Diagnosis status hara dan senyawa bioaktif asiatikosida menggunakan analisis jaringan tanaman untuk menyusun rekomendasi pemupukan serta sistem panen pegagan

(1)

DIAGNOSIS STATUS HARA DAN SENYAWA

BIOAKTIF ASIATIKOSIDA MENGGUNAKAN ANALISIS

JARINGAN TANAMAN UNTUK MENYUSUN

REKOMENDASI PEMUPUKAN SERTA SISTEM PANEN

PEGAGAN (Centella asiatica)

HERMANTO

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Diagnosis Status Hara dan Senyawa Bioaktif Asiatikosida Menggunakan Analisis Jaringan Tanaman untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan serta Sistem Panen Pegagan (Centella asiatica)” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012

Hermanto


(3)

ABSTRACT

HERMANTO. Nutrient and Asiaticocide Biosynthesis Diagnoses using Plant Tissues Analyses to Compose Fertilizer Recommendation and Harvest System on Asiatic Pennywort (Centela asiatica). Supervised by MUNIF GHULAMAHDI, LATIFAH K. DARUSMAN, ATANG SUTANDI and NURLIANI BERMAWIE.

Balanced and rational application of fertilizer can be achieved when the status and dynamics of the nutrients in the soil and in the plant’s requirements for the nutrients are taken into consideration for maximum production. This approach may be well-applied and profitable if the fertilizer recommendation is based on soil and plant tissue tests, but the result of plant tissues test is not worthly when there is no result of correlation and calibration. The disertation is composed based on the results of four experiments which aims are: 1) the exact leave tissue used for nutrients status NPK of asiatic pennywort diagnose, 2) the NPK status and NPK dosage of fertiilizer for maximum asiaticocide bioactive of asiatic pennywort, 3) the exact harvest system of asiatic pennywort for maximum production of asiaticocide bioactive, 4) to achieve the information of asiatic pennywort agriculture technique with maximum production of asiaticocide that fulfill the MMI condition (1.20 %) and 5) to know the range of NPK required for asiatic pennywort. The research was conducted at the research station Gunung Putri, Pacet, Cianjur district. The exact harvest of asiatic pennywort at high altitude for high production of aimplisia and asiaticocide bioactive are at 5 months of age. The exact leave for the diagnose of nutrient status in determining NPK fertilizer for asiatic pennywort is the firts (1st) leaf of 5 months for NPK analyses. The vegetative growth charactheristic that may be analysed, which is used as asiaticocide production type on the application of NPK fertilizer, are total amount of leaf, leaf’s length, leaf’s width, total amount of primary vine, and total amount of section. The best regression model between the NPK nutrient concentrations of leave samples and the relative results of asiatic pennyworth plant (dry weight of simplicia and asiaticocide weight) are quadratic. The critical level of NPK nutrients of asiatic pennywort leaves for dry weight production of simplicia are 2.97 % N , 0.23 % P, and 3.98 % K. The critical level of asiaticocide production are at 2.98 % N, 0.23 % P and 3.85 % K. Based on quadratic regression model, the NPK fertilizer dosages for the maximum production of dry weight simplicia are 2.57 g N/plant, 0.72 g P/plant and 2.69 g K/plant. The NPK concentrations of leaves samples are 4.33 N%, 0.32 P%, and 4.96 K%. The concentrations of NPK fertilizer of sample leaves are 3.58 % N, 0.39 % P and 4.84 % K. The system for harvesting frequency of ratoon of asiatic pennywort, applied every 5 months (R3) produce the highest fresh weight (28.88 t/ha), dry weight (18 t/ha) and asiaticocide weight (25.8 kg/ha) compared with the other harvests system. Best fertilizing recommendation based on quadratic regression pattern of calibration test results from N< P, and K, the standards achieved for N, P, and K leaf’s nutrient status were 3.58% N, 0.39% P, and 4.84% K. While the maximum dosage of multinutrient fertilizer being recommended for asiatic pennywort is (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K)/plant/season with ratoon harvest system interval of 5-month, it is hoped the production of asiatic pennywort reaches 15-18.24 ton of dry weight/ha which contained asiaticocide bioactive as much as 25.80-28.872 kg asiaticocide/ha.

Keywords : correlation, calibration, ratoon system, validation, fertilizer recommendation


(4)

RINGKASAN

HERMANTO. Diagnosis Status Hara dan Senyawa Bioaktif Asiatikosida Menggunakan Analisis Jaringan Tanaman untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan serta Sistem Panen Pegagan (Centella asiatica). Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI, LATIFAH. K. DARUSMAN, ATANG SUTANDI, dan NURLIANI BERMAWIE

Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara tersebut di dalam tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi maksimum. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi pemupukan didasarkan pada uji tanah dan jaringan tanaman, tetapi nilai uji jaringan tanaman tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi. Jaringan daun yang tepat adalah yang mempunyai korelasi terbaik antara konsentrasi N, P dan K jaringan daun dengan hasil. Jaringan daun yang mempunyai korelasi terbaik tersebut digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman pegagan. Budidaya tanaman untuk menghasilkan bahan baku pegagan terstandar belum diketahui secara menyeluruh, sehingga perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan aspek budidaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil.

Disertasi ini disusun berdasarkan hasil empat percobaan, dengan tujuan untuk 1) mendapatkan jaringan daun yang tepat sebagai alat diagnosis status hara N, P dan K pada tanaman pegagan, 2) mendapatkan status hara N, P dan K dan dosis pupuk N, P dan K untuk hasil senyawa bioaktif asiatikosida maksimum pada tanaman pegagan, 3) mendapatkan sistem panen pegagan yang paling tepat untuk produksi maksimum senyawa bioaktif asiatikosida, 4) mendapatkan informasi teknik budidaya tanaman pegagan dengan produksi senyawa asiatikosida maksimum yang memenuhi persyaratan MMI (1.20 %), dan (5) mengetahui kisaran kebutuhan hara N, P dan K tanaman pegagan. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Gunung Putri, Pacet, Kabupaten Cianjur.

Hasil penelitian uji korelasi konsentrasi hara N, P, K pada jaringan tanaman dengan produksi senyawa bioaktif asiatikosida pegagan menunjukkan bahwa konsentrasi hara N, P, dan K daun pegagan semakin menurun dengan bertambahnya umur dan kenaikan status hara N, P, dan K berkorelasi positif dengan produksi bobot terna kering daun maupun senyawa bioaktif asiatikosida. Waktu panen yang tepat untuk tanaman pegagan yang ditanam di dataran tinggi untuk mendapatkan produksi simplisia maupun senyawa bioaktif asiatikosida yang tinggi adalah umur 5 bulan. Konsentrasi hara N, P, dan K pada daun ke-1, ke-2, dan ke-3, meningkat hingga umur 5 bulan, kemudian menurun pada umur 6 bulan. Status hara N, P, dan K berkorelasi positif dan konsisten dengan produksi simplisia bobot kering daun maupun bioaktif asiatikosida pada posisi daun ke-1. Sampel daun yang tepat sebagai bahan diagnosis status hara dalam penetapan kebutuhan pupuk N, P, dan K bagi tanaman pegagan adalah posisi daun ke-1 umur 5 bulan untuk analisis hara N, P dan K . Kandungan senyawa bioaktif asiatikosida pada daun tua umur 6 bulan adalah 1.92 % dan lebih tinggi dari pada kandungan dalam daun muda umur 3 bulan sebesar 1.05 %.


(5)

Hasil penelitian uji kalibrasi hara N, P, K menggunakan analisa jaringan daun pada tanaman pegagan menunjukkan bahwa karakter pertumbuhan vegetatif yang dapat digunakan sebagai penciri produksi asiatikosida pada aplikasi pupuk N, P, dan K adalah jumlah daun total, panjang daun, lebar daun, jumlah sulur primer, dan jumlah buku. Model regresi yang terbaik antara Konsentrasi hara N, P, K daun sampel dengan hasil relatif pada tanaman pegagan (bobot kering terna maupun produksi asiatikosida) adalah kuadratik. Batas kritis hara N, P, dan K daun pegagan untuk produksi berat kering terna terletak pada titik 2.97 % N; 0.23 % P; dan 3.98 % K. Untuk produksi asiatikosida titik kritisnya terletak pada 2.98 % N; 0.23 % P; dan 3.85 % K

Validasi pemupukan dengan metoda kisaran kecukupan hara N, P, K terhadap pertumbuhan dan produksi senyawa bioaktif asiatikosida maksimum pada tanaman pegagan diketahui bahwa terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar dosis pupuk NPK yang diberikan. Dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K) /tanaman/musim tanam yang merupakan dosis maksimum yang menghasilkan produksi pegagan tertinggi yakni sebesar 15 ton terna kering/ha dengan kandungan bioaktif asiatikosida sekitar 28.872 kg asiatikosida/ha. Kehilangan hara yang terjadi yakni sebesar 487.14 kg N + 38.64 kg P + 484.38 kg K per hektar. Kadar senyawa asiatikosida yang dihasilkan juga meningkat dengan semakin besarnya dosis pemupukan NPK yang diberikan hingga kekisaran pemupukkan NPK maksimum, tetapi pada kisaran dosis pemupukan yang lebih tinggi terjadi penurunan.

Hasil studi frekuensi dan cara panen pegagan pada sistem ratoon untuk produksi maksimum senyawa bioaktif asiatikosida menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar aksesi Boyolali dan aksesi lokal Gunung Putri pada pertumbuhan vegetatif panjang daun dan tebal daun, tapi pertumbuhan vegetatif pada aksesi Boyolali cenderung lebih tinggi. Perlakuan frekwensi sistem panen ratoon yang dilakukan setiap 5 bulan (R3) merupakan perlakuan yang menghasilkan produksi bobot segar (29.88 t/ha), bobot kering (18 t/m2) atau bobot asiatikosida (25.8 kg/m2) adalah cenderung lebih tinggi dari sistem panen lain yang diuji.

Rekomendasi pemupukan terbaik berdasarkan kurva regresi pola kuadratik N, P, dan K hasil uji kalibrasi, didapatkan standar status hara N, P, dan K daun masing-masing secara berurutan 3.58 % N, 0.39 % P, dan 4.84 % K. Sedangkan dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient yang direkomendasikan untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K) /tanaman/musim tanam dengan menerapkan sistem panen ratoon dengan interval panen 5 bulan diharapkan produksi pegagan dihasilkan mencapai antara 15 – 18.24 ton terna kering/ha yang mengandung senyawa bioaktif asiatikosida sebesar 25.80 - 28.872 kg asiatikosida/ha.

Kata kunci : uji korelasi, uji kalibrasi, system ratoon, validasi, rekomendasi pemupukan


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(7)

DIAGNOSIS STATUS HARA DAN SENYAWA

BIOAKTIF ASIATIKOSIDA MENGGUNAKAN ANALISIS

JARINGAN TANAMAN UNTUK MENYUSUN

REKOMENDASI PEMUPUKAN SERTA SISTEM PANEN

PEGAGAN (Centella asiatica)

HERMANTO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

Judul Disertasi : Diagnosis Status Hara dan Senyawa Bioaktif Asiatikosida Menggunakan Analisis Jaringan Tanaman untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan serta Sistem Panen Pegagan (Centella asiatica)

Nama : Hermanto

NIM : A262070081

Program Studi : Agronomi dan Hortikultura (AGH)

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Ketua

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS Anggota

Ir. Atang Sutandi, MSi, PhD Anggota

Dr. Ir. Nurliani Bermawie Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS

Tanggal Ujian: 30 Juli 2012

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(9)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS Dr. Ir. Yul Harry Bahar


(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-NYA sehingga disertasi yang berjudul ” Diagnosis Status Hara dan Senyawa Bioaktif Asiatikosida Menggunakan Analisis Jaringan Tanaman untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan serta Sistem Panen Pegagan (Centella asiatica)” dapat diselesaikan. Disertasi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi untuk menetapkan rekomendasi pemupukan N, P , K pada tanaman pegagan dan waktu panen pegagan yang paling tepat.

Ungkapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS., Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS., Ir. Atang Sutandi, MSi.,PhD dan Dr. Ir. Nurliani Bermawie selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan dan arahannya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Ketua Komisi Pembinaan Tenaga Badan Litbang Pertanian, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan program Doktor di IPB dan dana penelitian melalui KKP3T (Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi). Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Kebun Percobaan Gunung Putri dan Teknisi Litkayasanya yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. Penghargaan tak terhingga secara khusus penulis tujukan kepada orang tua, mertua, istri (Ir. Erlita Adriani, MSc) dan kedua anakku tercinta Siti Tia Yusrina Khairana dan Muhammad Rifki Muflih Muttaqin, serta semua teman-teman yang dengan tulus ikhlas memberikan doa dan dukungannya kepada Penulis.

Akhirnya, penulis berharap hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Juli 2012 Hermanto


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Baturaja pada tanggal 13 Maret 1964, merupakan putra ke empat dari delapan bersaudara dari ayah Muhamad Djuned (Alm.) dan Ibu Masnura Hamid. Pendidikan sarjana di tempuh di jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang, lulus pada tahun 1988. Pada tahun 1998 penulis memperoleh beasiswa dari PAATP untuk mengikuti program Magister Sains (S2) di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL). Kesempatan melanjutkan ke program doktor pada program studi Agronomi dan Hortikultura pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Sejak tahun 1992, penulis bekerja sebagai staf peneliti di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Bogor.

Selama mengikuti S3, artikel dengan judul Penetapan Bahan Diagnosis Status Hara NPK pada Jaringan Tanaman Pegagan telah diterbitkan pada Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat tahun 2011.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………... xv

DAFTAR GAMBAR ……….. xviii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xx

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ……… 1

Tujuan Penelitian ……… 4

Manfaat Penelitian ………... 4

Hipotesis Penelitian ……… 5

Kerangka Pemikiran ………... 5

Ruang Lingkup Penelitian ……….. 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 9

Karakteristik, Kandungan Kimia dan Kegunaan Tanaman Pegagan ... 9

Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman Pegagan ………… 11

Peranan Nitrogen (N) bagi Tanaman ……….. 14

Peranan Fosfor (P) bagi Tanaman ………... 16

Peranan Kalium (K) bagi Tanaman ………... 19

Mekanisme Penentuan Batas Kritis Hara ………... 22

Penyusunan Rekomendasi Pemupukan untuk Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Maksimum pada Tanaman Pegagan 24

Tanah Andisol ... 25

UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P, K PADA JARINGAN TANAMAN DENGAN PRODUKSI SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA PEGAGAN ... 29

Pendahuluan ………. 30

Bahan dan Metode ... 32

Hasil dan Pembahasan ………. 39

Simpulan ……….. 47

UJI KALIBRASI HARA N, P, K MENGGUNAKAN ANALISA JARINGAN DAUN PADA TANAMAN PEGAGAN …... 49

Pendahuluan ………. 50

Bahan dan Metode ... 53

Hasil dan Pembahasan ………. 60


(13)

Halaman

Simpulan ……….. 90

VALIDASI PEMUPUKAN DENGAN KISARAN PEMUPUKAN N, P, K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA MAKSIMUM PADA TANAMAN PEGAGAN ... 91

Pendahuluan ………. 92

Bahan dan Metode ... 93

Hasil dan Pembahasan ………. 97

Simpulan ……….. 99

STUDI FREKUENSI DAN CARA PANEN PEGAGAN PADA SISTEM RATOON UNTUK PRODUKSI MAKSIMUM SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA ... 101

Pendahuluan ………. 101

Bahan dan Metode ... 103

Hasil dan Pembahasan ………. 106

Simpulan ……….. 109

PEMBAHASAN UMUM ……… 111

SIMPULAN DAN SARAN ……….. Simpulan... Saran... 121 121 122 DAFTAR PUSTAKA ………... 123


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang

diamati ... 36 2. Pengaruh umur tanaman terhadap pertumbuhan tanaman pegagan

aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl... 40 3. Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi N pada daun ke-1,

ke-2, atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung

Putri, Cipanas, 1500 m dpl………... 41 4. Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi P pada daun ke-1,

ke-2 atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung

Putri, Cipanas, 1500 m dpl ………... 42 5. Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi K pada daun ke-1,

ke-2, atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung

Putri,Cipanas, 1500 m dpl………... 43

6. Pengaruh umur tanaman terhadap produksi bobot kering daun, bobot segar dan kering tanaman, serta bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri,

Cipanas, 1500 m dpl………... 44 7. Pengaruh posisi daun terhadap kandungan senyawa asiatikosida

tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas,

1500 m dpl... 45 8. Korelasi (r) antar kandungan hara N, P, K daun pada umur

3,4,5,6 bulan setelah tanam ( BST) dengan produksi bobot kering daun atau bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl...

46 9. Korelasi (r) antar kandungan hara N, P, K daun posisi ke -1, 2, 3

dengan produksi bobot kering daun atau bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri,

Cipanas, 1500 m dpl………... 46 10. Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang

diamati ... 56 11. Rekapitulasi uji F pada peubah pertumbuhan pegagan pada

aplikasi hara N, P, dan K ……….. 61

12. Nilai koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dengan

produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk N... 65


(15)

Halaman 13. Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung komponen

pertumbuhan terhadap produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk N ………...

67 14. Nilai koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dengan

produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk P …... 69 15. Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung komponen

pertumbuhan terhadap produksi terna kering tanaman pegagan pada

aplikasi pupuk P ………... 71

16. Nilai koefisien korelasi antara komponen pertumbuhan dengan

produksi terna kering tanaman pegagan pada aplikasi pupuk K ... 73 17. Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung komponen

pertumbuhan terhadap produksi terna kering tanaman pegagan pada

aplikasi pupuk K ……… 74

18. Pengaruh pemberian Nitrogen terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi N daun tanaman

sampel, dan status hara N tanah ……….. 77

19. Pengaruh pemberian Nitrogen terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi N daun (ubinan

1mx1m), dan status hara N tanah ……… 77

20. Pengaruh pemberian Fosfor terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi P daun tanaman sampel,

dan status hara P-total tanah ……… 82

21. Pengaruh pemberian Fosfor terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi P daun (ubinan 1mx1m),

dan status hara P-total tanah ……… 82

22. Pengaruh pemberian Kalium terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi K daun tanaman sampel,

dan status hara K tanah ……….. 86

23. Pengaruh pemberian Kalium terhadap produksi bobot segar, bobot kering, senyawa asiatikosida, konsentrasi K daun (ubinan

1mx1m)………... 86 24. Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang

diamati ... 96 25. Pengaruh pemupukan NPK terhadap produksi bobot segar dan

kering serta bioaktif asiatikosida tanaman pegagan ………. 97 26. Pengaruh pemupukan NPK terhadap kehilangan hara yang

terangkut produksi tanaman pegagan serta senyawa asiatikosida .... 98


(16)

Halaman 27. Perlakuan frekuensi panen sistem ratoon ……… 105 28. Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang

diamati ... 106 29. Pertumbuhan vegetatif panjang daun, lebar daun, dan tebal daun

pada dua varietas pegagan dan tiga macam umur panen sitem

ratoon ……… 107 30. Produksi bobot segar, bobot kering, dan bobot senyawa

asiatikosida pada dua aksesi pegagan dan tiga macam umur panen

sitem ratoon ………. 108


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan alir pelaksanaan penelitian ………... 8

2. Struktur komponen utama asiatikosida ………... 13 3. Diagram analisis lintas antara komponen pertumbuhan terhadap

produksi produksi asiatikosida melalui produksi terna kering

tanaman pegagan pada aplikasi pupuk N ………... 66 4. Diagram analisis lintas antara komponen pertumbuhan terhadap

produksi asiatikosida melalui produksi terna kering tanaman

pegagan pada aplikasi pupuk P ………... 70 5. Diagram analisis lintas antara komponen pertumbuhan terhadap

produksi asiatikosida melalui produksi terna kering tanaman

pegagan pada aplikasi pupuk K ………... 75 6. Korelasi antara konsentrasi N daun terhadap hasil relatif bobot

kering terna dan senyawa asiatikosida per tanaman ... 79 7 Korelasi antara dosis N daun terhadap hasil relatif bobot kering

terna dan senyawa asiatikosida per tanaman ... 79 8. Korelasi antara dosis N daun dengan hasil relatif bobot kering per

tanaman serta batas kritis hara N tanaman pegagan... 80 9. Korelasi antara konsentrasi N daun dengan hasil relatif senyawa

asiatikosida per tanaman serta batas kritis hara N tanaman pegagan serta baas kritis hara P tanaman pegagan... 80 10. Korelasi antara dosis P dan konsentrasi P daun terhadap hasil

relatif bobot kering terna per tanaman………... 83 11. Korelasi antara konsentrasi P dan konsentrasi P daun terhadap

hasil relatif senyawa asiatikosida per tanaman……... 84 12. Korelasi antara konsentrasi P daun dengan hasil relatif bobot

kering terna per tanaman serta batas kritis hara P tanaman pegagan 84 13. Korelasi antara dosis P daun dengan hasil relatif senyawa

asiatikosida per tanaman serta batas kritis hara P tanaman pegagan 85 14 Korelasi antara dosis K daun terhadap hasil relatif bobot kering

terna per tanaman ………... 87 15 Korelasi antara konsentrasi K daun terhadap hasil relatif senyawa

asiatikosida per tanaman ………... 88 16 Korelasi antara konsentrasi K daun dengan hasil elatif bobot

kering terna per tanaman serta batas kritis hara K tanaman

pegagan ………... 88


(18)

Halaman 17 Hubungan antara dosis K daun dengan hasil relatif senyawa

asiatikosida per tanaman serta batas kritis hara K tanaman

pegagan ………... 89


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Lay out uji korelasi konsentrasi hara N, P, K pada jaringan tanaman dengan produksi bioaktif asiatikosida peggan di KP,

Gunung Putri... 131 2 Lay out uji kalibrasi hara N menggunakan analisa jaringan daun

tanaman terhadap produksi terna dan bioaktif asiatikosida pegagan

di KP Gunung Putri... 132 3 Lay out uji kalibrasi hara P menggunakan analisa jaringan daun

tanaman terhadap produksi terna dan bioaktif asiatikosida pegagan

di KP Gunung Putri... 133 4 Lay out uji kalibrasi hara K menggunakan analisa jaringan daun

tanaman terhadap produksi terna dan bioaktif asiatikosida pegagan

di KP Gunung Putri... 134 5 Lay out studi frekwensi dan cara panen pegagan pada sistem

ratoon untuk produksi maksimum bioaktif asiatikosida di KP

Gunung Putri... 135 6 Lay out penelitian diagnosa analisis jaringan tanaman dengan

metoda kisaran kecukupan hara N, P, K terhadap pertumbuhan dan produksi bioaktif asiatikosida maksimum pada tanaman pegagan

di KP. Gunung Putri... 136 7 Data klimatologi di KP. Gunung Putri tahun 2008 dan 2009... 137 8 Tabel hasil analisa karakteristik tanah Andisol di KP. Gunung

Putri... 138


(20)

Lampiran 1 Lay out uji korelasi konsentrasi hara N, P, K pada jaringan tanaman dengan produksi senyawa bioaktif asiatikosida pegagan di KP. Gunung Putri

(VI) (V) (IV) (III) (II) (I)

Keterangan :

Rancangan Penelitian : Regresi Linier, dengan 6x ulangan. Varietas : Boyolali

Jarak Tanam : 30 cm x 40 cm

Ukuran Petakan = 2 m x 3 m, sebanyak 24 petakan Jumlah Tanaman Per Petak = 50 Tanaman

Total Populasi = 1200 Tanaman

Dosis Pupuk (Perlakuan Dasar) : 200 kg Urea/ha ∞ 2.4 g urea/tanaman; 400 kg SP36/ha ∞ 4.8 g SP36/tanaman; 300 kg KCl/ha ∞ 3.6 g KCl/tanaman

BST BST

BST BST 5BST

4BST

3BST 6BST

4BST 5BST

6BST 3BST

3BST 5BST

4BST 6BST

BST BST

BST BST 4BST

6BST

5BST 3BST

6BST 5BST

3BST 4BST

5BST 6BST

3BST 4BST

U


(21)

Lampiran 2 Lay out uji kalibrasi hara N menggunakan analisa jaringan dauntanaman terhadap produksi terna dan senyawa bioaktif asiatikosida pegagan di KP. Gunung Putri

Keterangan :

Rancangan Penelitian : Rancangan Acak Kelompok (RAK) Ulangan : I,II,III,IV, dan V

Varietas : Boyolali Jarak Tanam : 30 cm x 40 cm Jumlah Tanaman Per Petak = 50 Tanaman Total Populasi = 1250 Tanaman Dosis Pupuk (Perlakuan Dasar) :

N0 = 0 kg N/ha N1 = 67.5 kg N/ha N2 = 135 kg N/ha N3 = 202.5 kg N/ha N4 = 270 kg N/ha

Perlakuan Dasar : 220 kg KCl/ha dan 332 kg SP18/ha BS T V N0 BS T BS T V N V N3 BS T BS T V N1 IV N2 BS T BS T V N4 IV N1 BS T BS T II N1 II N3 BS T BS T II N2 II N4 BS T BS T II N0 I N2 BS T BS T I N0 I N1 BS T BS T IV N0 IV N4 BS T BS T IV N3 III N4 BS T BS T III N3 III N2 BS T BS T III N0 III N1 BS T I N4 BS T I N3 V N2

U

132


(22)

Lampiran 3 Lay out uji kalibrasi hara P menggunakan analisa jaringan daun tanaman terhadap produksi terna dan senyawa bioaktif asiatikosida pegagan di KP. Gunung Putri

Keterangan :

Rancangan Penelitian : Rancangan Acak Kelompok (RAK) Ulangan : I,II,III,IV, dan V

Varietas : Boyolali Jarak Tanam : 30 cm x 40 cm Jumlah Tanaman Per Petak = 50 Tanaman Total Populasi = 1250 Tanaman Dosis Pupuk (Perlakuan Dasar) :

P0 = 0 kg P2O5/ha P1 = 30 kg P2O5/ha P2 = 60 kg P2O5/ha P3 = 90 kg P2O5/ha P4 = 120 kg P2O5/ha

Perlakuan Dasar : 300 kg Urea/ha dan 220 kg KCl/ha BS T III P1 BS T BS T V N III P4 BS T BS T III P3 V P4 BS T BS T III P2 V P3 BS T BS T IV P2 IV P4 BS T BS T IV P3 IV P1 BS T BS T IV P0 I P3 BS T BS T I P2 I P0 BS T BS T V P2 V P0 BS T BS T V P1 II P0 BS T BS T II P3 II P1 BS T BS T II P4 II P2 BS T I P1 BS T I P4 III P0

U

133


(23)

Lampiran 4 Lay out uji kalibrasi hara K menggunakan analisa jaringan daun tanaman terhadap produksi terna dan senyawa bioaktif asiatikosida pegagan di KP. Gunung Putri

Keterangan :

Rancangan Penelitian : Rancangan Acak Kelompok (RAK) Ulangan : I,II,III,IV, dan V.

Varietas : Boyolali Jarak Tanam : 30 cm x 40 cm Jumlah Tanaman Per Petak = 50 Tanaman Total Populasi = 1250 Tanaman Dosis Pupuk (Perlakuan Dasar) :

K0 = 0 kg K2O/ha K1 = 66 kg K2O /ha K2 = 132 kg K2O /ha K3 = 198 kg K2O /ha K4 = 264 kg K2O /ha

Perlakuan Dasar : 300 kg Urea/ha dan 332 kg SP18/ha BS T III K0 BS T BS T V N III K4 BS T BS T I K1 I K0 BS T BS T III K1 I K2 BS T BS T V K1 V K4 BS T BS T V K0 V K3 BS T BS T V K2 II K1 BS T BS T II K0 II K3 BS T BS T I K3 IV K3 BS T BS T I K4 IV K0 BS T IV K1 BS T BS T IV K2 IV K4 BS T II K4 BS T II K2 III K2

U

III K3 1 34


(24)

Lampiran 5 Lay out studi frekuensi dan cara panen pegagan pada sistem ratoon untuk produksi maksimum bioaktif asiatikosida di KP. Gunung Putri

( I

I II III IV Keterangan :

Rancangan Penelitian : Petak Terbagi (Split plot), yang diulang 4 x Main Plot : Varietas (V)

V1 = Varietas Boyolali

V2 = Varietas Lokal (Gn. Putri) Sub Plot

R1 = Panen Setiap 1 bulan Jarak Tanam : 50 cm x 50 cm R2 = Panen Setiap 2 ½ bulan Jumlah Tanaman Per Petak = 40 Tanaman R3 = Panen Setiap 5 bulan Total Populasi = 560 Tanaman

Dosis Pupuk (Perlakuan Dasar) : 135 kg N/ha ∞ 3.614 g urea/tanaman; 60 kg P/ha ∞ 4.016 g SP18/tanaman; 132 kg K/ha ∞ 2.650g KCl/tanaman

V2R3 V2R1

V1R3 V1R1

V2R2

V1R2

V1R3 V1R1

V2R3 V2R1

V1R2

V2R2

V2R3 V2R1

V1R3 V1R1

V2R2

V1R2

V1R3 V1R1

V2R3 V2R1

V1R2

V2R2

U


(25)

(26)

Lampiran 6 Lay out penelitian diagnosa analisis jaringan tanaman dengan metoda kisaran kecukupan hara N, P, K terhadap pertumbuhan dan produksi senyawa bioaktif asiaticosida maksimum pada tanaman pegagan (Centella asiatica L.Urban) di KP. Gunung Putri

ULANGAN I

K0 K2 K4 K1 K3

ULANGAN II

K1 K0 K3 K4 K2

ULANGAN III

K0 K4 K2 K3 K1

ULANGAN IV

K4 K2 K0 K1 K3

ULANGAN V

K3 K0 K1 K3 K2

Keterangan:

Rancangan : Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima kali ulangan. Perlakuan : Pemupukan NPK, yang terdiri dari lima taraf yakni;

K0 = tanpa pupuk NPK (kontrol).

K1 = Kisaran Dosis NPK rendah, umumnya dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman mendekati atau sama dengan Status hara NPK pada batas kritis.

K2 = Kisaran Dosis NPK cukup, yakni dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman antara Status hara NPK pada kisaran rendah dan tinggi.

K3 = Kisaran Dosis NPK optimum, yakni dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman mendekati atau sama dengan Status hara NPK optimum.

K4 = Kisaran Dosis NPK tinggi, yakni dosis NPK untuk mencapai status hara jaringan tanaman diatas Status hara NPK optimum.

Luas unit percobaan : 300 m2. Ukuran petak 3 x 4 m2

Jarak tanam 30 x 40 cm.

Varietas pegagan : Var. Boyolali.

Jumlah tanaman/unit percobaan : 50 tan/unit percobaan Total = 1250 tanaman


(27)

Lampiran 7 Data Klimatologi di Kebun Percobaan Gunung Putri Tahun 2008 dan 2009

Bulan Hujan Suhu ( 0

C)

Rata-rata Curah Hujan

(mm) Hari Min Maks

Oktober 16.15 23.16 19.85 731.00 14 November 15.90 22.84 19.37 1161.50 18 Desember 16.12 22.68 19.40 797.00 18 Januari 16.11 23.08 19.60 955.50 16 Februari 15.78 21.62 18.70 1602.00 17 Maret 16.28 23.75 20.01 721.50 13 April 16.30 23.50 23.50 1090.00 17


(28)

Lampiran 8 Tabel hasil analisis krakteristik tanah Andisols di Gunung Putri, Cipanas, Cianjur

Sifat Tanah Nilai Uji Tanah Metode/ekstraktan Satuan pH H2O 5.96 (Agak Masam) pH meter

pH KC1 5.62 pH meter

C-Organik 3.85 (Tinggi) Kirmies % N-Total 0.34 (Sedang) Kjedahl %

C/N ratio 11.32 -

P-tersedia 17.95 Bray-1 ppm

Ca 7.98 (sedang) 1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g Mg 1.41 (Sedang) 1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g K 0.26 (Rendah) 1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g Na 0.33 (Rendah) 1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g Total 9.98 me/100g Al 0 1 N KC1 me/100g KTK 19.17(Sedang) 1 N NH4OAc pH 7.0 me/100g KB 52.06 (Tinggi) % Pasir 54.46 Pipet % Debu 33.31 Pipet % Liat 12.23 Pipet % Sumber : Laboratorium Balai Penelitian Obat dan Aromatik Bogor


(29)

(30)

PEMBAHASAN UMUM

Penelitian untuk menyusun rekomendasi pemupukan pegagan berdasar status hara tanah dan kebutuhan tanaman terhadap hara N, P dan K belum tersedia. Disisi lain kadar hara N, P dan K tanah sangat bervariasi antara satu jenis tanah dengan jenis tanah lainnya, bahkan pada jenis tanah yang sama juga mempunyai tingkat ketersediaan hara yang berbeda. Pemupukan yang efisien dengan penggunaan konsep LEISA (Low External Input Sustainable) hanya bisa dilakukan apabila memperhatikan status hara tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut. Nilai uji tanah dan tanaman tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi (Nursyamsi et al. 2002 dan Sutriadi et al. 2003). Dikemukakan oleh Leiwakabessy (1996) melalui data penelitian kalibrasi maka data analisis tanah dan jaringan tanaman dari laboratorium serta produksi relatif tanaman dimanfaatkan dalam membuat rekomendasi pemupukan rasional yang berimbang dengan takaran optimum untuk menduga produksi tanaman.

Penyusunan rekomendasi pupuk yang tepat dapat didasarkan pada hasil analisis tanah atau tanaman (Lozano 1990). Analisis tanaman umumnya menggunakan jaringan daun yang merupakan prosedur untuk menentukan konsentrasi unsur dalam daun yang merefleksikan status hara dari tanaman (Heckman 2001), dan merupakan alat yang lebih dapat dipercaya dalam menentukan status hara pada tanaman, karena dapat memberikan informasi aktual penyerapan hara (Zwart 2006).

Penentuan jaringan daun yang tepat sebagai pewakil yang dapat mempresentasikan status hara dari individu tanaman merupakan hal penting yang harus diketahui. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa daun yang dijadikan sampel daun adalah daun ke-1 umur 5 bulan yang diambil dari rumpun induk dan rumpun anakannya yaitu daun yang mempunyai koefisien korelasi (r) terbaik antara konsentrasi hara N, P, K daun dengan hasil (terna pegagan dan senyawa bioaktif asitikosida). Hal disebabkan karena daun ke-1 umur 5 bulan merupakan daun yang baru tumbuh sempurna, sehingga konsentrasi hara N, P, dan K yang dikandungnya relatif stabil. Pada daun tua yang mulai berwarna hijau pucat dan nekrotik berkembang pada pinggir daunnya, akibat kekurangan N juga diikuti


(31)

112

dengan rendahnya kandungan klorofil dan protein (Albrigo 1966). Kandungan P di dalam tanaman sekitar 0.15% - 1.00% bobot kering pada kebanyakan tanaman, dengan nilai kecukupan dari 0.20% - 0.40% pada jaringan daun yang baru masak (Jones 1998). Konsentrasi K tertinggi pada daun baru, tangkai daun dan batang tanaman, kandungan K pada daun berkurang seiring dengan bertambahnya umur (Jones 1998).

Pada tanaman pegagan, daun merupakan jaringan tanaman yang penting karena Senyawa bioaktif asiatikosida yang tergolong terpene pada tanaman pegagan banyak ditranslokasikan di jaringan palisade daun, sehingga tingginya produktivitas dalam budidaya tanaman pegagan ditentukan oleh tingkat produksi herbal (daun) pegagan dikalikan dengan kandungan senyawa bioaktifnya (asiatikosida).

Analisis jaringan tanaman lebih praktis dilakukan untuk mengetahui status hara pada tanaman, karena status hara pada jaringan tanaman juga merupakan gambaran status hara dalam tanah. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa konsentrasi suatu unsur hara di dalam tanaman merupakan hasil interaksi dari semua faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur tersebut dari dalam tanah (Wijaya 2008). Hasil uji korelasi jaringan daun yang paling tepat sebagai bahan diagnosis status hara bagi produksi terna dan senyawa bioaktif asiatikosida pada tanaman pegagan umur 5 bulan setelah tanam (BST) adalah posisi daun ke-1 untuk analisis hara N, P, dan K, karena status hara N, P, atau K pada daun tersebut menunjukkan hubungan yang paling baik dan secara konsisten berpengaruh terhadap produksi terna kering maupun senyawa asiatikosida. Penetapan sampel daun dari satu posisi daun dan pada umur tertentu saja pada setiap rumpun pegagan adalah lebih praktis dan ekonomis dalam aplikasinya, karena hal ini dapat menghindari kesalahan dalam pengambilan sampel daun serta dapat menekan ongkos analisa daun sampel di laboratorium.

Uji kalibrasi dilakukan di lapangan untuk mengetahui hubungan antara nilai analisis jaringan daun dengan respon tanaman di lapangan. Sehingga uji kalibrasi memberikan makna dari nilai analisis jaringan daun yang diperoleh dari laboratorium menjadi data interpretasi, apakah kandungan hara dalam daun tersebut statusnya rendah atau tinggi. Dalam penelitian ini, kalibrasi uji jaringan


(32)

113

tanaman (daun) dapat dilakukan dengan metode yang berdasarkan kurva kontinyu. Pada metode ini, kategori uji jaringan tanaman diperoleh dengan memplot hasil relatif dengan nilai uji jaringan tanaman, selanjutnya dengan melalui titik-titik tersebut dibuat kurva. Uji kalibrasi pada penelitian ini dilakukan agar interpretasi angka nilai analisis daun (status hara daun) lebih bermanfaat, maka nilai analisis daun yang mempunyai korelasi terbaik dengan respon tanaman`dikelompokkan kedalam beberapa kategori respon tanaman. Penetapan kategori respon tanaman mempunyai beberapa manfaat , yakni untuk memberikan makna dari nilai indeks analisis, dan untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk sekaligus membuat rekomendasi pemupukan (Dahnke dan Olson 1990; Kidder 1993).

Pengelompokan nilai-nilai analisis daun ini didasarkan atas adanya hubungan hara daun dengan produksi relatif menggunakan model regresi. Hasil uji regresi yang telah dilakukan, telah diketahui bahwa model regresi kuadratik adalah model terbaik untuk menyatakan hubungan antara dosis pupuk N, P dan K dengan produksi relatif terna pegagan maupun senyawa bioaktif asiatikosida artinya pemberian pupuk tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman sebaliknya dosis yang berlebihan akan mengakibatkan menurunnya hasil tanaman. Selanjutnya dapat ditetapkan dosis pupuk N, P, dan K maksimum untuk mendapatkan produksi dengan kuantitas tinggi dan kualitas kandungan asiatikosida yang memenuhi persyaratan MMI.

Karakter pertumbuhan vegetatif yang dapat digunakan sebagai penciri produksi asiatikosida pada aplikasi pupuk N, P, dan K adalah jumlah daun total, panjang daun, lebar daun, jumlah sulur primer, dan jumlah buku. Berdasarkan hasil analisis lintas yang dilakukan secara bertahap terhadap produksi senyawa asiatikosida melalui produksi terna kering pegagan, diketahui nilai pengaruh langsung dan keeratan korelasi dari karakter jumlah daun total secara konsisten menunjukkan nilai tertinggi pada ketiga aplikasi hara N, P, maupun K. Sehingga karakter pertumbuhan vegetatif jumlah daun total dari tanaman sampel dapat dijadikan sebagai karakter penciri produksi senyawa asiatikosida tanaman pegagan yang dapat dilakukan pada saat tanaman telah berumur 4 BST.


(33)

114

Batas kritis hara N, P, dan K daun pegagan untuk produksi berat kering terna terletak pada titik 2.97 % N dengan kriteria rendah N ≤ 2.97 % dan tinggi N > 2.97 %. Untuk produksi senyawa asiatikosida adalah 2.98 % N dengan kriteria rendah rendah N ≤ 2.98 % dan tinggi N > 2.98 %. Titik kritis hara N pada daun sampel tanaman pegagan ini sejalan dengan pernyataan Brady (1990) bahwa Kebanyakan tanaman mengandung Nitrogen 1.50 sampai 6.00% dari berat kering tanaman dengan nilai kecukupan 2.50 sampai 3.50% dalam jaringan daun. Batas kritis hara P bagi produksi terna kering yakni 0.23 % P dengan kriteria rendah P

≤ 0.23 % dan tinggi P > 0.23 %, sedang untuk produksi senyawa asiatiosida adalah 0.23 % P dengan kriteria . rendah P ≤ 0.23 % dan tinggi P > 0.23 %, kondisi ini sejalan dengan pendapat Havlin (2005) Nilai kritis P di bawah 0.20% dan lebih tinggi dari 1.00% dianggap berlebihan. Titik kritis hara K daun sampel bagi produksi terna kering adalah 3.98 % K dengan kriteria rendah K ≤ 3.98 % dan tinggi K > 98 %. Untuk produksi asiatikosida titik kritisnya terletak pada 3.85 % K dengan kriteria rendah K ≤ 3.85 % dan tinggi K > 3.85 %. Menurut Jones (1998) kandungan K pada tanaman berkisar 1 – 5% dari berat kering jaringan daun dengan nilai kecukupan 1.5 – 3% pada jaringan dewasa yang baru terbentuk. Aplikasi pemupukan N, P, dan K hanya diberikan pada tanaman dengan status hara daun tergolong rendah.

Model regresi yang terbaik antara dosis pupuk N, P, K daun sampel dengan hasil relatif pada tanaman pegagan (berat kering terna maupun bobot senyawa asiatikosida) adalah kuadratik. Berdasarkan model regresi kuadratik dosis pupuk N, P dan K untuk menghasilkan terna kering maksimum yakni 2.57 g N/tan, 0.72 g P2O5/tan dan 2.69 g K2O/tan. Rekomendasi dosis pupuk N, P dan K untuk menghasilkan asiatikosida maksimum yakni 2.04 g N/tan, 0.42 g P2O5/tan dan 2.93 g K2O/tan. Antara ketiga hara N, P, dan K yang direkomendasikan untuk tanaman pegagan tersebut jumlah hara K lebih banyak dibutuhkan yang dikuti secara berurutan oleh hara N dan K. Hal ini juga berlaku untuk kedua jenis produksi pegagan yakni bobot terna kering maupun senyawa asiatikosida. Tanaman mengandung K dalam jumlah besar dibandingkan unsur-unsur lain dan bersifat sangat mobil. Bahkan di dalam larutan phloem K merupakan kation mayoritas yang dapat mencapai 80% (Wilkinson 1994). Unsur K esensial dalam


(34)

115

fotosintesis karena terlibat di dalam sintetis ATP, produksi dalam aktivitas enzim-enzim fotosintetis (seperti RuBP karboksilase), penyerapan CO2 melalui mulut daun, dan menjaga keseimbangan listrik selama fotofosforilasi di dalam kloroplas. Selain itu, K juga terlibat dalam pengangkutan hasil-hasil fotosintesis (assimilate) dari daun melalui floem ke jaringan organ reproduktif (Havlin et al. 2005).

Tingginya kebutuhan hara N ini karena Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah banyak sebagai nutrisi tumbuhan. Nitrogen juga sangat penting dalam tumbuhan karena merupakan komponen penyusun asam amino, asam nukleat, protein (plasma maupun enzim), klorofil, hormon, alkaloid, dan bahan organik lainnya. Taraf N tertentu harus ada dalam sel-sel tanaman untuk penggunaan karbohidrat optimum yang dihasilkan selama fotosintesis. Pada kondisi defisien penimbunan karbohidrat berlebihan berada pada sel-sel vegetatif yang berakibat terhadap penebalan dinding sel, membatasi pembentukan protoplasma, sukulensi berkurang, dan pertumbuhan berkurang. Suatu pertumbuhan tanaman harus mempunyai input energi bebas secara terus menerus untuk mensintesis makro molekul dari prekusor sederhana dan untuk transport aktif ion-ion dan sintesis bahan-bahan lainnya di seluruh bagian tanaman. Pembawa (carrier) dari energi bebas ini adalah ATP, senyawa yang mengandung N lainnya yang sangat diperlukan (Olson dan Kurtz 1985). Kekurangan N juga sebagai penyebab hambatan pertumbuhan seperti munculnya daun-daun yang kecil dan hijau pucat dan nekrotik berkembang pada ujung daun (Albrigo 1966). Menurut Havlin (2005) bahwa fosfor di dalam tanaman bersifat mobil sehingga terjadi kahat fosfor dari daun dan akan dipindahkan ke daun yang lebih muda. Hal ini mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan tanaman tidak mampu berproduksi secara optimal. Kadar fosfor di dalam tanaman 0.1 - 0.5% lebih rendah dari kadar nitrogen dan kalium. Marschner (1985) menyatakan bahwa kebutuhan fosfor untuk pertumbuhan optimum tanaman berkisar 0.3 - 0.5% dari bobot kering tanaman selama pertumbuhan vegetatif, pada konsentrasi lebih tinggi dari 1% dalam bahan kering kemungkinan tanaman akan keracunan. Pasokan P yang cukup mengakibatkan pertumbuhan perakaran meningkat, sehingga serapan hara dan air meningkat. Oleh karena fungsi P yang sangat penting untuk pertumbuhan dan metabolisme tanaman, kekahatan P sangat menghambat sebagian besar


(35)

116

proses-proses tersebut, seperti pembelahan sel dan pengembangan sel, respirasi, dan fotosintetis (Marschner 1986; Havlin et al. 2005).

Hasil pengujian validasi atas rekomendasi pemupukan pegagan yang dihasilkan dari percobaan sebelumnya, diketahui bahwa terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar dosis pupuk NPK yang diberikan. Dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.72 g P + 2.93 g K) /tanaman/musim tanam yang merupakan dosis maksimum menghasilkan produksi pegagan tertinggi yakni sebesar 15 ton terna kering/ha dengan kandungan bioaktif asiatikosida sekitar 28.872 kg asiatikosida/ha.

Kehilangan hara tertinggi terjadi pada perlakuan pemupukan yang menghasilkan produksi terna kering dan kadar asiatikosida tertinggi yang terjadi pada perlakuan K3 dengan dosis (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K) /tan/musim tanam, yakni sebesar 487.14 kg N + 38.64 kg P + 484.38 kg K per hektar. Kadar senyawa asiatikosida yang dihasilkan juga meningkat dengan semakin besarnya dosis pemupukan NPK yang diberikan hingga kekisaran pemupukkan NPK maksimum, tetapi pada kisaran dosis pemupukan yang lebih tinggi terjadi penurunan. Kehilangan hara terangkut panen dapat ditekan dengan mengembalikan limbah pengolahan pegagan dalam bentuk bahan organik yang telah dikomposkan.

Tidak terjadi perbedaan pengaruh yang nyata antar aksesi Boyolali dan aksesi lokal pada pertumbuhan vegetatif panjang daun dan tebal daun, tapi pada pertumbuhan vegetatif lebar daun terjadi perbedaan pengaruh yang nyata. Lebar daun aksesi Boyolali cenderung lebih lebar dibandingkan aksesi lokal. Hal ini disebabkan karena aksesi Boyolali yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tanaman introduksi, sehingga membutuhkan masa adaptasi untuk dapat mengekspresikan potensi produksinya dengan baik pada iklim mikro setempat. Sebaliknya pegagan aksesi lokal telah eksis dengan kondisi agroklimat di lahan penelitian, sehingga mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik.

Perlakuan frekwensi sistem panen ratoon yang dilakukan setiap 5 bulan (R3) merupakan perlakuan yang cenderung menghasilkan produksi bobot segar (2.988 kg/m2), bobot kering (1.824 kg/m2) atau bobot asiatikosida (2.58 g/m2) adalah tertinggi dari sistem panen lain yang diuji. Secara statistik ketiga sistem


(36)

117

panen ratoon yang diuji menunjukkan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap produksi pegagan. Berdasarkan permintaan pasar dan pertimbangan ekonomis panen dapat dilakukan lebih awal yaitu umur 3 bulan atau 4 bulan setelah tanam dengan konsekwensi penurunan produksi yang diperoleh baik bobot terna kering maupun senyawa asiatikosida.

Harapan pekebun pegagan adalah berupaya untuk mendapatkan produksi terna pegagan sebanyak-banyaknya dengan kandungan bioaktif asiatikosida yang tertinggi, karena industri pengguna mensyaratkan standar terna pegagan dengan kadar bioaktif yang tinggi. Disamping itu produksi bioaktif yang dihasilkan merupakan hasil perkalian berat kering terna dengan kadar bioaktif asiatikosida yang dikandungnya.

Pemupukan NPK pada tanaman pegagan memberikan respon yang positif baik terhadap pertumbuhan maupun produksi terna dan senyawa bioaktif asiatikosida. Namun dalam penyusunan rekomendasi pemupukan tetap harus memperhitungkan aspek ekonomi, terutama harga pupuk dan hasil (berat kering terna atau bobot asiatikosida) pegagan. Berdasarkan dosis pemupukan dari beberapa kisaran kecukupan hara pegagan yang telah diuji, diperoleh beberapa alternatif rekomendasi pemupukan tanaman pegagan guna mendapatkan produktivitas terna kering pegagan yang tinggi dengan kandungan senyawa bioaktif asiatikosida yang tinggi. Rekomendasi pemupukan terbaik berdasarkan kurva regresi pola kuadratik N ,P, dan K hasil uji kalibrasi, didapatkan standar status hara N, P, dan K daun masing-masing secara berurutan 3.58 % N, 0.39 % P, dan 4.84 % K. Sedangkan dosis maksimum pemupukan secara multi nutrient yang direkomendasikan untuk tanaman pegagan sebesar (2.04 g N + 0.42 g P + 2.93 g K0) /tanaman/musim tanam dengan menerapkan sistem panen ratoon dengan interval panen 5 bulan diharapkan produksi pegagan dihasilkan mencapai antara 15 – 18.24 ton terna kering/ha yang mengandung senyawa bioaktif asiatikosida sebesar 25.80 - 28.872 kg asiatikosida/ha. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dari produksi penelitian pegagan yang menggunakan aksesi Boyolali terdahulu yakni 13.53 ton terna kering/ha dengan kandungan asiatikosida sebesaar 16,97 kg asiatikosida/ha. Setiap penambahan 1 kg pupuk NPK dalam


(37)

118

penelitian ini mampu meningkatkan produksi sebesar 25.41 kg terna kering dengan produksi senyawa asiatikosida sebesar 0.07 kg.

Dalam budidaya tanaman biofarmaka, peranan pupuk sangat berpengaruh terhadap kualitas tanaman obat yang akan di panen. Efek farmakologis yang dikandung pegagan menjadi hilang atau menjadi buruk akibat pemupukan yang salah. Suplai N mempengaruhi pertumbuhan tanaman, penampilan, dan hasil tanaman. Penambahan suplai N diikuti oleh meningkatnya kandungan senyawa yang mengandung N seperti asam amino, protein dan vitamin B. Hara P dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan akar yang baik sehingga tanaman lebih tahan terhadap kekeringan dan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyerap unsur hara yang menunjang pertumbuhan lebih lanjut. Unsur K mengendalikan aktivitas lebih dari 50 macam enzim di dalam tubuh tanaman akan mempengaruhi proses metabolisme tanaman sehingga dapat dipastikan akan berpengaruh pada mutu tanaman dan hasil panen. Berdasarkan produktivitas dosis pemupukkan optimum yang diberikan maka setiap pemberian 1 g pupuk P dapat meningkatkan produksi 56.83g terna kering dengan kandungan senyawa asiatikosida seberat 0.16 g senyawa asiatikosida adalah yang tertinggi dibandingkan dengan hara K dan N. Setiap penambahan 1 g pupuk N mampu meningkatkan produksi terna kering sebesar 2.24 g terna kering dengan produksi bioaktif 0.06 g senyawa asiatikosida. Penambahan 1 g pupuk K dapat menghasilkan produksi terna kering sebesar 3.29 g dengan produksi senyawa asiatikosida sebesar 0.025 g. Musyarofah (2006) dalam penelitian membuktikan bahwa pemupukan NPK dapat meningkatkan kandungan fitokimia. Pengaruh unsur hara terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman dapat dijelaskan dengan membahas fungsi unsur hara di dalam metabolisme tanaman.

Novelty atau kebaruan yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) diketahuinya karakter pertumbuhan vegetatif tanaman pegagan yang dapat digunakan sebagai penciri produksi terna kering maupun asiatikosida. Melalui informasi yang didapatkan, maka secara kwalitatif dapat diprediksi potensi produksi terna kering maupun asiatikosida yang akan dipanen. Namun demikian akurasi karakter penciri ini agar mampu memprediksi tingkat produksi yang akan dipanen secara kuantitatif masih membutuhkan penelitian lebih lanjut;


(38)

119

(2) alat diagnosis status hara N, P, dan K serta model regresi kuadratik terbaik bagi tanaman pegagan yang diperoleh diperlukan untuk menentukan rekomendasi pemupukan yang tepat guna mendapatkan produksi pegagan yang maksimal; (3) diketahui batas kritis hara N, P, dan K daun pegagan untuk produksi berat kering terna dan produksi senyawa asiatikosida dapat digunakan untuk menentukan apakan tanaman pegagan yang dibudidayakan membutuhkan pemupukan atau tidak, agar dapat tumbuh dan berproduksi maksimal; (4) mendapatkan status hara dan dosis pupuk N, P, dan K yang tepat untuk hasil terna kering dan senyawa bioaktif asiatikosida maksimum yang memenuhi persyaratan MMI. Dalam aplikasi pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara tersebut di dalam tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi maksimum. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi pemupukan didasarkan pada uji tanah dan tanaman; dan (5) mendapatkan informasi waktu dan sistem panen yang tepat, serta rekomendasi dosis pupuk NPK untuk produksi terna kering dan senyawa bioaktif asiatikosida maksimum yang dapat berkontribusi terhadap teknologi penyiapan bahan baku pegagan terstandar untuk Good Agricultural Practices (GAP). Berdasarkan informasi ini dapat diasumsikan bahwa apabila panen dilakukan sebelum atau sesudah tanaman berumur 5 bulan setelah tanam akan menghadapi resiko penurunan produksi. Namun demikian apabila nilai ekonomi yang didapatkan dari hasil panen yang akan diperoleh lebih menguntungkan, maka panen dapat dilakukan lebih awal.


(39)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pegagan (Centela asiatica) merupakan salah satu tumbuhan liar yang memiliki khasiat obat, berasal dari famili Umbelliferae (Apiaceae) yang dikenal secara internasional dengan nama Asiatic Pennywort, Indian Pennywort atau Gotu cola. Di beberapa daerah di Indonesia dikenal dengan nama rumput kaki kuda atau antanan, tanaman ini banyak digunakan dalam produk jamu (Widowati et al. 1992).

Persyaratan bahan baku pegagan menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI (2004) adalah mengandung bahan aktif Triterpenoid dengan konsentrasi asiatikosida ≥ 0.90 %, sedang Materia Medika Indonesia (MMI), Depkes (1977) mensyaratkan kandungan Glikosida asiatikosida dan asam asiatika

≥ 1.20 %.

Kandungan kimia yang diduga memiliki aktivitas biologis adalah Centella Asiaticosid Selected Triterpenoid (CAST) terutama asam asiatikosida (glikosida asiatikosida) yang merupakan senyawa yang mempunyai khasiat antara lain untuk revitalisasi tubuh dan otak yang kelelahan karena bekerja keras, mengobati darah tinggi, lepra, syphilis, rematik, demam, borok dan mempercepat penyembuhan luka (Agil et al. 1992), diuretik, anti-inflammatory, antiseptik, analgesik dan mempengaruhi keseimbangan jaringan (Soeharso et al. 1992).

Selain sebagai tanaman obat, pegagan juga banyak dimanfaatkan sebagai sayuran (lalapan mentah atau dimasak) di berbagai negara di Asia Tenggara (kecuali Philipina) dan Sri Lanka. Di Thailand, Laos, Kamboja dan Vietnam daun pegagan dibuat minuman jus yang ditambah sedikit gula untuk mengatasi rasa pahit (Bermawie et al. 2007). Saat ini permintaan herbal pegagan yang bermutu dan terstandar dari industri obat dan industri pangan fungsional seperti minumam kesehatan semakin meningkat. IPB (2005) mengungkapkan kebutuhan industri akan bahan baku pegagan mencapai 100 ton/th, namun sampai saat ini baru dapat dipasok 4 ton/th dengan kualitas bahan baku yang bervariasi serta jumlah pasokan yang tidak menentu.


(40)

2

Secara fisiologis unsur hara (elements) dapat melakukan tiga fungsi yang jelas di dalam tumbuhan yakni, (1) fungsi elektro kimia, (2) fungsi struktur, dan (3) fungsi katalitik. Peranan elektro kimia dapat meliputi proses menyeimbangkan konsentrasi ion, stabilisasi makro molekul, stabilisasi koloida, netralisasi muatan dan lain-lain. Sedang peranan struktur dilakukan oleh elemen dalam keterlibatannya pada struktur kimia molekul biologi, atau dalam membentuk

pollen structural (seperti kalsium dalam pektin, fosfor dalam fosfolipida). Selanjutnya peranan elemen dalam fungsi katalitik yaitu terlibat pada bagian aktif (active site) suatu enzim. Beberapa unsur makro (seperti N, P, dan K) memiliki ketiga peran tersebut, sedangkan unsur mikro hanya berperan dalam fungsi katalitik (Anggorowati et al. 2001). Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman pegagan agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan mutu yang memenuhi standar kualitas yang baik (mengandung bahan aktif tinggi), maka kebutuhan hara tersebut dapat dipenuhi melalui pemupukan.

Pemupukan tanaman pegagan belum banyak dilakukan, hal ini disebabkan karena belum tersedianya pengetahuan mengenai hara mineral yang optimum untuk mendukung pertumbuhan dan produksi. Penelitian untuk menyusun rekomendasi pemupukan berdasar status hara tanah dan kebutuhan tanaman terhadap hara N, P dan K belum tersedia. Disisi lain kadar hara N, P dan K tanah sangat bervariasi antara satu jenis tanah dengan jenis tanah lainnya. Bahkan pada jenis tanah yang sama juga mempunyai tingkat ketersediaan hara yang berbeda. Pemupukan yang efisien hanya bisa dilakukan apabila memperhatikan status hara tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut. Dua cara pendekatan untuk mengetahui apakah tanaman perlu dipupuk atau tidak yaitu pendekatan diagnosis gejala visual dan analisis tanaman (Grundon 1987; Marschner 1995; Baligar dan Duncan 1990).

Jaringan tanaman yang umumnya digunakan untuk analisis adalah daun. Hal ini karena daun merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis dan metabolisme lainnya yang sangat aktif. Daun juga merupakan salah satu tempat penyimpanan karbohidrat dan mineral. Hara yang ada pada daun tidak hanya berperan dalam fotosintesis tetapi juga menggambarkan status hara aktual dalam tanaman. Selain itu daun adalah jaringan yang selalu banyak tersedia untuk


(41)

3

dianalisis (Mooney 1992). Dikemukakan oleh Leiwakabessy dan Sutandi (2004) bahwa ada beberapa tujuan analisis jaringan daun antara lain: (1) mendiagnosis atau memperkuat diagnosis gejala yang terlihat, (2) mengidentifikasi gejala yang terselubung, (3) mengetahui kekurangan hara sedini mungkin, dan (4) sebagai alat bantu dalam menentukan rekomendasi pupuk.

Analisis daun digunakan sebagai pedoman dalam mediagnosis status hara optimasi. Uji korelasi konsentrasi hara daun bertujuan untuk mendapatkan hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur dalam daun pada umur tertentu. Setelah mendapatkan umur daun yang tepat untuk mendiagnosis status hara pada tanaman pegagan maka nilai indeks analisis daun tersebut perlu dikalibrasikan dengan hasil yang dapat dipasarkan, uji ini disebut uji kalibrasi. Status hara pada jaringan tanaman dikelompokan pada kategori status hara sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi (Marschner 1995). Hanya tanaman-tanaman yang mempunyai status hara sangat rendah hingga sedang saja yang perlu aplikasi pemupukan. Penggunaan beberapa model statistik telah membantu dalam menentukan status hara berbagai tanaman dan menyusun rekomendasi pemupukan (Dahnke dan Olsen 1990).

Nitrogen ditemukan dalam bentuk organik dan an organik di dalam tanaman Suatu rentang yang lebih rendah 1.80 sampai 2.20% ditemukan pada kebanyakan tanaman buah dan rentang yang lebih tinggi 4.80 sampai 5.50% ditemukan pada jenis legum.

Fosfor dalam tanah mineral jumlahnya sedikit dan ketersediaanya bagi tanaman rendah, sehingga perlu tambahan dari luar melalui pemupukan. Bentuk fosfor di dalam tanah secara garis besar dibagi dalam dua bentuk yaitu P-organik dan P-anorganik jumlah dari kedua bentuk P tersebut disebut P-total. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman maka P yang diserap tanaman berasal dari P larutan tanah (Brady 1990; Tisdale et al. 1985).

Kalium diserap tanaman melalui difusi. Tanaman yang kekurangan unsur hara K akan mudah rebah sehingga produksi menurun, dan mengurangi kualitas buah (Tisdale et al. 1989; Jones 1998). Tanggapan tanaman terhadap pemberian hara tersebut biasanya diduga dengan parameter bobot kering tanaman atau serapan hara yang bersangkutan (Nursyamsi 2002).


(42)

4

Panen pegagan biasanya dilakukan petani pada tanaman berumur 3-4 bulan setelah tanam dengan cara dipangkas bagian daun dan sulurnya. Selang pemanenan dua bulan sekali dengan hasil produksi total sekitar 15-25 ton terna segar, atau setara 1.5–2.5 ton terna kering/ha per tahun (Januwati dan Yusron 2005). Tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas produksi terna tanaman pegagan sangat ditentukan oleh frekuensi dan waktu panen. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wibowo (1990) bahwa penentuan tingkat kemasakan yang tepat pada saat umur panen merupakan salah satu aspek agronomi penting untuk memperoleh produk yang berkualitas tinggi.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mendapatkan jaringan daun yang tepat sebagai alat diagnosis status hara N, P dan K pada tanaman pegagan, (2) mendapatkan status hara dan dosis pupuk N, P dan K untuk hasil senyawa bioaktif asiatikosida maksimum pada tanaman pegagan, (3) validasi kisaran kebutuhan hara N, P dan K tanaman pegagan, (4) mendapatkan sistem panen pegagan yang paling tepat untuk produksi maksimum senyawa bioaktif asiatikosida maksimum yang memenuhi persyaratan MMI (1.20 %).

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya metode kriteria sampel tanaman pegagan untuk analisis hara guna menentukan dosis pupuk yang optimal untuk tanaman pegagan pada setiap kondisi status hara yang berbeda, rekomendasi pemupukan, waktu dan sistem panen untuk menghasilkan biomasa terna kering dan kandungan senyawa asiatikosida yang tinggi.


(43)

5

Hipotesis Penelitian

1. Konsentrasi N, P dan K di jaringan daun pegagan bervariasi dengan berbedanya umur dan setiap umur jaringan tanaman mempunyai keeratan hubungan dengan hasil senyawa bioaktif asiatikosida pada tanaman pegagan. sehingga terdapat hubungan antara konsentrasi N, P dan K jaringan daun dengan hasil bioaktif asiatikosida pada tanaman pegagan.

2. Terdapat hubungan yang erat antara kebutuhan pupuk N, P dan K dengan status hara pada jaringan daun tertentu pada tanaman pegagan, sehingga tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas produksi herba pegagan dengan kandungan senyawa bioaktif asiatikosida maksimum yang memenuhi persyaratan MMI (1.20 %), sangat ditentukan oleh teknik budidaya terutama dosis pupuk serta sistem panen pegagan seperti frekuensi dan waktu panen yang dilakukan.

Kerangka Pemikiran

Permasalahan dalam pengembangan produk yang berasal dari tanaman pegagan adalah tidak terjaminnya pasokan dan mutu. Untuk memasok kebutuhan industri, selama ini pegagan diambil langsung dari alam tanpa usaha pembudidayaan sehingga jaminan pasokan bahan baku dan mutunya tidak terjamin. Disamping itu pemanenan pegagan secara langsung melalui pencarian dan menambang di alam ini berpotensi menyebabkan kehilangan plasma nutfah tanaman obat. Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi herbal pegagan secara berkelanjutan yang menjamin kebutuhan herbal tersebut dapat dilakukan melalui penerapan teknologi budidaya pegagan yang efektif secara intensif dengan penggunaan varietas pegagan yang memiliki potensi kandungan senyawa bahan aktif tinggi.

Ketersediaan teknologi budidaya tanaman pegagan yang mampu menjamin produktivitas dan kualitas yang tinggi masih sangat terbatas, sehingga diperlukan penelitian perakitan teknologi budidaya tanaman pegagan mulai dari penggunaan aksesi unggul, kesesuaian lingkungan tumbuh, pemupukan yang rasional, serta waktu dan cara panen yang tepat.


(44)

6

Pemanfaatan tanaman pegagan aksesi Boyolali di dataran tinggi dalam penelitian ini, karena berdasarkan hasil penelitian uji varietas tanaman pegagan terdahulu, aksesi ini menunjukkan potensi produksi herba segar tertinggi di Indonesia (13.53 ton/ha/th) dengan kandungan senyawa bahan aktif asiatikosida (0.94 %) (Bermawie et al. 2008).

Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara tersebut di dalam tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi maksimum. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi pemupukan didasarkan pada uji tanah dan jaringan tanaman (Nursyamsi et al.

2002), tetapi nilai uji jaringan tanaman tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi (Sutriadi et al. 2003). Jaringan daun yang tepat adalah yang mempunyai korelasi terbaik antara konsentrasi N, P dan K jaringan daun dengan hasil. Jaringan daun yang mempunyai korelasi terbaik tersebut digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman pegagan. Hasil uji korelasi jaringan daun yang paling tepat ini, selanjutnya direkomendasikan sebagai sampel untuk analisis jaringan berikutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Untuk mendukung standarisasi mutu pegagan, diperlukan serangkaian penelitian dengan melakukan studi fisiologi dan agronomi untuk meningkatkan teknik budidaya pegagan yang intensif dan rasional guna menghasilkan kandungan senyawa asiatikosida yang tinggi, seperti pemupukan, waktu panen, dan sistem panen. Bagan alir kerangka penelitian “Diagnosa Status Hara dan Senyawa Bioaktif Asiatikosida Menggunakan Analisis Jaringan Tanaman untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan serta Sistem Panen Pegagan (Centela asiatica)” tertera pada Gambar 1. Berdasarkan uraian di atas dan kerangka berpikir penelitian tersebut, maka penelitian ini dirumuskan ke dalam empat tahap percobaan, yaitu: 1) Uji Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K pada Jaringan Tanaman dengan Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Pegagan; 2) Uji Kalibrasi Hara N, P, K Menggunakan Analisa Jaringan Daun pada Tanaman


(45)

7

Pegagan (Percobaan ini mencakup 3 sub kegiatan yaitu: Aplikasi Pupuk Nitrogen (N), Fosfat (P), dan Kalium (K); 3) Validasi Pemupukan dengan Kisaran Pemupukan N, P, K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Maksimum pada Tanaman Pegagan; 4) Studi Frekuensi dan Cara Panen Pegagan pada Sistem Ratoon untuk Produksi Maksimum Senyawa Bioaktif Asiatikosida.


(46)

8

Gambar 1 Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian

Tanaman Pegagan Unggul aksesi Boyolali

Percobaan 1:

Uji Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K pada Jaringan Tanaman dengan Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Pegagan

Luaran: Penentuan umur dan Bagian Jaringan Tanaman yang

Tepat sebagai Alat Diagnosa Hara N,P,K

Luaran: Data Kandungan Senyawa Bioaktif Asiatikosida pada Umur dan Bagian Jaringan

Tanaman Pegagan

Percobaan 2:

Uji Kalibrasi Hara N, P,K Menggunakan Analisa Jaringan Daun yang Tepat

Luaran: Status Hara N,P,K Berdasarkan Analisa Jaringan

Daun Pegagan yang Tepat

Luaran: Dosis Optimum Pupuk N,P,K untuk Produksi Maksimum Senyawa Bioaktif

Asiatikosida Pegagan

Percobaan 3:

Validasi Pemupukan dengan Kisaran Pemupukan N, P, K

terhadap Pertumbuhan dan Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida Maksimum pada

Tanaman Pegagan

Percobaan 4:

Studi Frekuensi dan Cara Panen

Pegagan pada Sistem Ratoon untuk Produksi Maksimum Senyawa Bioaktif Asiatikosida

Luaran: Teknik Pemupukan dan Sistem Panen Tanaman Pegagan untuk Memperoleh Produksi Senyawa Bioaktif Asiatikosida

Maksimum yang memenuhi persyaratan MMI

Penyusunan Rekomendasi Dosis Pemupukan dan Sistem Panen Tanaman Pegagan untuk Memperoleh Produksi Senyawa


(47)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik dan Kegunaan Tanaman Pegagan

Pegagan merupakan tanaman herba tahunan yang tidak berbatang, tumbuh merayap di daerah tropis yang berbunga sepanjang tahun. Bentuk daun tunggalnya bulat seperti ginjal manusia (reniformis) dengan letak basalis atau

rosette berjumlah 2-10 daun, ukuran 2-5 cm x 3-7 cm. Tangkai daun tegak dan sangat panjang ukurannya 9-17 cm, bagian dalam tangkai daun berlubang. Tepi daun bergerigi dengan penampang 1-7 cm dan kadang berambut. Pangkal dari tangkai daun melekuk ke dalam dan melebar seperti pelepah. Tulang daun menjari (palmitus). Helaian daun biasanya berwarna hijau dan hijau muda. Batangnya lunak dan beruas, serta menjalar hingga mencapai satu meter. Pada tiap ruas tumbuh akar dan daun dengan tangkai daun panjang sekitar 5-15 cm, akar berwarna putih, dengan rimpang pendek dan stolon yang merayap dengan panjang 10-80 cm. Akar rimpangnya bercabang-cabang sedangkan akar serabut tumbuh dari buku-buku stolon (geragih) yang menyentuh tanah. Tinggi tanaman berkisar antara 5.39 – 13.3 cm, dengan bunga putih atau merah muda berbentuk payung, tunggal atau 3-5 bunga secara bersama keluar dari ketiak daun dengan tangkai bunga (pedunculus) lebih pendek daripada tangkai daun. Buahnya kecil bergantung lonjong atau pipih 2–2.5 mm termasuk buah tipe schizocarpium. Warna kuning coklat atau merah muda kuning dan buahnya berbelah berlekuk dua (Van Steenis 1997; De Padua et al. 1999; dan Bermawie et al. 2008).

Pegagan dapat diperbanyak secara vegetatif dengan tunas akar serta dapat pula diperbanyak dengan biji atau secara generatif. Hingga saat ini perbanyakan menggunakan stek tunas akar lebih banyak dilakukan dibandingkan perbanyakan dengan biji. Perbanyakan dengan biji atau benih jarang dilakukan, karena selain ukuran bijinya yang terlalu kecil juga sangat sulit untuk mendapatkan biji tersebut (Januwati dan Muhammad 1992).

Hasil penelitian Ghulamahdi et al. (2007) yang menggunakan analisis

clustering dari 18 aksesi pegagan, diperoleh tiga aksesi lokal unggul yang memiliki kandungan asiatikosida di atas rata-rata, dan aksesi Boyolali yang


(48)

10

tertinggi yakni 0.94 %. Selanjutnya diketahui bahwa kandungan senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di dataran tinggi lebih besar dibandingkan dataran rendah. Khan et al. (2010) menyatakan bahwa biosintesis dipengaruhi oleh ketinggian tempat, yang dibuktikan dengan kandungan bioaktif phyllantin dari tanaman Phyllanthus amarus yang ditanam di dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam didataran rendah. Sehingga penelitian ini dilakukan di dataran tinggi yang umumnya memiliki jenis tanah Andisol dengan menggunakan aksesi terpilih yakni aksesi Boyolali.

Tanaman pegagan belum dibudidayakan secara intensif dan rasional, sehingga pasokan yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan terna pegagan terstandar untuk industri di masa datang. Pembudidayaan tanaman pegagan secara intensif memerlukan dukungan teknik budidaya yang tepat dan efisien.

Rebusan daun pegagan telah digunakan untuk bermacam-macam penyakit antara lain untuk mengobati keracunan jengkol, peluruh air seni dan diaforetika, penyakit saluran empedu, wasir, batuk kering pada anak-anak, pendarahan hidung, tukak lambung, sakit ginjal dan sebagai obat kumur pada sariawan (Anonim 1980). Selain itu digunakan pula untuk obat diare, radang usus, bronchitis dan keputihan. Penggunaan lokal yaitu untuk mengobati pembengkakan buah zakar, kaki gajah, luka baru atau borok (Heyne 1987). Di India digunakan untuk mengobati sipilis dan lepra (Martindale 1967).

Senyawa asiatikosida yang terdapat di dalam tanaman pegagan mampu meningkatkan daya ingat, konsentrasi dan kewaspadaan. Hal ini dimungkinkan karena asiatikosida yang terkandung di dalamnya mampu membantu kelancaran sirkulasi oksigen dan nutrisi serta melindungi sel-sel otak dari kerusakan oksidatif oleh radikal bebas karena kandungan asam lemak yang sangat tinggi dan mudah teroksidasi (Bermawi et al. 2005). Cheng et al. (2004) melaporkan bahwa ekstrak air pegagan dan senyawa asiatikosida, yang merupakan senyawa aktif dalam ekstrak tersebut potensial sebagai ramuan aktif atau obat untuk mencegah radang usus. Selanjutnya ditemukan pula bahwa glikosida total yang terkandung dalam ekstrak pegagan dapat mencegah secara signifikan efek fibrosis pada jaringan hati tikus percobaan (Ming et al. 2004). Melalui penelitian kultur sel, terbukti bahwa ekstrak pegagan mampu mereduksi oksidan nitrit oksida, yang


(49)

11

terbentuk sebagai akibat dari menumpuknya plak beta-amyloid di otak yang dikaitkan dengan penyakit Alzheimer (Rao et al. 2006). Selain itu pegagan mampu mempercepat proses regenerasi kulit pada bagian yang terluka lebih cepat. Hal ini disebabkan asiatikosida dan mucopolisakarida yang dikandungnya dapat memacu proliferasi sel fibroblast yang berperan besar pada penyembuhan luka, yaitu melalui kemampuannya dalam memproduksi substansi dasar pembentuk serat kolagen. Serat kolagen inilah yang mempertautkan tepi kulit yang luka (Barnes et al. 2002). Selanjutnya Dalimartha (2000) menambahkan bahwa oksiasiatikosida dapat membunuh tuberkolosis. Seluruh bagian tanaman pegagan dapat berfungsi sebagai obat kecuali akar. Khasiat dan manfaat dari pegagan antara lain disebabkan karena pegagan mengandung sejumlah nutrisi dan komponen zat kimia yang memiliki efek terapeutik. Dalam 100 g pegagan terdapat 34 kalori, 8.3 g air, 1.6 g protein, 0.6 g lemak, 6.9 g karbohidrat, 1.6 g abu, 170 mg kalsium, 30 mg fosfor, 3.1 mg zat besi, 414 mg kalium, 6580 ug betakaroten, 0.15 g tiamin, 0.14 mg riboflavin, 1.2 mg niasin, 4 mg askorbat, dan 2.0 g serat (Duke 1987). Kandungan kimia pegagan terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu asam amino, flavonoid, terpenoid, dan minyak atsiri. Asam amino terdiri atas sejumlah besar alanin flavonoid terdiri atas quercetin, kaempferol, dan bermacam-macam glikosida.

Untuk mendukung pertumbuhan dan produksinya tanaman pegagan membutuhkan unsur hara yang cukup terutama pupuk N, P dan K yang merupakan unsur hara makro esensial bagi tanaman. Tetapi keberadaan hara N, P dan K di dalam tanah kurang tersedia bagi tanaman, sehingga selalu menjadi faktor pembatas utama bagi pertumbuhan dan produksi tanaman.

Pemupukan tanaman pegagan belum banyak dilakukan, akibatnya pengetahuan tentang hara mineral yang optimum untuk mendukung pertumbuhan dan produksi pegagan belum tersedia.

Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman Pegagan

Senyawa biokimia metabolit primer adalah senyawa yang berperan dalam nutrisi dan proses metabolisme utama di dalam tubuh tanaman, sedangkan


(50)

12

metabolit sekunder (termasuk bahan aktif senyawa asiatikosida pada tanaman pegagan) merupakan senyawa-senyawa yang berpengaruh terhadap interaksi ekologi antara tumbuhan dengan lingkungannya (Peltonen et al. 2000). Pada setiap tanaman, bahkan diantara organ tanaman terjadi biosintesis metabolit sekunder yang bervariasi tergantung faktor lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh (Khan et al. 2010). Senyawa metabolit sekunder tanaman dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok utama yaitu terpene atau terpenoid, alkaloid atau produk sekunder yang mengandung nitrogen, serta fenil propanoid dan senyawa fenolik lainnya. Asiatikosida pada tanaman pegagan banyak ditranslokasikan di jaringan palisade daun, dalam hal ini tergolong terpene, sehingga tingginya produktivitas dalam budidaya tanaman pegagan ditentukan oleh tingkat produksi herbal (daun) pegagan dikalikan dengan kandungan senyawa bioaktifnya (asiatikosida).

Metabolit sekunder yang dikenal dengan istilah natural product (bahan alami), bila dibandingkan dengan molekul-molekul utama (metabolit primer) yang ditemukan pada tumbuhan, digambarkan dalam jumlah yang sedikit, bahkan terkadang kurang dari 1% yang tersimpan dalam sel atau organ khusus dari tumbuhan tertentu (Bourgaud et al. 2001). Pengaruh perubahan faktor lingkungan yang kurang sesuai terhadap produksi metabolit sekunder pada tanaman telah banyak dilaporkan, seperti pengaruh curah hujan, kelembaban udara dan suhu (Vallat et al. 2005), konsentrasi CO2 dan O3 (Peltonen et al. 2005), konsentrasi CO2 dan UV-B (Lavola et al. 2000), serta aktivitas air dan unsur hara (Alfred et al. 1999; Blodgett et al. 2005). Kemampuan deferensiasi sel tanaman dan reaksi kimia yang menyertainya (antara lain aktivitas enzim), akan menyebabkan perbedaan metabolit yang terbentuk. Kedua hal tersebut akan membedakan penggolongan senyawa kimia yang ada pada organisme/tanaman (Darusman 2003).

Bermacam-macam kandungan kimia dari daun pegagan antara lain senyawa glikosida triterpenoid yang disebut asiatikosida (suatu senyawa heteroside) yang yang merupakan senyawa metabolit sekunder yang termasuk dalam kelompok terpene ini berkhasiat untuk mempercepat penyembuhan luka, asam asiatikat dan madekasat (Haralampidis et al. 2002). Phillips et al. (2006)


(1)

Hidayat, A, A. Mulyani. 2005. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. PuslitbangTanah dan Agroklimat. Balitbang Deptan. Bogor 31 hal.

Hiraoka K, Y Umemia. 2000. Estimation of Balance of Nitrogen, Phosphorus and Potassium in Relation to Chemical Fertilizer Application in Japanese Orchard Fields. JARQ 34, 87-92.

Idris K. 1996. Penyerapan Hara oleh Tanaman dan Peranannya dalam Metabolisme Tanaman. Disajikan dalam Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman, Kerjasama antara Fakultas Pertanian, IPB dengan Agriculture Research and Management Project (ARMP), Bogor, 25 November - 7 Desember 1996.

Ismunadji M., S Partohardjono, AS Karama. 1991. Fosfor, Peranan dan Penggunaannya dalam Bidang Pertanian, Kerjasama PT Petrokimia Gresik (Persero) dengan Balai Penelitian Tanamanan Bogor: 70 hal. Institut Pertanian Bogor. 2005. Pasar Domestik dan Ekspor Produk Tanaman Obat

(Biofarmaka). Diakses Pebruari 2007.

James J, I Dubery. 2011. Identification and Quantification of Triterpenoid Centelloids in Centellaasiatica (L.) Urban by Densitometric TLC. J.of Planar Chromatography 24(1):82-87.

Januwati M, H Muhammad. 1992. Cara Budidaya Pegagan (Centella asiatica L. (Urban)). Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1 (2):42-44.

Januwati M, M Yusron. 2005. Budidaya Tanaman Pegagan. http://www.balittro.go.id.[19 Mei 2008].

Jones, JB. 1998. Plant Nutrition Manual. New York. CRC Press.

Khan S, F Al-Qurainy, M Ranu, S Ahmad, MZ Abdin. 2010. Phyllanthin Biosynthesis in Phyllanthus amarus: Schum and Thonn Growing at Different Altitudes. Journal of Medicinal Plants Research 4 (1): 041-048.

Kidder G. 1993. Methodology for Calibrating Soil Test. Soil and, Crop Sci. Soc. Florida Proc. 52:70-73.

Lakitan B. 2004. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Grafindo Persada. Leiwakabessy FM. 1996. Persiapan Contoh, Pembuatan Ekstrak dan Penetapan

Kandungan Hara dalam Contoh. Disajikan dalam Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman, Kerjasama antara Fakultas Pertanian, IPB dengan Agriculture Research and Management Project (ARMP), Bogor 25 November - 7 Desember 1996.


(2)

Leiwakabessy FM, A Sutandi. 2004. Diktat Kuliah : Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 208 hal.

Liferdi, R Poerwanto, LK Darusman. 2005. Perubahan Karbohidrat dan Nitrogen Empat Varietas Rambutan. J. Hort. 16(2):134-141.

Lozano FC. 1990. Soil and Plant Analysis : A Diagnostic Tool for Nursery Soil Management in Planting Stock Production Technology. Training Course Proceeding No.1.

Malezieux E, DP Bartholomew. 2003. Plant Nutrition. In : Bartholomew DP, Paul RE and Rolu-bach KG. Edited. The Pineapple Botany, Production and Uses. USA. New York. CABI Publising. pp.143-166.

Marschner H. 1995. Mineral Nutrition in Higher Plants. Academic Press. New York. 889 p.

Marsono, P Sigit. 2001. Pupuk Akar: Jenis dan Aplikasinya. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal.

Martindale. 1967. Extrapharmacopea. Edisi XXV. The Pharmaceutical, London Press. 1514.

Ming Z, S Liu, L Cao, L Tang. 2004. Effect of Total Glucosides of Centella asiatica on Antagonizing Liver Fibrosis Induced by dimethylnitrosamine in Rats. Zhongguo Zhongxiji Jiche Zazhi (China), 24(8): 731-734. Mooney PA. 1992. Citrus Nutrition-Leaf Nutrient Analysis. Hort research. New

Zealand.pp.241-251.

Munson DM, WL Nelson. 1990. Principles and Practices in Plant Analysis. In : Westerman RL. (Editor). Soil Testing and Plant Analysis. Third Edition. Madison, Wisconsin, USA: Soil Sci. Soc. Amer. him 359-387. Musyarofah, N. 2006. Respon Tanaman Pegagan Terhadap Pemberian Pupuk

Alami di Bawah Naungan (Tesis). Departemen Agronomi dan Hortikultura, Sekolah Pasca Sarjana. IPB.

Musyarofah, N, S Susanto, SA Azis, S Kartosoewarno. 2007. Respon Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) terhadap Pemberian Pupuk Alami di Bawah Naungan. Bul Agron 35 (3):217-224.

Nakasone HY, RE Paull. 1999. Pineapple. In : Tropical Fruits. New York, USA: CAB International. pp 292-327.

Nursyamsi D. 2002. Studi Korelasi Uji Tanah Hara K Tanah Oxisol dan Inceptisols untuk Jagung (Zea mays). J. Tanah Trop. 15: 59-68.


(3)

Nursyamsi D, S Rochayati, Sulaeman. 2002. Kalibrasi Uji Tanah Hara P dan K di Lahan Kering untuk Tanaman Jagung (Zea mays L.). Bogor: Pusat Peneltian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.

Olson RA, LT Kurtz. 1985. Crop Nitrogen Requitments, Utilization, and Fertilization. In : F.J. Stevenson. (Editor) Nitrogen in Agricultural Soils. Madison, Wisconsin, USA. Soil Sci.Soc. Amer. pp : 567-604.

Phillips DR, JM Rasberry, B Bartel, BST Matsuda. 2006. Biosynthestic Diversity in Plant Triterpene Cyclization. Curr. Opin. Plant Biol. 9: 305-314. Rachim, DA, Suwandi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah.

Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rao KGM, S Muddanna Rao, S Gurumadhva Rao. 2006. Centella asiatica L. (Urban.) Leaf Extract Treatment During the Growth Spurt Period Enhances Hippocampal CA3 Neuronal Dendritic Arborization in Rats. Evid. Based Complement, Altern. Med. 3(3):349-357

Salisbury FB, CW Ross. 1995. Plant Physiology. 4th edition. Wadsworth Publishing Co. 540 p.

Sjarif S, H Widjaja. 1994. Penentuan Metode Analisa P Tanah untuk Pendugaan Kebutuhan Pupuk P pada Andisols. Laporan Penelitian Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 17 hal.

Soeharso Y, J Widyastuti, R Hutapea. 1992. Tinjauan Penggunaan Tanaman Pegagan (Centella asiatica L.) sebagai Obat Tradisional dari Beberapa Kepustakaan. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 154 hal.

Soil Survey Staff. 1999. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 286 hal.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 591 hal.

Soepartini, M. 1990. Kimia Tanah. Materi Pelatihan Teknik Analisa Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. 12 hal.

Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta Bandung. Hlm. 61-75.

Sumner ME. 1979. Interprettion of Foliar Analysis for Diagnostic Purpose. Agron. J 71: 343-348


(4)

Sutandi A. 1996. Rekomendasi Pemupukan Berdasarkan DRIS (the Diagnosis and Recommendation Integrated System), disajikan dalam Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman. Kerjasama antara Fakultas Pertanian IPB dengan Agriculture Research and management Project (ARPM), Bogor, 25 Nopember – 7 Desember 1996.

Sutardi. 2008. Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 82 hal.

Sutriadi MT, D Nursyamsi, U Kurnia. 2003. Korelasi Uji Tanah Hara P pada Typic Kandiudults di Lampung untuk Kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Di dalam: Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah masam. Bandar Lampung, 29-30 september 2003. Buku II Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hal 97-96.

Sutrisno B. 1996. Ikhtisar Farmakognosi Jilid I. Jakarta: CV. Quartz.

Swastika IW, MT Sutriadi, A Kasno. 2005. Pengaruh Pupuk Kandang dan Fosfat Alam terhadap Produktivitas Jagung di Typic Hapludox dan Plintik Kandiudults Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumber Tanah dan Iklim. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Vol.2:178-191.

Taiz L, E Zeiger. 2002. Plant Physiology. Sinauer Associates, Inc, Publisher Sunderland, Massachusetts. 690 p.

Tan KH. 1982. Principles of Soil Chemistry. New York: Madison Avenua, Marcel Dekker, Inc.

Terry N, A Ulrich. 1993. Effect of Phosporus Deviciency on the Photosinthesis and Respiration of Leaves in Sugar Beat.Plant Physiologi. 51 : 43-47 Thompson LM, FR Troch. 1978. Soil and Soil Fertility. New york: Mc Graw-Hill

Book Company.

Tisdale SL, WL Nelson, JD Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. 4th Edition. New York: Macmillan Publishing Company.

Ulrich A, FJ Hills. 1967. Principle and Practice of Plant Analysis. In Soil Testing and Plant Analysis. Part II. SSSA. Special Publ. Series No. 2 : 11-24. Soil Sci. Soc. Of Amer., Madison Wis.

Van Steenis CGGJ. 1997. Flora. Moeso Surjowinoto. (Penerjemah). Jakarta. Pradnya Paramitha. 324 hal.


(5)

Vickery ML, B Vickery. 1981. Secondary Plant Metabolism. London: The Macmillan Press LTD. London and Basingstoke. 334 p.

Widjaja-Adhi IPG. 1996. Penggunaan Uji Tanah dan Analisa Daun sebagai Dasar Rekomendasi Pemupukan. Disajikan Dalam: Pelatihan Optimalisasi Pemupukan. Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bekerjasama dengan Fakultas Pertanian IPB, Bogor, 19-31 Januari 1996.

Widodo, W. D. 1995. Pemangkasan Pohon Buah-buahan. PenebarSwadaya. Jakarta.103 hal.

Widowati L, Pudjiastuti, D Indrari, D Sundari. 1992. Beberapa Informasi Khasiat Keamanan dan Fitokimia Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban). Warta Tumbuhan Obat Indonesia. I (2): 39-42.

Wijaya KA. 2008. Nutrisi Tanaman Sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.121 hlm. Wilkinson RE (Ed) 1994. Plant-Environment Interaction. Marcel Dekker, Inc.

New York.

Zwart P. 2006. Fruit tree leaf analysis. www.omafra.gov.on.ca/2006/htm. [12 Agust 2008]


(6)