The Prospect of Aceh Traditional Foods as a Healthy Food The Exploration of Antimicrobial Compounds from Pliek u oil and Pliek u

(1)

xvi

PROSPEK MAKANAN TRADISIONAL ACEH SEBAGAI

MAKANAN KESEHATAN: EKSPLORASI SENYAWA

ANTIMIKROB DARI MINYAK PLIEK U DAN PLIEK U

NURLIANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Prospek Makanan Tradisional Aceh sebagai Makanan Kesehatan: Eksplorasi Senyawa Antimikrob dari Minyak Pliek u dan Pliek u adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Maret 2009

Nurliana NRP B063040061


(3)

ii ABSTRACT

NURLIANA. The Prospect of Aceh Traditional Foods as a Healthy Food: The Exploration of Antimicrobial Compounds from Pliek u oil and Pliek u. Under direction of MIRNAWATI SUDARWANTO, LISDAR MANAF IDWAN SUDIRMAN and AGATHA WINNY SANJAYA

Pliek u oil has been used as cooking oil and medicine for skin diseases, wound, fever, headache and abdominal pain. Pliek u has been consumed as spices and ingredient of hot sauce (sambal), and also used for poultry feed. This research was undertaken to detect the antimicrobial activity of Aceh traditional fermented coconut (pliek u oil and extracts of pliek u). The research was supposed to support the function of this food, especially pliek u, as a new source of antimicrobial compounds and a healthy food. Antimicrobial activity of pliek u oil and extracts of pliek u were evaluated against Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella Enteritidis, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas fluorescens and Candida albicans. Among antimicrobial extracts tested, crude ethanol extract (EEP) obtained from pliek u extracted by ethanol was the most active against all microbial strains. The ethanol extract (EERP) obtained from pliek u previously extracted by hexane was only active against bacterial strains and crude hexane extract (EHP) was only active against C. albicans. EEP showed antimicrobial activity at a minimal inhibitory concentration (MIC) and a minimal microbicidal concentration (MMC) at 2.5-10 mg/ml and 10-80 mg/ml, respectively. The LC50 value of EEP concentration was 3.36 mg/ml by Artemia salina L bioassay. The antimicrobial activity of EEP was stable at 100ºC, 121ºC for 15-60 minutes, 28ºC (room temperature) and 10ºC (refrigerator temperature) for 1-6 months and at pH of 3-11. EEP at 3.36 mg/ml (LC50) reduced significantly the number of S. aureus and E. coli in 2-12 hours compared to the control. The effect of EEP was detected on the number of microbe of faeces, liver and kidney structure of mice. Single dose of EEP each 370 and 733 mg/kg body weight were administered orally to the mice. On the fourth day, their body, liver and kidney weight were measured. Liver and kidney organ were made into preparate into HE staining. The result showed that there was no effect of crude EEP treatments on the number of microbe of faeces and no change on the weight of liver and kidney per body weight. Histopathological observation on the mice liver and kidney revealed minor and middle damage at single dose of EEP treatments. The damage of liver and kidney were not significantly differ (P>0.05) compared to control. EEP and EERP separated into four and three bioautographic with different Rfs 0.93, 0.71, 0.19 and 0.10 and 0.77, 0.63 and 0.4 respectively, which were all shown to be active against S. aureus. Identification of components of EEP and EERP were detected by GC-MS represented 22 (99.89%) and 9 components (99.80%), respectively. The main constituents of EEP were carboxylic acid (43.64%), esters (30.99%), aliphatic hydrocarbon (22.45%) and alcohol (2.81%), while the main constituents of EERP were alcohol (45.13%), esters (14.89%), carboxylic acid (4.25%) and other components (35.53%). The research concluded that EEP showed strong antimicrobial activity, stable and not toxic extract at concentration 370-733 mg/kg body weight of mice. Keywords: Aceh traditional food, coconut, pliek u, antimicrobial activity, active


(4)

iii RINGKASAN

NURLIANA. Prospek Makanan Tradisional Aceh sebagai Makanan Kesehatan: Eksplorasi Senyawa Antimikrob dari Minyak Pliek u dan Pliek u. Dibimbing oleh MIRNAWATI SUDARWANTO, LISDAR MANAF IDWAN SUDIRMAN dan AGATHA WINNY SANJAYA.

Peran dan multifungsi berbagai bahan alami sebagai antimikrob biasanya langsung dimanfaatkan dalam bentuk bahan dasar atau hasil ekstraknya (herbal, rempah-rempah, jamu dan minyak). Salah satu tumbuh-tumbuhan yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sejak ratusan tahun yang lalu adalah kelapa (Cocos nucifera L), terutama dengan memanfaatkan daging buah dan minyak kelapa. Begitu juga dengan masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) secara turun-menurun telah menggunakan daging buah dan minyak kelapa yang diperoleh dari hasil fermentasi secara tradisional. Minyak kelapa tersebut dikenal dengan nama minyak pliek u (minyeuk simplah dan minyeuk brok), sedangkan ampas yang diperoleh setelah diambil minyaknya disebut pliek u. Minyak pliek u digunakan sebagai minyak goreng dan obat untuk sakit kulit, luka, demam, sakit kepala dan sakit perut, sedangkan pliek u dikomsumsi sebagai bumbu masak dan sambal, juga digunakan sebagai pakan ayam. Proses fermentasi erat kaitannya dengan mikrob yang dapat mengubah bahan asal menjadi produk yang lebih baik dan juga diketahui menghasilkan senyawa antimikrob di dalam produk tersebut.

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeteksi dan melakukan karakterisasi aktivitas antimikrob dari minyak pliek u dan ekstrak dari pliek u. Diharapkan minyak pliek u dan pliek u yang dihasilkan dari proses fermentasi daging buah kelapa secara tradisional dari daerah Aceh (makanan khas tradisional Aceh) dapat dijadikan sebagai sumber penghasil senyawa antimikrob yang mampu menghambat pertumbuhan mikrob patogen sekaligus dapat mendukung makanan tersebut sebagai makanan sehat.

Pada penelitian ini juga dilakukan pengamatan terhadap proses pembuatan minyak pliek u dan pliek u di Desa Reudep Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam. Pliek u diekstrak menggunakan pelarut heksan dan etanol 96%. Ekstrak kasar etanol (EEP) diperoleh setelah diekstrak dengan etanol, sedangkan ekstrak etanol residu pliek u (EERP) diperoleh dengan mengekstrak pliek u terlebih dahulu dengan heksan untuk mendapatkan ekstrak kasar heksan (EHP), kemudian residunya diekstrak dengan etanol. Aktivitas antimikrob minyak pliek u (minyeuk simplah dan minyeuk brok) serta ekstrak dari pliek u dideteksi terhadap Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella Enteritidis, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas fluorescens dan Candida albicans menggunakan metode cakram kertas. Hasil yang diproleh dari deteksi aktivitas antimikrob ekstrak dari pliek u menunjukkan bahwa EEP mampu menghambat semua mikrob (bakteri dan C. albicans), EHP hanya mampu menghambat C. albicans, sedangkan EERP hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri.

Penelitian pada tahap selanjutnya hanya dilakukan terhadap ekstrak kasar etanol dari pliek u (EEP). Pada tahap ini dilakukan karakterisasi terhadap EEP. Penetapan konsentrasi EEP berdasarkan minimal inhibitory concentration (MIC) dan minimal microbicidal concentration (MMC) pada konsentrasi 1.25, 2.5, 5, 10, 20, 40 dan 80 mg/ml terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella Enteritidis, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa dan Candida albicans menggunakan media


(5)

iv cair. Uji ini menghasilkan MIC dan MMC masing-masing pada kisaran 2.5-10 mg/ml dan 10-80 mg/ml pada bakteri dan C. albicans. Konsentrasi yang mampu membunuh 50% Artemia salina L dilakukan untuk mengetahui toksisitas awal EEP, yang menghasilkan nilai LC50 dengan konsentrasi 3.36 mg/ml.

Pengaruh suhu dan lama pemanasan, suhu dan lama penyimpanan serta pH menunjukkan bahwa EEP masih aktif terhadap bakteri dan C. albicans pada pemanasan 100ºC, 121ºC selama 15-60 menit, masih stabil pada penyimpanan 28ºC (suhu kamar) dan 10ºC (suhu refrigerator) selama 1-6 enam bulan dan tidak stabil pada suhu freezer serta tetap aktif pada pH 3-11. Penambahan EEP pada konsentrasi LC50 (3.36 mg/ml) yang digunakan untuk menguji kemampuan EEP dalam susu ternyata dapat menurunkan S. aureus dan E. coli masing-masing 2.80 log cfu/ml dan 2.52 log cfu/ml selama dua jam serta 10.03 log cfu/ml dan 10.41 log cfu/ml selama 12 jam dibandingkan dengan kontrol.

Pemberian EEP secara oral (pemberian akut) pada dosis tiga kali konsentrasi LC50 atau setara dengan 370 mg/kg bb dan enam kali konsentrasi LC50 atau setara dengan 733 mg/kg bb, tidak berpengaruh terhadap mikrob feses dan juga tidak berpengaruh pada berat hati dan ginjal per berat badan mencit (P>0.05). Secara histopatologi menunjukkan bahwa hati dan ginjal mencit hanya mengalami kerusakan ringan hingga sedang, namun tidak ada perbedaan kerusakan yang nyata (P>0.05) dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan parameter jumlah mikrob feses dan tingkat kerusakan hati dan ginjal menunjukkan bahwa ekstrak kasar EEP tidak toksik bila diberikan dosis akut sebagai antimikrob pada dosis 370 dan 733 mg/kg berat badan mencit.

Deteksi aktivitas senyawa aktif EEP dan EERP terhadap S. aureus menggunakan metode bioautografi memperlihatkan empat bercak zona hambatan dari EEP dan tiga bercak zona hambatan dari EERP. Bercak zona hambatan pada bioautogram memberikan nilai Rf yang berbeda, yaitu masing-masing pada EEP (0.93, 0.71, 0.19, dan 0.10) dan EERP (0.77, 0.63 dan 0.40). Identifikasi komposisi kimia EEP dan EERP menggunakan GC-MS teridentifikasi masing-masing 22 dan 9 komponen dengan jumlah 99.89 dan 99.80%. Komponen EEP dan EERP didominasi oleh asam lemak dan derivatnya mencapai lebih dari 50%. Komponen dalam ekstrak kasar EEP terdiri dari golongan asam karboksilat (43.64%), ester (30.99%), hidrokarbon alifatik (22.45%) dan alkohol (2.81%), sedangkan EERP didominasi dari golongan alkohol (45.13%), ester (14.89%), asam karboksilat (4.25%) dan komponen lain (35.53%). Jumlah komponen yang berbeda antara EEP dengan EERP menunjukkan bahwa EEP merupakan antimikrob berspektrum luas.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kasar etanol dari pliek u (EEP) memiliki aktivitas antimikrob yang sangat baik, stabil dan bukan senyawa antimikrob toksik bila diberikan per oral (dosis akut) pada konsentrasi 370-733 mg/kg bb mencit. Oleh sebab itu pliek u bisa dijadikan sebagai sumber antimikrob. Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk isolasi dan identifikasi senyawa aktif dari EEP, isolasi dan identifikasi mikrob yang berperan pada proses pembuatan pliek u, pengujian efek terapi EEP serta peluangnya sebagai pengawet makanan.

Kata kunci: makanan tradisional Aceh, kelapa, pliek u, aktivitas antimikrob, senyawa aktif


(6)

v © Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

vi

PROSPEK MAKANAN TRADISIONAL ACEH SEBAGAI

MAKANAN KESEHATAN: EKSPLORASI SENYAWA

ANTIMIKROB DARI MINYAK PLIEK U DAN PLIEK U

NURLIANA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009


(8)

vii Judul Disertasi : Prospek Makanan Tradisional Aceh sebagai Makanan Kesehatan:

Eksplorasi Senyawa Antimikrob dari Minyak Pliek u dan Pliek u Nama : Nurliana

NRP : B063040061

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto Ketua

Dr. Ir. Lisdar Manaf I. Sudirman Dr. drh. Agatha W. Sanjaya, MS.

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Sains Veteriner

Dr.drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A Notodiputro, MS


(9)

viii IKHLAS

HINGGA SEKARANG

HANYA KESEDIHAN YANG TERUS MENGIKUTIKU AKIBAT GEMPA DAN TSUNAMI

ALLAH TLAH MENGAMBIL ANAKKU IKHLAS AKU TAK PERNAH MENYANGKA

ALLAH SWT MEMBERI COBAAN BEGITU BERAT KEPADAKU AIR MATAKU TERUS MENGALIR

BILA INGAT KATA KENANGAN DARI ANAKKU IKHLAS MELALUI PESAN SMS YANG DIKIRIMNYA UNTUKKU MALAM SEBELUM KEJADIAN ITU

YANG MENDORONGKU UNTUK SELALU KUAT

”IBU CEPAT SEKOLAHNYA BIAR IBU CEPAT PULANG IKHLAS RINDU SAMA IBU”

SERTA KALIMAT SEMANGAT YANG SELALU KUDENGAR DARI SUAMIKU DAN ANAKKU YAFIQ

”IBU GAK USAH MIKIRIN YANG LAIN,

YANG PENTING IBU BELAJAR DAN CEPAT PULANG” TERIMAKASIH UNTUK ANAK-ANAKKU DAN SUAMIKU ATAS CINTA DAN PENGORBANAN KALIAN UNTUKKU TIDAK PERNAH KULUPAKAN KEIKHLASAN KALIAN TERIMAKASIH SAYANG...TERIMAKASIH SAYANG... ATAS KEIKHLASANNYA

Kupersembahkan karyaku ini untuk

Kedua orangtuaku, Suamiku, Anak-anakku


(10)

ix

PRAKATA

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah menurunkan Al-Qur’an yang suci dan mulia sebagai penerang dan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Shalawat dan salam kepada pembawa risalah kebenaran al-Islam, Rasul Muhammad SAW, juga kepada keluarga, para sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Alhamdulillah atas rahmat dan karunia Allah, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Prospek makanan tradisional Aceh sebagai makanan kesehatan: Eksplorasi senyawa antimikrob dari minyak pliek u dan pliek u.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto, Dr. Ir. Lisdar Manaf I. Sudirman dan Dr. drh. A. Winny Sanjaya MS, atas bimbingan, saran dan arahan mulai dari penulisan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyempurnaan penulisan ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Syiah Kuala dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala atas izin dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor serta terimakasih kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa BPPS dan kepada Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) atas beasiswa NAD selama mengikuti pendidikan S3 di IPB.

Terimakasih yang sebesar-besarnya khusus penulis sampaikan kepada Prof Dr. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto dan staf pengajar lainnya di laboratorium Kesmavet IPB Bogor serta semua pihak yang sangat membantu penulis saat mengalami musibah akibat gempa dan tsunami di Banda Aceh.

Penghargaan yang setulusnya kepada orang tua ayahanda M.Yusuf Anzib (Alm) dan ibunda Hj. Ayu Ningsih Islamiati atas kasih sayang dan doa restunya, serta kepada yang tercinta suami T. Trisna Viska SE, ananda T. Ikhlasul Amal (Alm) dan Cut Yafiq Aliifah atas kasih sayang, kesabaran, pengorbanan dan dorongannya telah mengantar penulis hingga bisa menyelesaikan studi S3. Teristimewa terimakasih ku kepada wo Samsiah yang sudah banyak berkorban demi menjaga dan melindungi keluargaku. Terimakasih kepada kakakku dr Quranayati dan adikku Fatahillah ST beserta keluarga atas doanya, juga kepada bang Dedi dan bang Yose beserta keluarga. Teman setiaku Ir. Sitti Wajizah MSi., Dr. drh. Widagdo S Nugroho, MSi. serta Dr. drh. Maya Purwanti yang dengan setia menemaniku di perantauan. Rasanya tidak cukup ucapan terimakasih yang dapat penulis sampaikan, hanya Allah SWT yang dapat membalasnya.

Terimakasih kepada pak Iwa yang banyak membantu selama penelitian berlangsung, juga kepada mbak Endang di lt 3 PPSHB IPB Bogor serta kepada pak Teddi dan Hendra di Laboratorium Kesmavet FKH IPB, kawan-kawan di FORKUB dan IKAMAPA Universitas Syiah Kuala di Bogor serta kepada berbagai pihak atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Semoga Allah memberi rahmat bagi kita semua. Amiin

Bogor, Maret 2009


(11)

x

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 10 Mei 1969 sebagai puteri kedua (tiga bersaudara) dari pasangan M. Yusuf Anzib (Alm) dan Ayu Ningsih Islamiati. Pendidikan Sarjana Kedokteran Hewan ditempuh di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala melalui jalur PMDK, lulus pada tahun 1993 dan gelar Dokter Hewan diperoleh pada tahun 1994. Pada tahun 1994 penulis diterima di Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 1997. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang program Doktor pada Program Studi Sains Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2004 yang dibiayai oleh beasiswa BPPS, Departemen Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Nanggroe Aceh Darussalam sejak tahun 1995. Bidang yang menjadi tanggung jawab peneliti adalah kesehatan masyarakat veteriner.


(12)

xi

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1.2 Tujuan Penelitian ... 1.3 Manfaat Penelitian ... 1.4 Hipotesis ... II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah dan Minyak Kelapa serta Komposisi ... 2.2 Minyak Pliek u dan Pliek u ... 2.3 Aktivitas dan Efektivitas Daging Buah dan Minyak Kelapa sebagai

Antimikrob ... 2.4 Mekanisme Kerja Asam Lemak dan Minyak sebagai Antimikrob ... III. DETEKSI AWAL AKTIVITAS ANTIMIKROB MINYAK PLIEK U DAN

EKSTRAK PLIEK U

Abstract ... Pendahuluan ... Metode Penelitian ... Hasil dan Pembahasan ... Simpulan ... IV. PENENTUAN KONSENTRASI DAN NILAI LC50 EKSTRAK KASAR

ETANOL PLIEK U, MAKANAN FERMENTASI TRADISIONAL ACEH Abstract ... Pendahuluan ... Metode Penelitian ... Hasil dan Pembahasan ... Simpulan ... V. STABILITAS EKSTRAK KASAR ETANOL PLIEK U (EEP) TERHADAP

PEMANASAN, PENYIMPANAN DAN pH SERTA AKTIVITASNYA DI DALAM SUSU

Abstract ... Pendahuluan ... Metode Penelitian ... Hasil dan Pembahasan ... Simpulan ... VI. PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KASAR ETANOL PLIEK U

TERHADAP JUMLAH MIKROB FESES, HATI DAN GINJAL MENCIT Abstract ... Pendahuluan ... Metode Penelitian ... Hasil dan Pembahasan ...

xiii xiv xv 1 2 3 3 4 5 6 8 12 12 14 16 24 25 25 26 29 33 34 34 35 38 44 45 45 46 50


(13)

xii Simpulan ... VII. DETEKSI DAN KARAKTERISASI AWAL SENYAWA ANTIMIKROB

DARI EKSTRAK ETANOL PLIEK U, MAKANAN TRADISIONAL ACEH Abstract ... Pendahuluan ... Metode Penelitian ... Hasil dan Pembahasan ... Simpulan ... VIII. PEMBAHASAN UMUM ... IX. SIMPULAN DAN SARAN ... X. DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

57

58 58 60 63 69 70 77 79 91


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Komposisi minyak pliek u dan pliek u berdasarkan analisis proksimat ……….….. 2 Sifat fisik minyak pliek u dan ekstrak pliek u ... 3 Aktivitas antimikrob minyak pliek u dan ekstrak pliek u terhadap bakteri

Gram positif dan Candida albicans ... 4 Aktivitas antimikrob minyak pliek u dan ekstrak pliek u terhadap bakteri

Gram negatif ... 5 MIC dan MMC ekstrak kasar etanol (EEP) terhadap bakteri dan fungi ... 6 Pengaruh suhu dan lama pemanasan EEP terhadap zona hambatan

E. coli, S.aureus dan C. albicans ... 7 Pengaruh suhu dan lama penyimpanan EEP terhadap zona hambatan

E. coli, S.aureus dan C. albicans ... 8 Pengaruh pH terhadap aktivitas ekstrak etanol pliek u (EEP) ... 9 Pengaruh penambahan ekstrak etanol dari pliek u (EEP) terhadap pertumbuhan

S. aureus dan E. coli dalam susu pada suhu penyimpanan 39ºC ... 10 Parameter dan tingkat kerusakan hati ... 11 Parameter dan tingkat kerusakan ginjal ... 12 Jumlah mikrob feses mencit setelah diberi EEP ... 13 Persentase berat hati dan ginjal per berat badan mencit setelah diberi

ekstrak EEP ... 14 Tingkat kerusakan hati mencit …………...……... 15 Tingkat kerusakan ginjal mencit …...……...…...……...…….…. 16 Komposisi kimia EEP dan EERP berdasarkan GC-MS ...…

19 20 21 22 30 38 39 40 41 49 49 50 52 53 55 66


(15)

xiv DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Perbedaan permukaan sel bakteri Gram positif dan Gram negatif ………...…... 2 Mekanisme kerja antimikrob pada bakteri ... 3 Tahap proses pembuatan minyak pliek u dan pliek u ... 4 Minyak pliek u dan pliek u ………...

5 Ekstrak pliek u ……….………... 6 Zona hambatan yang terbentuk dari aktivitas EEP terhadap bakteri dan fungi 7 Pengaruh berbagai konsentrasi EEP terhadap (a) B. cereus, (b) S. aureus,

(c) S. Enteritidis (d) E. coli, (e) P. aeruginosa, (f) C. albicans ... 8 Larva udang-udangan (Artemiasalina L) yang digunakan pada uji toksisitas ekstrak kasar etanol dari Pliek u (EEP) ... 9 Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak kasar etanol pliek u (EEP) terhadap

larva Artemia salina L ... 10 Aktivitas EEP terhadap S. aureus dalam susu ... 11 Aktivitas EEP terhadap E. coli dalam susu …... 12 Histologi jaringan hati mencit ... 13 Histologi jaringan ginjal mencit ... 14 Kromatogram dan bioautogram ekstrak etanol (EEP dan EERP) ... 15 Kromatogram komponen dalam ekstrak kasar EEP ... 16 Kromatogram komponen dalam esktrak EERP ...

10 11 17 19 20 23 29 32 33 42 42 54 56 64 67 67


(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Tahapan umum pelaksanaan penelitian ...

2 Metode analisis proksimat kandungan gizi (AOAC 1980) ... 3 Tahapan ekstraksi pliek u (ekstraksi pertama) ... 4 Tahap ekstraksi pliek u (ekstraksi kedua) ... 5 Tahap proses pembuatan minyak pliek u dan pliek u ... 6 Hasil pengujian minyak pliek u dan ekstrak pliek u terhadap beberapa mikrob menggunakan metode difusi cakram kertas ... 7 Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak kasar etanol dari pliek u (EEP)

terhadap jumlah beberapa mikrob serta nilai MIC dan MMC ... 8 Pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap aktivitas antimikrob EEP ... 9 Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap aktivitas antimikrob EEP ... 10 Pengaruh pH terhadap aktivitas antimikrob EEP ... 11 Jumlah mikrob feses mencit (log cfu/g) setelah diberikan EEP per oral ... 12 Pengaruh pemberian EEP per oral terhadap berat hati dan ginjal mencit ... 13 Hasil pengukuran tingkat kerusakan hati mencit ... 14 Hasil pengukuran tingkat kerusakan ginjal mencit ... 15 Hasil identifikasi komponen di dalam ekstrak etanol (EEP dan EERP) ...

91 92 94 95 96 97 99 101 102 105 106 107 108 109 110


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengembangan dan pemberdayaan alam asal tumbuh-tumbuhan telah banyak dimanfaatkan dengan mengeksplorasi bahan aktif yang terdapat didalamnya hingga menjadi komoditas potensial, terutama sebagai bahan terapi berbagai penyakit dan juga sebagai bahan pengawet makanan. Perhatian masyarakat terhadap bahan terapi alami terus meningkat karena terbatasnya kemampuan antimikrob dan pemakaian antimikrob yang tidak terkendali serta adanya resistensi mikrob terhadap antimikrob tertentu (Pappas 2006; Barber et al. 2003; Pfaller et al. 1998; Reimer et al. 1997). Hal tersebut menyebabkan penelitian terhadap kandungan senyawa antimikrob dan antioksidan yang bersumber bahan-bahan alami seperti tumbuh-tumbuhan, bumbu dan bahan makanan terus meningkat (Valero dan Salmeron 2003).

Peran dan multifungsi berbagai bahan alami sebagai antimikrob biasanya dimanfaatkan dalam bentuk bahan dasar seperti herbal dan rempah-rempah serta hasil ekstraknya seperti jamu dan minyak. Salah satu jenis tumbuh-tumbuhan yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sejak ratusan tahun adalah kelapa (Cocos nucifera L), terutama daging buah dan minyak kelapa. Masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) secara turun menurun telah menggunakan minyak kelapa yang dihasilkan dari proses fermentasi secara tradisional sebagai minyak goreng dan obat, sedangkan ampasnya dijadikan sebagai bumbu masak dan pakan ayam. Proses fermentasi makanan erat kaitannya dengan mikroorganisme atau enzim, yang menyebabkan produk yang dihasilkan menjadi lebih baik dibandingkan bahan asal, dan juga menghasilkan senyawa metabolit yang bersifat antimikrob (Djien 1982; Battcock dan Azam-Ali 1998; Chisti 2000; Hoover 2000).

Minyak kelapa hasil fermentasi (minyak pliek u) meluas digunakan oleh

masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebagai obat untuk menurunkan panas, sakit persendian, luka, sakit kepala dan sakit perut, serta manfaat lain yang belum dapat dijelaskan, yang digunakan baik secara topikal maupun per oral. Minyak kelapa asal Aceh tersebut dikenal dengan nama minyeukpliek u (minyeuk simplah dan

minyeuk brôk), sedangkan ampas yang diperoleh setelah diambil minyaknya disebut

pliek u(Bakar et al. 1985), yang digunakan sebagai bumbu masak, sambal dan pakan ayam.


(18)

Daging buah dan minyak kelapa merupakan makanan fungsional yang mengandung berbagai bahan aktif yang berpengaruh sebagai bahan terapi. Menurut Kabara (2000) dan Shilhavy (2004), minyak kelapa mengandung asam laurat yang tinggi (40-60%) yang menyebabkan minyak kelapa mempunyai aktivitas antibakteri, antivirus, antijamur, antiprotozoa. Selain itu minyak kelapa juga dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh. Oleh sebab itu pemanfaatan minyak kelapa terus meningkat hingga saat ini, terutama sebagai bahan alternatif pengobatan pada manusia.

Aktivitas bahan alami sebagai antimikrob yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti herbal, bumbu dan minyak dapat dilakukan dengan mendeteksi aktivitas antimikrob berdasarkan kemampuannya menghambat berbagai mikrob. Diawali dengan screening aktivitas antimikrob dari bahan yang diduga mengandung senyawa antimikrob. Pengujian dilanjutkan terhadap sifat-sifat antimikrob, pengujian kemanjuran dan kapasitasnya secara in vitro dan in vivo serta mekanisme kerja dan analisis struktur senyawa antimikrob (Cowan 1999; Naidu 2000).

Sampai saat ini belum ada informasi yang jelas tentang minyak pliek u dan pliek u serta aktivitas dan kapasitasnya. Diduga selama proses fermentasi daging buah kelapa mengalami berbagai perubahan, sehingga dihasilkan berbagai metabolit yang dapat ditemukan dalam minyak pliek u dan pliek u. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak kasar dari pliek u

mempunyai aktivitas lebih baik terhadap Bacillus subtilis dan Escherichia coli

dibandingkan aktivitas antimikrob yang diperlihatkan oleh minyak pliek u (Nurliana et al. 2008).

Diduga selama proses pengolahan terjadi berbagai perubahan sehingga menghasilkan berbagai metabolit yang dapat ditemukan dalam produk yang dihasilkan, yang mungkin mempunyai aktivitas antimikrob terhadap bakteri dan jamur. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengembangan terhadap potensi minyak pliek u

dan pliek u melalui penelusuran aktivitas antimikrobnya secara in vitro dan in vivo, sehingga dapat mendukung makanan tradisional Aceh sebagai makanan yang sehat.

1.2. Tujuan Penelitian

1.Mendekteksi aktivitas antimikrob minyak pliek u dan ekstrak pliek u terhadap bakteri dan jamur.

2.Melakukan karakterisasi antimikrob yang mempunyai aktivitas terbaik yang


(19)

toksisitas secara in vivo terhadap jumlah mikrob feses, perubahan hati dan ginjal mencit.

3.Melakukan identifikasi komponen yang terdapat di dalam antimikrob yang aktif. 4.Mendapatkan antimikrob terbaik dari minyak pliek u dan ekstrak pliek u yang

mampu menghambat bakteri dan jamur.

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai makanan fermentasi tradisional Aceh (minyak pliek u dan pliek u), sehingga mendukung penggunaannya sebagai makanan tradisional yang sehat. Selanjutnya antimikrob yang dihasilkan dapat diaplikasikan pada bidang kesehatan masyarakat dan keamanan pangan asal hewan.

1.4. Hipotesis

1. Minyak pliek u dan ekstrak pliek u mempunyai aktivitas antimikrob terhadap bakteri dan jamur serta aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh pemanasan, penyimpanan dan pH.

2. Antimikrob yang aktif terhadap bakteri dan jamur tidak toksik dan tidak mempengaruhi organ hati, ginjal dan mikrob feses mencit.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Buah dan Minyak Kelapa serta Komposisi

Hampir seluruh wilayah Indonesia, yaitu sekitar 3.7 juta hektar dan sebagian besar wilayah Nanggroe Aceh Darussalam merupakan area yang banyak ditanami pohon kelapa. Indonesia merupakan negara penghasil buah kelapa terbanyak di dunia, yang 50% dari hasil buahnya dimanfaatkan menjadi minyak kelapa (Punchihewa dan Arancon 2004). Sebagian besar daging buah kelapa lebih banyak dimanfaatkan untuk mendapatkan minyak kelapa dibandingkan untuk lainnya. Kelapa yang sudah matang memiliki berat antara 3-4 kg, terdiri dari sabut 35%, tempurung 12%, daging kelapa

22% dan air kelapa 25% (Grimwood 1975, diacu dalam Guarte et al. 1996).

Selanjutnya berdasarkan rata-rata, daging buah kelapa segar terdiri dari air 50%, lemak 34%, karbohidrat 7.3%, protein 3.5%, serat 3.0% dan abu 2.2% (Banzon dan Velasco 1982, diacu dalam Guarte et al. 1996).

Menurut Enig (2000), kelapa merupakan makanan fungsional yang sangat berperan dalam kehidupan manusia karena mengandung komponen yang secara fisiologis sangat bermanfaat. Komponen fungsional penting tersebut terletak pada lemak kelapa yang terdapat pada daging buah dan minyak kelapa. Minyak kelapa diklasifikasikan dalam minyak tumbuhan kelompok asam laurat, berbeda dengan minyak tumbuhan lainnya dan menempati pangsa pasar dunia karena komposisinya dapat digunakan sebagai bahan mentah untuk aplikasi oleokimia dalam berbagai industri (industri makanan dan non-makanan). Menurut Libanan (2000), banyak aplikasi non-makanan yang menggunakan minyak kelapa, yang berdasarkan lima unsur oleokimia dasar, yaitu asam lemak, metil ester, lemak alkohol, lemak amin dan gliserin.

Komposisi utama minyak dan daging buah kelapa terdiri dari asam lemak jenuh rantai pendek dan rantai sedang, yaitu masing-masing terdiri dari panjang rantai karbon C14, C12, C10, C8 dan C6, yang tidak berpengaruh buruk terhadap kesehatan (Libanan 2000). Menurut Wang et al. (1993); Guarte et al. (1996), komponen utama minyak kelapa adalah asam lemak jenuh (90-92%), yang didominasi oleh asam laurat (45-48%), dan asam lemak rantai pendek dan sedang (30-36%), diantaranya asam kaprilat (8%), asam kaprat (7%), dan asam kaproat (0.5%) dan sisanya dalam jumlah yang sangat sedikit adalah asam lemak tidak jenuh (asam oleat, linoleat dan linolenat) antara 3.7-8.3%. Oleh karena kadar asam lemak tak jenuhnya rendah maka minyak


(21)

kelapa tahan terhadap proses oksidatif (ketengikan), sehingga makanan yang mengandung minyak kelapa lebih tahan lama (Hui 1996). Berdasarkan karakteristik tersebut, maka selain sebagai minyak goreng, penggunaannya sangat meluas pada produk permen, kue, dan juga sebagai bahan pembuatan margarin, sabun, deterjen, minyak pelumas serta kosmetik. Selanjutnya gliserida rantai sedang dan pendek digunakan dalam bidang kedokteran.

Ampas kelapa kering sudah banyak dimanfaatkan sebagai pakan sapi, babi dan ayam karena masih mengandung protein, karbohidrat dan lemak yang seimbang. Disamping itu juga sangat baik sebagai pakan sapi laktasi, yang bisa menghasilkan

butter dengan kualitas yang baik. Sapi-sapi tetap berproduksi dengan baik dan menghasilkan kualitas susu dan aroma yang baik, namun biaya untuk memproduksi pakan jenis ini sangat besar (Guarte et al. 1996).

2.2. Minyak Pliek u dan Pliek u

Minyak pliek u dan pliek u merupakan salah satu makanan khas tradisional Aceh, yang dihasilkan dari proses fermentasi daging buah kelapa. Fermentasi merupakan salah satu bentuk teknologi pengawetan makanan tertua di dunia, yang bertahun-tahun sudah dilakukan dan dikonsumsi khususnya oleh masyarakat pedalaman atau pedesaan berdasarkan adat dan tradisi mereka (Battcock dan Azam-Ali 1998, Prajapati dan Nair 2003). Tujuan fermentasi adalah untuk mengawetkan makanan yang mudah rusak sehingga makanan yang dihasilkan mempunyai masa simpan yang lebih lama dan dapat mempengaruhi kualitas nutrisi bahan makanan tersebut.

Proses fermentasi adalah proses dekomposisi lambat dari substansi organik yang disebabkan oleh mikroorganisme atau enzim dari bahan asal tumbuh-tumbuhan dan hewan (Walker 1988, diacu dalam Battcock dan Azam-Ali 1998). Makanan fermentasi sangat baik bagi tubuh karena selain mengandung bahan yang mudah dicerna juga mengandung mikroorganisme, enzim dan/atau komponen aktif yang dihasilkan selama berlangsungnya proses fermentasi. Makanan fermentasi yang mengandung mikroorganisme yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh merupakan makanan fungsional, yang juga dikenal dengan nama lain yaitu probiotik (Farnworth 2003).

Pengetahuan tentang teknologi fermentasi tradisional biasanya diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya selama berabad-abad. Produk fermentasi yang dihasilkan secara tradisional biasanya jarang mengalami penyimpangan atau rusak.


(22)

Sama halnya dengan minyak pliek u dan pliek u, produk fermentasi ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari menu sehari-hari masyarakat Aceh, terutama pliek u

digunakan sebagai bumbu masak. Secara turun menurun sejak berpuluh tahun bahkan ratusan tahun yang lalu masyarakat NAD sudah memanfaatkan minyak pliek u atau

minyeuk brôk untuk menggoreng dan sebagai obat. Selain itu pliek u yang dihasilkan juga dimanfaatkan sebagai bumbu untuk memasak sayur (gulé pi’u), sambal dan bumbu rujak. Gulé pi’u merupakan makanan khas Aceh yang terdiri dari campuran bumbu pliek u, sayur nangka muda, pisang muda, ikan kering (keumamah) dan teri (karéng) (Hurgronje 1985).

Minyak pliek u memiliki nama-nama khusus sesuai dengan proses

pengolahannya. Berdasarkan kamus Aceh-Indonesia (Bakar et al. 1985), minyak

pliek u adalah minyeuk brôk, namun berdasarkan informasi dari wawancara yang penulis lakukan di tempat produksi minyak pliek u dan pliek u menyebutkan bahwa daging buah kelapa yang diperam (difermentasi) selama beberapa hari sehingga menghasilkan minyak pliek u, diberi nama berdasarkan tahap proses fermentasi dan penjemuran menggunakan sinar matahari, yaitu minyak pliek u yang tidak dijemur disebut minyeuk simplah/minyeuk reték/minyeuk lepi, sedangkan yang dijemurdisebut

minyeuk brôk.

Pliek u adalah ampas yang diperoleh dari daging buah kelapa yang telah diperam dan diparut (dikukur) dan setelah diperoleh minyak pliek u. Pliek u memiliki nama-nama yang lain seperti pi, piek atau piu (Bakar et al. 1985), nama-nama tersebut juga tercantum dalam kamus Aceh-Belanda yaitu pi, pië’, plië’ dan pi oe (Djajadiningrat dan Drewes 1934).

2.3. Aktivitas dan Efektivitas Daging Buah dan Minyak Kelapa sebagai Antimikrob

Kandungan asam lemak jenuh (terutama rantai karbon pendek dan sedang) dalam minyak kelapa ternyata memiliki aktivitas utama sebagai obat. Penelitian terhadap minyak kelapa sudah dilakukan sejak tahun 1966, terutama terhadap aktivitas asam laurat sebagai agen antimikrob (Kabara 1978; Enig 1998). Komponen terbesar asam lemak jenuh pada daging buah dan minyak kelapa adalah asam laurat (48-50%), yang sangat berperan dalam makanan berkaitan dengan fungsinya sebagai antibakteri, antijamur, antivirus dan antiprotozoa (Enig 2000) serta tidak toksik terhadap mukosa saluran pencernaan (Kabara 2000). Selain itu mengkonsumsi daging buah dan air


(23)

kelapa secara alami dapat menormalkan lemak tubuh, mencegah kerusakan hati akibat alkohol, dan dapat meningkatkan sistem imun terhadap respon anti-inflammasi.

Kabara (1978), melaporkan bahwa asam lemak jenuh dengan panjang rantai karbon sedang dan derivatnya (monogliserida) mempunyai aktivitas antimikrob terhadap beberapa mikrob, yaitu terhadap bakteri, jamur dan virus penyebab infeksi pada mukosa dan kulit. Asam laurat adalah asam lemak jenuh rantai sedang (C12) yang fungsinya sangat penting karena dapat diubah menjadi monolaurat dalam tubuh manusia dan hewan. Monolaurat bersifat antibakteri, antivirus dan antiprotozoa. Monolaurat adalah monogliserida, paling aktif dibandingkan dengan asam laurat itu sendiri, yang digunakan untuk menghancurkan mikrob patogen. Menurut Wang et al.

(1993), kandungan asam lemak jenuh rantai pendek dan rantai sedang yang sangat tinggi di dalam minyak kelapa menyebabkan substrat ini penting untuk sintesis monogliserida sebagai antimikrob.

Monogliserida yang diisolasi dari minyak kelapa yang sudah dipatenkan dengan nama monolaurin mempunyai aktivitas antibakteri dan antivirus dan tidak menimbulkan resistensi, namun monogliserida dalam bentuk sintetis tidak memperlihatkan aktivitas antimikrob (Kabara 2000). Monolaurat (MC12) atau monolaurin diketahui mempunyai aktivitas antimikrob yang baik terhadap bakteri Gram positif, kapang dan khamir serta sebagian bakteri Gram negatif (Kabara 1993; Wang dan Johnson 1992; Rohani-Razavi dan Griffith 1994). Pendapat tersebut didukung oleh Isaacs dan Thormar (1991), yang menyatakan bahwa monolaurat ternyata tidak aktif terhadap bakteri Gram negatif seperti E. coli yang diisolasi dari saluran pencernaan dan Salmonellae Enteritidis.

Monolaurat juga aktif terhadap beberapa patogen seperti Listeria

monocytogenes, Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae grup A, F dan G, dan juga sebagai antiprotozoa seperti Giardia lamblia. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa asam laurat mempunyai aktivitas antibakteri terhadap

Carnobacterium piscicola, Lactobacillus curvatus dan Lactobacillus sake (Quattara et al. 1997). Pengujian aktivitas antimikrob dari monogliserida juga sedang dilakukan terhadap Helicobacter pylori (Kabara 2000).

Monolaurin juga digunakan untuk mengobati HIV/AIDS (Dayrit 2000). Penelitian yang dilakukan terhadap tujuh pasien HIV/AIDS yang diterapi dengan monolaurin asal minyak kelapa pada dosis 2.4 g memberikan hasil yang sangat baik. Pasien HIV/AIDS yang diterapi selama 3 bulan menunjukkan penurunan jumlah virus


(24)

pada 5 pasien, namun satu pasien meninggal setelah terapi 2 minggu. Dari lima pasien tersebut yang pengobatannya diteruskan selama 6 bulan ternyata 2 pasien sembuh total. Monolaurin juga efektif terhadap virus lain seperti cytomegalovirus (CMV), measles, herpes simplex (HSV-1), virus penyebab vesicular stomatitis dan visna virus

(Enig 2000).

Penelitian semakin dikembangkan pada derivat asam lemak lainnya yaitu monokaprat dari asam kaprat, efeknya hampir sama baiknya dengan asam laurat. Asam kaprat juga merupakan asam lemak jenuh rantai sedang, yang akan berfungsi jika diubah menjadi monokaprat di dalam tubuh manusia dan hewan. Menurut Enig (2000), monokaprat juga aktif melawan HIV dan sedang diuji terhadap beberapa virus lainnya, selain itu juga bersifat antibakteri terhadap Chlamydia sp.

2.4. Mekanisme Kerja Asam Lemak dan Minyak sebagai Antimikrob

Secara umum kerja asam lemak jenuh sebagai antimikrob adalah langsung beraksi ke target membran sel sehingga menyebabkan kerusakan membran, walaupun secara rinci mekanisme selanjutnya belum dapat dijelaskan (Kabara 2000). Penelitian mengenai mekanisme antibakteri monogliserida masih terus dilakukan (Wang dan Johnson 1992). Pada dasarnya mekanisme kerja agen antimikrob diperantarai adanya interaksi agen antimikrob dengan stereospesifik, misalnya protein reseptor, enzim dan lain-lain. Selain itu sifat-sifat fisikokimia antimikrob (tegangan dan hidrofobisitas) merupakan faktor penentu utama efektivitas antimikrob.

Efektivitas suatu antimikrob sangat bergantung pada kemampuannya mencapai target sasaran, terutama bagian-bagian sel sasaran dan sifat hidrofilik-hidrofobik antimikrob ataupun sel mikrob (Hogan 2003). Menurut Davidson (2001), ada beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikrob terhadap mikrob sasaran, yaitu 1) merusak komponen penyusun sel, terutama pada bagian luar (permukaan sel), 2) adanya reaksi antimikrob dengan membran sel yang mengakibatkan perubahan permiabilitas dan hilangnya komponen penyusun sel, 3) menghambat kerja enzim yang berperan pada metabolisme sel, 4) mempengaruhi fungsi material genetik, dan 5) mempengaruhi kandungan ion Mg2+ dan Ca2+ pada membran.

Sasaran awal antimikrob adalah permukaan luar sel mikrob, walaupun permukaan setiap mikrob tidak sama sehingga akan mempengaruhi aktivitas antimikrob. Asam lemak dan monogliserida mampu merusak penyelubung virus dan membran sel bakteri. Sifat lipofilik dari monogliserida memungkinnya untuk menembus membran plasma dan menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam


(25)

produksi energi atau transpor nutrisi (Wang dan Johnson 1992). Monolaurat diduga mengakibatkan kerusakan membran, menyebabkan kebocoran protein intraseluler dan asam nukleat, sehingga menurunkan aktivitas enzim yang berperan dalam metabolisme (Kabara 1993).

Aktivitas monolaurin pada virus berkaitan dengan kemampuannya melarutkan lemak dan fospolipid yang menyebabkan disintegrasi penyelubung virus. Selain itu kerja monolaurin sebagai antivirus juga berpengaruh pada pembentukan virus dan kematangan virus. Menurut Projan et al. (1994), aktivitas monolaurin sebagai antibakteri adalah mempengaruhi atau mengganggu signal transduksi bakteri, hal yang sama juga terjadi pada asam laurat terhadap perangkat virus (Hornung et al. 1994). Sebagian asam lemak jenuh, seperti asam laurat (C12) mempunyai aktivitas tinggi sebagai antiviral dibandingkan asam kaprilat (C8), asam kaprat (C10) atau asam miristat (C14). Gabungan antara beberapa monogliserida seperti gabungan monolaurin dengan monokaprin sangat efektif membunuh bakteri Gram negatif seperti E. coli.

Aktivitas antibakteri asam lemak dan monogliserida dapat bersifat bakterisidal yang mengakibatkan distorsi irreversible karena efeknya seperti surfaktan pada membran sel bakteri dan menyebabkan dislokasi komponen sistem energi pada mitokondria dan menghambat sistesa ATP (Kabara 1993). Asam lemak dan monogliserida menyebabkan penurunan glikolisis dan menstimulasi glukoneogenesis. Pengaruh kerja dari asam lemak dan monogliserida terhadap sistem oksidasi NADH2 memiliki kesamaan. Aktivitas sistem ini menurun 50%. Pengaruh kedua antimikrob ini adalah terhadap respirasi seluler, namun ada perbedaan aksi diantara keduanya. Efek penghambatan monogliserida terhadap sistem enzim menunjukkan bahwa monogliserida hanya bekerja pada sisi oksigen dan gugus flavin dari NADH2 dehidrogenase, sedangkan asam lemak merupakan penghambat kurang spesifik yang aktivitasnya beraksi pada beberapa sisi dan aksinya belum jelas.

Perbedaan membran sel antara bakteri Gram positif dengan bakteri Gram negatif menyebabkan perbedaan kemampuan antimikrob. Bakteri Gram positif mengandung 90% peptidoglikan yang terdiri dari turunan gula, asam amino L-alanin, alanin, D-glutamat dan lisin serta lapisan tipis asam teikoat dan asam teikuronat (Lay dan Hastowo 1992). Pada bagian luar bakteri Gram negatif terdapat peptidoglikan yang sangat tipis (5-20%) yang berbeda dengan bakteri Gram positif (Gambar 1), namun dilapisi oleh membran luar yang terdiri dari lipopolisakarida, fosfolipid dan protein.


(26)

Membran luar bakteri, terutama membran luar bakteri Gram negatif berfungsi untuk mempertahankan permiabilitas sel, yang bertanggung jawab terhadap masuknya molekul lain, seperti antibiotik, deterjen, pewarna untuk mencapai membran sitoplasma (Galvez et al. 1991). Hanya molekul yang bersifat hidrofilik yang mampu melewati lipopolisakarida membran sel bakteri Gram negatif. Pada bakteri Gram positif tidak ada lapisan lipopolisakarida, sehingga molekul yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik mampu melewati permukaan luar sel.

Gambar 1 Perbedaan permukaan sel bakteri Gram positif dan Gram negatif (Moat dan Foster 1988)

Mekanisme kerja antimikrob yang berasal dari lemak kelapa dapat disebabkan struktur lemak senyawa tersebut, yaitu monogliserida yang lebih aktif sebagai antimikrob dibandingkan asam lemaknya (Kabara 2000). Selain itu hanya monogliserida yang aktif sebagai antimikrob, sedangkan digliserida dan trigliserida tidak aktif.

Efek senyawa antimikrob minyak sangat dipengaruhi oleh spesifikasi minyak, misalnya metode untuk memperoleh minyak atau cara ekstraksinya (penggunaan larutan organik untuk ekstraksi) (Maguire 2000). Secara umum mekanisme kerja minyak sebagai antibakteri terjadi dalam dua kategori, yaitu 1), secara langsung merusak membran sel, dan 2), secara tidak langsung berinteraksi dengan membran melalui peningkatan permiabilitas, yang akhirnya sama-sama menyebabkan sel pecah (Gambar 2).

Bakteri Gram positif

Bakteri Gram negatif

flagella lipopolisakarida Asam teikoat

Lipid A Membran luar Peptidoglikan Ruang periplasma

Membran sitoplasma protein fosfolipid

rotor

porin lipoprotein

kait Protein M


(27)

Gambar 2 Mekanisme kerja antimikrob pada bakteri (Maguire 2000)

Pada kategori pertama minyak bisa bertindak seperti deterjen atau larutan organik, melarutkan lemak pada membran bakteri dan langsung merusaknya. Pada kategori kedua, interaksi terjadi lebih spesifik pada lemak bilayer pada membran dan membentuk lubang atau sumur, yang menyebabkan berbagai macam bahan masuk ke dalam sel, sehingga sel membengkak dan pecah. Pada beberapa kasus, minyak kemungkinan mempunyai lebih banyak interaksi spesifik dengan beberapa bagian pelengkap metabolik pada sel, sehingga minyak dengan mudah dapat menghambat kerja enzim yang membantu fungsi sel pada proses metabolisme, sehingga minyak menjadi toksik bagi bakteri.

antimikrob

Bakteri Gram negatif Bakteri Gram

positif

Membran luar antimikrob Ruang periplasma

peptidoglikan Membran sitoplasma

Antimikrob

lisis Bakteri berfilamen

Bakteri berfragmen

tidak bisa masuk porin


(28)

III. DETEKSI AWAL AKTIVITAS ANTIMIKROB MINYAK PLIEK U DAN EKSTRAK PLIEK U

(The Initial Detection of Antimicrobial Activity of Pliek u Oil and Extracts of Pliek u)

Abstract

Pliek u oil has been used as cooking oil and medicinal of skin diseases, wound, fever, headache and abdominal pain. Pliek u has been consumed as spices and ingredient of hot sauce (sambal), and also used for poultry feed. These foods collected from home industry in Reudep village at Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam. The process to make pliek u oil and pliek u was observed to give more information about Aceh traditional fermented foods made from coconut meat. Antimicrobial activity of pliek u oil and extracts of pliek u were evaluated against seven bacterial strains (Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella

Enteritidis, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas fluorescens) and one fungal strain (Candida albicans). The antimicrobial activity was detected by using paper disc method. Among antimicrobials extracts tested, crude ethanol extract of pliek u (EEP) was most active against all microbial strains. The ethanol extract of

pliek u residue (EERP) obtained from pliek u previously extracted by hexane was active toward bacterial strains and crude hexane extract of pliek u (EHP) was only active against C. albicans. The research concluded that crude ethanol extract of pliek u (EEP) showed significant (P<0.05) antimicrobial activity.

Keywords: Aceh fermented food, coconut, pliek u oil, pliek u, antimicrobial activity

Pendahuluan

Kelapa (Cocos nucifera L) telah digunakan baik sebagai makanan maupun obat selama berabad-abad di seluruh negara, termasuk Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Indonesia. Masyarakat Aceh secara turun menurun telah menggunakan daging buah dan minyak kelapa terfermentasi (diperam) yang diproses secara tradisional. Proses fermentasi makanan erat kaitannya dengan mikroorganisme atau enzim, yang menyebabkan produk yang dihasilkan menjadi lebih baik dibandingkan bahan asal, dan juga menghasilkan senyawa metabolit yang bersifat antimikrob (Djien 1982; Battcock dan Azam-Ali 1998). Salah satu makanan fermentasi tradisional yang didalamnya mengandung senyawa antimikrob adalah tempe, yang dihasilkan oleh

Rhizopus oligoporus selama proses fermentasi (Wang dan Hesselltine 1979; Djien 1979, Ginandjar 2000).

Minyak kelapa yang dihasilkan dikenal dengan nama minyak pliek uterdiri dari

minyeuk simplah dan minyeuk brok yang digunakan sebagai minyak goreng dan juga dimanfaatkan sebagai obat untuk sakit kepala, luka, menurunkan panas, sakit persendian dan sakit perut. Ampas kelapa yang diperoleh setelah diambil minyaknya


(29)

disebut pliek u (patarana), yang digunakan sebagai bumbu masak dan sambal serta pakan unggas.

Minyak kelapa mengandung berbagai bahan aktif yang berpengaruh sebagai bahan terapi. Secara tradisional, pengobatan yang menggunakan minyak kelapa dilakukan untuk mengobati beragam gangguan kesehatan, yaitu mulai dari pengobatan penyakit kulit, saluran pencernaan, penyakit kelamin hingga influenza (Fife 2005). Minyak kelapa digunakan sebagai media dalam pemberian obat melalui oral (Mahran 1991). Kandungan lemak dalam daging dan minyak kelapa merupakan komponen fungsional yang sangat bermanfaat secara fisiologis, terutama sebagai antimikrob (Enig 2002). Asam lemak bebas dan monogliseridanya terbukti memiliki aktivitas antimikroba terhadap berbagai mikrob (Nair et al. 2005), serta tidak menimbulkan resistensi (Kabara 2000).

Aktivitas bahan alami sebagai antimikrob yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti herbal, bumbu dan minyak dapat dilakukan dengan mengetahui spektrum aktivitas antimikrob berdasarkan kemampuannya menghambat berbagai mikrob. Menurut Cowan (1999, Naidu 2000), aktivitas antimikrob senyawa yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat diawali dengan mendeteksi ada tidaknya aktivitas antimikrob, kemudian pengujian terhadap sifat-sifat antimikrob, kemanjuran secara in vitro dan in vivo serta identifikasi struktur, mekanisme dan kapasitasnya.

Diduga selama proses pengolahan minyak pliek u dan pliek u terjadi berbagai perubahan sehingga menghasilkan berbagai metabolit yang mempunyai aktivitas antimikrob. Senyawa tersebut dapat terbentuk dari bahan asal ataupun juga karena dihasilkan oleh mikrob selama proses fermentasi. Senyawa alami yang dihasilkan oleh mikrob pada proses fermentasi dapat diekstraksi dan dipurifikasi, serta dapat digunakan sebagai antimikrob untuk mengawetkan makanan (Hoover 2000).

Oleh sebab itu perlu dilakukan penelusuran kandungan senyawa aktif di dalam minyak pliek u dan pliek u, sehingga potensi makanan fermentasi tradisional Aceh bisa dikembangkan sebagai sumber untuk menghasilkan bahan baku antimikrob. Sampai saat ini informasi mengenai minyak pliek u dan pliek u masih sangat sedikit terutama yang berkaitan dengan proses, kemampuan serta manfaatnya sebagai makanan kesehatan. Penelitian ini merupakan suatu kajian awal sehingga pengamatan terhadap proses pembuatan minyak pliek u dan pliek u juga dilakukan untuk memperoleh informasi ilmiah yang mendukung manfaat makanan tradisional Aceh sebagai makanan sehat.


(30)

Metode Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi-Biokimia dan di Laboratorium Satwa Langka dan Konservasi Alam, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB)-Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor sejak Januari 2006 sampai September 2007. Tahap 1, 2, dan 3 pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Minyak Pliek u dan Pliek u

Makanan tradisional Aceh merupakan bahan utama dalam penelitian ini, yang terdiri dari minyak pliek u dan pliek u. Bahan tersebut diperoleh dari tempat produksi rumah tangga, berlokasi di Desa Redeup, Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Pada penelitian ini juga dilakukan pengamatan terhadap proses pembuatan minyak pliek u dan pliek u (tahap 1 pada Lampiran 1).

Kultur Mikrob

Kultur mikrob terdiri dari Bacillus subtilis (koleksi Dr. Ir. Lisdar I. Sudirman).

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, isolat yang diperoleh dari Laboratorium Bakteriologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor. Salmonella Enteritidis, yang diperoleh dari Laboratorium pribadi milik J. Sri Poernomo, Cimanggu Bogor. Bacillus cereus BCC 2118, Pseudomonas aeruginosa BCC 2137 dan Pseudomonas fluorescens

FNCC 070 berasal dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Candida albicans, isolat klinik dari Laboratorium Mikologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Uji Kandungan Gizi Minyak Pliek u dan Pliek u

Pengujian terhadap kandungan gizi (kadar lemak, protein, karbohidrat, air dan abu) minyak pliek u dan pliek u dilakukan dengan uji proksimat berdasarkan AOAC (1980). Prosedur pengujian dapat dilihat pada Lampiran 2.

Ekstraksi Pliek u

Ekstraksi pliek u dikerjakan sesuai dengan prosedur Duraipandiyan et al. (2006) dan Sudirman (2005a). Ekstraksi pliek u merupakan tahap 2 pada tahapan penelitian (Lampiran 1). Ekstraksi pertama dilakukan dengan menambahkan pliek u 20 g dalam 200 ml heksan (1:10 b/v). Campuran tersebut dikocok menggunakan refrigerated


(31)

incubator shaker Innova 4230 (New Branswick scientific, Edison, USA) dengan kecepatan 130 rpm pada suhu 28oC, kemudian disaring menggunakan fritted glass filter yang disambungkan dengan pompa vakum. Residu pliek u diekstraksi kembali dengan heksan (1:10 b/v) sebanyak dua kali dengan cara yang sama. Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator putar (Bütchi, Switzerland) pada suhu

40-50oC dengan tekanan 335 mBAR untuk heksan, menghasilkan ekstrak kasar

heksan dari pliek u (EHP). Tahap proses ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 3. Residu pliek u yang diperoleh setelah diekstrak dengan heksan, diekstrak kembali dengan etanol 96% (1:10 b/v) dengan cara yang sama sebanyak tiga kali (lampiran 3). Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator putar (Bütchi, Switzerland) pada suhu 40-50oC dengan tekanan 175 mBAR. Selanjutnya ekstrak yang diperoleh dipekat ulang menggunakan kompresor udara untuk mendapatkan ekstrak etanol dari residu setelah pliek u diekstrak dengan heksan (EERP).

Ekstraksi yang kedua dilakukan dengan menambahkan pliek u 20 g dalam 200 ml etanol 96% (1:10 b/v). Campuran tersebut dikocok menggunakan refrigerated incubator shaker Innova 4230 (New Branswick scientific, Edison, USA) dengan kecepatan 130 rpm pada suhu 28oC, kemudian di saring menggunakan fritted glass filter yang disambungkan dengan pompa vakum. Residu pliek u diekstraksi kembali dengan etanol (1:10 b/v) sebanyak dua kali dengan cara yang sama. Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator putar (Bütchi, Switzerland) pada suhu 40-50oC dengan tekanan 175 mBAR. Selanjutnya ekstrak yang diperoleh dipekat ulang menggunakan kompresor udara untuk mendapatkan ekstrak kasar etanol dari

pliek u (EEP). Tahap proses ekstraksi dapat di lihat pada Lampiran 4.

Uji Aktivitas Antimikrob (Metode Difusi Agar Cakram Kertas)

Pengujian aktivitas antimikrob minyak pliek u dan ekstrak dari pliek u

dikerjakan sesuai prosedur Sudirman (2005a), menggunakan cakram kertas diameter 13 mm. Prosedur penelitian ini termasuk ke dalam tahap 3 (Lampiran 1). Minyak

pliek u (minyeuk simplah/MS dan minyeuk brok/MB), serta ekstrak pliek u (EHP, EERP dan EEP), masing-masing sebanyak 100 μl (99.0-100.5 mg) diteteskan di atas kertas cakram (Schleicher & Schuell, MicroScience GmbH, Dassel Germany), kemudian dikeringkan menggunakan alat pengering rambut (International compact, 220V 350 W) pada suhu 40-42ºC. Selanjutnya disterilisasi dengan sinar UV (254 nm) selama 30 menit di dalam laminar airflow cabinet (Formagro Karyanusa).


(32)

Cakram kertas diletakkan di atas media agar yang mengandung mikrob uji (106 cfu/ml), dipreinkubasi pada suhu 10ºC selama 3 jam, lalu diinkubasi pada suhu pertumbuhan optimal masing-masing mikrob uji. Suhu inkubasi untuk bakteri 37ºC selama 24 jam, sedangkan untuk C. albicans pada suhu kamar (26-28ºC) selama 2-3 hari. Sebagai kontrol digunakan pelarut heksan dan etanol, minyak kelapa yang dijual secara komersil yaitu Virgin Coconut Oil serta antibiotik (amoksisilin, kloramfenikol, tetrasiklin, Kimia Farma) yaitu masing-masing 25 μg dalam 100 μl akuades steril per cakram kertas dan candistin (Pharos) sebanyak 100 μl yang mengandung 10000 IU nystatin per cakram kertas. Media agar yang digunakan untuk bakteri digunakan agar Mueller-Hinton, sedangkan untuk C. albicans digunakan agar Potato Dextrose. Kriteria penetapan aktivitas antimikrob berdasarkan Ela et al. (1996), diacu dalam Elgayyar et al. (2001), yaitu antimikrob aktif dan sangat aktif (zona hambatan >11 mm), aktif sedang (6 mm < zona hambatan <11 mm) dan tidak aktif (zona hambatan <6 mm).

Analisis Data

Rata-rata zona hambatan yang terbentuk merupakan data aktivitas antimikrob minyak pliek u dan ekstrak dari pliek u yang dianalisis dengan Anova. Apabila terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Sebelum dianalisis, data ditransformasikan ke dalam √ karena ada data dalam angka nol. Data ditampilkan sebagai rata-rata ± standar deviasi (SD). Analisis statistik dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 13 for windows. Data ditampilkan dalam bentuk gambar dan tabel.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Pengamatan Proses Pembuatan Minyak Pliek u dan Pliek u

Penelitian ini diawali dengan mengamati proses pembuatan minyak pliek u dan

pliek u (Gambar 3 dan Lampiran 5). Proses membuat minyak pliek u dan pliek u

dilakukan selama beberapa hari (± 20 hari) dengan cara mengeramkan (fermentasi secara tradisional) daging buah kelapa tanpa menambahkan mikrob apapun.

Menurut masyarakat Aceh, produk ini diproses secara turun menurun dari orang tua mereka dan terjadi tanpa disengaja. Proses fermentasi ini terdiri dari tiga tahap fermentasi, yaitu pengeraman buah kelapa, pengeraman daging buah kelapa dan pengeraman serta penjemuran daging buah kelapa. Pada tahap pertama, buah kelapa


(33)

dibelah (tidak sampai terbuka) dan airnya dibuang, kemudian dibiarkan selama 4-5 hari. Setelah itu daging buah kelapa dikukur dan ditempatkan dalam wadah tertutup. Selanjutnya dibiarkan selama beberapa hari (4-5 hari) pada suhu kamar (29-36°C) yang tidak terpapar cahaya. Tahap ini merupakan tahap kedua (Lampiran 5). Minyak

yang terbentuk pada tahap ini didiambil, minyak tersebut adalah minyeuk

simplah/minyeuk retek.

Gambar 3 Tahap proses pembuatan minyak pliek u dan pliek u. (a) buah kelapa yang sudah dibuang airnya dan dibiarkan 4-5 hari; (b,c,d) daging buah kelapa yang sudah dikukur dan dibiar 5 hari sampai keluar minyeuk simplah; (e,f,g,h,i) proses penjemuran, pengeraman dan pemerasan untuk memperoleh minyeuk brok dan pliek u.

Tahap selanjutnya adalah tahap ketiga. Pada tahap ini dilakukan penjemuran, pengeraman (fermentasi) dan pengepresan terhadap residu yang dihasilkan pada tahap 2, yang dilakukan selama beberapa hari (≥5 hari) pada suhu kamar (29-36°C). Minyak yang diperoleh pada tahap ini disebut minyeuk brok. Residu yang diperoleh disebut

pliek u atau patarana, tetapi masyarakat umumnya menyebut pliek u. Makanan yang berbahan mentah dari tumbuh-tumbuhan ini (daging buah kelapa) memberikan manfaat beragam bagi masyarakat Aceh, yaitu sebagai makanan dan juga sebagai

b

a c

d

h

g i


(34)

obat. Pliek u dijadikan bumbu masak untuk membuat masakan Gulé pi’u yang dicampur dengan sayuran dan ikan kering (Hurgronje 1985).

Nama-nama yang diberikan untuk produk yang dihasilkan pada proses fermentasi tersebut sejak lama sudah dikenal, yang dapat dilihat pada kamus Aceh Indonesia dan juga Aceh Belanda (Bakar et al. 1985; Djajadiningrat dan Drewes 1934). Selama pembuatan minyak pliek u dan pliek u tidak sedikitpun menggunakan pembakaran, namun hanya penjemuran menggunakan sinar matahari setelah minyak

pliek u pertama diambil. Proses untuk membuat minyak pliek u dan pliek u juga memerlukan alat-alat khusus, yang terdiri dari klah, peungarat, prah dan linông

(Djajadiningrat dan Drewes 1934), dan apet awe (informasi dari masyarakat). Alat-alat tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Perkembangan makanan fermentasi pada awalnya terkait dengan masa simpan yang singkat dari suatu bahan pangan dan kebutuhan manusia akan zat gizi. Proses fermentasi merupakan proses pengawetan makanan tertua kedua setelah pemanasan, yang terjadi secara sengaja atau tanpa disengaja. Selama berabad-abad, pengetahuan tentang teknologi fermentasi tradisional diturunkan dari orang tua kepada anaknya (teradaptasi dari satu generasi ke generasi berikutnya). Produk dan cara yang mereka lakukan menghasilkan produk yang lebih baik dari bahan asal (Battcock dan Azam-Ali 1998).

Masyarakat Indonesia memiliki beragam budaya yang juga terkait dengan beragam makanan tradisional yang dihasilkan, termasuk makanan fermentasi tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (Winarno 1982). Produk-produk fermentasi tradisional dari Indonesia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan sudah sangat dikenal diantaranya tempe, oncom, tape, brem, kecap, tauco, nata dan tempoyak (Ginandjar 2000). Beberapa makanan fermentasi tradisional tersebut memberikan kontribusi yang baik bagi manusia sebagai sumber protein, kalori dan vitamin.

Minyak Pliek u, Pliek u dan Ekstrak dari Pliek u

Proses fermentasi daging buah kelapa merupakan proses ekstraksi alami untuk mendapatkan minyak kelapa secara tradisional. Bentuk fisik minyak pliek u dan pliek u yang sudah digunakan sebagai makanan sejak lama oleh masyarakat NAD dapat dilihat pada Gambar 4. Minyeuk simplah (Gambar 4a) berwarna kuning pucat seperti minyak virgin coconut oil (VCO). Minyeuk simplah tidak begitu mengeluarkan bau menyengat khas minyak pliek u dibandingkan minyeuk brok (Gambar 4b). Setelah


(35)

minyak diperoleh, maka residu (ampas) yang dihasilkan disebut pliek u (Gambar 4c). Minyak pliek u dan pliek u mudah dikenal karena memberikan bau dan rasa yang khas.

Gambar 4 Minyak pliek u dan pliek u. (a) Minyeuk simplah; (b) Minyeuk brok; (c) Pliek u

Informasi mengenai gizi minyeuk pliek u dan pliek u perlu diketahui berkaitan dengan fungsinya sebagai makanan yang menjadi konsumsi masyarakat dan juga sebagai pakan ayam. Berdasarkan analisis proksimat pada minyak pliek u dan pliek u

(Tabel 1) menunjukkan bahwa pliek u masih mengandung lemak, walaupun kadar lemaknya lebih rendah dibandingkan kadar lemak dalam daging buah kelapa (Thieme 1968, diacu dalam Ketaren 2005). Komponen gizi yang masih terdapat dalam pliek u

bisa dijadikan sebagai informasi yang dapat mendukung fungsi pliek u sebagai

makanan. Kadar lemak minyak pliek u sangat tinggi hampir mencapai 100%,

sedangkan kadar lemak pliek u hanya 4.94%.

Tabel 1 Komposisi minyak pliek u dan pliek u berdasarkan analisis proksimat

Komponen Minyeuk simplah

(%)

Minyeuk brok

(%)

Pliek u

(%)

Air Lemak Protein Karbohidrat Serat kasar Total Abu

0.27 99.05 0.31 - - -

4.40 99.12 0.52 - - -

18.97 4.94 23.56 47.44 15.72 8.34

Ekstrak Pliek u

Pengamatan terhadap ekstrak pliek u yang diekstrak dari 20 gr pliek u yang menggunakan etanol dan heksan memberikan hasil sebagai berikut, yaitu ekstrak

kasar etanol dari pliek u (EEP) menghasilkan ekstrak lebih banyak 14.4 g


(36)

dibandingkan dengan ekstrak kasar heksan dari pliek u (EHP) sebesar 7.03 g dan ekstrak etanol dari residu pliek u (EERP) sebesar 6.65 g (Tabel 2 dan Gambar 5).

Kandungan lemak dalam minyak kelapa mempunyai peran sangat berarti bagi minyak kelapa yaitu sebagai sumber nutrisi juga sebagai antimikrob (Enig 2002). Aktivitas antimikrob dipengaruhi oleh jenis lemak yang terdapat di dalam minyak kelapa yaitu monogliserida yang disintesis dari asam lemak rantai sedang yang memberi aktivitas antimikrob terhadap beberapa mikroorganisme (Wang dan Johnson 1992; Kabara 2000).

Tabel 2 Sifat fisik minyak pliek u dan ekstrak pliek u

Nama Bahan Ciri-ciri fisik

Warna Konsistensi Volume ekstrak

(g)

Bau/Rasa Minyak

pliek u

Minyeuk simplah (MS)

Kuning pucat Cair - menyerupai bau khas

minyak kelapa

Minyeuk brok

(MB)

kuning Cair - Bau asam khas

minyak pliek u

Ekstrak kasar

pliek u

Ekstrak kasar heksan (EHP)

Kuning pucat Cair 7.03 menyerupai bau khas

minyak kelapa Ekstrak

Etanol (EERP)

Kuning kecoklatan

gel 6.65 Bau sepat/pahit

Ekstrak kasar Etanol (EEP)

Coklat kehitaman

Cair-endapan 14.4 Bau sepat/pahit dan

asam khas pliek u

Gambar 5 Ekstrak pliek u. (a) Ekstrak kasar etanol (EEP), (b) Ekstrak kasar heksan (EHP), (c) Ekstrak etanol residu (EERP)

Pengamatan terhadap bau, rasa, warna, volume ekstrak dan konsistensi masing-masing ekstrak menunjukkan adanya perbedaan. Ekstrak kasar heksan tidak mengeluarkan bau yang menyengat seperti minyak pliek u (minyeuk brok) dan pliek u. Ekstrak etanol residu dan ekstrak kasar etanol mengeluarkan bau yang hampir sama dengan bau khas pliek u, berbau dan berasa sepat atau pahit.


(37)

Aktivitas Antimikrob Minyak Pliek u dan Ekstrak Pliek u

Aktivitas antimikrob minyak pliek u dan ekstrak pliek u menghasilkan zona hambatan yang bervariasi terhadap bakteri Gram positif, bakteri Gram negatif dan

C. albicans, disajikan pada Tabel 3 dan 4, Gambar 6 serta Lampiran 6.

Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0.05) pada zona hambatan masing-masing mikrob uji. Hasil uji lanjut jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa aktivitas antimikrob EEP dan EERP mempunyai aktivitas yang sama terhadap bakteri Gram positif, sedangkan EHP tidak aktif terhadap bakteri. EHP mempunyai aktivitas lebih besar terhadap C. albicans

dibandingkan EEP, sedangkan EERP tidak aktif terhadap C. albicans.

Tabel 3 Aktivitas antimikrob minyak pliek u dan ekstrak pliek u terhadap bakteri Gram positif dan Candida albicans

Jenis Antimikrob

Rata-rata Zona Hambatan (mm) Bacillus cereus

BCC 2118

Bacillus subtilis

Staphylococcus aureus

Candida albicans

Minyak Pliek u MS 2.67±0.47b 0a 0 a 2±0b

MB 4.67±0.94c 0a 5.33±0.94 b 8±0.8c

Ekstrak Pliek u ekstrak heksan (EHP) 6.67±0.47d 0a 0 a 17.33±0.94f Ekstrak etanol (EERP) 19.67±0.47f 10.33±0.94c 18.33±0.47 d 0a Ekstrak etanol (EEP) 20.33±0.47f 10.67±0.47c 19.33±0.47 d 10.67±0.47d

Amoksisilin 0a 0a 0 a TD

Kloramfenikol 21.33±0.94f 0a 0 a TD

Tetrasiklin 12.00±0e 7.00±0b 13.33±0.94 c TD

Nystatin TD TD TD 13.67±1.24e

Keterangan: TD (Tidak Diuji); a-e Superskrip yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05)

Apabila kriteria aktivitas antimikrob yang diuji berdasarkan pada pendapat Ela

et al. (1996), diacu dalam Elgayyar et al. (2001), maka minyak pliek u, yaitu MS tergolong tidak aktif, sedangkan MB digolongkan aktif sedang terhadap C. albicans. EEP tergolong sangat aktif terhadap bakteri dan aktif sedang terhadap C. albicans. EERP sangat aktif terhadap bakteri, namun tidak aktif terhadap C. albicans, sedangkan EHP tidak aktif terhadap bakteri, namun sangat aktif terhadap C. albicans.

Aktivitas antibakteri yang disebabkan oleh EERP hampir sama dengan EEP dengan rata-rata masing-masing zona hambatan adalah 18.05 mm dan 17.99 mm (Tabel 3 dan Tabel 4). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan dan sensitifitas mikrob terhadap antimikrob berbeda diantara strain mikrob. Secara umum terdapat perbedaan sensitifitas antara bakteri Gram negatif dan bakteri Gram positif yang diakibatkan oleh EERP dan EEP. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan


(38)

rata-rata zona hambatan yang bervariasi antara bakteri uji (Tabel 3 dan Tabel 4).

Minyeuk simplah tidak aktif terhadap bakteri dan C. albicans. Ekstrak kasar EHP

hanya mempunyai aktivitas kecil terhadap B. Cereus. Berdasarkan pengamatan

menunjukkan bahwa EEP, EHP dan minyeuk brok aktif terhadap C. albicans.

Tabel 4 Aktivitas antimikrob minyak pliek u dan ekstrak pliek u terhadap bakteri Gram negatif

Jenis Antimikrob

Rata-rata Zona Hambatan (mm) Pseudomonas

aeruginosa BCC 2137

Pseudomonas fluorescens

FNCC 070

Escherichia coli

Salmonella Enteritidis

Minyak Pliek u

MS 0a 0a 0 a 0a

MB 0a 1.67±0.47b 1.67±0.47 b 2.67±0.94b

Ekstrak Pliek u

Ekstrak heksan (EHP) 0a 3.00±0.81b 0 a 0a

Ekstrak etanol (EERP) 20.33±1.24b 20.33±0.47d 16.00±0 c 21.33±1.24d Ekstrak etanol (EEP) 18.67±1.24b 18.33±1.69d 15.33±0.47 c 23.33±0.47d

Amoksisilin 0a 0a 0 a 13.66±1.24c

Kloramfenikol 0a 9.33±0.47c 15.33±0.47 c 22.66±1.69d

Tetrasiklin 0a 9.33±0.94c 0 a 28.33±0.47e

Keterangan: a-e Superskrip yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05)

Aktivitas antimikrob sangat dipengaruhi oleh 1) jenis antimikrob (konsentrasi dan polaritas), 2) jenis mikrob, dan 3) metode uji yang digunakan (Maguire 2000). Pengujian menggunakan metode difusi agar cakram kertas dipengaruhi oleh jenis dan ukuran cakram kertas, pH dan sifat media, konsentrasi dan kemampuan antimikrob berdifusi ke dalam media, jenis mikrob yang digunakan serta komponen yang terdapat di dalam senyawa tersebut (Branen 1993).

Perbedaan ukuran zona hambatan dari satu mikrob uji yang disebabkan oleh senyawa antimikrob (minyak pliek u dan ekstrak pliek u) yang berbeda mungkin dipengaruhi oleh cara/proses untuk mendapatkan senyawa antimikrob tersebut dan tahap proses fermentasi (Gambar 6). Berdasarkan pengujian menunjukkan bahwa minyak tidak mempunyai aktivitas terhadap bakteri uji, karena minyak pliek u

mungkin belum mengandung senyawa antimikrob yang bisa berpengaruh terhadap bakteri dan C. albicans. Minyak pliek u yang diperoleh dari proses tahap pertama menunjukkan tidak memiliki aktivitas penghambat. Kemungkinan proses fermentasi pada tahap pertama hanya berperan menarik minyak dari jaringan, sehingga minyeuk simplah belum mengandung senyawa antimikrob.

Minyeuk brok yang dihasilkan pada tahap kedua kemungkinan sudah mendekati proses fermentasi yang hampir sempurna, sehingga hanya memperlihatkan aktivitas


(39)

terhadap C. albicans. Aktivitas antimikrob dari ekstrak yang diperoleh dari pliek u

yang berasal dari proses tahap ketiga memberikan aktivitas hambatan yang tergolong tinggi dan zona hambatan yang bervariasi terhadap mikrob uji. Pliek u berasal dari fermentasi yang sudah sempurna, yang menyebabkan senyawa dalam pliek u sudah aktif sebagai antimikrob. Proses tahap ketiga merupakan proses fermentasi yang dikombinasikan dengan penjemuran dan pengepresan.

Gambar 6 Zona hambatan yang terbentuk dari aktivitas EEP terhadap bakteri dan fungi. (a) S. aureus, (b) E. coli,(c) B. cereus dan (d) C. albicans. Ekstrak kasar etanol (EEP), ekstrak etanol residu (EERP), ekstrak kasar heksan (EHP), tetrasiklin (T), amoksisilin (A), kloramfenikol (K), candistin (Cd),

minyeuk simplah (MS), minyeuk brok (MB)

Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak dari bahan yang diduga mengandung minyak yaitu dengan cara rendering, mechanical expression dan solvent extraction (Ketaren 2005). Antimikrob dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dan purifikasi (Hoover 2000). Menurut Maguire (2000), efek senyawa antimikrob seperti minyak sangat tergantung dari metode ekstraksinya apakah menggunakan larutan organik atau tidak.

Ekstraksi dengan pelarut non-polar (ekstrak kasar heksan/EHP) hanya aktif terhadap C. albicans sedangkan ekstrak yang bersifat polar (ekstrak kasar etanol residu/EERP) yang diperoleh dari residu heksan hanya aktif terhadap bakteri. Tidak

b

c d

EEP

EEP EEP

a

EERP

EHP

A

K

T

MS MB

MS MB

MS

Cd T


(40)

adanya aktivitas EERP terhadap C. albicans menunjukkan bahwa ada komponen yang mungkin sudah terekstrak sebelumnya di dalam ekstrak kasar heksan (EHP). EEP yang diperoleh dari ekstraksi pliek u dengan etanol menyebabkan EEP mengandung sebagian senyawa non-polar, sehingga mempunyai aktivitas terhadap C. albicans, walaupun aktivitasnya lebih kecil dibandingkan EHP.

Penelitian ini menunjukkan bahwa C. albicans lebih sensitif terhadap komponen yang bersifat non polar, sedangkan bakteri lebih sensitif kepada komponen yang mengarah ke polar. Pada umumnya tumbuhan obat, bumbu, dan tumbuh-tumbuhan yang diduga memberikan efek yang baik terhadap kesehatan mempunyai aktivitas antimikrob sangat baik setelah diekstrak dengan pelarut yang lebih polar seperti etanol dan metanol (Duraipandiyan et al. 2006; Gupta et al. 2006; Rojas et al. 2006; Iroegbu dan Nkere 2005; Barbour et al. 2004; Voravuthikunchai et al. 2004; Shah et al. 2004; Okeke et al. 2001).

Polaritas suatu senyawa antimikrob mempengaruhi kemampuannya sebagai antimikrob yang berdasarkan sifat hidrofilik-lipofiliknya, sehingga kerja antimikrob lebih maksimum (Kanazawa et al. 1995). Sifat hidrofilik-lipofilik antimikrob menjamin aktivitasnya sebagai antimikrob, karena dapat mempengaruhi keseimbangan hidrofobik dinding sel mikrob (Branen 1993). Secara umum efek antibakteri minyak terjadi dalam dua kategori, yaitu, 1) secara langsung merusak membran sel, dan 2) secara tidak langsung berinteraksi dengan membran melalui peningkatan permiabilitas sel (Maguire 2000).

Simpulan

Ekstrak kasar etanol dari pliek u (EEP) berpotensi sebagai senyawa antimikrob, sedangkan ekstrak kasar heksan (EHP) dan minyak pliek u (MB) berpotensi sebagai senyawa antikandida dan ekstrak etanol residu (EERP) berpotensi sebagai antibakteri. Minyak pliek u (MS) tidak mempunyai aktivitas antimikrob. Perbedaan tahap proses pembuatan minyak pliek u dan pliek u berpengaruh pada aktivitas antimikrob. Antimikrob yang bersifat polar lebih aktif terhadap bakteri, sedangkan antimikrob yang bersifat non-polar lebih aktif terhadap. C. albicans


(41)

IV. PENENTUAN KONSENTRASI DAN NILAI LC50 EKSTRAK KASAR

ETANOL PLIEK U, MAKANAN FERMENTASI TRADISIONAL ACEH

(Determination of Concentration and LC50 value of Crude Ethanol Extract

of Pliek u, Aceh fermented traditional food)

Abstract

Pliek u has been consumed as spices and ingredient of hot sauce (sambal) and also used as poultry feed. These foods obtained from home industry in Reudep village at Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam. The crude ethanol extract of pliek u was obtained by extraction of pliek u with ethanol 96%. The concentration of crude ethanol extract of pliek u (EEP) was determined with the dilution method against five bacterial strains (Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Escherichia coli, Salmonella Enteritidis and Pseudomonas aeruginosa,) and one fungal strain (Candida albicans). The initial test of toxicity has been detected by using Artemia salina L. Lethality Test is conducted to determine the toxic concentration based on the LC50

value of EEP. The results indicated that crude EEP showed antimicrobial activity at a minimal inhibitory concentration (MIC) and a minimal microbicidal concentration (MMC) at 2.5-10 mg/ml and 10-20 mg/ml, respectively. The lethality concentration of crude EEP resulted the LC50 value at 3.36 mg/ml. The research concluded that

crude EEP was not toxic for A. salina L and needed further evaluation for

characterization antimicrobial compound of crude EEP.

Keywords: pliek u, Aceh fermented coconut, MIC, toxicity.

Pendahuluan

Ekstrak alami yang berbahan dasar tumbuh-tumbuhan seperti herbal, rempah-rempah lebih banyak dimanfaatkan sebagai makanan, bumbu bahkan sebagai obat. Salah satu jenis tumbuh-tumbuhan yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sejak ratusan tahun yang lalu adalah kelapa (Cocos nucifera L). Daging buah dan minyak kelapa digunakan sebagai makanan dan obat untuk mengobati penyakit kulit, saluran pencernaan, penyakit kelamin hingga influenza (Fife 2005). Komponen terbesar asam lemak jenuh pada daging buah dan minyak kelapa adalah asam laurat (48-50%), yang sangat berperan dalam makanan karena berkaitan dengan fungsinya sebagai antibakteri, antijamur, antivirus dan antiprotozoa (Enig 2000) serta tidak toksik terhadap mukosa (Kabara 2000).

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil beragam makanan fermentasi, seperti tempe, oncom, tempoyak. Tempe merupakan produk fermentasi tradisional

yang mengandung senyawa antimikrob (Winarno 1982; Ginandjar 2000). Pliek u

merupakan salah satu produk fermentasi asal Aceh. Pliek u diperoleh dari daging buah kelapa yang difermentasi tanpa disengaja selama beberapa hari untuk mendapatkan minyak pliek u (Bakar et al. 1985; komunikasi langsung). Berdasarkan penelitian


(1)

Lampiran 11 Jumlah mikrob feses mencit (log cfu/g) setelah diberikan EEP per oral

Mencit

Jumlah mikrob feses mencit

EEP I EEP II EEP 0

n1 34.106 41 . 105 47 . 106

n2 37.106 35 . 105 57 . 106

n3 31.106 29 . 105 26 . 106

total 102 .106 105 . 105 130 . 106

rata-rata 3.4 .107 3.5 . 106 4.33 . 107

log cfu/g 7.53 6.54 7.63


(2)

Lampiran 12 Pengaruh pemberian EEP per oral terhadap berat hati dan ginjal mencit

Tabel 1 Pengaruh pemberian EEP per oral terhadap berat hat mencit

Perlakuan Mencit Berat hati (g)

Berat badan (g)

Berat hati/berat badan (%)

Rataan ± SD EEP 0 1 1.58 28.15 5.61

2 1.35 27.2 4.96 6.05±1.36

3 2.23 29.43 7.58

EEP I 1 1.89 30.64 6.17

2 2.17 28.91 7.50 6.96±0.69

3 2.08 28.82 7.21

EEP II 1 2.45 29.11 8.42

2 2.05 29.42 6.97 7.73±0.72

3 2.35 30.13 7.79

Keterangan: EEP I (370 mg/kg bb), EEP II (733 mg/kg bb), EEP 0 (kontrol)

Tabel 2 Pengaruh pemberian EEP per oral terhadap berat ginjal mencit

Perlakuan Mencit Berat ginjal (g)

Berat badan (g)

Berat ginjal/berat badan (%)

Rataan ± SD EEP 0 1 0.52 28.15 1.85

2 0.43 27.2 1.58 1.79±0.19

3 0.57 29.43 1.94

EEP I 1 0.59 30.64 1.93

2 0.57 28.91 1.97 2.01±0.1

3 0.61 28.82 2.12

EEP II 1 0.57 29.11 1.96

2 0.61 29.42 2.07 2.02±0.5

3 0.61 30.13 2.02


(3)

Lampiran 13 Hasil pengukuran tingkat kerusakan hati mencit

Tabel 1 Hasil p engukuran tingkat kerusakan hati berdasarkan 10 lapang pandang pada mencit yang tidak diberikan EEP

Ulangan Parameter Lapang pandang

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 IK1 Sitoplasma 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1

nukleus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

P. darah 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 IK2 Sitoplasma 1 1 3 3 3 2 2 3 2 2

nukleus 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1

P. darah 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 K3 Sitoplasma 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2

nukleus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

P. darah 0 2 2 2 0 0 0 2 2 2 Tabel 2 Hasil pengukuran tingkat kerusakan hati berdasarkan 10 lapang pandang pada

mencit yang diberikan EEP (370 mg/kg bb)

Ulangan Parameter Lapang pandang

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 EK1 Sitoplasma 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1

Nukleus 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1

P. darah 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 EK2 Sitoplasma 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2

Nukleus 1 2 2 2 0 0 2 2 2 1

P. darah 1 1 1 1 3 3 3 3 3 3 EK3 Sitoplasma 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2

Nukleus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

P. darah 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 Tabel 3 Pengukuran tingkat kerusakan hati berdasarkan 10 lapang pandang pada

mencit yang diberikan EEP (733 mg/kg bb)

Ulangan Parameter Lapang pandang

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 FK1 Sitoplasma 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

nukleus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

P. darah 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 FK2 Sitoplasma 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2

nukleus 1 1 2 2 0 0 2 2 2 1

P. darah 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 FK3 Sitoplasma 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

nukleus 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1


(4)

Lampiran 14 Hasil pengukuran tingkat kerusakan ginjal mencit

Tabel 1 Hasil pengukuran tingkat kerusakan ginjal berdasarkan 10 lapang pandang pada mencit yang tidak diberikan EEP

Ulangan Parameter Lapang pandang

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 IK1 Glomerulus 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1

Tubulus 4 3 1 1 1 3 1 3 3 3 IK2 Glomerulus 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 Tubulus 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 IK3 Glomerulus 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1

Tubulus 4 1 1 1 1 1 1 2 1 1

Tabel 2 Hasil pengukuran tingkat kerusakan ginjal berdasarkan 10 lapang pandang pada mencit yang diberikan EEP (370 mg/kg bb)

Ulangan Parameter Lapang pandang

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 EK1 Glomerulus 4 1 1 4 1 1 0 1 1 1

Tubulus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 EK2 Glomerulus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Tubulus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 EK3 Glomerulus 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Tubulus 1 1 1 1 4 1 4 4 1 4 Radang interstisial 20%

Tabel 3 Hasil pengukuran tingkat kerusakan ginjal berdasarkan 10 lapang pandang pada mencit yang diberikan EEP (733 mg/kg bb)

Ulangan Parameter Lapang pandang

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

FK1 Glomerulus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Tubulus 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Radang interstial 10%

FK2 Glomerulus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Tubulus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 FK3 Glomerulus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Tubulus 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1


(5)

Lampiran 15 Hasil identifikasi komponen di dalam ekstrak etanol (EEP dan EERP)

Tabel 1. Hasil identifikasi komponen dalam EEP menggunakan GC-MS

No Komponen Jumlah RT dan area (%) Jumlah

1 Decanoic acid (asam kaprat) RT 14.51

Area (%) 0.91 0.91

2 Decanoic acid methyl ester RT 3.87

Area (%) 0.49 0.49

3 Dodecanoic acid (asam laurat) RT 19.23 19.76

Area (%) 9.61 1.15 10.76

4 Dodecanoic acid, methyl ester RT 6.35 6.91

Area (%) 6.06 1.99 8.05

5 Tetradecanoic acid (asam miristat) RT 24.14

Area (%) 4.73 5.24

6 Tetradecanoic acid methyl ester RT 9.32 9.94

Area (%) 4.63 2.71 7.34

7 Hexadecanoic acid (asam palmitat) RT 27.39 28.05 28.27 29.59

Area (%) 0.53 7.16 2.08 0.47 10.24

8 Hexadecanoic acid methyl ester RT 13.06 13.87

Area (%) 3.59 2.56 6.15

9 Hexadecanoic acid 2,3-dihydroxy RT 27.01

Area (%) 2.81 2.81

10 9-Hexadecenoic acid (asam palmitoleat) RT 28.56

Area (%) 2.39 2.39

11 Octadecanoic acid (asam stearat) RT 27.77 31.63

Area (%) 0.16 1.39 1.55

12 Octadecanoic acid methyl ester RT 17.55 18.44

Area (%) 2.32 1.38 3.7

13 9-Octadecenoic acid (asam oleat) RT 32.24 32.36 45.94

Area (%) 2.8 1.25 5.64 9.69

14 9-Octadecenoic acid methyl ester RT 17.96 18.77

Area (%) 2.84 1.73 4.57

15 9,12-Octadecadienoic acid (asam linoleat) RT 33.46

Area (%) 0.74 0.74

16 9,12-Octadecadienoic acid methyl ester RT 18.99

Area (%) 0.69 0.69

17 7,10,13-hexadecatienoic acid RT 46.47

Area (%) 1.06 1.06

18 9,12,15-octadecatrienoic acid RT 44.15

Area (%) 0.23 0.23

19 3-Dodecendiena RT 42.37 42.44

Area (%) 13.40 5.96 19.36

20 1,4-cyclononadiena RT 35.50

Area (%) 3.09 3.09

21 Tetradecanedioic acid RT 22.32

Area (%) 0.51 0.51

22 Octanoic acid (asam kaprilat) RT 10.37

Area (%) 0.32 0.32


(6)

Lanjutan Lampiran 15

Tabel 2 Hasil identifikasi komponen dalam EERP menggunakan GC-MS

No Komponen Jumlah RT dan Area (%) Jumlah

1 Dodecanoic acid (asam laurat) RT 19.26 19.77

Area (%) 0.80 0.05 0.85

2 Dodecanoic acid, 2 hydroxy-1 RT 29.10 29.29 32.98 33.15

Area (%) 7.83 8.54 7.34 7.76 31.47

3 Tetradecanoic acid (asam miristat) RT 24.43

Area (%) 0.55 0.55

4 Hexadecanoic acid (asam palmitat) RT 24.95

Area (%) 0.01 0.01

5 Hexadecanoic acid 2,3-dihydroxy RT 28.02 29.63 35.96

Area (%) 1.45 11.60 0.61 13.66

6 Octadecenoic acid methyl ester RT 22.06 27.14 27.58 27.73 28.22 Area (%) 0.22 1.15 4.06 1.11 4.04 RT 28.41 28.58 35.67 37.08 Area (%) 1.91 1.52 0.80 0.08 14.89

7 9-Octadecenoic acid (asam oleat) RT 27.88 35.54

Area (%) 2.12 0.72 2.84

8 4-Dibenzofuramine RT 30.90 31.60 Area (%) 8.39 14.43 22.82

9 Etyl-2,2-difluoro-2-(4-propen-3 (piperadine) RT 33.57

Area (%) 12.71 12.71