secara langsung ke Pantai sehingga sangat rentan terjadi pencemaran lingkungan. Hal tersebut cukup berbahaya mengingat terdapat banyak objek wisata bahari
disekitarnya yang sering menjadi tujuan wisata.
2.2. Batimetri
Batimetri berasal dari bahasa Yunani yaitu „bathy’ yang berarti kedalaman
dan „metry’ yang berarti ilmu pengukuran. Jadi batimetri merupakan ilmu pengukuran kedalaman, terutama di samudera dan laut serta memetakan topografi
dari kedalaman tersebut. Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut yang dinyatakan dengan angka-angka kedalaman dan garis-
garis kedalaman Pipkin et al., 1999. Indonesia memiliki kontur dan batimetri dasar laut yang sangat kompleks
karena adanya benturangesekan antara lempeng litosfer, yaitu lempeng Eurasia, Filipina, Pasifik dan Samudera Hindia-Australia. Benturan kedua lempeng
tersebut akan mengakibatkan salah satu lempeng akan bergerak relatif terhadap lempeng lain, sehingga di zona benturan ini akan terbentuk palung yang dalam.
Sebaliknya pada lempeng yang satunya akan terjadi penonjolan ke atas dimana energi panas dilepas dan membentuk gunung-gunung api Defrimilsa, 2003.
Kondisi batimetri suatu perairan dirangkum dalam suatu bidang datar yang disebut peta batimetri. Peta batimetri dalam bidang kelautan memiliki banyak
kegunaan seperti dalam penentuan alur pelayaran, pembangunan jaringan pipa bawah laut, navigasi, serta survei geologi kelautan. Peta batimetri juga berperan
dalam usaha penangkapan ikan secara langsung ataupun tidak langsung, karena pengetahuan mengenai topografi dasar perairan yang bervariasi dapat dilakukan
penangkapan dengan alat tangkap yang sesuai Defrimilsa, 2003.
Perairan Pemaron memiliki topografi perairan yang landai dengan kedalaman yang cukup bervariasi. Perairan Pemaron termasuk perairan yang
dangkal karena hanya memiliki kedalaman rata-rata sebesar 20 meter. Semakin ke arah laut lepas 200 meter dari pantai, kedalaman perairan dapat mencapai 250
meter. Pemodelan dispersi termal 2D cukup representatif dilakukan apabila lokasi penelitian tersebut tergolong perairan yang dangkal.
2.3. Pasang Surut
Pasang surut pasut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara periodik. Fenomena pasang surut dipengaruhi oleh
faktor astronomis serta faktor non-astronomis. Faktor astronomis diakibatkan oleh kombinasi gaya sentrifugal dan gaya tarik-menarik dari benda-benda astronomi
terutama oleh matahari dan bulan terhadap bumi. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya yang lebih kecil Pond
dan Pickard, 1983. Faktor non-astronomis yang mempengaruhi pasang surut terutama di perairan semi tertutup teluk antara lain adalah bentuk garis pantai
dan topografi dasar perairan Pond dan Pickard, 1983. Setiap perairan memiliki karakteristik pasut yang berbeda. Tipe pasut suatu
perairan dapat ditentukan oleh amplitudo dari berbagai komponen harmonik pasut yang memasuki suatu perairan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
respon setiap lokasi terhadap gaya pembangkit pasut. Jika suatu perairan mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, maka perairan
tersebut dikatakan memiliki pasut bertipe tunggal diurnal tide, namun jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari maka perairan tersebut
dikatakan bertipe ganda semidiurnal tide. Tipe pasut lainnya merupakan