Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Dalam Sistem

bernegara bangsa Indonesia, yang pada akhirnya sebagai penentuan eksistensi dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Pembentukan komisi-komisi negara bukan saja dilakukan oleh Indonesia sebagai suatu negara yang baru mengalami transisi demokrasi. Hal serupa juga dilakukan Dikawasan Asia Tenggara, sekalipun merupakan fenomena yang hanya sedikit mendahului Indonesia. Pengalaman negara Thailand telah menjadi salah satu rujukan penting. Di era tahun 1990-an akhir adalah era disintegrasi dan masifikasi kelembagaan ditingkat negara yang juga difasilitasi melalui perubahan konstitusi. 3 Latar belakang sejarah terbentuknya negara Indonesia, tentu sangat mempengaruhi rumusan tujuan negara Indonesia yang dirumuskan secara lengkap dalam alinea 4 pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi: 1 melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2 memajukan kesejahteraan umum; 3 mencerdaskan kehidupan bangsa; 4 ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam mencapai tujuan negara Indonesia, seluruhnya harus berdasar dan diukur dengan nilai-nilai pancasila. Pada dasarnya apabila dikaitkan dengan tujuan negara tersebut di atas, maka pembentukan komisi-komisi negara ini dilakukan karena lembaga-lembaga negara yang ada belum dapat memberikan jalan keluar 3 A. Ahsin Thohari, Kedudukan Komisi-Komisi Negara Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jentera Jurnal Hukum, Edisi 12 Tahun III April-Juni 2006, Jakarta, 2006, h. 22-23 dan menyelesaikan persoalan yang ada ketika tuntutan perubahan dan perbaikan semakin mengemuka seiring dengan munculnya era demokrasi. Selain itu, kelahiran komisi-komisi negara itu merupakan bentuk ketidakpercayaan publik terhadap lembaga-lembaga yang ada dalam menyelesaikan persoalan ketatanegaraan yang dihadapi. 4 Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang telah dilaksanakan pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 telah membawa perubahan yang sangat mendasar dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Banyak aspek perubahan yang telah dirasakan dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara, salah satu aspek yang berubah yakni terhadap kelembagaan negara. Penataan ulang struktur ketatanegaraan Indonesia yang terus berlangsung sampai saat ini tidak serta merta berjalan dengan baik tanpa komplikasi ketatanegaraan. Dalam kasus tertentu, memang penataan itu dapat dikatakan relatif berhasil meskipun dengan catatan baru sebatas pembentukan lembaga dan bekerja sesuai dengan kewenanganya yang diberikan, tetapi tidak termasuk efektivitas kerja dan implikasinya yang signifikan terhadap ketatanegaraan yang lebih bertanggung jawab serta kedudukannya dalam konstitusi. Akan tetapi walaupun perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan beberapa kali, namun masalah dan berbagai problematika yang dihadapi Indonesia belum berujung pada titik penyelesaian. Seperti 4 T.M Lutfi Yazid, “Komisi-Komisi Nasional dalam Konteks Cita-Cita Negara Hukum”, Makalah disampaikan dalam Diskusi Terbatas dengan tema: Eksistensi Sistem Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD NRI 1945, diselenggarakan oleh Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Jakarta, 9 September 2004, h. 2 sistemstruktur ketatanegaraan saat ini, antara lain kehadiran lembaga- lembaga negara yang lahir atas kebutuhan politik parlemen. Hal itu kemudian yang menjadi perdebatan ketatanegaraan Indonesia. Berbagai macam atas kehadiran lembaga negara itu. Komisi Pemberantasan Korupsi KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari kekuasaan manapun. Pimpinan KPK terdiri dari lima orang yang merangkap sebagai anggota dan semuanya merupakan pejabat negara. Pimpinan tersebut terdiri atas unsur pemerintaha dan unsur masyarakat sehingga sistem pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap kinerja KPK dalam melakukan tugas dan wewenangnya senantiasa melekat pada lembaga ini. Berdasarkan Pasal 3 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK merupakan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen serta bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Selanjutnya, penjelasan pasal tersebut men guraikan makna frase “kekuasaan manapun”sebagai berikut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ; Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kekuasaan manapun” adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi atau anggota Komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, lagislatif, pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan situasi ataupun dengan alasan apapun. “Tidak semua kasus tindak pidana korupsi di negeri ini ditangani dan diproses oleh KPK. Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, salah satu kriteria kasus yang memerlukan penanganan oleh KPK adalah tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan pihak lain berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara. Selain itu, perkara tindak pidana korupsi yang mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat danatau merugikan negara minimal satu miliar rupiah juga dikategorikan sebagai kasus yang harus ditangani oleh KPK. Para pemohon uji materil Undang-Undang KPK mempersoalkan eksistensi KPK dengan menghadapkan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 20 undang-undang tersebut dengan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 tentang negara hukum. Dikatakan bahwa ketiga Pasal UU-KPK tersebut bertentangan dengan konsep negara di dalam UUD 1945 yang telah menetapkan delapan organ negara yang mempunyai kedudukan yang sama atau sederajat yang secara langsung mendapat fungsi konstitusional dari UUD yaitu MPR, Presiden, DPR, DPD, BPK, MA, MK, dan KY. 5 Ketentuan Pasal 2 UU-KPK itu benar karena didasarkan pada upaya untuk melaksanakan pencapaian tujuan negara menurut UUD 1945 melalui 5 Putusan MK Nomor 012-016-019PUU-IV2006. bidang hukum serta didasarkan pada berbagai UU yang memerintahkan pemberantasan korupsi dan pembentukan KPK sesuai denga hak yang diberikan oleh UUD 1945 kepada legislatif. Pasal 3 juga benar dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan peradilan yang fungsinya tidak dapat dicampuri oleh lembaga lain. Kedua pasal tersebut justru dibuat untuk menyeimbangkan pertimbangan aspek doelmatigeheid dan rechtmatigeheid. Harus diingat bahwa Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hanya mengatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum” yang implentasinya di bidang peradilan diserahkan sepenuhnya kepada pembuat UU setelah UUD menetukan lembaga-lembaga pemegang kekuasaanya dan fungsi-fungsi pokoknya. Tidak ada pembatasan-pembatasan tertentu di dalam Pasal 1 ayat 3 itu. Bahkan jika dilihat dari sejarah perumusanya, Pasal 1 ayat 3 yang menyebut “negara hukum” tanpa embel-embel di “rechtsstaat” dalam kurung justru dimaksudkan agar orang tak terbelenggu oleh formalitas- prosedural yang kaku melainkan dapat kreatif menegakan hukum berdasarkan kepastian hukum, rasa keadilan, dan kemanfaatan. Pasal 24 ayat 1 dan Pasal 28 UUD 1945 menyebut ketiganya sebagai asas yang harus dipergunakan dalam pembangunan dan penegakan hukum. Ada tiga prinsip yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan soal eksistensi KPK ini. Pertama, dalil yang berbunyi salus populi supreme lex , yang berarti “keselamatan rakyat bangsa dan negara adalah hukum yang terting gi.” Jika keselamatan rakyat, bangsa, dan negara sudah terancam karena keadaan yang luar biasa maka tindakan apa pun yang sifatnya darurat atau khusus dapat dilakukan untuk menyelamatkannya. Dalam hal ini, kehadiran KPK dipandang sebagai langkah darurat untuk menyelesaikan korupsi yang sudah luar biasa. Kedua, di dalam hukum dikenal adanya hukum yang bersifat umum lex generalis dan yang bersifat khusus lex specialis. Keumuman dan kekhususan itu dapat ditentukan oleh pembuat UU sesuai dengan kebutuhan, kecuali UUD jelas-jelas menentukan sendiri mana yang umum dan mana yang khusus. Dalam konteks ini, dipandang bahwa kehadiran KPK merupakan hukum khusus yang kewenangannya diberikan oleh UU selain kewenangan-kewenangan umum yang diberikan kepada kejaksaan dan Polri. Ketiga, pembuat UU badan legislatif dapat mengatur lagi lanjutan sistem ketatanegaraan yang tidak atau belum dimuat di dalam UUD sejauh tidak melanggar asas-asas dan restriksi yang jelas-jelas dimuat di dalam UUD. Oleh sebab itu, pembuatan UU apa pun yang tidak secara eksplisit diperintah atau dilarang oleh UUD dapat dilakukan oleh legislatif untuk melaksanakan UUD itu sendiri. Dalam kaitan ini, dipandang bahwa kehadiran KPK merupakan perwujudan dari hak legislasi DPR dan pemerintah setelah melihat kenyataanya yang menuntut perlunya itu. 6 Sehubungan dengan keberadaan KPK sebagai lembaga negara yang tidak ditempatkan dalam konstitusi, Romli Atmasasmita berpendapat 6 Moh.Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, h. 196-197 bahwa sistem ketatanegaraan tidak dapat diartikan hanya secara normatif hanya dari sudut ketentuan konstitusi tetapi juga dapat diartikan secara luas karena tidak semua lembaga negara diatur dalam konstitusi. Apabila suatu lembaga negara tidak ditempatkan di dalam UUD Negara RI 1945, bukan berarti lembaga negara tersebut tidak mempunyai kedudukan hukum atau inkonstitusional, karena sifat konstitusional suatu lembaga dapat dilihat dari fungsinya dalam melaksanakan tugas dan wewenang atas nama negara. Dengan demikian, keberadaan dan kedudukan lembaga negara ada yang tercantum di dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan ada pula yang tidak tercantum dalam UUD 1945 melainkan dibentuk berdasarkan undang-undang, termasuk KPK sebagai lembaga negara bantu. 7 KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi yang diberi kewenangan yang kuat bukan berada di luar sistem ketatanegaraan, tetapi justru ditempatkan secara yuridis di dalam sistem ketatanegaraan yang rangka dasarnya sudah ada di dalam UUD 1945. KPK juga tidak “mengambil alih” kewenangan lembaga lain, melainkan “diberi” atau “mendapat” kewenangan dari pembuat UU sebagai bagian dari upaya melaksanakan perintah UUD 1945 di bidang penegakan hukum, peradilan dan kekuasaan kehakiman. Bahwa keberadaan KPK itu konstitusional, hal itu dapat didasarkan juga pada cakupan konstitusi tertulis yang menurut teori mencakup UUD sebagai dokumen khusus dan peraturan perundang- 7 Putusan MK RI Nomor 012-016-019PUU-IV2006, h. 181 undangan sebagai dokumen tersebar mengenai pengorganisasian negara. Dari pengertian ini, maka kedudukan KPK adalah konstitusional karena bersumber dari salah satu dokumen tersebar sebagai bagian dari konstitusi yang sama sekali tidak bertentangan dengan dokumen khususnya.

B. Sengketa Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Lembaga

Penegak Hukum Kepolisian Republik Indonesia Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga independen diberi kewenangan khusus untuk menangani masalah korupsi di Indonesia. KPK ada karena tuntutan masyarakat Indonesia dan juga masyarakat bangsa- bangsa internasional akibat perbuatan korupsi yang cukup meresahkan dan merugikan masyarakat Indonesia dan internasional dalam segala bidang kehidupan. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi KPK dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Polri merupakan dua institusi penegak hukum yang secara khusus memiliki kewenangan menangani tindak pidana korupsi. Ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa fungsi kepolisian adalah pelaksana fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Pada saat negara Indonesia dilanda gelombang korupsi yaitu sekitar tahun 1968, Adnan Buy ung Nasution pernah mengatakan bahwa “TNIAD hendaknya mempelopori pemberantasan korupsi sebagaimana dulu pernah dilakukan ditahun 1950an di jaman demokrasi parlementer”. Jadi apa yang dikemukakan oleh Adnan Buyung Nasution tersebut merupakan salah satu alternatif dalam pemberantasan korupsi. Terutama apabila pelaku korupsi terdiri dari pejabat tinggi negara, yang dalam hal ini sering disebut melakukan “White Collar Crime”. 8 Sengketa antara Polri-KPK tidak bisa dipisahkan dari Kasus Bank Century yang diduga terdapat penyelewengan, bukannya mendapat sanksi pemerintah justru mengucurkan dana Rp 6,7 Triliun, perlu diketahui pada waktu itu yang menjadi Gubernur Bank Indonesia adalah Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam penanganan Bank Century disinyalir terdapat fraud kecurangan, kemudian kasus ini ditangani oleh KPK seperti biasa dalam mengkungkap kasus tersebut KPK melakukan penyadapan dan secara tidak sengaja dalam penyadapan tersebut masuklah telepon Komjen Pol Susno Duadji, inilah pemicu perseteruan secara kelembagaan antara Polri dan KPK. 8 Artidjo Alkostar, Korupsi Politik Dinegara Modern, Yogyakarta: FH UII Press, 2008, h. 82 Kapolri menjelaskan, kasus bermula saat Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK pada 16 mei 2009. Saat itu Antasari sedang ditahan atas kasus dugaan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Karena testimoni tidak ditindaklanjuti polisi, antasari lalu membuat laporan resmi pada 6 Juli 2009 mengenai dugaan suap itu di Polda Metro Jaya. Laporan itu kemudian dilimpahkan ke Mabes Polri, lalu dilanjutkan ke penyelidikan dan penyidikan. Dalam proses penyelidikan dan penyidikan, Kapolri memperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh dua tersangka yaitu Bibit dan Chandra yang melanggar Pasal 21 Ayat 5 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Saat penyidikan, ditemukan keputusan pencekalan dan pencabutan terhadap Anggoro Widjojo dan Joko Tjandra, pencekalan yang dilakukan oleh kedua tersangka tidak secara kolektif. Pencekalan terhadap Anggoro Widjojo dilakukan oleh Chandra Hamzah, pencekalan terhadap Joko Tjandra oleh Bibit S Riyanto, serta pencabutan pencekalan terhadap Joko Tjandra oleh Chandra Hamzah. 9 Dari alat bukti, keterangan saksi, dan saksi ahli didapat empat alat bukti. Lalu pada tanggal 15 September 2009 pukul 23.20, dua pimpinan KPK nonaktif itu ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka. 9 www.nasional.kompas.com inilah kronologi kasus penyidikan kasus Chandra dan Bibit. Diakses 5 Juli 2015. Pada 2 Oktober 2009, berkas perkara Chandra Hamzah dikirimkan ke Kejaksaan dan berkas Bibit S Riyanto dikirimkan pada 9 Oktober 2009. Kemudian, penyidik melakukan penahanan pada 29 Oktober 2009 karena kedua tersangka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui pernyataan- pernyataan di media serta forum diskusi. Kasus ini melibatkan petinggi Kepolisian dan KPK sehingga kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator Surat Ijin Mengemudi SIM yang menyebabkan kerugian Negara mencapai hampir Rp. 100.000.000,00 ini telah menghebohkan masyarakat Indonesia. Kasus ini pertama kali mencuat saat Bambang Sukotjo, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia, membeberkan adanya dugaan suap proyek pengadaan simulator SIM di Korps Lalu Lintas Korlantas Mabes Polri tahun 2011. Ketegangan antara KPK dan Polri dimulai saat KPK melakukan penggeledahan digendung Korps Lalu Lintas Korlantas Polri terkait kasus simulator SIM. Sebenarnya baik KPK maupun Polri sudah sama-sama tahu bahwa masing-masing lembaga penegak hukum tersebut sedang menangani kasus yang sama di Korlantas Polri. 10 Kekisruhan terjadi antara KPK dan Polri terkait siapa yang berwenang melakukan penyelidikan pada kasus korupsi simulator SIM. Masing-masing pihak mengklaim lebih dulu mengeluarkan surat perintah penyidikan Sprinlid. Polri mengklaim penyelidikan kasus dugaan korupsi 10 http:nasional.news.viva.co.id KPK terima penghitungan kerugian kasus simulator SIM. Diakses 29 Mei 2015