2.4. Sifat Umum Tanah Latosol
Latosol adalah tanah mineral yang terbentuk dari bahan induk volkan dengan pelapukan lanjut, sangat tercuci, batas-batas horison baur, kandungan
mineral primer dan unsur hara rendah, pH rendah 4.5-5.5, kandungan bahan organik rendah, kejenuhan basa ≤35 dengan KTK ≤24 me100g, stabilitas
agregat tinggi, dan terjadi akumulasi sesquioksida akibat pencucian silika Dudal dan Soepraptohardjo, 1957 dalam Ningrum, 2006. Menurut Soepardi 1983
Latosol mempunyai sifat fisik baik yaitu permeabilitas lambat sampai sedang, struktur tanah remah hingga bergumpal dan konsistensi gembur.
Latosol tersebar pada topografi berombak hingga bergunung dengan ketinggian 10 meter sampai 1000 meter dari permukaan laut, tahan terhadap erosi
dan memiliki curah hujan ≥2000 mmth dengan bulan kering 3 bulan. Curah hujan yang tinggi merupakan syarat terjadinya latosolisasi yang meliputi proses
mineralisasi bahan organik yang dipercepat sehingga tidak terjadi penumpukan bahan organik di permukaan tanah, penimbunan Al, Fe dan pencucian kation-
kation basa yang menyebabkan tanah-tanah yang berkembang adalah tanah miskin akan hara, silika dan bahan organik serta adanya senyawa Fe yang
berwarna merah Soepardi, 1983.
2.5 Sifat Fisik Tanah dan Pertumbuhan Tanaman
Sifat fisik dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman, khususnya dalam menentukan pengelolaan tanah karena sifat fisik tanah pada
tanah-tanah tertentu dapat mempengaruhi tingkat kesuburan tanah, disamping itu sifat fisik tanah relatif sulit diperbaiki.
Pemadatan tanah dapat menyebabkan rusaknya struktur, porositas, dan bobot isi sebagai karakter sifat fisik tanah yang penting bagi pertumbuhan
tanaman. Sistem tata air dan aerasi peredaran udara yang buruk, secara langsung dapat membawa dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar.
Akibatnya tanaman tidak dapat berkembang dengan normal dan tetap kerdil. Bobot isi bulk density adalah bobot bagian padat bobot tanah kering
dibagi dengan volume total, termasuk volume butir-butir padat dan volume ruang pori. Sedangkan kerapatan jenis partikel atau bobot jenis partikel particle
density yaitu bobot bagian padat dibagi dengan volume bagian padat dari tanah tersebut dan dinyatakan dalam satuan gcm
3
Putinella, 2008. Porositas merupakan persentase volume tanah yang di tempati oleh udara
dan air Foth, 1984. Besarnya ukuran pori dan pori total tanah sangat ditentukan oleh bentuk dan ukuran partikel yang menyusun tanah. Tanah yang bertekstur
kasar akan mempunyai ruang pori total yang lebih kecil, karena terdiri dari pori makro yang menyebabkan aerasi yang baik. Pada tanah bertekstur liat mempunyai
aerasi yang buruk ketika basah karena sebagian pori mikro terisi air. Menurut Brady 1990 pori tanah digolongkan dalam pori makro dan pori mikro. Pori
makro yaitu pori yang bersifat memberi kesempatan pergerakan udara dan perkolasi air sangat cepat, sedangkan pori mikro adalah pori yang dapat
menghambat pergerakan udara dan air menjadi pergerakan kapiler. Menurut ukurannya total ruang pori dapat dikelompokkan ke dalam: 1 ruang pori kapiler,
yang dapat menghambat pergerakan air menjadi pergerakan kapiler, dan 2 ruang pori non kapiler, yang dapat memberi kesempatan pergarakan udara dan perkolasi
air secara cepat sehingga sering disebut sebagai pori drainase. Pori drainase dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu: 1 pori drainase sangat cepat PDSC, bergaris tengah ≥300 µm dan akan kosong pada pF 1, 2 pori drainase
cepat PDC, bergaris tengah antara 300-30 µm dan akan kosong pada pF 1 dan pF 2, 3 pori drainase lambat PDL bergaris tengah antara 30-9 µm dan akan
kosong pada pF antara 2.00 dan 2.54 Sitorus et al, 1981. Dalam hubungannya ruang pori dengan pertumbuhan tanaman, tanah yang
sedikit mempunyai ruang pori non kapiler kurang baik bagi pertumbuhan akar karena aerasinya buruk. Sebaliknya tanah yang didominasi oleh ruang pori non
kapiler aerasinya akan baik tetapi kapasitas menahan airnya rendah sehingga tidak baik pula bagi pertumbuhan tanaman. Menanggapi hal ini Baver 1956 dalam
Kramer 1983 mengatakan bahwa tanah yang ideal adalah tanah yang seimbang antara pori kapiler dan pori non kapilernya, sehingga tanah mampu memberikan
drainase, aerasi, dan mampu menahan air.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di lahan percobaan dan Laboratorium bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, IPB. Lahan percobaan merupakan lahan
yang telah mengalami pemadatan. Aplikasi bahan pembenah tanah dilakukan pada bulan Mei 2006. Penelitian
merupakan penelitian lanjutan yang telah dilakukan oleh Oka tidak dipublikasikan. Tanah untuk percobaan diperlakukan dengan berbagai bahan
pembenah tanah yaitu arang sekam, cocopeat dan kompos pupuk kandang dari kompos kotoran sapi. Selanjutnya tanah ditanami dengan tanaman Sawi Brassica
Juncea. Selama penanaman, pemberian air dilakukan melalui sprinkle. Setelah pemanenan, tanah dibiarkan secara alami selama satu tahun. Selanjutnya pada
bulan Mei 2008 dilakukan pengambilan contoh tanah untuk melihat pengaruh dari berbagai pemberian bahan pembenah tanah tersebut terhadap beberapa sifat fisik
tanah.
3.2 Bahan dan Alat
Tanah yang digunakan dalam penelitian adalah Latosol Darmaga dan beberapa macam bahan pembenah tanah yaitu arang sekam, cocopeat, kompos
pupuk kandang dari kompos kotoran sapi. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah ring sampel 100 ml dan ring
holder, three phase meter, piknometer, mesin pengayakan basah, dan peralatan laboratorium lainnya.