total 17 68,0 8 32,0 25 100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pengetahuan baik sebanyak 11 orang (64,7%) responden patuh dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur laboratorium, pengetahuan cukup sebanyak 6 orang (35,3%) responden patuh dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur, pengetahuan cukup sebanyak 6 orang (75,0%) tidak patuh terhadap Standar Operasional Prosedur dan pengetahuan kurang 2 orang (25,0%) responden tidak patuh menerapkan Standar Operasional Prosedur laboratorium.

Dari hasil uji dengan menggunakan uji chi square adalah 0.004 nilai ini lebih kecil dari level of significance (g) sebesar 0,05 hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh atau hubungan pengetahuan dengan kepatuhan menerapkan Standar Operasional Prosedur di puskesmas kota Pekanbaru.


(55)

4.3.6 Hubungan Sikap terhadap Kepatuhan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas kota Pekanbaru Tahun 2008

Tabel 4.9

Hubungan Sikap terhadap Kepatuhan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas kota Pekanbaru Tahun 2008

Kepatuhan SOP

Tidak Patuh

TTotal P Value Sikap

Patuh

n % n % N %

Positif 16 94,1 2 25,0 18 72,0 0,001 Negatif 1 5,9 6 75,0 7 28,0

Total 17 68,0 8 32,0 25 100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sikap positif sebanyak 16 orang dengan sikap positif (94,1%) responden patuh dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur, 2 orang sikap positif (25,0%) responden tidak patuh dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur dan sebanyak 6 orang sikap negatif (75,0%) tidak patuh menerapkan Standar Operasional Prosedur di puskesmas kota Pekanbaru.

Dari hasil uji dengan menggunakan uji chi square adalah 0.001 nilai ini lebih kecil dari level of significance (g) sebesar 0,05, hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh atau hubungan sikap dengan kepatuhan menerapkan standar operasional prosedur laboratorium di puskesmas kota Pekanbaru.


(56)

4.2.3 Analisis Multivariat

Dalam penelitian ini terdapat 6 sub variabel independen yaitu pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja. Analisis multivariat bertujuan untuk mendapatkan model yang terbaik dalam menentukan variabel dominan kepatuhan standar operasional prosedur. Dalam pemodelan ini semua variabel dicobakan secara bersama-sama, kemudian variabel yang memiliki nilai p-Value > 0.05 akan dikeluarkan secara berurutan dimulai dari nailai p-Value terbesar (backward selection), seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.10

Hasil analisis Multivariat regresi logistik antara variabel umur, jenis kelamin, pendidikan masa kerja pengetahuan dan sikap

dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas kota Pekanbaru

Tahun 2008

Variabel B P Value Pendidikan 0,217 0,043* Masa kerja 0,144 0,052* Pengetahuan 0,207 0,024 Sikap 0,213 0,018 * Variabel yang akan dikeluarkan

Dari tabel di atas terlihat jika nilai p < dari 0,25 yang akan dilakukan analisis lebih lanjut untuk melihat besarnya pengaruh dalam menerapkan standar operasional prosedur di puskesmas, sedangkan jika nilai p > 0,05 akan dikeluarkan dan tidak dianalisis lebih lanjut.


(57)

Tabel 4.11

Hasil analisis Multivariat regresi logistik antara variabel pengetahuan, sikap dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur

(SOP) di Puskesmas kota Pekanbaru Tahun 2008

Variabel B P Value Sikap 3,871 0,003 Pengetahuan 2,571 0,012

Dari tabel di atas bahwa p= 0,012 nilai p< dari 0,05 untuk pengetahuan dan p= 0,003 nilai p< dari 0,05 yang berarti ada hubungan yang signifikan sikap yang artinya sikap memiliki penagruh yang besar terhadap kepatuhan menerapkan Standar Operasional Prosedur laboratorium di Puskesmas.


(58)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur

Umur adalah lamanya hidup yang telah dilalui, dari hasil penelitian bahwa umur 20-35 tahun sebanyak 6 orang (41,2%) responden patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur, 3 orang (37,5%) tidak patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur dan untuk umur > 35-50 tahun sebanyak 10 orang (58,8) patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur dan 5 orang (62,5%) responden tidak patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur yang ada di Puskesmas kota Pekanbaru.

Hasil uji dengan menggunakan uji chi square adalah 0.045 nilai ini lebih kecil dari level of significance (g) sebesar 0,05, hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh atau hubungan umur dengan kepatuhan menerapkan standar operasional prosedur laboratorium di puskesmas kota Pekanbaru. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jhon (2005) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kelompok umur terhadap kepatuhan dalam standar operasional prosedur laboratorium di Kabupaten Karo.

Dari hasil penelitian ini dapat diasumsikan peneliti bahwa tidak ada hubungan umur dengan kepatuhan standar operasional prosedur ini disebabkan oleh dalam pelaksanaan kinerja tidak harus dilihat dari umur melainkan dari tindakan atau keterampilan dalam mematuhi aturan yang ada, hal ini sejalan dengan penelitian


(59)

Yusuf (2003) bahwa tidak ada hubungan umur dengan kepatuhan standar operasional prosedur laboratorium.

5.1.2 Jenis Kelamin

Hasil penelitain menunjukkan perempuan perempuan sebanyak 16 orang (94,1%) responden patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur, 8 orang (100%) tidak patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur, dan laki-laki 1 orang (5,9%) responden patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur, yang ada di Puskesmas kota Pekanbaru. Hal ini sejalan dengan teori dalam Notoadmojo (2005) bahwa kepatuhan dalam standar operasional prosedur laboratorium dipengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam responden antara lain jenis kelamin.

Hasil uji dengan uji chi square adalah 0.680 nilai ini lebih besar dari level of significance (g) sebesar 0,05, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh atau hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan Standar Operasional Prosedur laboratorium di puskesmas kota Pekanbaru. Hal ini erat kaitannya dengan jumlah responden yang mayoritas perempuan sehingga tidak bisa dengan jelas dibandingkan dalam menerapkan standar operasional prosedur dengan laki-laki yang hanya satu responden. Menurut pendapat Smet (1994) kaum perempuan lebih patuh dalam menerapkan standar operasinal prosedur dan lebih sabar dibandingkan dengan laki-laki, karena sesuai dengan kodratnya wanita untuk lebih sabar dalam menjalankan prosedur yang ada.


(60)

5.1.3 Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan pendidikan AAK 7 orang (41,2%) responden patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur laboratorium, 1 orang (12,5%) tidak patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur dan pendidikan SMAK Sebanyak 10 orang (58,8%) patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur dan 7 orang (87,5%) tidak patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur di puskesmas kota Pekanbaru. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Umar (2004) bahwa pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kepatuhan standar operasional prosedur laboratorium di Rumah sakit Magelang.

Dari hasil uji dengan menggunakan uji chi square adalah 0.014 nilai ini lebih kecil dari level of significance (g) sebesar 0,05, hal ini menunjukkan bahwa hubungan pendidikan dengan kepatuhan standar operasional prosedur laboratorium di puskesmas kota Pekanbaru. Hal ini terjadi karena pendidikan merupakan suatu proses belajar artinya di dalam pendidikan terjadi proses yang akan berpengaruh pada tindakan dan kepatuhan dalam standar yang berlaku dalam suatu lembaga. Seseorang dikatakan belajar apabila di dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu dari tidak dapat mengerjakan menjadi dapat mengerjakan.

Dari hasil temuan bahwa sebanyak 7 orang (41,2%) responden dengan pendidikan AAK patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur laboratorium, 1 orang (12,5%) tidak patuh sedangkan yang pendidikan SMAK 7 orang (100%) tidak patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur. Ini


(61)

menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan responden makin baik juga menerapkan SOP di Puskesmas, sama halnya dengan pendapat Notoadmojo (2005) bahwa pendidikan akan membuat individu menuju pada suatu perubahan perilaku yang diinginkan. Pendidikan sejalan dengan pengetahuan dimana pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan suatu objek tertentu, dan bila responden dengan teratur dalam melaksanakan tugas sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku di Puskesmas.

5.1.4 Masa kerja

Hasil penelitianmasa kerja 0-10 tahun sebanyak 10 orang (58,8%) responden patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur laboratorium, 6 orang (75,0%) responden tidak patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur laboratorium dan masa kerja > 20 tahun 2 orang (11,8%) patuh dalam menerapkan standar operasional prosedur laboratorium, hal ini sejalan dengan teori bahwa makin lama pengalaman kerja seseorang, maka semakin terampil petugas tersebut. Biasanya seseorang sudah lama bekerja pada bidang tugasnya, makin mudah ia memahami tugas, sehingga memberi peluang orang tersebut untuk meningkatkan prestasi serta beradaptasi dengan lingkungan dimana ia berada (Anderson 2004)

Hasil uji dengan menggunakan uji chi square adalah 0.048 nilai ini lebih kecil dari level of significance (g) sebesar 0,05, hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan masa kerja dengan kepatuhan standar operasional prosedur laboratorium di puskesmas kota Pekanbaru. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hayat (2005)


(62)

bahwa lama kerja petugas kesehatan yang sudah lama menunjukkan tindakan kepatuhan yang lebih baik. Menyatakan bahwa dengan variabel internal yaitu lama kerja akan membuat seorang petugas kesehatan meningkatkan efektifitas karena sudah sering dan terlatih dalam dalam menerapkan standar operasional prosedur laboratorium.

Dari hasil temuan bahwa jika masa kerja lebih lama maka kepatuhan dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) semakin baik, karena semakin lama berkerja akan menambah pengetahuan dan kemahiran dalam menerapkan prosedur yang ada di Puskesmas.

5.1.5 Pengetahuan

Hasil penelitian bahwa pengetahuan baik sebanyak 11 orang (64,7%) responden patuh dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur laboratorium, pengetahuan cukup sebanyak 6 orang (35,3%) responden patuh dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur, pengetahuan cukup sebanyak 6 orang (75,0%) tidak patuh terhadap Standar Operasional Prosedur dan pengetahuan kurang 2 orang (25,0%) responden tidak patuh menerapkan Standar Operasional Prosedur laboratorium. Dan dengan uji Chi-Square diperoleh nilai significance sebesar 0.004 nilai ini lebih kecil dari level of significance (g) sebesar 0,05, yang berarti ada hubungan pengetahuan yang signifikan dengan kepatuhan menerapkan Standar Operasional Prosedur di puskesmas


(63)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Basaria (2008) bahwa ada hubungan pengetahuan dengan kepatuhan dalam menerapkan standar operasional prosedur, jika pengetahuan baik maka cenderung responden memiliki kepatuhan yang baik dan jika pengetahuan kurang maka kepatuhannya kurang dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP). Sesuai dengan teori Notoadmojo (2005) bahwa tindakan dalam hal ini kepatuhan menerapkan Standar Operasional Prosedur dipengaruhi berbagai faktor, termasuk didalamnya pengetahuan responden.

5.1.6 Sikap

Dari hasil bivariat ditemukan sikap positif sebanyak sikap positif sebanyak 16 orang dengan sikap positif (94,1%) responden patuh dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur, 2 orang sikap positif (25,0%) responden tidak patuh dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur dan sebanyak 6 orang sikap negatif (75,0%) tidak patuh menerapkan Standar Operasional Prosedur di puskesmas kota Pekanbaru. Dan secara statistik nilai p = 0.003 nilai ini lebih kecil dari level of significance (g) sebesar 0,05, hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh atau hubungan sikap dengan kepatuhan menerapkan Standar Operasional Prosedur laboratorium di puskesmas kota Pekanbaru.

Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian Jhon (2005) bahwa ada hubungan sikap dengan kepatuhan dalam menerapkan standar operasional prosedur (SOP) di kota Bandung. Sementara menurut Taylor dalam Azwar (2007) kepatuhan dalam menerapkan standar operasional prosedur diartikan sebagai usaha kemampuan


(64)

responden untuk menerapkan SOP yang ada untuk meningkatkan pencegahan terhadap infeksi.

5.1.7 Kepatuhan Standar Operasional Prosedur (SOP) Laboratorium

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden patuh terhadap standar operasional prosedur (SOP) laboratorium yaitu sebanyak 17 orang (68,0%) dan tidak patuh menerapkan standar operasional prosedur (SOP) laboratorium sebanyak 8 orang (32,0%). Menurut Depkes RI (1995) standar operasional prosedur (SOP) adalah suatu protap yang merupakan tata atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga sesuatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien.

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas petugas laboratorium sudah mematuhi standar operasiona prosedur yang berlaku meskipun masih ditemukan petugas laboratorium masih belum menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium dengan benar yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan kerja di laboratorium Puskesmas yang merupakan bagian dari upaya pengendalian infeksi. Seperti yang dikemukakan Saifuddin,dkk (2002) bahwa salah satu upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah dengan memprioritaskan pengendalian infeksi.


(65)

Petugas kesehatan yang bekerja di lingkungan sarana pelayanan kesehatan antara lain puskesmas sangat beresiko terhadap penularan penyakit bila tidak mengindahkan petunjuk atau panduan kerja yang benar dalam pengendalian infeksi. Untuk itu petugas kesehatan harus selalu waspada, memiliki kesadaran dan kepatuhan dalam menerapkan standar operasional prosedur kerja pengendalian infeksi.

5.2 Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Puskesmas kota Pekanbaru Tahun 2008

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Menurut Gibson (1987) bahwa karakteristik individu termasuk belajar akan mempengaruhi perilaku atau kepauhan seseorang, hal ini sesuai dengan penelitian ini bahwa ada pengaruh antara pengetahuan dengan kepatuhan dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang baik akan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Standar Operasional Prosedur di puskesmas kota Pekanbaru.

Didukung dari hasil statistik uji Chi-Square diperoleh nilai significance sebesar 0.004 nilai ini lebih kecil dari level of significance (g) sebesar 0,05, yang berarti ada hubungan pengetahuan yang signifikan dengan kepatuhan menerapkan Standar Operasional Prosedur di puskesmas kota Pekanbaru, dengan artian jika pengetahuan petugas laboratorium baik maka akan menerapkan Standar Operasional


(66)

Prosedur di Puskesmas. Pengetahuan memegang peranan penting dalam mempengaruhi seseorang mengadopsi kerja maka ia harus tahu terlebih dahulu apa manfaat kerja tersebut baginya atau orang lain (Notoatdmojo, 2003).

Hasil ini relevan dengan pendapat Setiadarma (2001) yang menyatakan bahwa pengetahuan mempengaruhi kepatuhan Standar Operasional Prosedur dan pembentukan label, serta atribut seseorang. Jika pengetahuan baik maka petugas kesehatan patuh dengan SOP yang berlaku. Dalam pelaksanaan menerapan standar operasional prosedur (SOP) laboratorium Puskesmas terdapat beberapa kelemahan sehingga SOP belum dilaksanakan sepenuhnya, hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor perilaku petugas laboratorium itu yang meliputi pengetahuan dan sikap petugas yang kurang sehingga berpengaruh pada kepatuhan SOP dan masih kurangnya pengawasan dari pimpinan dan instansi terkait serta belum adanya sanksi terhahap pelaksanaan SOP.

Dari hasil penelitian ini dapat diasumsikan peneliti bahwa jika pengetahuan responden baik maka kepatuhan standar operasional prosedurnya baik. Hal ini sejalan dengan teori bahwa L. Green dalam Notoadmojo (2005) bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap dan tindakan), faktor pendukung dan penguat. Dan sejalan dengan pendapat Notoadmojo pengetahuan merupakan dominan yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Untuk petugas laboratorium yang pengetahuannya kurang tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) perlu diadakannya pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan petugas laboratorium


(1)

Pendidikan * Kepatuhan Menerapkan SOP

Crosstab

7 1 8

87.5% 12.5% 100.0%

41.2% 12.5% 32.0%

28.0% 4.0% 32.0%

10 7 17

58.8% 41.2% 100.0%

58.8% 87.5% 68.0%

40.0% 28.0% 68.0%

17 8 25

68.0% 32.0% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

68.0% 32.0% 100.0%

Count

% within Pendidikan % within KepatuhanSOP % of Total

Count

% within Pendidikan % within KepatuhanSOP % of Total

Count

% within Pendidikan % within KepatuhanSOP % of Total

AAK

SMAK Pendidikan

Total

Patuh salam SOP

tidak patuh dalam SOP KepatuhanSOP

Total

Chi-Square Tests

2.056b 1 .152

.949 1 .330

2.280 1 .131

.205 .014

1.974 1 .160

25 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2. 56.


(2)

Masakerja * Kepatuhan Menerapkan SOP

Crosstab

10 6 16

62.5% 37.5% 100.0%

58.8% 75.0% 64.0%

5 2 7

71.4% 28.6% 100.0%

29.4% 25.0% 28.0%

2 0 2

100.0% .0% 100.0%

11.8% .0% 8.0%

17 8 25

68.0% 32.0% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

Count

% within Masakerja % within KepatuhanSO Count

% within Masakerja % within KepatuhanSO Count

% within Masakerja % within KepatuhanSO Count

% within Masakerja % within KepatuhanSO Masa kerja baru

(0-10 tahun)

masa kerja sedang (> 10-20 tahun)

Masa kerja lama (>20tahun) Masakerja

Total

Patuh salam SOP

tidak patuh dalam SOP KepatuhanSOP

Total

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1.201(a) 2 .048

Likelihood Ratio 1.798 2 .047

Linear-by-Linear

Association 1.003 1 .037

N of Valid Cases

25


(3)

Pengetahuan * Kepatuhan Menerapkan Menerapkan SOP

Crosstab

11 0 11

100.0% .0% 100.0%

64.7% .0% 44.0%

44.0% .0% 44.0%

6 6 12

50.0% 50.0% 100.0%

35.3% 75.0% 48.0%

24.0% 24.0% 48.0%

0 2 2

.0% 100.0% 100.0%

.0% 25.0% 8.0%

.0% 8.0% 8.0%

17 8 25

68.0% 32.0% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

68.0% 32.0% 100.0%

Count

% within Pengetahua % within KepatuhanSOP % of Total

Count

% within Pengetahua % within KepatuhanSOP % of Total

Count

% within Pengetahua % within KepatuhanSOP % of Total

Count

% within Pengetahua % within KepatuhanSOP % of Total

baik

cukup

kurang Pengetahua

Total

Patuh salam SOP

tidak patuh dalam SOP KepatuhanSOP

Total

Chi-Square Tests

11.213a 2 .004

14.708 2 .001

10.765 1 .001

25 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .64.


(4)

Sikap * Kepatuhan Menerapkan Menerapkan SOP

Crosstab

16 2 18

88.9% 11.1% 100.0%

94.1% 25.0% 72.0%

64.0% 8.0% 72.0%

1 6 7

14.3% 85.7% 100.0%

5.9% 75.0% 28.0%

4.0% 24.0% 28.0%

17 8 25

68.0% 32.0% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

68.0% 32.0% 100.0%

Count

% within Sikap

% within KepatuhanSOP % of Total

Count

% within Sikap

% within KepatuhanSOP % of Total

Count

% within Sikap

% within KepatuhanSOP % of Total

positif

negatif Sikap

Total

Patuh salam SOP

tidak patuh dalam SOP KepatuhanSOP

Total

Chi-Square Tests

12.891b 1 .000

9.690 1 .002

13.044 1 .000

.001 .001

12.375 1 .000

25 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2. 24.


(5)

Lampiran 5

Analisa Multivariat Logistic Regression

Case Processing Summary

25 100.0

0 .0

25 100.0

0 .0

25 100.0

Unweighted Cases a

Included in Analysis Missing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cases Total

N Percent

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

a.

Classification Tablea,b

17 0 100.0

8 0 .0

68.0 Observed

Patuh salam SOP tidak patuh dalam SOP KepatuhanSOP

Overall Percentage Step 0

Patuh salam SOP

tidak patuh dalam SOP KepatuhanSOP

Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.

Classification Tablea

16 1 94.1

2 6 75.0

88.0 Observed

Patuh salam SOP tidak patuh dalam SO KepatuhanSOP

Overall Percentage Step 1

Patuh salam SOP

tidak patuh dalam SOP KepatuhanSOP

Percentage Correct Predicted


(6)

Analisa Regresi Logistik

Tests of Model Coefficients

19.598 6 .003

20.598 6 . 012

Sikap Pengetahuan Step 2

Chi-square df Sig.

Coefficientsa

.161 .493 .327 .748

.217 .217 -.072 -.332 .043

.144 .144 .082 .215 .052

. 207 .207 .491 1.771 .024

. 213 .213 .435 2.123 .018

(Constant) Pendidikan Masakerja Peng tahuae Sikap Model 1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: KepatuhanSOP a.

.048 .313

. 017 .227

.217 Umur