pendidikan yang cukup bukan saja itu namun juga informasi yang dapat diambil dan ditelaah secara bijak. Dapat dikatakan bahwa mayoritas penduduk di daerah ini
hanya mengeyam pendidikan formal ditaraf rendah atau hanya sampai pendidikan sekolah tingkat menengah pertama dan bagaimana pengaruhnya terhadap partisipasi
politiknya terhadap Pilkada Kota Medan 2010. Dari latar belakang penelitian tersebut, maka yang jadi rumusan masalah
adalah : “Seberapa besar faktor tingkat pendidikan formal yang rendah mempengaruhi partisipasi politik dalam pilkada kota Medan tahun 2010 di
lingkungan IV kelurahan titi papan, kecamatan Medan Deli di putaran kedua?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu : 1.
Untuk mengetahui bagaimana tingkat partisipasi pemilih terhadap pasangan calon walikota dan wakil walikota Kota Medan 2010 pada putaran kedua.
2. Untuk mengetahui perilaku pemilih diwilayah lingkungan IV kelurahan titi
papan kecamatan Medan Deli terhadap partisipasi politik.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi saya sebagai penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengasah kemampuan penulis dalam meneliti fenomena politik yang terjadi, sehingga
menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
2. secara teoritis hasil penelitian ini sekiranya dapat bermanfaat menambah khazanah kepustakaan politik.
3. sebagai rujukan bagi mahasiswa yang berminat dalam penelitian yang berkaitan dengan judul ini.
1.5 Kerangka Teori
Bagian ini merupakan unsur yang paling penting di dalam penelitian, karena pada bagian ini saya mencoba menjelaskan fenomena yang sedang diamati dengan
menggunakan teori – teori yang relevan dengan penelitiannya. Teori menurut Masrisingarimbun dan sofian effendi dalam buku Metode Penelitian Sosial
mengatakan, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar konsep.
5
5
Masri Singarimbun da sofian effendi, Metode Penelitian Sosial. Jakarta : LP3ES, 1998, hal 37.
Seperti halnya Lipset, bahwa pendidikan itu mempengaruhi partisipasi politik. Di banyak negara pendidikan tinggi sangat mempengaruhi partisipasi politik,
mungkin karena pendidikan tinggi, bisa memberikan informasi tentang politik, bisa mengembangkan kecakapan menganalisa dan menciptakan minat dan kemampuan
dalam berpolitik. Orang terpelajar lebih sadar akan pengaruh pemerintah terhadap kehidupan mereka, lebih meperhatikan kehidupan politik, memperoleh lebih banyak
informasi tentang proses – proses politik dan lebih kompeten dalam tingkah laku politiknya
Universitas Sumatera Utara
1.5.1 Perilaku Politik
Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan kekuasaan politik. Interaksi anatar pemerintah
dan masyarakat, antar lembaga pemerintah dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka pembuatan, pelaksanaan dan penegakan keputusan politik
pada dasarnya merupaka perilaku politik.
6
Perilaku politik dapat dibagi dua, yaitu : Sejalan dengan penertian politik, perilaku politik berkenaan dengan tujuan
suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat
kearah pencapaian tersebut. Dalam pelaksanaan pemilu disuatu negara ataupun dalam pelaksanaan
pilkada lansung di suatu daerah, perilaku masyarakat dalam menentukan sikap dan pilihan dalam pelaksanaan pemilu atau pilkada tersebut hal ini jugalah yang
membuat digunakannya teori perilaku politik dlam proposal penelitian ini.
7
1. Perilaku politik lembaga – lembaga dan para pejabat pemerintah.
2. Perilaku politik warga negara biasa baik individu maupun
kelompok. Yang pertama bertanggung jawab membuat, melaksanakan dan menegakkan
keputusan politik, sedangkan yang kedua berhak mempengaruhi pihak yang pertama dalam melaksanakan fungsinya karena apa yang dilakukan pihak pertama
6
Sudijono sastroatmodjo,perilaku politik. Semarang : Ikip Semarang Press.1995. Hal 2.
7
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Grasindo, 1999 hal 15 - 16
Universitas Sumatera Utara
menyangkut kehidupan pihak kedua. Kegiatan politik yang dilakukan oleh warga negara biasa individu atau kelompok disebut partisipasi politik.
Dalam melakukan kajian terhadap perilaku politik, dapat dipilih tiga unit analisis yaitu :
1. Aktor politik meliputi aktor politik, aktivitas politik, dan individu warga
negara biasa. 2.
Agregasi politik yaitu individu aktor politik secara kolektif seperti partai politik, birokrasi, lembaga – lembaga pemerintahan.
3. Topologi kepribadian politik yaitu kepribadian pemimpin, seperti
Otoriter, machiavelist, dan demokrat. Ada 4 faktor yang mempengaruhi perilaku politik aktor politik pemimpin,
aktivis, dan warga biasa yaitu :
8
1. Lingkungan Sosial Politik tak langsung seperti sistem politik, ekonomi,
budaya dan media massa. 2.
Lingkungan sosial politik langsung yang membentuk kepribadian aktor seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok bergaul. Dari
lingkungan ini, seorang aktor politik mengalami proses sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma masyarakat dan norma kehidupan
bernegara. 3.
Struktur kepribadian. Hal ini tercermin dalam sikap individu yang berbasis kepentingan, penyesuaian diri dan eksternalisasi.
4. Lingkungan sosial politik langsung berupa situasi yaitu keadaan yang
mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan sesuatu
8
Ramlan Surbakti,Ibid.,Hal 132
Universitas Sumatera Utara
kegiatan seperti cuaca, keadaan keluarga, keadaan ruang, kehadiran orang lain, suasana kelompok, dan ancaman dengan segala bentuknya.
Perilaku politik merupakan salah satu aspek dari perilaku secara umum karena disamping perilaku masih ada perilaku yang lain seperti perilaku ekonomi,
perilaku budaya, perilaku keagamaan dan sebagainya. Perilaku politik merupakan perilaku yang menyangkut persoalan politik. Sejalan dengan pengertian politik,
perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu
otoritas yang mengatur kehidupan masyarakat kearah pencapaian tujuan tersebut. Politik senantiasa berkenaan dengan tujuan masyarakat secara umum public goal
dan bukan tujuan orang perorang. Upaya yang dilakukan individu perorangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari merupakan perilaku politik, yang dalam
hal itu adalah perilaku – perilaku politik ekonomi. Perilaku politik dapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya, dalam suatu negara, ada pihak yang memerintah
dan ada pihak yang diperintah. Terhadapa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Yang selalu melakukan
kegiatan politik adalah pemerintah dan partai politikkarena fungsi mereka dalam bidang politik. Keluarga sebagai suatu kelompok melakukan berbagai kegiatan,
termasuk didalamnya adalah kegiatan politik. Dalam hal para anggota suatu keluarga secara bersama memberikan dukungan pada organisasi politik tertentu,
memberikan iuran, ikut berkampanye menghadapi pemilu, keluarga yang bersangkutan telah berperan dalam kegiatan politik, disamping kegiatan yang lain.
Suatu perbuatan tertentu dapat dikatakan lebih dari satu jenis perilaku, apabila kegiatan tersebut mencakup berbagai aspek sekaligus, misalnya suatu
Universitas Sumatera Utara
perusahaan memperjuangkan bea masuk yang rendah atas barang – barang yang diimpor dari luar negeri. Upaya tersebut dapat termasuk perilaku ekonomi dan
sekaligus perilaku politik. Merupakan perilaku ekonomi karena tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan keuntungan dari kegiatan bisnis yang dilakukan oleh
perusahaan tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Perilaku politik tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi
mengandung keterkaitan dengan hal – hal yang lain. Perilaku politik yang ditujukan oleh individu merupakan hasil pengaruh beberapa faktor, baik faktor internal
maupun faktor eksternal, yang menyangkut lingkungan alam maupun lingkungan sosial budaya. Mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku politik tidak
akan diuraikan di sini karena akan dikupas secara khusus pada bagian tersendiri. Berkaitan dengan perilaku politik, astu hal yang perlu dibahas adalah apa
yang disebut sikap politik. Walaupun antara sikap dan perilaku terdapat kaitan yang sangat erat, keduanya perlu dibedakan. Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi
terhadap objek lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi baru merupakan kecendrungan atau pre- disposisi. Dari suatu sikap tertentu dapat diperkirakan tindakan apa yang akan
dilakukan berkenaan dengan objek yang dimaksud. Sikap mengandung tiga komponen yaitu kognisi, afeksi, dan konasi.
9
Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku politik khususnya masyarakat yang memiliki pluralisme budaya yang tinggi, seringkali terdapat kegiatan yang
Kognisi berkenaan dengan ide dan konsep, afeksi menyangkut kehidupan emosional, sedangkan konasi merupakan kecendrungan bertingkah laku.
9
Sastroatmodjo.,Op Cit hal 4
Universitas Sumatera Utara
bervariasi dan tidak mustahil terdapat perbedaan dalam pelaksanaannya. Untuk memahami perilaku politik diperlukan tinjauan dari sudut pandang yang
multidimensi. Hal itu berarti bahwa latar belakang dan faktor – faktor yang mendorong perilaku politik tidak bersifat memberikan pengaruh.
Perilaku politik merupakan produk sosial sehingga untuk memahaminya diperlukan dukungan konsep dari berbagai disiplin ilmu, konsep sosiologi, psikologi sosial,
antropologi sosial, geopolitik, ekonomi dan konsep sejarah digunakan secara integral. Dengan demikian, memahami perilaku politik tidak hanya menggunakan
konsep politik saja, tetapi juga didukung konsep ilmu – ilmu sosial lainnya. Dengan demikian memahami perilaku politik berarti menilai serta mempertanyakan tempat
dan peranan warga negara dalam sistem politik. Dengan presepsi ini terbentuklah pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan
individu. Dalam pendekatan behavioralis individulah yang dipandang secara aktual
melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku lembaga pada dasarnya merupakan perilaku individu dengan pola tertentu. Dibalik tindakan lembaga – lembaga politik.
Oleh karena itu, untuk menjelaskan perilaku suatu lembaga yang perlu ditelaah bukan lembaganya, melainkan latar belakang individu yang secara aktual
mengendalikan lembaga.. demikian pula kelompok – kelompok kekuatan politik diluar pemerintah dan individu – individu warga negara lebih ditekankan pada
aktifitas sumber daya manusianya, sebagai pelaku politik. Dalam mengkaji perilaku politik seringkali dilakukan dari sudut pandang
psikologis disamping pendekatan struktural fungsional dan struktur konflik. Sudut pandang psikologis ini menjelaskan pertimbangan – pertimbangan latar belakang
Universitas Sumatera Utara
secara menyeluruh, baik aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya, maupun pertimbangan kepentingan lain.
Perilaku politik aktor politik seperti perencanaan, pengambilan keputusan, dan penegakan keputusan dipengaruhi oleh berbagai dimensi dan latar belakang
yang merupakan bahan dalam pertimbangan poltiknya. Demikian juga warga negara biasa dalam berperilaku politik juga dipengaruhi oleh berbgai faktor dan latar
belakang. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku politik aktor politik ada empat
yakni : 1. Lingkungan sosial politik tak langsung, seperti sistem politik, sistem ekonomi,
sistem budaya dan media massa. 2. lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk
kepribadian aktor politik seperti, keluarga, agama, sekolah dan kelompok pergaulan. 3. struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.
4. faktor sosial politik langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika akan melakukan suatu kegiatan seperti cuaca, keadaan
keluarga, kehadiran seseorang, keadaan ruang, susunan kelompok, dan ancaman dengan segala bentuknya.
10
Digunakannya teori partisipasi politik dalam proposal penelitian ini adalah karena, tingkat partisipasi politik adalah faktor yang menentukan apakah pemilu
ataupun Pilkada yang berlangsung berhasil atau tidak, semakin tinggi tingkat
1.5.2 Partisipasi Politik
10
Sastroatmodjo.,Op Cit hal 14
Universitas Sumatera Utara
partisipasi pemilih, maka tingkat keberhasilan Pemilu ataupun Pilkada semakin tinggi.
Berikut ini dikekemukakan sejumlah “rambu – rambu” partisipasi politik :
11
1. Partisipasi politik berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara
biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan orientasi tidak selalu termanifestasikan dalam perilakunya.
2. Kegiatan tersebut diarahkan untuk mempengaruhi perilaku selaku pembuat
dan pelaksana keputusan politik. Seperti mengajukan alternative kebijakan umum, dan kegiatan mendukung atau menentang keputusan politik yang
dibuat pemerintah. 3.
Kegiatan yang berhasil efektif maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah termasuk konsep partisipasi politik.
4. Kegiatan mempengaruhi kebijakan pemerintah secara langsung yaitu
mempengaruhi pemerintah dengan menggunakan perantara yang dapat meyakinkan pemerintah.
5. Mempengaruhi pemerintah memalui prosedur yang wajar dan tanpa
kekerasan seperti mengikuti Pemilu, mengajukan petisi, bertatap muka, dan menulis surat atau prosedur yang tak wajar seperti kekerasan,
demonstrasi,mogok,kudeta,revolusi,dll. Partisipasi sebagai suatu bentuk kegiatan dibedakan atas dua bagian, yaitu:
12
1. Partisipasi aktif yakni kegiatan yang berorientasi pada output dan input
politik. Seperti halnya mengajukan usul kebjakan ke pemerintah,
11
Ramlan Surbakti,Op.cit.,hal 141
12
Ramlan Surbakti,Ibid.,hal 143
Universitas Sumatera Utara
mengajukan kritik, dan perbaikan meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintahan.
2. Partisipasi pasif, yakni kegiatan yang hanya berorientasi pada output politik.
Pada masyarakat yang termasuk kedalam jenis partisipasi ini hanya menuruti segala kebijakan pemerintah dan peraturan yang dikeluarkan oleh
pemeriuntah. Kemudian terhadap masyarakat yang tidak termasuk kedalam kedua kategori ini,
yaitu masyarakat yang menganggap telah terjadinya penyimpangan sistem politik dari apa yang mereka cita – citakan. Kelompok ini disebut apatis
golongan putih. Faktor – faktor yang memepengaruhi partisipasi politik seseorang adalah :
1. Kesadaran politik, yakni kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai
warga negata. 2.
Kepercayaan politik, yaitu sikap dan kepercayaan orang tersebut terhadap pemerintahannya.
Berdasarkan dua faktor tersebut, terdapat empat tipe partisipasi politik yaitu :
13
1. Partisipasi politik aktif jika memiliki kesadaran dan kepercayaan politik yang
tinggi. 2.
Partisipasi politik apatis jika memiliki kesadaran dan kepercayaan politik yang rendah.
3. Partisipasi politik pasif jika memiliki kesadaran politik rendah, sedangkan
kepercayaan politiknya tinggi.
13
Ramlan Surbakti, Ibid., 144
Universitas Sumatera Utara
4. Partisipasi politik militan radikal jika memiliki kesadaran politik tinggi,
sedangkan kepercayaan politiknya rendah. Partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam
menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi kehidupannya.
14
Semua pihak yang menjadi tujuan utama kontestan untuk dipengaruhi dan diyakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan
yang berkaitan pendukungan bisa diartkan bahwa itu adalah pemilih. Perlu diketahui bahwa yang berperan melakukan kegiatan politik
itu adalah warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan dan warga negara yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan dan warga negara biasa yang
tidak memiliki jabatan. Yang berwenang membuat dan melaksanakan keputusan politik adalah pemerintah. Namun demikian, warga masyarakat berhak
mempengaruhi proses pembuatan serta pelaksanaan keputusan tersebut.
1.5.3 Perilaku Pemilih
15
Pemilih dalam hal ini dapat berbentuk konstituen maupun masyarakat pada umumnya.
Konstituen umumnya merupakan masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu panduan hidup bernegara yang tertuang dalam institusi politik seperti partai dan
seorang pemimpin.
16
Pemberian suara pada pilkada secara langsung diwujudkan dengan memberikan suara pada pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
14
Ibid 140
15
Firmanzah,Marketing Politik,Jakarta : yayasan obor Indonesia, 2007, Hal 102
16
Ibid.,hal 105.
Universitas Sumatera Utara
yang didukungnya atau ditujukan dengan perilaku masyarakat dalam memilih pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Adapun perilaku pemilih dapat dianalisis dengan tiga pendekatan yaitu :
17
1. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan – pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang
cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih seseorang. Contoh : pekerjaan, pendidikan dan lain sebagainya, pengelompokkan sosial
seperti umur, jenis kelamin, agam dan semacamnya dianggap memiliki peranan yang cukup menentukan karena kelompok – kelompok inilah
yang mempunyai peranan besar dlam membentuk sikap, presepsi dan orientasi seseorang.
2. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi – terutama konsep sosialisasi dan sikap untuk menjelaskan perilaku
pemilih. variabel – variabel itu tidak dapat dihubungkan dengan perilaku memilih kalau ada proses sosialisasi. Oleh karena itu, menurut
pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi – terutama konsep sosialisasi dan sikap untuk menjelaskan perilaku
pemilih. variabel – variabel itu tidak dapat dihubungkan dengan perilaku pemilih kalau ada proses sosialisasi. Oleh karena itu, menurut
pendekatan ini sosialisasilah yang sebenarnya mempengaruhi dan menentukan perilaku memilih partisipasi politik seseorang. Oleh karena
itu, pendekatan psikologis menekankan pada tiga aspek psikologis
17
Muhammad Asfar.,Pemilu dan Perilaku Memilih 1955 – 2004.,Pustaka Eureka.,2006,Hal 137 – 144
Universitas Sumatera Utara
sebagai kajian utama yaitu ikatan emosional pada suatu partai politik, orientasi terhadap isu – isu dan orientasi terhadap kandidat.
3. Pendekatan Rasional
Dalam perilaku politik, masyarakat akan dapat bertindak secara rasional, yakni memberikan suara yang dianggap mendatangkan keuntungan yang
sebesar – besarnya dan menekan kerugian.
1.5.3.1 Orientasi Pemilih
18
Pemilih jenis ini bisa dikategorikan ada dua macam yakni berdasarkan ideologi dan yang satu lagi berdasarka program kerja.
1. Orientasi Policy – problem Solving Pemilih akan melihat bagaimana kontestan dapat menawarkan kerja dan
solusi atas permasalahan yang ada. Kecendrungan ini merupakan sifat objektivitas pemilih terhadap kontestan.
2. Orientasi Ideologi Aspek – aspek subjektivitas seperti kedekatan nilai, budaya, norma,
emosi dan psikografis. Semakin dekat kesamaan partai atau kontestan pemilu, pemilih akan cenderung memilih kontestan tersebut.
1.5.3.2 Jenis – jenis Pemilih
1. Pemilih Rasional Pemilih mengutamakan kemampuan kontestan terhadap pemecahan
permasalahan dan berorientasi rendah terhadap faktor ideologi. 2. Pemilih Kritis
18
Agung Wibawanto. Menangkan Hati dan Pikiran Rakyat. Yogyakarta : Pembaruan. 2005
Universitas Sumatera Utara
3. Pemilih Tradisional Pemilih jenis ini memiliki orientasi yang tinggi terhadap ideologi kontestan.
Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial – budaya, nilai, asal – usul, paham dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai
politik atau kontestan pemilu. 4.
Pemilih Skepsis
Pemilih jenis ini tidak memiliki orientasi baik ideologi maupun problem solving. Mereka menggangap dan berkeyakinan siapapun yang menjadi
pemenang sama saja dan tidak ada perubahan yang berarti. Dan jika mengikuti pemilu mereka memilih secara acak.
1.5.4. Pemilihan Langsung Kepala Daerah
Pemilihan Langsung Kepala Daerah baik itu Gubernurwakil Gubernur, BupatiWakil Bupati, maupun WalikotaWakil Walikota, dilaksanakan mulai bulan
Juni 2005 dan dipilih secara langsung oleh rakyat. Hal ini merupakan pelaksanaan dari Undang – Undang No. 322004 tentang pemerintahan Daerah pasal 56 jo Pasal
119 dan Peraturan Pemerintah PP No.62005 tentang tata cara pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala
daerah. Dengan lahirnya UU No.322004 dan PP No. 62005 merupakan hukum yang harus dilaksanakan. Dengan pemilihan langsung, yang menggunakan asas –
asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, pilkada langsung layak disebut
Universitas Sumatera Utara
sebagai sistem rekrutmen pejabat publik yang hampir memenuhi parameter demokratis.
19
1. Menggunakan mekanisme Pemilu yang teratur.
1.5.4.1 Parameter Demokrasi Pemilihan Kepala Daerah Langsung
Beberapa Parameter untuk melihat terciptanya demokrasi di pemilihan umum menurut pendapat Bingham Powel 1978. Antara lain :
2. Adanya rotasi kekuasaan.
3. Pemilihan dilakukan secara terbuka.
4. Akuntabilitas publik.
Penjelasannya antara lain : a.
Pemilu Rekrutmen yang dilakukan secara teratur dengan tenggang waktu yang jelas,
kompetitif, jujur dan adil. b.
Rotasi Kekuasaan Kekuasaan tidak boleh dipegang dengan waktu lama secara terus
menerusjika seperti itu yang terjadi maka lebih dikatakan sistem seperti itu disebut monarkhi.
c. Rekrutmen terbuka
Terbuka buat semua orang atau kelompok untuk mengisi jabatan politik, jika tidak maka itu bisa disebut dengan otoriter atau totaliter yang merekrut
hanya dariseseorang saja. d.
Kepercayaan publik
19
Joko J. Prihatmoko.Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar. 2005. Hal 20.
Universitas Sumatera Utara
Pemegang jabatan publik harus senantiasa mempertanggungjawabkan kepada publik apa yang dilakukan secara pribadi maupun menjabat sebagai
pejabat publik.
1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini saya sebagai penulis, menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Pendekatan ini digunakan agar menghasilkan data, tulisan dan
tingkah laku yang dapat diamati. Penelitian juga berguna untuk menggambarkan atau melukiskan apa yang sedang diteliti dan berusaha untuk memberikan gambaran
yang jelas dan mendalam tentang apa yang sedang diteliti dan menjadi pokok permasalahan. Seperti yang diungkapkan Nawawi, “prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjekobjek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain – lain”. Adapun ciri – ciri
pokok metode deskriptif adalah : 1.
Memusatkan perhatian pada masalah – masalah yang ada saat penelitian dilakukan saat sekarang atau masalah – masalah yang bersifat aktual.
2. Menggambarkan fakta – fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana
adanya. Tapi penelitian ini juga memadukan data kuatitatif menjadi anilistis deskriptif.
Universitas Sumatera Utara
1.6.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Deli tepatnya di Kelurahan Titi Papan Lingkungan IV. Alasan pemilihan lokasi tersebut karena kawasan daerah
tersebut dihuni oleh berbagai macam Suku, Agama, Ras, dan Pekerjaan yang pada penelitian dapat memberikan data mengenai Partisipasi Politik di wilayah ini secara
keseluruhan melalui keanekaragaman SARA yang cukup mewakili.
1.6.3 Populasi dan Sampel
Populasi Populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek penelitian yang dapat
berupa manusia, flora dan fauna, gejala, dan peristiwa dan lain sebagainya, sehungga objek – objek ini dapat menjadi sumber data penelitian.
20
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini, saya menggunakan
Maka, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua warga lingkungan IV kelurahan Titi Papan, Kecamatan Medan Deli karena pada wilayah
TPS ini memiliki variasi pendidikan yang beragam dan tidak terdominasi oleh jumlah tingkat pendidikan formal yang mengenyam pendidikan rendah. Dan
memiliki hak pilih dalam Pilkada Medan 2010 yaitu sejumlah 1293 orang yang terdiri dari 651 laki – laki dan 642 perempuan yang tersebar di 3 TPS Tempat
Pemungutan Suara yakni TPS 10, TPS 11, TPS 12. Sampel
20
Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Sosial.,Surabaya .,Airlangga University Press.,2001.Hal 101.
Universitas Sumatera Utara
rumus taro yamane
21
. Dengan presisi 10 dan tingkat kepercayaan 90 yakni sebagai berikut :
Ket : n = Sampel d
2
= Presisi N = Populasi
Dari Rumus Taro Yamane tersebut maka besar sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah :
Untuk menentukan jumlah masing – masing sampel dilingkungan tersebut maka tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah tehnik stratified random
sampling. Tehnik pengambilan sampel ini digunakan apabila populasinya yang heterogen tidak seragam dalam hubungan variabel yang diteliti.
Melihat penduduk yang terdaftar seragam dalam hubungan variabel yang diteliti. Melihat jumlah penduduk yang terdaftar sebagai peserta terdiri dari 3 TPS
yaitu :
21
Burhan Bungin,Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta : Prenada Media,2005. Hal 105.
Universitas Sumatera Utara
1. TPS 10 sebanyak 430
2. TPS 11 sebanyak 425
3. TPS 12 sebanyak 438
Maka ditentukan jumlah sampel untuk masing – masing TPS, yaitu : TPS 10
:
TPS 11 :
TPS 12 :
Kemudian untuk mengambil sampel yang akan dijadikan sebagai responden sebanyak 93 sampel yang telah ditentukan maka tehnik pengambilan sampel yang
digunakan adalah accidental sampling yakni dengan memilih unsur yang paling mudah dan memiliki karakteristik yang sesuai dengan penelitian.
22
1. Data Primer
1.6.4 Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, dipergunakan dua sumber pengumpulan data, yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.
Data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek yang diteliti, hal ini dapat berasal dari masyarakat pemilih di lingkungan IV kelurahan titi papan
kecamatan Medan Deli pada Pilkada 2010 Kota Medan. Yakni berupa berbentuk
22
M.Husaini ., Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, hal 45.
Universitas Sumatera Utara
kuesioner, dengan cara memberikan daftar pertanyaan kepada responden berkaitan dengan masalah yang diteliti.
2. Data sekunder
Data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Ini dilakukan dengan cara penelitian pencatatan dokumen library research dari sumber mana
saja yang relevan dengan masalah yang diteliti.
1.6.5 Tehnik Analisa Data
Metode kualitatif defenitif sebagai prosedur penelitian yang memadukan data
kuantitatif namun mendeskripsikan ucapan, tulisan dan perilaku yang diamati.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang, latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian yang
digunakan dan sistematika penulisan. BAB II
: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Bab ini berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian.
BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini berisikan data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan mengenai Partisipasi Pemilih Pada Pilkada Kota Medan 2010 putaran
Universitas Sumatera Utara
kedua di Lingkungan IV Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli.
BAB IV : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini berisikan kesimpulan analisi dan saran dari hasil penelitian yang diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
1. 1 Deskripsi Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli Kota Medan
Kelurahan Titi Papan memiliki 16 Lingkungan yang tersebar diwilayah kelurahan Titi Papan. masing – masing lingkungan dikepalai oleh seorang kepala
lingkungan Kepling. Dengan jumlah penduduk di kelurahan Titi Papan kurang lebih
adalah 11.682 jiwa, terdiri dari 2.135 Kepala Keluarga. Secara geografis Luas
Kelurahan, terdiri dari: –
Luas Pemukiman = 0.38 km
2
– Luas Pekarangan
= 0.01 km
2
– Luas Tanaman
= 0.004 km
2
– Luas Perkantoran
= 0.05 km
2
– Luas Prasarana
= 0.54 km
2
Total Luas = 0.54 km
2
Jumlah lingkungan yang terdapat di wilayah Kelurahan Titi Papan adalah sebanyak 16 enam belas lingkungan, dengan masing-masing Kepala Lingkungan sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara