Pengetahuan birahi dan perkawinan Produksi susu

17

10. Perkawinan kembali setelah beranak

waktu yang dibutuhkan untuk inovulsi uterus akan lebih lama sehingga kembalinya ukuran uterus dari keadaan bunting menjadi normal kembali akan lebih sempurna Sari, 2010. Menurut Hardjopranjoto 1995, perkawinan kembali setelah beranak sebaiknya dilakukan setelah bulan ke-2 tetapi tidak lebih baik dari bulan ke-3. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadisusanto 2008, yang menyatakan bahwa performan estrus kedua pasca partus menggambarkan bahwa uterus sudah mengalami inovulasi artinya secara fisiologis induk sudah mampu menerima kebuntingan berikutnya. Perkawinan atau inseminasi sebaiknya dilakukan pada hari itu juga bila tanda – tanda birahi terlihat pada pagi hari, sedangkan bila tanda – tanda birahi terlihat pada sore hari sebaiknya dilakukan inseminasi pada pagi hari berikutnya Toelihere, 1993. Pada sapi yang baru beranak, perkawinan sebaiknya dilakukan setelah hari ke-60 tetapi tidak lebih dari hari ke-90 Hardjopranjoto, 1995. Menurut Hardjopranjoto 1995, anestrus postpartus yang normal terjadi antara 1 -- 2 setelah melahirkan, karena periode ini uterus masih dalam periode involusi uterus. Pemeriksaan kebuntingan yang dilakukan setelah perkawinan atau inseminasi buatan akan menentukan sapi yang bunting dan tidak sehingga kehilangan waktu produksi dapat ditekan Hartono, 1999. Waktu yang tepat melakukan pemeriksaan kebuntingan melalui palpasi rektal untuk mengetahui kotiledon dan fetus adalah 80 hari dan 120 hari setelah perkawinan Hadisusanto, 2008. 18

11. Lama masa sapih

Semakin lama masa sapih maka akan menurunkan nilai CR. Rata-rata lama waktu penyapihan pedet 2,66±0,50 bulan. Hal ini disebabkan karena pedet yang disapih terlalu lama akan menyebabkan terjadinya penundaan aktifitas ovarium pada induk sehingga anestrus postpartus akan diperpanjang Sari, 2010. Penyapihan pedet sebaiknya dilakukan lebih awal, karena penyapihan pedet yang lebih cepat akan meningkatkan sekresi GnRH, FSH, dan LH sehingga siklus estrus dapat terjadi lagi Bearden dan Fuquay, 1984 dalam Hartono, 1999. Semakin lama pedet dibiarkan menyusu pada induknya maka akan meningkatkan kadar hormon prolaktin dalam tubuh induk sehingga menyebabkan terjadinya korpus luteun persisten dan dapat menyebabkan terjadinya birahi tenang dan akan menurunkan angka kebuntingan Hardjopranjoto, 1995. 12. Skor kondisi tubuh Skor kondisi tubuh merupakan cara untuk menilai jumlah cadangan energi yang tersimpan dalam lemak dan otot pada sapi yang laktasi dan kering Hartono, 1999. Menurut Edmonson et al. 1989, skor kondisi tubuh sapi perah dinilai dalam empat skala penilaian yaitu skala satu menunjukkan sapi dalam kondisi sangat kurus dan skala empat mengidentifikasikan sapi dalam kondisi kegemukan. Menurut Girisanto 2006, kondisi tubuh merupakan faktor yang paling dominan terhadap timbulnya estrus pertama setelah beranak. Penurunan skor kondisi tubuh pada 30 hari pertama setelah beranak akan menyebabkan kegagalan konsepsi pada inseminasi pertama setelah beranak pada sapi miltipara.

Dokumen yang terkait

CONCEPTION RATE PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

2 23 39

PERBANDINGAN NILAI MPPA PRODUKSI SUSU ANTARA SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DAN PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO

0 4 39

SERVICE PER CONCEPTION PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

2 16 40

SERVICE PER CONCEPTION PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

1 23 58

CALVING INTERVAL SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

1 11 54

CALVING INTERVAL SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

1 16 54

Anestrus Sapi Perah dan Penanggulangannya (Studi Kasus di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden, Purwokerto- Jawa Tengah).

1 5 28

Evaluasi Tren Fenotipik Dan Genetik Sapi Bali Di Balai Pembibitan Ternak Unggul Dan Hijauan Pakan Ternak Denpasar.

0 3 31

STUDI PERFORMANS PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI SATU SAMPAI LAKTASI EMPAT DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI PERAH (BBPTU-SP) BATURRADEN.

1 2 2

KURVA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DAN KORELASINYA PADA PEMERAHAN PAGI DAN SORE PERIODE LAKTASI SATU (Studi Kasus Di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah Baturraden).

1 6 2