II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Sayuran
Istilah ”sayuran” biasanya digunakan untuk merujuk pada tunas, daun, buah, dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian,
segarmentah atau dimasak. Sayuran biasanya dipanen bila tanaman segar dan kandungan airnya tinggi dan dengan demikian dibedakan dari tanaman pangan
yang lain Williams et al, 1991. Tanaman sayuran dikenal sebagai tanaman hortikultura. Hortikultura berasal dari bahasa latin yaitu hortus tanaman kebun
dan cultura budidaya, sehingga dapat diartikan pengusahaan tanaman di kebun atau di seputar tempat tinggal Janick, 1986 dalam Ashari, 1995. Hortikultura
mencakup budidaya tanaman pekarangan, budidaya tanaman buah, budidaya tanaman sayuran, dan budidaya tanaman hias. Menurut Terra 1948 dalam
Notohadinegoro, 2006 lahan yang baik untuk pengembangan hortikultura adalah lahan yang bertopografi datardataran dengan atau sedikit landai. Lahan yang
terlalu miring tidak cocok karena biasanya miskin unsur hara dan memerlukan penterasan untuk pengendalian erosi. Pemilihan tapak penanaman tanaman
sayuran yang baik sebetulnya lebih ditentukan oleh iklim seperti suhu, dan curah hujan.
Budidaya tanaman sayuran memerlukan pengelolaan dan perhatian yang lebih dari tanaman lain. Agar hasil bertanam sayuran maksimal, perlu
diperhatikan dasar usaha teknik budidaya bertanam, diantaranya pengolahan tanah, pemupukan, pengelolaan air, penyemaian benih, penanaman, dan
pemeliharaan tanaman.
Komoditas hortikultura yang memiliki prospek di masa depan adalah tanaman sayuran. Pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan tanaman sayuran
dalam negeri dengan produksi dalam negeri dan sebagian diimpor. Namun demikian, Indonesia masih mengimpor tanaman sayuran dalam jumlah yang besar
terutama dari Cina, Taiwan, dan Jepang.
2.2 Bahan Pembenah Tanah
Bahan pembenah tanah merupakan bahan-bahan sintetis atau alami bahan organik atau mineral berbentuk padat atau cair yang dapat memperbaiki sifat fisik,
kimia dan biologi tanah. Salah satu bahan pembenah tanah yaitu bahan organik. Bahan
organikkompos merupakan hasil penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Menurut
Soepardi 1983 bahan organik berfungsi sebagai pemantap tanah, pengatur aerasi dan cenderung dapat meningkatkan jumlah air yang tersedia bagi tanaman serta
berpengaruh terhadap hampir semua sifat fisik tanah kecuali tekstur. Bahan seperti ini merupakan bentuk aktif dilapuk dan menjadi sasaran serangan
organisme tanah, karena itu bahan ini merupakan bahan transisi dan harus terus menerus diperbaharui dengan penambahan sisa-sisa tanaman. Pupuk kandang juga
menyediakan kemungkinan pengembalian sejumlah besar bahan organik yang diambil tanaman.
Menurut Dalzell et al., 1987 bahan organik tanah terbentuk dari tanaman dan hewan yang telah mati. Bahan organik ini selalu mengandung C, H, dan O
serta bermacam-macam unsur anorganik tambahan seperti N, P, dan K. Akibat temperatur yang tinggi di tanah-tanah tropik dan subtropik, maka laju pelapukan
tinggi sehingga sering kali sulit untuk mempertahankan kadar bahan organik tanah tetap tinggi. Kondisi ini memerlukan usaha keras yang harus dilakukan
untuk mempertahankan bahan organik pada tingkat yang memuaskan kesuburan tanah dan produksi tanaman. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan
tanah dengan jumlah yang tidak besar, hanya sekitar 3-5, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Bahan organik berfungsi sebagai pemantap
tanah, pengatur aerasi dan cenderung meningkatkan jumlah air yang tersedia bagi tanaman serta berpengaruh terhadap hampir semua sifat fisik tanah kecuali tekstur
Soepardi, 1983.
2.2.1 Arang Sekam
Arang sekam merupakan sekamkulit padi yang dibakar secara anaerob. Pembakaran sekam padi dilakukan pada suatu lubang yang berukuran panjang 50
cm, tinggi 30 cm dan diameter 50 cm dengan kapasitas 5 kg. Sekam yang sudah terbakar tersebut ditutup tanah dan diatasnya diberi sampah. Pada salah satu sudut
lubang diberi pipa udara. Arang sekam yang dihasilkan dari pembakaran tersebut dapat digunakan sebagai media tanam karena mikroba pathogen telah mati selama
proses pembakaran sehingga untuk penggunaanya arang sekam tidak perlu disterilisasi lagi. Sedangkan jika sekam mentah yang digunakan langsung sebagai
media tanaman dapat mendorong tumbuhnya bakteri pembusuk akar dan jamur rhizophonia, serta mendorong tumbuhnya tanaman rumput pengganggu. Oleh
karenanya pembuatan arang sekam ini bertujuan untuk memperbaiki sifat sekam agar lebih mudah ditangani dan dimafaatkan lebih lanjut sebagai media tumbuh
tanaman.
Arang sekam mempunyai sifat yang sangat ringan, bobot isi 0.20 gcm
3
, kasar sehingga sirkulasi udara tinggi, kapasitas menahan air tinggi, dan dapat
mengurangi pengaruh penyakit khususnya bakteri Douglas, 1985 dalam Wuryan dan Darliah, 2008. Selanjutnya Djatmiko 1985 dalam Purnamasari, 2008
mengatakan bahwa arang sekam yang ditambahkan ke dalam suatu media tanam dapat menurunkan bobot isi media tanam, meningkatkan ruang pori drainase
sangat cepat dan menurunkan pori drainase lambat.
2.2.2 Cocopeat
Cocopeat merupakan gabus yang berasal dari serabut buah kelapa. Cocopeat bersifat mampu menyimpan dan menahan air Anonim, 2009. Sifat ini
dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan air bagi tanaman yang menyukai kelembaban atau media tanam yang tidak terlalu kering. Cocopeat juga
mempunyai porositas 95 dan bobot isi 0.25 gcm
3
serta mengandung unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman seperti P 330 ppm, K 9787 ppm, Ca 2521 ppm,
Mg 2006 ppm Heart, 1993 dalam Nurdini, 2008. Untuk memenuhi syarat sebagai media tanam, cocopeat terlebih dahulu
mengalami pengomposan. Tahapan penting dalam pengomposan adalah dengan memberikan perlakuan secara alami selama 3 bulan. Perlakuan secara alami
tersebut dilakukan dengan mengemas cocopeat dengan karung dalam keadaan terbuka dan membiarkannya di udara terbuka selama 3 bulan. Tujuan proses ini
untuk menetralisir unsur hara yang terkandung di dalamnya dan menjaga pH 6-7.
2.2.3 Kompos
Kompos merupakan bahan organik yang terdiri dari sisa-sisa tanaman, hewan ataupun sampah-sampah kota yang telah mengalami pelapukan sebelum
bahan tersebut ditambahkan ke dalam tanah. Jadi kompos merupakan bahan organik matang dengan sifat-sifat yang berbeda dengan bahan organik segar.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembuatan kompos sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi proses perombakan bahan organik. Tetapi pada
umumnya perombakan bahan organik di dalam timbunan kompos lebih dipengaruhi oleh aerasi dari pada faktor-faktor lain Russel dan Russel, 1956
dalam Yustiningsih, 1981. Jika timbunan kompos terlalu kompak, kering atau terlalu jenuh, maka hanya sedikit perombakan bahan organik yang terjadi
sedangkan jika timbunan lepas dan cukup mengandung air maka perombakan akan terjadi secara maksimum.
Perbedaan yang nyata antara kompos dan bahan organik yang belum matang adalah di dalam sifat fisiknya. Bahan organik yang belum matang mempunyai
struktur yang lebih kasar dan kapasitas menahan air yang lebih kecil. Menurut Russel dan Russel 1956 dalam Yustiningsih, 1981 tanaman mempunyai respon
yang lebih baik terhadap pengaruh bahan organik yang perombakannya berlangsung di dalam tanah dari pada bahan organik yang membusuk di dalam
timbunan kompos. Hal ini disebabkan hilangnya sejumlah N dalam bentuk amonia selama berlangsungnya proses pengomposan. Hal ini tidak terjadi jika
proses perombakan berlangsung di dalam tanah.
Kompos bersifat hidrofilik sehingga dapat meningkatkan kemampuan tanah memegang air, dan mengandung unsur C yang relatif tinggi Paul dan Clark, 1989
dalam Lesmanawati, 2005. Kompos sangat berguna untuk memperbaiki kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Sifat fisik tanah yang
dapat diperbaiki berupa perubahan struktur, perbaikan sifat kimia berupa penambahan unsur hara makro N, P, dan K, dan perbaikan sifat biologi berupa
penambahan populasi mikroorganisme.
2.3. Sifat Umum Tanah Andosol
Andosol terbentuk dari bahan induk tufa atau abu volkan, memiliki reaksi tanah berkisar dari agak masam sampai netral, kejenuhan basa sekitar 20-40
dengan KTK ≥24 me100 g, dengan mineral liat didominasi oleh liat alofan, permeabilitasnya sedang, peka terhadap erosi Soepardi, 1983. Andosol juga
mempunyai bobot isi ≤0.85 gcm
3
, lembab dengan kandungan bahan organik cukup tinggi 5-20 pada lapisan atas, mempunyai kemampuan mengikat air
yang tinggi, sangat gembur serta memiliki derajat ketahanan struktur yang tinggi sehingga mudah diolah akan tetapi mudah tererosi Soil Survey Staf, 1990.
Andosol tersebar pada topografi medan datar, agak miring, datar sampai bergelombang sampai tersebar di sekitar puncak gunung berapi, atau dataran
tinggi mulai dari 1000 meter dari permukaan laut dengan curah hujan 2000 mmth tanpa bulan kering yang pasti. Vegetasi utama adalah hutan hujan tropika lebat
atau daerah dengan iklim sedang Soepardi, 1983.
2.4. Sifat Umum Tanah Latosol