Kadar Abu Kadar Asam Lemak Bebas Free Fatty Acid

23 dan pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap kehilangan pelarut. Hasil analisis keragaman untuk kehilangan pelarut dapat dilihat pada Lampiran 3b. Dalam proses ekstraksi, pelarut yang memiliki titik didih yang lebih rendah akan lebih mudah menguap dibandingkan dengan pelarut yang titik didihnya tinggi, pelarut yang memiliki titik didih rendah akan mengalami kehilangan pelarut selama proses lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut yang titik didihnya lebih tinggi, namun pelarut dengan titik didih tinggi akan lebih sulit dipisahkan dan kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan minyak pada saat pemasakan Kirk dan Othmer, 1954.

2. Kadar Abu

Kadar abu merupakan residu bahan anorganik yang masih tersisa setelah proses pembakaran suatu bahan Nielsen, 1998. Kadar abu yang terdapat pada minyak hasil recovery umumnya sangat kecil. Kadar abu untuk keseluruhan perlakuan bernilai kurang dari 1. Hasil analisis keragaman α = 0,05 menunjukkan bahwa pengaruh jenis pelarut dan nisbah bahan dengan volume pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu. Hasil analisis keragaman untuk rendemen minyak dapat dilihat pada Lampiran 3c. Nilai kadar abu yang sangat kecil dari minyak hasil recovery menggunakan isopropanol atau n-heksana menunjukkan bahwa kandungan bahan anorganik seperti Fe, Se, Pb dan Hg pada minyak hasil recovery sangat kecil. Minyak murni umumnya mengandung sedikit atau tidak ada sama sekali kandungan abu, kadar abu yang terkandung antara 0,0 – 4,09 Nielsen, 1998.

3. Kadar Asam Lemak Bebas Free Fatty Acid

Kualitas suatu minyak dapat ditentukan dari kadar FFA minyak tersebut, minyak yang memiliki kadar FFA yang tinggi menunjukkan bahwa minyak tersebut sudah terhidrolisis dan teroksidasi. Kadar asam lemak bebas pada minyak hasil recovery ini berkisar antara 13,15 – 20,9 . Kadar FFA minyak hasil recovery yang tinggi tersebut menunjukkan bahwa minyak yang dihasilkan memiliki kualitas yang kurang baik. Untuk keperluan produksi minyak makan, 24 minyak kelapa sawit kasar disyaratkan memiliki nilai FFA kurang dari 3 Chanrai et al., 2003. Analisis keragaman α = 0,05 menunjukkan bahwa jenis pelarut dan nisbah bahan dengan pelarut memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap bilangan asam lemak bebas. Hasil analisis keragaman untuk kadar FFA minyak dapat dilihat pada Lampiran 3d. Kadar asam lemak bebas dihasilkan dari proses hidrolisis pada minyak terjadi selama pemanenan, penanganan dan pengolahan O’Brier et al., 2000. Ketaren 1986 menambahkan bahwa asam lemak bebas dihasilkan dari proses hidrolisis dan oksidasi. Reaksi hidrolisis terjadi karena terdapatnya sejumlah air berlebih dalam minyak. Reaksi tersebut akan mengakibatkan ketengikan yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut. Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol.

4. Bilangan Peroksida