Monsun pada musim panas. Sumber massa udara yang pertama berasal dari Samudra
Hindia di selatan ekuator. Massa udara ini bersifat lembab, hangat dan tidak stabil yang
mengalami konvergensi setelah mendekati ekuator. Sumber massa udara yang kedua
adalah tekanan tinggi di Australia. Massa udara ini bersifat stabil dan kering dan kondisi
ini berlangsung sampai di Tenggara Indonesia dan lebih barat lagi, massa udara ini menjadi
bersifat lembab dan tidak stabil. Massa udara ketiga berasal dari Samudra Pasifik yang
bersifat lembab, hangat dan relatif stabil. Namun setelah melewati samudra hangat
massa udara tersebut menjadi tidak stabil.
2.2 Monsun di Indonesia
Asia Timur dan Asia sebelah Selatan mempunyai sirkulasi Monsun yang terbesar
dan paling berkembang. Sedangkan Monsun Asia Timur dan tenggara adalah Monsun yang
berkembang dengan baik dan Monsun di Indonesia merupakan bagian dari Monsun
Asia Timur dan Asia Tenggara. Hal ini disebabkan oleh besarnya Benua Asia dan
efek dari daratan tinggi Tibet terhadap aliran udara Prawirowardoyo,1996.
Trewartha 1995 mengemukakan massa daratan yang sangat luas di benua Asia
memperhebat perbedaan yang timbul dari selisih pemanasan dan pendinginan antara
daratan dan lautan. Lebih jauh, Asia yang membentang dari Timur-barat pada kisaran
lebar dari garis bujur di hemisfer Utara, sedangkan di hemisfer Selatan terutama
adalah samudera di Selatan Equator. Akibatnya bagian terbesar dari perbedaan
pemanasan yang menyebabkan sirkulasi Monsun, meliputi juga perbedaan utara-
selatan, jadi memperkuat pergeseran normal menurut garis lintang dari sistem-sistem angin
utama. Karena adanya deretan pegunungan yang sangat tinggi di Asia yang terentang arah
Timur-Barat yaitu arah Timur Laut Kaspia ke China, sirkulasi meridional udara sangat
terhambat. Hal ini membuat perbedaan musiman dalam temperatur dan tekanan yang
lebih dramatis lagi.
Selama musim dingin massa daratan disebelah utara pegunungan itu menjadi
demikian dingin hingga menghasilkan sistem tekanan tinggi yang kuat di atas Asia Timur
Laut dan suatu aliran keluar udara dingin yang cukup menonjol dari Asia Timur Trewartha,
1995. Di lain pihak, pemanasan intensif musim panas atas daratan subtropis yang
terletak di sebelah selatannya deretan pegunungan itu, melahirkan suatu kawasan
tekanan rendah dan suatu aliran inflow udara hangat yang kuat dan lembab ke Asia Selatan.
Pada musim dingin di belahan bumi utara BBU, yaitu pda bulan Desember, Januari,
dan februari angin Monsun bertiup dari Siberia
menuju ke
benua Australia
Wu, 1999. Pada periode ini daerah yang membentang dari ujung Sumatera bagian
selatan, jawa, Bali, Lombok, Nusa Tenggara sampai ke Irian angin Monsun bertiup dari
barat ke timur.
Pola aliran udara rata-rata pada ketinggian 2000 kaki di bulan Januari
merupakan bulan maksimum dari musim dingin di belahan bumi utara BBU. Oleh
sebab itu daerah ini dinamakan Monsun Barat dan musimnya disebut Musim Monsun Barat,
sedangkan di daerah yang mencakup sebagian besar Sumatera lainnya dan Kalimantan Barat
angin Monsun datang dari arah Timur Laut. Oleh karena itu, angin Monsun dai daerah ini
disebut Monsun Timur Laut dan Musimnya disebut Musim Monsun Timur Laut.
Pada musim panas di belahan bumi utara BBU, terjadi sebaliknya angin Monsun
berhembus dari benua Australia menuju ke Asia. Oleh karena itu disebut Monsun Timur
dan musimnya dinamakan Musim Monsun Timur, sedangkan di daerah yang melingkupi
bagian Sumatera lainnya dari Kalimantan Barat angin Monsun bertiup dari arah barat
daya ke timur laut sehingga angin Monsun ini disebut Monsun Barat Daya dan musimnya
disebut Musim Monsun Barat Daya. Pola aliran udara rata-rata pada ketinggian 2000
kaki pada bulan maksimum musim padan di belahan bumi utara BBU yaitu bulan Juli
Prawirowardoyo,1996
2.3 Equatorial Atmosphere Radar EAR
Pengamatan dan penelitian atmosfer mengenai cuaca telah banyak dilakukan
kerjasama oleh berbagai instansi dalam maupun luar negeri dengan adanya
pengamatan berbagai fenomena atmosfer maupun dinamika atmosfer dengan
menggunakan data radar. Pengamatan dengan menggunakan radar telah dilakukan sejak
tahun 1992 oleh pemerintahan Jepang RSAC, Universitas Kyoto bekerja sama dengan
LAPAN dan BPPT, yaitu beroperasinya Boundary Layer Radar
BLR dan Meteor Wind Radar
MWR di Puspitek Serpong, Jawa Barat. Selain BLR yang ada di Global
Atmospheric Watch GAW BMG,
Kototabang, Sumatera Barat. Selain itu ternyata dibutuhkan lagi data atmosfer radar
di Indonesia. Dengan dibangunnya EAR
Equtorial Atmosphere Radar di stasiun Kototabang sekitar 19 km dari Bukittinggi
bagian utara, Sumatera Barat Indonesia 0.20 LS; 100.320 BT, 865 mdpl dimulai dari
tanggal 26 Juni 2001 dengan tujuan untuk meneliti perilaku angin dan turbulensi yang
terkadi di lapisan troposfer dan lapisan bawah stratosfer dengan resolusi tinggi dalam
pengukuran waktu dan ketinggian Hermawan,2002
Selain itu EAR dirancang khusus untuk mengamati fenomena atmosfer dalam selang
pengamatan yang relatif pendek biasanya permenit seperti pada peristiwa penjelasan
gelombang Rossby, gelombang kelvin ataupun kombinasi dari keduanya
Hermawan,2002.
Gambar 3 560 Yagi Antena EAR yang
terdapat di Kototabang, Sumatera
Barat Fukao
et al .2003
Prinsip pengukuran angin dengan radar adalah radar memancarkan dan menerima
pulsa radiasi gelombang mikro di antenanya. Antena memfokuskan radiasi menjadi beam
sempit, sehingga sinyal yang ditransmisikan berjalan kearah yang spesifik. Sinyal yang
diterima dipantulkan dari target yang terletak di arah beam, dan jarak antara radar dengan
target bias ditentukan secara akurat dari selang waktu sinyal dipancarkan sampai
sinyal diterima.
Menurut Holton 1992 dalam Handayani 1996, komponen angin horizontal dapat
dipisahkan menjadi dua komponen yaitu : 1. Komponen anigin Timur-Barat angin
zonaldisebut komponen angin U. 2. Komponen angin Utara-Selatan angin
meridional disebut komponen angin V. EAR merupakan Radar Doppler yang
dibangun untuk observasi pada daerah ekuator, EAR beroperasi pada 47Mhz dengan
maksimum peak dan kekuatan transimisi rata- rata 100kW dan 5kW menggunakan three-
element Yagi antenna squared sebanyak 560
buah pada ketinggian sekitar 865 mdpl.
Gambar 4 Antena Radar Shu, 2009
Kelebihan dari radar ini yaitu menggunakan antena putar sehingga dalam
oprasinya dapat diputar ke segala arah, asalakan masih berada dalam radius 30
dari sumbu vertikal. Alat ini dirancang khusus
untuk memantau arah dan kecepatan angin dan turbulensi secara kontinu dimulai dari
lapisan 1.5 hingga 22 km lapisan troposfer dan bawah stratosfer dalam arah tiga dimensi
vertikal, meridional, dan zonal dalam selang waktu menit-an pada setiap ketinggian 150
hingga 300 meter.
Salah satunya adalah pengamatan Quasi Biennal Osciallation
QBO yang merupakan salah satu parameter penting dalam pendugaan
datangnya ENSO El-Nino and Southern Oscillation di Indonesia. Kekurangan yang
ada pada saat ini adalah minimnya datavertikal atmosfer yang ada. Padahal kita
tahu bahwa ada keterkaitan yang erat antara fenomena yang terjadi di lapisan
stratosfertroposfer dengan lapisan di bawahnya yang dikenal dengan istilah
coupling Hermawan,2002
EAR terdiri dari peralatan-peralatan sebagai berikut:
1. ANT Antenna Array
a. Power Distribution Unit PDU
b. Transceiver Module TRX
Module 2.
TRXTransmitter and Receiver a.
Pre-Amplifier TRX Module b.
TRX Module 3.
SMD Signal modular System and Demodulator
4. SP Signal Processor
5. CHAM Chamber
a. Enginnering Workstation
b. Melco PC for maintanance
purpose c.
SMD d.
SP 6.
SDU Signal Distribution Unit a.
Power Supply 10 80 VDC b.
Signal is divide to 24 Menurut Hermawan 2002 EAR
memiliki keunikan-keunikan diantaranya: 1.
Mengamati fenomena atmosfer yang resolusi waktu pengamatannya relatif
sangat pendek biasanya per menit seperti peristiwa penjalaran
gelombang Rossby, gelombangg Kelvin atau kombinasi keduanya.
2. Menggunakan antenna putar
sehingga dalam operasinya dapat diputar kesegala arah, asalkan masih
dalam radius 30 dari sumbu vertikal.
3. Mampu mendeteksi fenomena
elektromagnetik yang terjadi pada lapisan sekitar 100km.
4. Untuk mendeteksi angin mulai dari
lapisan 1.5 km hingga 20 km operasional
Tabel 1 Spesifikasi EAR Equatorial Atmosphere Radar
di Kototabang
Lokasi 100.32 BT; 0.2
LS ; 865m dpl
Frekwensi 47MHz Daya
Keluaran 100 kW
Sistem Antenna
560 antena Yagi tiga elemen berbaris pada
area hampir lingkaran berdiameter 110m
Lebar beam 3.4
-3. One way Arah beam
Kesegala arah dalam rentang 30
dari sudut zenith
Jarak Pengamatan
1.5-20 km dalam arah 3 dimensi vertikal,
meridional dan zonal untuk turbulensi
atmosfer dalam selang waktu 2.3 menit untuk
setiap ketinggian 150 meter dan lebih dari 90
km untuk irregularitas ionosfer area tropofer
sedikit dibawah statosfer
Klarifikasi Instalasi Penggunaan
Untuk meneliti
dinamika atmosfer yang terkait perubahan
iklim dunia, terutama anomali iklim yang
menyebabkan El-Nino dan La-Nina
Info Hasil Untuk
mengamati resolusi tinggi arah dan
kecepatan angin, yang memungkinkan
penelitian struktur atmosfer khatulistiwa
secara lengkap.
Pengelola Deputi SAINS,
Pengkajian dan Informasi-LAPAN
Beroperasi Tahun 2001
Sumber: Fukao et al.2003
2.4 Iklim di Indonesia