BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi
Katak pohon Jawa Rhacophorus margaritifer Schlegel, 1837 yang memiliki sinonim Rhacophorus barbouri Ahl, 1927 dan Rhacophorus javanus
Boettger 1893 merupakan famili dari Rhacophoridae dan merupakan ordo dari Anura. Di Indonesia, suku Rhacophoridae terbagi ke dalam 5 genus yaitu :
Nytixalus 2 jenis, Philautus 17 Jenis, Polypedates 5 Jenis, Rhacophorus 20 jenis dan Theloderma 2 jenis Frost 2009. Dari seluruh jenis famili
Rhacophoridae yang ada di Indonesia, hanya ada 8 jenis yang dapat ditemukan di Pulau Jawa, dengan 2 jenis diantaranya berasal dari genus Rhacophorus yaitu
Rhacophorus margaritifer dan Rhacophorus reindwartii Iskandar 1998.
2.2 Morfologi
Katak pohon Jawa berukuran kecil sampai sedang dengan tubuh relatif gembung. Jari tangan kira-kira setengah atau dua pertiganya berselaput. Semua
jari kaki kecuali jari keempat, berselaput sampai kepiringannya. Pada tumit terdapat tonjolan kulit Gambar 1a dan terdapat lipatan kulit flap sepanjang
pinggir lengan Gambar 1b Iskandar 1998 Kurniati 2003.
Gambar 1 Penciri utama katak pohon Jawa. Ket : a Tonjolan kulit b Tonjolan pada tumit.
a
b
Ukuran katak pohon Jawa sangat tergantung pada jenis kelaminnya. Individu katak jantan biasanya lebih kecil daripada individu katak betina.
Berdasarkan beberapa literatur, maka ukuran SVL Snout Venth Length yakni panjang dari moncong sampai tulang ekor tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan ukuran SVL katak pohon Jawa di Gunung Halimun Salak, Jawa Barat
Pencacah SVL
Katak jantan Katak betina
Iskandar 1998 50 mm
50-60 mm Kurniati 2003
36 – 45 mm
44 – 68 mm
Kusrini Fitri 2006 21,64 mm
39 – 63 mm
2.3 Habitat dan Penyebaran
Menurut Iskandar 1998 katak pohon Jawa biasanya hidup di hutan primer. Jenis ini biasanya hidup di daerah yang berhutan di pegunungan bahkan di
hutan yang sudah terganggu. Penyebaran hanya berada di Pulau Jawa Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur dengan ketinggian lebih dari 1000 mdpl
Frost 2009. Sampai saat ini, diketahui penyebarannya diketahui hanya terdapat di Pulau Jawa antara lain 2 daerah di Jawa Barat, 1 lokasi di Jawa Tengah, dan 1
daerah di Jawa Timur IUCN 2009. Lokasi di Jawa Barat yaitu di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Iskandar 1998 Kurniati 2003. 2.4 Perilaku Berbiak Amfibi
Menurut Duellman dan Trueb 1994, amfibi memiliki perilaku umum yaitu perilaku makan, perilaku berbiak, perilaku bersuara, dan perilaku bersosial.
Amfibi memiliki perilaku yang unik dan beranekaragam dalam hal perkembangbiakan. Keberhasilan berbiak tergantung dari pemilihan pasangan,
pemilihan lokasi berbiak, fertilisasi telur, dan perkembangan telur dan individu muda.
Perkembangan strategi berbiak tergantung dari pemilihan jodoh dan lokasi berbiak, percumbuan, keberhasilan perjodohan, dan perkembangan telur. Menurut
Goin et al. 1978 dan Hödl 2000, waktu perkembangbiakan amfibi sangat dipengaruhi oleh musim hujan dan suhu udara. Sebagai contoh, pada penelitian
jenis Rhacophorus malabaricus di India katak akan memanggil dengan
mengeluarkan suaranya setelah hujan ketiga atau keempat pada awal musim hujan Kadadevaru Kanamadi 2000.
2.4.1 Perilaku percumbuan Menurut Duellman dan Trueb 1994, perilaku percumbuan ordo Anura
dimulai dengan katak jantan mencari perhatian katak betina dengan menggunakan panggilan suara. Perilaku percumbuan merupakan suatu hal penting
dalam aktivitas berbiak, karena dapat menstimulasi individu lain utuk melakukan aktivitas seksual Goin dan Goin 1971.
Menurut Duellman dan Treub 1994, suara yang dikeluarkan oleh Anura terbagi atas :
a. Advertisement call: umumnya diketahui sebagai panggilan untuk berbiak. Suara yang dikeluarkan oleh individu katak jantan yang memiliki dua fungsi yaitu
untuk menarik perhatian katak betina dan menyatakan keberadaan individu katak jantan lain baik yang sejenis ataupun berbeda jenis. Ada tiga macam
advertisement call, yaitu : 1 Courtship call: dihasilkan oleh katak jantan untuk menarik perhatian katak
betina 2 Teritorial call: dihasilkan oleh katak jantan penetap sebagai suatu respon
terhadap advertisement call katak jantan lainnya pada intensitas yang di ambang batas
3 Encounter call: suara yang ditimbulkan akibat interaksi yang dekat antar individu katak jantan untuk menarik perhatian katak betina
b. Reciprocation call: dihasilkan oleh katak betina sebagai tanggapan terhadap suara Advertisement call yang dikeluarkan katak jantan.
c. Release call: suara yang merupakan sinyal untuk melakukan atau menolak amplexus yang dikeluarkan oleh individu katak jantan atau katak betina.
d. Distress call: suara yang sangat pelan yang dikeluarkan oleh individu katak jantan dan katak betina sebagai respon terhadap gangguan.
2.4.2 Perilaku berbiak Pada umumnya katak melakukan perkawinan eksternal dimana fertilisasi
berlangsung secara eksternal. Perkawinan pada katak disebut sebagai amplexus
dimana katak jantan berada di atas tubuh katak betina Duellman dan Treub 1994. Posisi amplexus dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2 Beberapa tipe amplexus. Ket : a Inguinal b Axilary c Cephalic d Straddle e Glued f Independent Sumber Gambar : Duellman
dan Trueb 1994. Menurut Duellman dan Treub 1994 beberapa tipe amplexus yang umum
terjadi pada anura yaitu: a.
Inguinal: kaki depan katak jantan memeluk bagian pinggang dari katak betina. Pada posisi ini kloaka dari pasangan tidak berdekatan.
b. Axillary: kaki depan katak jantan memeluk bagian samping kaki depan katak
betina. Posisi kloaka pasangan berdekatan c.
Cephalic: kaki depan katak jantan memeluk bagian kerongkongan katak betina
d. Straddle: kaki katak jantan menunggangi katak betina tanpa memeluk katak
betina e.
Glued: kaki katak jantan berdiri belakang katak betina dan mendekatkan kedua kloaka masing-masing
f. Independent: kedua katak saling membelakangi dan menempelkan kloaka
secara bersamaan. 2.4.3 Perilaku bersarang
Pembuatan sarang dan peletakan telur berkaitan dengan proses pengeringan, pemangsa, dan cahaya matahari Hofrichter 2000. Menurut Goin et al. 1987,
penggunaan tempat untuk bertelur bagi amfibi sangat beragam. Telur dapat
e f
d c
b
a
diletakkan di tempat terbuka, berada di atas air, di air yang mengalir, di bawah batu atau kayu lapuk, dan di lubang atau di daun yang di bawahnya terdapat air
menggenang. Menurut Duellman dan Treub 1994 beberapa tipe peletakan telur, yaitu :
a. Aquatic oviposition : telur terlindungi oleh gell yang dapat ditembus oleh sperma, diletakkan di permukaan air, dasar air, serasah di dalam air, tumbuhan
air, dan di sela-sela bebatuan. b. Arboreal oviposition : telur diletakkan pada dedaunan, batang, maupun pada
tumbuhan mati dan selanjutnya terbawa oleh air hujan dan terlarutkan pada suatu genangan air.
c. Foam-nest construction : telur diletakkan pada busa yang dibuat dari hasil aktivitas setelah amplexus dengan gerakan kaki katak betina. Peletakan sarang
berada di dekat perairan, di atas perairan, maupun lokasi yang sering di aliri air. Beberapa jenis amphibi seperti Gastrotheca walkeri, peletakan telur adalah
di tubuh katak betina. Setelah telur dikeluarkan dan dibuahi telur dimasukkan ke dalam kantung yang berada pada tubuh katak betina. Pada jenis Flectonotus
goeldii dan Epipedobates tricolor telur diletakkan di atas punggung katak betina dan pada jenis Rheobatrachus silus telur katak yang telah dibuahi dimasukan ke
dalam mulutnya selama enam sampai tujuh bulan sampai telur berubah menjadi katak muda Hödl 2000. Laporan mengenai peletakan telur katak di Indonesia
antara lain dilaporkan oleh Yazid 2006 dan Irawan 2008. Menurut Yazid 2006, telur Rhacophorus reindwardtii di Kampus IPB
Dramaga diletakkan pada dua tempat yaitu 1 di daun di atas pohon merupakan hal yang umum; 2 di antara serasah dan rumput kemudian ditutupi dedaunan
kering yang ada di sekitarnya. Jika hujan deras, telur yang sudah bekembang menjadi berudu jatuh ke air atau terbawa oleh aliran air hujan menuju ke dalam
parit. Sementara itu, menurut Irawan 2008, telur katak pohon bergaris Polypedates leucomystax ditemukan menempel pada pinggiran genangan air
atau di antara tetumbuhan di atas genangan air.
BAB III METODE PENELITIAN