Prosedur pengujian kadar senyawa asiatikosida meliputi :
1. Persiapan contoh
Terna pegagan disortir dan dicuci sampai bersih, dikeringkan dengan blower suhu 40
C selama 7 jam, terna pegagan kering digiling dan diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 40 mesh. Sebanyak 0,36 gram serbuk pegagan
ukuran 40 mesh ditambahkan 25 ml methanol p.a, dikocok di atas alat stirrer plate
selama 60 menit, cairan ekstrak tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 50 dan ampasnya diambil untuk diekstrak kembali sampai 3x masing-masing dengan
methanol p.a sebanyak 25 ml. Ekstrak-ekstrak dari ampas tersebut disatukan dengan ekstrak pertama untuk dimasukkan ke dalam labu ukur yang sama
kemudian diencerkan dengan methanol p.a dan diimpitkan sampai tanda batas.
2. Penetapan contoh
Ekstrak disaring dengan menggunakan kertas saring Whattman no. 42 kemudian disaring kembali untuk kedua kalinya dengan kertas saring millipore
ukuran 0.2 μm. Disuntikkan ke dalam KCKTHPLC sebanyak 20 μl dengan
menggunakan fase gerak Asetonitril CH
3
CN: asam asetat CH
3
COOH 0.6 57: 43 dan kecepatan alir 1 mlmenit pada panjang gelombang 258 nm.
3. Penetapan Kadar Senyawa Asiatikosida
Standar senyawa asiatikosida sebanyak 0,0186 g, dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, dan disuntikan sebanyak 20
μl dengan menggunakan fase gerak asetonitril CH
3
CN : asam asetat CH
3
OOH 0.6 57:43 dan kecepatan alir 1 mlmenit pada panjang gelombang 258 nm. Kondisi larutan standar tersebut
menghasilkan luas area 314713 dengan kisaran waktu retensi 4.01-4.15. Pengukuran dilakukan di Laboratorium BALITTRO. Nilai luas area dan waktu
retensi standar senyawa asiatikosida dianggap tetap sepanjang penelitian, adapun perhitungan kadar senyawa asiatikosida adalah sebagai berikut:
[ ]
sp
------- X
[ ]
std lar
.
X fp
[ ]
std
Kadar asiatikosida = X 100
Bobot sp X 10
6
Keterangan:
[ ]
sp
: konsentrasi contoh
[ ]
std
: konsentrasi standar
[ ]
std lar
.
: konsentrasi larutan standar fp
: faktor pengenceran Bobot sp
: bobot contoh g
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Vegetatif
Pertumbuhan tanaman panjang tangkai daun, jumlah daun, panjang tunas, lebar daun dan panjang stolon semakin meningkat dengan semakin bertambahnya
umur tanaman hingga 16 minggu setelah tanam MST. Kondisi ini sejalan dengan pengamatan pola pertumbuhan vegetatif tanaman pegagan yang dapat
membentuk cabang yang banyak pada stolonnya yang semakin memanjang. Pada setiap cabang dapat membentuk tumbuhan baru hingga sangat rimbun serta
membentuk rumpun yang menutupi tanah. Setelah tanaman berumur 4 BST pertumbuhan tanaman pegagan mulai melambat sehingga antara pertumbuhan 4
BST dengan 5 BST tidak berbeda nyata, kecuali panjang tangkai daun. Hal ini disebabkan pada umur tersebut pertumbuhan tanaman pegagan mulai rapat,
sehingga terjadi peningkatan persaingan pertumbuhan antar tanaman baru yang telah terbentuk dalam setiap rumpun. Keadaan ini yang menghambat
pertumbuhan vegetatif tanaman terutama pembentukan daun pegagan dalam rumpun tersebut Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh umur tanaman terhadap pertumbuhan tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl
Umur Tanaman
BST Pertumbuhan Tanaman
Panjang tangkai
cm Jumlah Daun
helai
panjang tunas
cm Lebar
daun cm
panjang stolon
cm 3
6.1 c 19.7 c
2.8 c 4.9 b
54.6 b 4
10.1 b 26.3 b
3.4a b 6.1 a
75.5 a 5
14.1 a 26.5 b
3.7 b 6.3 a
77.1 a 6
21.2 a 34.6 a
4.1 a 7.0 a
77.5 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5.
BST: Bulan setelah tanam
Pengaruh Umur Tanaman terhadap Kandungan Hara N, P, K pada Setiap Posisi Daun
Dua faktor utama yang menentukan status hara tanaman pada daun, yakni umur dan posisi daun. Secara berurutan daun pada posisi ke-3 lebih tua umurnya
dari yang berada diposisi ke-2 dan ke-1. Pada tanaman pegagan posisi daun ke-1, ke-2,dan ke-3 menunjukkan perbedaan konsentrasi N, P, dan K yang nyata seperti
terlihat pada Tabel 3, 4 dan 5. Umur daun perlu diperhatikan untuk daun sampel, karena hal ini terkait dengan perubahan fungsi daun sebagai sink atau source.
Daun-daun muda berfungsi sebagai sink, sehingga harus mengimpor hara-hara mineral dan fotosintat dari organ lain yang berfungsi sebagai source untuk
pertumbuhan dan perkembangan dalam jumlah yang banyak. Daun dewasa berfungsi sebagai source sehingga dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan
mengekspor hara-hara mineral dan fotosintat ke organ - organ lain yang membutuhkan sink Marschner 1995.
Hara dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman hanya dalam bentuk tertentu seperti NO
3 -
, NH
4 +
, H
2
PO
4 -
, HPO
4 2-
, dan K
+
. Selanjutnya hara tersebut berperan dalam berbagai aktivitas metabolisme Hanafiah 2004. Kondisi ini juga
terjadi pada tanaman pegagan yang diuji dalam percobaan ini, baik untuk status hara N, P, maupun K pada daun Tabel 3, 4, dan 5.
Nitrogen N
Umur tanaman mempengaruhi konsentrasi kandungan N daun pada daun ke- 1, daun ke-2, dan daun ke-3. Pada posisi daun ke-1, nilai kandungan N tertinggi
diperoleh pada umur 3 bulan yang berbeda nyata dengan umur 6 bulan, karena pada umur 6 bulan terjadi penurunan konsentrasi N daun secara drastis. Untuk
semua posisi daun terjadi penurunan konsentrasi N daunnya pada umur 6 BST. Hal ini sejalan dengan pendapat Liferdi et al. 2005 yang menyatakan bahwa
perubahan hara pada daun tanaman disebabkan oleh perubahan fase pertumbuhan. Hara daun mengalami penurunan pada fase trubus dan fase generatif. Pada fase
tersebut hara pada daun mengalami translokasi dari daun tua ke bagian organ yang lebih muda atau untuk pembentukan buah, akibatnya konsentrasi hara pada daun
tua berkurang. Kandungan N daun ke-1 tidak berbeda nyata pada umur 3, 4, dan 5 BST, yang tertinggi adalah pada umur 3 BST yakni 3.78 N namun tidak
berbeda nyata dengan kadar N pada umur 5 BST. Pada daun posisi ke-2 dan ke-3, kandungan N daun tertinggi terjadi pada daun umur 5 BST, meskipun tidak
berbeda nyata dengan umur 4 BST. Sehingga nilai konsentrasi kandungan N daun tertinggi terdapat pada posisi daun ke-2 yang berumur 5 BST yakni 3.87 N,
sedang untuk posisi daun ke-3 umur 5 BST sebesar 3.81 N. Konsentrasi N daun pada posisi daun ke-1 dan ke-2 maupun daun ke-3 terjadi penurunan Tabel
3 . Tabel 3 Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi N pada daun ke-1, ke-2,
atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl
Umur Tanaman BST
Konsentrasi N Daun ke- 1
Daun ke- 2 Daun Ke- 3
3 3.78 a
3.51 a 3.02 b
4 3.64 a
3.78 a 3.42 b
5 3.67 a
3.87 a 3.81 a
6 2.77 b
2.71 b 2.81 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji Duncan 5 BST: Bulan setelah tanam
Fosfor P
Umur tanaman juga mempengaruhi kandungan P daun bahkan terjadi perbedaan pengaruh yang nyata baik pada posisi daun ke-1, ke-2, maupun ke-3.
Penurunan kandungan P daun untuk ketiga posisi daun terjadi pula pada umur 6 bulan. Konsentrasi kandungan P tertinggi di posisi daun ke-1 terdapat pada umur
4 bulan yakni 0.26 P, tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi P daun ke- 1 pada umur 5 bulan dan 3 bulan yakni 0.25 P. Sedang untuk di posisi daun
ke-2 dan ke-3 konsentrasi P tertinggi terjadi pada umur 5 bulan yang masing- masing secara berurutan sebesar 0.24 P dan 0.22 P.
Tabel 4 Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi P pada daun ke-1 ke-2 atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri,
Cipanas, 1500 m dpl Umur Tanaman
BST Konsentrasi P
Daun ke- 1 Daun ke- 2
Daun Ke- 3 3
0.25 a 0.20 b
0.20 a 4
0.26 a 0.23 a
0.21 a 5
0.25 a 0.24 a
0.22 a 6
0.21 b 0.19 b
0.16 b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji Duncan 5 BST: Bulan setelah tanam
Kalium K
Konsentrasi kandungan K daun pada posisi daun ke-1, ke-2 maupun ke-3 berbeda nyata pada setiap umur tanaman. Penurunan konsentrasi hara K pada
daun terjadi juga pada daun umur 6 bulan di posisi daun ke-1, ke-2 maupun ke-3. Kandungan K daun tertinggi diperoleh pada umur 4 bulan di posisi daun ke -2 dan
ke-3 yakni masing-masing secara berurutan sebesar 4.23 K dan 4.18 K. Pada posisi daun ke 2 konsentrasi K daun tertinggi terjadi pada umur daun 5 BST
yakni sebesar 4.24 K yang berbeda nyata dengan daun ke-2 umur 3, 4, dan 6 BST Tabel 5.
Tabel 5 Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi K pada daun ke-1, ke-2, atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri,Cipanas,
1500 m dpl Umur Tanaman
BST Konsentrasi K
Daun ke- 1 Daun ke- 2
Daun Ke- 3 3
3.44 b 3.09 b
3.16 b 4
4.23 a 3.32 b
4.18 a 5
3.27 b 4.24 a
3.30 b 6
3.17 b 2.83 c
2.48 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji Duncan 5 BST: Bulan setelah tanam
Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produksi
Hasil percobaan menunjukkan bahwa semua komponen produksi berupa bobot segar tanaman, bobot terna kering tanaman dan kandungan senyawa
bioaktif asiatikosida semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya umur tanaman hingga 5 BST. Namun pada umur 6 BST, terjadi penurunan hasil kecuali
bobot segar tanaman yang banyak mengandung stolon dan akar. Untuk komponen hasil yang dapat dipasarkan dari tanaman pegagan yakni bobot kering
daun dan produksi bioaktif senyawa asiatikosida tertinggi terjadi pada umur 5 BST. Umur tanaman berpengaruh nyata terhadap konsentrasi K daun pada ke tiga
posisi daun Tabel 6. Tingkat kualitas dan kuantitas produksi terna suatu tanaman sangat ditentukan oleh frekuensi dan waktu panen Wibowo 1990. Sehingga
waktu panen tanaman pegagan yang tepat didataran tinggi dengan jenis tanah Andisol pada penelitian ini adalah pada umur 5 bulan.
Hasil analisis jaringan daun tanaman pegagan menunjukkan bahwa kandungan senyawa asiatikosida semakin meningkat dengan semakin
meningkatnya umur tanaman Tabel 6. Kondisi ini menunjukkan bahwa kandungan asiatikosida daun masih meningkat linier sampai umur 6 BST,
meskipun produksi asiatikosidanya telah menurun pada umur 6 BST dibandingkan 5 BST. Produksi bobot senyawa asiatikosida merupakan hasil
perkalian antara bobot kering daun dengan kadar senyawa asiatikosida daun sampel.
Tabel 6 Pengaruh umur tanaman terhadap produksi bobot kering daun, bobot segar dan kering tanaman, serta bobot senyawa bioaktif asiatikosida
tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl
Umur Tanaman
BST Produksi Kandungan
senyawa asiatikosida
Bobot kering daun
gtan Bobot
segar tanaman
gtan Bobot
kering tanaman
gtan Bobot
senyawa asiatikosida
gtan 3
3.28 c 58.12 c
7.70 c 0.034 b
1.05 4
9.65 ab 160.92 b
22.99 b 0.124 a
1.29 5
11.93 a 169.94 b
35.49 a 0.173 a
1.45 6
8.43 b 288.92 a
32.06 a 0.163 a
1.92
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji Duncan 5 BST: Bulan setelah tanam
Meskipun kadar senyawa asiatikosida sampel daun pada tanaman pegagan umur 6 BST lebih tinggi dari pada yang berumur 5 BST, namun jumlah produksi bobot
kering daun pada 5BST yakni 11.93 gtan adalah lebih tinggi dan berbeda nyata dengan produksi pada 6 BST yakni 8.43 gtan. Sehingga produksi bobot
asiatikosida pada umur 5 BST sebesar 0.173 gtan menjadi lebih tinggi meskipun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan produksi bobot senyawa asiatikosida
pada umur 6 BST yakni sebanyak 0.163 gtan Tabel 6. Hasil percobaan dan uraian diatas, maka terlihat bahwa waktu panen yang tepat didataran tinggi pada
tanah Andisol adalah pada umur 5 bulan. Hal ini didasarkan pada umur 5 bulan menghasilkan produksi bobot terna kering dan bioaktif senyawa asiatikosida
tertinggi dibandingkan umur 3, 4, dan 6 bulan Tabel 6.
Tabel 7 Pengaruh posisi daun terhadap kandungan asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl.
Posisi Daun Kandungan Asiatikosida
Daun ke-1 1.09
Daun ke-2 1.17
Daun ke-3 1.25
Berdasarkan posisi daun, kandungan asiatikosida daun tua lebih tinggi dibandingkan daun muda. Secara berurutan umur jaringan daun pada posisi daun
ke-3 adalah lebih tua dari daun ke-2, maupun daun ke-1. Kandungan bioaktif asiatikosida pada daun ke -3 lebih tinggi dibandingkan yang terdapat pada daun
ke-1 dan daun ke-2 Tabel 7.
Korelasi Status Hara N, P, K Daun Umur 3 - 6 Bulan dengan Produksi
Dalam penentuan sampel daun dengan posisi yang tepat untuk analisis tanaman perlu memperhatikan nilai koefisien korelasi r antar kadar hara N, P,
dan K daun dengan produksi. Saat tanaman berumur 3 BST memberikan nilai koefisien korelasi tinggi secara nyata antara konsentrasi N, P dan K daun dengan
bobot kering daun maupun terhadap bobot senyawa bioaktif asiatikosida, namun nilai korelasinya masih lebih rendah dibandingkan yang diperoleh pada daun
umur 5 bulan. Nilai r yang tertinggi secara nyata dengan konsisten antara kadar hara N, P dan K daun terhadap produksi bobot kering daun dan senyawa bioaktif
asiatikosida terjadi pada umur 5 BST Tabel 8. Oleh karena itu bahan diagnostik penetapan kebutuhan pupuk N sebagai bahan untuk analisis hara N, P, atau K
daun terbaik yang memenuhi persyaratan untuk tanaman pegagan adalah umur 5 bulan.
Tabel 8 Korelasi r antar kandungan hara N, P, K daun pada umur 3, 4 ,5, 6 BST dengan produksi bobot kering daun atau bobot senyawa bioaktif
asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl.
Umur Tanaman BST
Kandungan Hara
Bobot Kering Daun
Bobot Senyawa Bioaktif Asiatikosida
3 N
P K
1 0.99
1 0.54
0.86 0.99
4 N
P K
1 1
1 0.24
0.24 0.25
5 N
P K
1 0.99
1
0.97 0.97
0.97
6 N
P K
0.99 0.43
9.99 0.94
0.95 0.94
Keterangan: = terdapat hubungan yang nyata
Tabel 9 Korelasi r antar kandungan hara N, P, K daun posisi ke -1, 2, 3 dengan produksi bobot kering daun atau bobot senyawa bioaktif
asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl.
Posisi Daun Kandungan
Hara Bobot
Kering Daun Bobot Bioaktif
Asiatikosida 1
N P
K 0.02
0.20 0.09
0.08 0.06
0.43
2 N
P K
0.05 0.23
0.05 0.18
0.05 0.10
3 N
P K
0.22 0.19
0.05 0.01
-0.01 -0.01
Keterangan: = terdapat hubungan yang nyata
Berdasarkan posisi daun yang memberikan nilai korelasi yang tinggi secara konsisten antara N, P, dan K daun terhadap produksi bobot kering daun dan bobot
senyawa asiatikosida diperoleh pada daun ke-1 Tabel 9. Oleh karena itu bahan diagnostik penetapan kebutuhan pupuk N, P, dan K sebagai bahan untuk analisis
hara N, P, atau K daun yang terbaik dilakukan pada posisi daun ke-1. Secara umum melihat konsistensi dan keeratan korelasi antar status hara N,
P atau K daun dengan produksi terna kering dan bobot senyawa bioaktif asiatikosida serta pertimbangan efisiensi aplikasinya, maka jaringan tanaman yang
terbaik untuk dijadikan bahan diagnostik penetapan kebutuhan pupuk N, P, dan K adalah daun pada posisi ke-1 umur 5 BST. Untuk selanjutnya daun posisi ke-1
umur 5 bulan dijadikan daun sampel untuk tanaman pegagan.
SIMPULAN
1. Konsentrasi hara N, P, dan K daun pegagan semakin menurun dengan
bertambahnya umur dan kenaikan status hara N, P, dan K berkorelasi positif dengan produksi terna bobot kering daun maupun senyawa bioaktif
asiatikosida. 2.
Waktu panen yang tepat untuk tanaman pegagan yang ditanam di dataran tinggi untuk mendapatkan produksi terna maupun senyawa bioaktif
asiatikosida yang tinggi adalah umur 5 bulan. 3.
Kandungan senyawa bioaktif asiatikosida pada daun tua umur 6 bulan 1.92 lebih tinggi dari pada daun muda umur 3 bulan 1.05 .
4. Sampel daun yang tepat sebagai bahan diagnosis status hara dalam
penetapan kebutuhan pupuk N, P, dan K bagi tanaman pegagan adalah posisi daun ke-1 umur 5 bulan untuk analisis hara N, P dan K.
UJI KALIBRASI HARA N, P, K MENGGUNAKAN ANALISA JARINGAN DAUN PADA TANAMAN PEGAGAN
ABSTRAK
Uji kalibrasi dilakukan untuk menentukan hubungan antara nilai analisis hara N, P, K jaringan daun dengan respon produksi tanaman pegagan di lapangan.
Selanjutnya interpretasi data dilakukan dengan menggunakan model regresi guna melihat pola respon produksi tanaman terhadap pemupukkan. Percobaan
dilakukan di KP. Gunung Putri, Cipanas, BALITTRO, dari Januari sampai Desember 2009, pada jenis tanah Andisol yang berada pada ketinggian tempat
1500 mdpl. Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan model regresi yang tepat untuk menentukan status hara N, P, K pada jaringan daun tanaman pegagan.
Selanjutnya dengan menggunakan metode Cate dan Nelson, data analisis hara pada jaringan daun pegagan dapat diinterpretasikan apakah status hara N, P, K
tersebut tergolong rendah atau tinggi, serta batas titik kritisnya. Hanya yang berstatus rendah yang respon terhadap pemupukan, sehingga perlu ditambahkan
pupuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model regresi terbaik antara konsentrasi hara N, P, K daun sampel pegagan dengan hasil adalah kuadratik.
Batas kritis hara N, P, dan K daun pegagan untuk produksi berat kering terna terletak pada titik 2.72 N; 0.22 P; dan 3.27 K. Untuk produksi
asiatikosida titik kritisnya terletak pada 2.78 N; 0.22 P; dan 2.97 K. Berdasarkan model regresi kuadratik dosis pupuk N, P dan K untuk
menghasilkan terna kering maksimum yakni 2.57 g Ntan, 0.72 g P
2
O
5
tan dan 2.69 g K
2
Otan. Konsentrasi hara N, P dan K daun sampelnya yakni 4.33 N ; 0.32 P ; dan 4.96 K. Rekomendasi dosis pupuk N, P dan K untuk
menghasilkan asiatikosida maksimum yakni 2.04 g Ntan, 0.42 g P
2
O
5
tan dan 2.93 g K
2
Otan. Konsentrasi hara N, P dan K daun sampelnya 3.58 N; 0.39 P; dan 4.84 K.
Kata kunci: Uji kalibrasi , batas kritis, konsentrasi hara daun, rekomendasi pupuk
CALLIBRATION TEST OF N, P, K NUTRIENTS USING LEAF’S TISSUE ANALYSIS ON ASIATIC PENNYWORT
ABSTRACT
Calibration test was done to determine the relationship between N, P, K nutrient analysis of leaf’s tissue with asiatic pennywort’s production response on
field. Data interpretation was done using regression model to see response pattern of plant production to fertilization. The research was conducted at KP Gunung
Putri, Cipanas, BALITTRO, from January to December 2009, on andisol soil at the height of 1500m above sea level. The research is aiming at getting the right
regression model to determine N, P, K nutrient status on leaf’s tissue of asiatic pennywort. Using Cate and Nelson’s method, nutrient data analysis on asiatic
pennywort leaf’s tissue can be interpreted whether the N, P, K nutrient status is classified as low or high, also its critical point limit. Only plants with low status
give response to fertilization, so that it needs the addition of fertilizer. The results show that the best regression model between N, P, K nutrient concentration on
asiatic pennywort leaf’s sample and result is quadratic. Critical nutrient points for N, P, K of asiatic pennywort’s leaf to produce dry weight lie on 2.72 N; 0.22
P; and 3.27 K. To produce asiaticoside on its critical point reposed at 2.78 N; 0.22 P; and 2.97 K. Based on quadratic regression model, fertilizer doses of
N, P, K to produce maximum dry weight are 2.57 g Nplant, 0.72 g P
2
O
5
plant; and 2.69 g K
2
Oplant. N, P, K nutrient concentrations on sample leaf are 4.33 N; 0.32 P; and 4.96 K. The recommended fertilizer doses of N, P, K to
produce maximum asiaticoside are 2.04 g Nplant, 0.42 g P
2
O
5
plant, and 2.93 g K
2
Oplant. Nutrient concentrations of N, P, K on sample leaf are 3.58 N; 0.39 P; and 4.84 K.
Key words: Callibration test, crical level, nutrien status on leaf’s tissue, t
he
recommended fertilizer doses
PENDAHULUAN
Dalam budidaya tanaman biofarmaka, peranan pupuk sangat berpengaruh terhadap kualitas tanaman obat yang akan di panen. Efek farmakologis yang
dikandung pegagan menjadi hilang atau menjadi buruk akibat pemupukan yang salah. Suplai N mempengaruhi pertumbuhan tanamn, penampilan, dan hasil
tanaman. Penambahan suplai N diikuti oleh meningkatnya kandungan senyawa yang mengandung N seperti asam amino, protein dan vitamin B. Hara P
dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan akar yang baik sehingga tanaman lebih tahan terhadap kekeringan dan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
menyerap unsur hara yang menunjang pertumbuhan lebih lanjut. Unsur K mengendalikan aktivitas lebih dari 50 macam enzim di dalam tubuh tanaman akan
mempengaruhi proses metabolisme tanaman sehingga dapat dipastikan akan berpengaruh pada mutu tanaman dan hasil panen. Musyarofah 2006 dalam
penelitian membuktikan bahwa pemupukan NPK dapat meningkatkan kandungan fitokimia. Pengaruh unsur hara terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman dapat
dijelaskan dengan membahas fungsi unsur hara di dalam metabolisme tanaman. Unsur hara juga dapat memperbaiki atau menurunkan ketahanan tumbuhan
terhadap hama dan penyakit. Ketahanan alami meningkat melalui perubahan dalam hal anatomi seperti penebalan dinding sel epidermis, terpacunya
pembentukan lignin, perubahan fisiologis dan komposisi biokimia, seperti terpacunya sintesis substansi penghambat dan penolak gangguan. Selanjutnya
dikatakan bahwa ketahanan alami dapat terbentuk melalui percepatan pembentukan tahanan mekanik mechanical barriers dan pecepatan proses
metabolisme sekunder seperti sintesis toxin phytoalexins yang dapat membunuh organisme pengganggu Marschner 1990.
Beberapa pendekatan agar pemberian pupuk diberikan secara tepat yaitu dengan analisis tanah, analisis tanaman, percobaan di rumah kaca green house
atau pot, mengamati gejala defesiensi dan melakuan percobaan lapang Lozano 1990. Analisis jaringan tanaman lebih praktis dilakukan untuk mengetahui status
hara pada tanaman, karena status hara pada jaringan tanaman juga merupakan gambaran status hara dalam tanah. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa
konsentrasi suatu unsur hara di dalam tanaman merupakan hasil interaksi dari semua faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur tersebut dari dalam tanah.
Penelitian untuk menyusun rekomendasi pemupukan pegagan berdasar status hara tanah dan kebutuhan tanaman terhadap hara N, P dan K belum
tersedia. Disisi lain kadar hara N, P dan K tanah sangat bervariasi antara satu jenis tanah dengan jenis tanah lainnya, bahkan pada jenis tanah yang sama juga
mempunyai tingkat ketersediaan hara yang berbeda. Pemupukan yang efisien dengan penggunaan konsep LEISA Low External Input Sustainable hanya bisa
dilakukan apabila memperhatikan status hara tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut. Menurut Sutandi 1996 metode pendekatan untuk menentukan
rekomendasi pemupukan dapat berupa metode uji tanah, analisis jaringan tanaman ataupun percobaan pemupukan.
Hasil uji korelasi jaringan daun yang paling tepat hasil Penelitian 1 sebelumnya adalah daun ke-1 pada pegagan berumur 5 BST yang selanjutnya
direkomendasikan sebagai sampel untuk analisis jaringan berikutnya. Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila
memperhatikan status dan dinamika hara tersebut di dalam tanah dan kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi optimum. Pendekatan ini
dapat dilaksanakan dengan baik dan menguntungkan apabila rekomendasi
pemupukan didasarkan pada uji tanah dan tanaman. Nilai uji tanah dan tanaman
tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi Nursyamsi et al. 2002. Dikemukakan oleh Leiwakabessy 1996 melalui data
penelitian kalibrasi maka data analisis tanah dan jaringan tanaman dari laboratorium serta produksi relatif tanaman dimanfaatkan dalam membuat
rekomendasi pemupukan rasional yang berimbang dengan takaran optimum untuk menduga produksi tanaman.
Menurut Dow dan Robert 1982, terdapat beberapa pengertian batas kritis yakni: 1 kadar hara tanaman dimana masih kurang untuk mendukung
tercapainya produksi maksimum, 2 kadar hara tanaman dimana cukup untuk mendukung tercapainya produksi maksimum, 3 titik dimana kadar hara tanaman
berada 10 lebih rendah dari pertumbuhan maksimum, 4 kadar hara tanaman dimana pertumbuhan tanaman mulai berkurang, dan 5 jumlah terendah dari
suatu unsur dalam tanaman untuk menmyertai produksi tertinggi. Meskipun batasan-batasan tersebut tampak serupa tetapi tidak identik dan dapat digunakan
sebagai standar referensi untuk mendiagnosis kadar hara tanaman sampel. Namun demikian standar batas kritis tersebut sebelumnya telah dibakukan terlebih dahulu
tentang sampel bagian jaringan dan umur tanamannya. Uji kalibrasi dapat dilaksanakan dengan beberapa cara diantaranya dengan
metode grafik Cate-Nelson Widjaja Adhi 1996 dan presentase hasil relatif Evans 1987. Dalam uji kalibrasi berdasarkan metode grafik Cate-Nelson akan
diperoleh nilai batas kritis uji tanah atau tanaman, yaitu nilai uji yang menunjukkan bahwa tanaman pada tanah-tanah yang nilainya berada di sebelah
kiri batas kritis akan memberikan respon terhadap pemupukan. Sebaliknya, bila nilai uji berada di sebelah kanan nilai batas kritis maka tanaman tidak respon
terhadap pemupukan. Metode grafik Cate-Nelson hanya memberikan dua kelas kategori uji tanah maupun tanaman, yaitu respon dan tidak respon. Sedangkan
kalibrasi uji tanah atau tanaman dengan menggunakan persentase hasil relatif akan memberikan kategori nilai uji lebih dari 2 kelas. Kidder 1993 menjelaskan
bahwa, nilai uji tanah atau tanaman dibagi atas lima kategori berdasarkan persentase hasil, yaitu: 1 sangat rendah lebih rendah dari 50, 2 rendah 50
sampai 75, 3 sedang 75 sampai 100, 4 tinggi 100, dan 5 sangat tinggi kurang dari 100.
Dalam penelitian ini, kalibrasi uji jaringan tanaman daun dapat dilakukan dengan metode yang berdasarkan kurva kontinyu. Pada metode ini, kategori uji
jaringan tanaman diperoleh dengan memplot hasil relatif dengan nilai uji jaringan tanaman, selanjutnya dengan melalui titik-titik tersebut dibuat kurva. Uji kalibrasi
pada penelitian ini dilakukan agar interpretasi angka nilai analisis daun status hara daun lebih bermanfaat, maka nilai analisis daun yang mempunyai korelasi
terbaik dengan respon tanaman`dikelompokkan kedalam beberapa kategori respon tanaman. Penetapan kategori respon tanaman mempunyai beberapa manfaat ,
yakni untuk memberikan makna dari nilai indeks analisis, dan untuk memprediksi respon tanaman terhadap pemberian pupuk sekaligus membuat rekomendasi
pemupukan Dahnke dan Olson 1990; Kidder 1993. Rekomendasi pupuk yang tepat diharapkan dapat meningkatkan
pertumbuhan dan hasil secara maksimum. Penambahan pupuk hanya diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman, atau diluar kemampuan tanah untuk
menyediakannya Olson et al. 1985. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan penelitian status hara daun dengan uji kalibrasi agar dapat disusun
rekomendasi pemupukan untuk tanaman pegagan. Tujuan penelitian ini adalah: 1 Mendapatkan model regresi yang tepat
untuk menentukan status hara N, P, K berdasarkan analisa jaringan daun yang tepat pada tanaman pegagan, 2 Menginterpretasikan status hara N, P, K
berdasarkan model yang tepat untuk tanaman pegagan, 3 Menetapkan dosis maksimum pupuk N, P, K untuk mendapatkan produksi maksimum, yakni
menghasilkan produksi terna daun pegagan dengan kandungan bioaktif asiltikosida yang tinggi, dan 4 Menentukan batas kritis hara N, P, dan K daun
tanaman pegagan dengan kandungan bioaktif asiatikosida yang memenuhi persyaratan MMI pada tanaman pegagan.
BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di KP. Gunung Putri, Cipanas, BALITTRO , tahun 2008–2009 pada jenis tanah Andisol yang berada pada ketinggian tempat 1500
mdpl.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Bibit pegagan aksesi Boyolali, polibag, pupuk Urea, SP 36, dan KCL serta bahan-bahan untuk
analisis kandungan hara dan senyawa bioaktif asiatikosida. Peralatan yang digunakan terdiri dari leaf area meter, peralatan tanam
cangkul, tugal, traktor, timbangan, jangka sorong, meteran dan alat tulis menulis.
Metodologi Penelitian
Perlakuan percobaan aplikasi pupuk N, P, K masing-masing dilakukan dalam percobaan tunggal yang dilaksanakan secara paralel. Percobaan terdiri atas
lima perlakuan yaitu dosis pupuk N, P, K diatur dalam rancangan acak kelompok RAK, setiap perlakuan terdiri atas lima ulangan dengan jumlah tanaman 50 tan
pegaganunit percobaan. Sehingga masing-masing pupuk N, P, K menggunakan 1250 bibit tanaman pegagan yang relatif seragam.
Aplikasi Pupuk Nitrogen N
Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok RAK. Perlakuan tunggal dosis pupuk Nitrogen N dengan 5 taraf, yakni: 1 NO = tanpa pupuk N,
2 N1 = 67.5 kg N ha
-1
, 3 N2 = 135 kg N ha
-1
, 4 N3 = 202.5 kg N ha
-1
dan 5 N4 = 270 kg N ha
-1
, yang diberikan dalam 3 kali pemberian dengan tempo waktu per 40 hari. Sehingga dosis pupuk N yang diberikan adalah tanpa pupuk N N0,
0.81 g Ntan N1, 1.62 g Ntan N2, 2.43 g Ntan N3, dan 3.24 g Ntan N4. Aplikasi pupuk N pertama dilakukan seminggu setelah tanam. Pada setiap
perlakuan diberikan pupuk dasar berupa 2 g SP-36tan dan 2.65 g KCLtan yang diberikan saat tanam.
Aplikasi Pupuk Fosfat P
Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok RAK. Perlakuan tunggal dosis pupuk Fosfat P dengan 5 taraf, yakni: 1 PO = tanpa pupuk P
2
O
5,
2 P1 = 30 kg P
2
O
5
ha
-1
, 3 P2 = 60 kg P
2
O
5
ha
-1
, 4 P3 = 90 kg P
2
O
5
ha
-1
dan 5 P4 = 120 kg P
2
O
5
ha
-1
, yang diberikan sekaligus saat tanam. Sehingga dosis pupuk P yang diberikan saat aplikasi pupuk P adalah tanpa pupuk P P0, 0.36 g
P
2
O
5
tan P1, 0.72 g P
2
O
5
tan P2, 1.08 g P
2
O
5
tan P3, dan 1.44 g P
2
O
5
tan P4. Pada setiap perlakuan diberikan pupuk dasar berupa 3.60 g Ureatan dan
2.65 g KCLtan.
Aplikasi Pupuk Kalium K
Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok RAK. Dengan perlakuan tunggal dosis pupuk Kalium N dengan 5 taraf, yakni: 1 tanpa pupuk
K K0, 110 kg Kalium K1, 220 kg Kalium K2, 330 kg Kalium K3, dan 440kg Kalium K4, yang dibagi menjadi dua kali aplikasi yaitu saat tanam dan
pada umur tanaman 60 hari setelah tanam HST. Sehinga dosis pupuk K yang diberikan adalah tanpa pupuk K K0, 1.32 g K
2
Otan K1, 2.64 g K
2
O tan K2, 3.96 g K
2
O tan K3, dan 5.28 g K
2
O tan K4. Pada setiap perlakuan diberikan pupuk dasar berupa 3.60 g Ureatan dan 2.65 g SP 36tan.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan bibit, persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan tanaman, panen, pengamatan produksi dilakukan seperti pada Penelitian 1.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap 6 tanaman contoh per petak yang diambil secara acak dan bukan tanaman pinggir, dilakukan saat tanaman berumur 2 – 16
MST. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu sekali. Peubah yang diamati adalah karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia tanaman pegagan seperti
tertera pada Tabel 10.
Pengambilan Sampel Daun
Jaringan daun yang dijadikan sampel daun adalah daun ke-1 umur 5 bulan yang diambil dari rumpun induk dan rumpun anakannya hasil Penelitian 1.
yaitu daun yang mempunyai koefisien korelasi r terbaik antara konsentrasi hara N, P, K daun dengan hasil terna daun pegagan dan senyawa bioaktif asitikosida.
Sampel daun tersebut kemudian dianalisis di laboratorium untuk diketahui status hara N, P, K nya.
Tabel 10 Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang diamati No. Karakter
Morfologi, Agronomi dan Kandungan
Fitokimia Deskripsi
A. Daun
1. Panjang tangkai
daun Peubah panjang tangkai daun diamati
dengan cara melakukan pengukuran dari pangkal tangkai sampai ujung tangkai
terpanjang pada tanaman induk.
2. Diameter tangkai
daun Peubah ini dilakukan terhadap tangkai daun
induk terpanjang pada bagian 1-2 cm diatas pangkal tangkai dengan jangka sorong
digital.
3. Jumlah daun tanaman
induk Peubah jumlah daun diamati dengan cara
menghitung jumlah daun yang telah terbuka sempurna pada tanaman induk.
4. Panjang daun
Peubah panjang daun diamati dengan cara mengukur daun secara horizontal daun
terbesar yang muncul pada tanaman induk 5. Lebar
daun Peubah Lebar daun diamati dengan cara
mengukur daun secara vertikal daun terbesar yang muncul pada tanaman induk
pada daun yang sama pada pengamatan no. 3.
6. Tebal daun
Tebal daun Pengukuran tebal daun dilakukan menggunakan jangka sorong
pada daun no. 3 secara horizontal.
Tabel 10 Lanjutan No.
Karakter Morfologi, Agronomi dan Kandungan
Fitokimia Deskripsi
7. Luas Daun
Luas daun diukur dengan menggunakan alat automatic leaf area meter. Daun
setelah dipanen dipisahkan antara helaian daun dengan tangkai daunnya kemudian
helaian daun diukur luas daunnya dan kemudian dikonfersikan ke dalam Indeks
Luas Daun ILD.
B. Sulur runner
8. Jumlah sulur primer
Peubah ini diamati dengan menghitung banyaknya sulur yang muncul dari tanaman
induk. 9.
Panjang sulur sekunder Peubah panjang sulur sekunder diamati
dengan menghitung banyaknya sulur yang muncul dari sulur primer terpanjang
10. Panjang sulur Peubah panjang sulur dilakukan dengan
mengukur panjang sulur terpanjang yang muncul dari tanaman induk.
11. Jumlah buku stolon
tanaman terpanjang Jumlah buku stolon tanaman terpanjang
dilakukan dengan menghitung jumlah buku sulur terpanjang pada tanaman induk.
C. Bunga
12. Waktu inisiasi
bunga Penentuan waktu inisiasi bunga dilakukan
ketika pada tanaman sudah muncul 95 bunga.
13. Pengamatan jumlah bunga
induk Pengamatan jumlah bunga induk dilakukan
dengan menghitung bunga yang terbentuk dari tanaman induk.
D. Akar
14. Bobot akar
Bobot akar dilakukan dengan menimbang akar induk dari tanaman induk setelah
dilakukan penggalian akar secara hati-hati.
E. Hasil TernaProduksi
15. Bobot basah biomassa
Bobot basah biomasa diperoleh dengan cara menimbang bobot basah panen ubinan
ukuran 1 m x 1 m, yang dilakukan pada akhir penelitian.
16. Bobot kering biomassa
Bobot kering biomassa diperoleh dengan cara menimbang hasil panen ubinan yang
telah mengalami proses pengeringan dalam oven pada akhir penelitian.
Tabel 10 Lanjutan No.
Karakter Morfologi, Agronomi dan Kandungan
Fitokimia Deskripsi
F.Kandungan FitokimiaAsiatikosida
17. Analisis kandungan N, P,
dan K pada jaringan tanaman
Sampel daun yang dianalisa kandungan N, P, dan K nya diambil dari daun dewasa
yang masing-masing berasal dari daun umur lima bulan 5 BST yang ke 1 untuk
status hara N,P dan K pada setiap petakan perlakuan.
18. Analisis kandungan
asiatikosida pada jaringan tanaman
Sampel daun yang dianalisa kandungan asiatikosidanya diambil dari daun dewasa
yang masing-masing berasal dari daun umur lima bulan 5 BST yang ke 1 untuk
status hara N, P dan K pada setiap petakan perlakuan.
Pengamatan faktor lingkungan tumbuh dilakukan seperti pada Penelitian 1. Analisis Data
Analisis tanaman merupakan teknik diagnostik yang sering digunakan untuk melihat status hara atau untuk meyakinkan defisiensi hara maupun guna
menetapkan kebutuhan pupuk. Metode diagnosis analisis jaringan tanaman yang sering digunakan adalah batas kritis dan kisaran kecukupan hara. Kedua metode
tersebut bersifat “penilaian harkat tunggal”, sehingga akan relatif sulit untuk mengetahui interaksi dengan hara lainnya. Oleh karena itu setiap perlakuan yang
dicoba yakni dosis N, P, dan K dilakukan secara paralel dalam 3 percobaan, sehingga hanya merupakan satu faktor yang masing-masing mempunyai beberapa
taraf yang berjarak sama equal spaced maka dapat dilakukan perbandingan secara ortogonal polinom. Dari ketiga perlakuan hara tersebut terdapat empat
pembanding yaitu linier, kuadratik, kubik, dan kuartik. Tahapan analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam, apabila hasil analisis
menunjukan pengaruh nyata pada taraf nyata 0.05 dilakukan uji DMRT untuk mengetahui pola respon tanaman terhadap pemberian pada taraf dosis
masing-masing pupuk N, P atau K. Sedangkan untuk mengetahui dosis