Adaptasi Fisiologis Organ Reproduksi Selama Masa Nifas

9 Tabel 2.1 Perubahan Normal Uterus Pada Masa Nifas Involusi Uterus TFU Berat Uteri Diameter Uterus Palpasi Serviks Uterus Plasenta Lahir Setinggi pusat 1000 gr 12,5 cm Lembutlunak 7 hari Pertengahan Antara pusat dan simphisis 500 gr 7,5 cm 2 cm 14 hari Tidak teraba 350 gr 5 cm 1 cm 6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm Menyempit Sumber : Pusdiknakes, 2003 Gambar 2.1 Tinggi Fundus Uterus TFU pada masa nifas Sumber: Pusdiknakes, 2003 Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada hiperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi, pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil Varney, 2008. 10 Proses involusi uterus dimonitor dengan cara mempalpasi fundus uterus. Penurunan uterus yang progresif harus terjadi yaitu uterus dipalpasi di bawah simfisis pubis pada hari ke 10-12 setelah pelahiran Varney, 2008. Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hemostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin secara intravena atau intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin. Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium Varney, 2008. Sisi plasenta dengan cepat diinfiltrasi oleh leukosit untuk membentuk barrier pelindung yang melawan infeksi. Lapisan superfisial desidua berdegenerasi dan berguguran dalam minggu pertama setelah melahirkan sebagai lokia. Peningkatan suhu tubuh dan dan leukositosis sementara berhubungan 11 dengan proses ini. Dinding endometrium yang baru tumbuh kembali dari fundus kelenjar endometrium di dalam lapisan basal dan dalam desidua. Proses epitelisasi kembali ini membutuhkan waktu hampir 14 hari, kecuali pada sisi plasenta yang regenerasi lengkapnya dapat berlangsung sampai 6 minggu Varney, 2008. Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vascular dan trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan yang unik ini memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi dan palesentasi untuk kehamilan di masa yang akan datang. Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga masa pascapartum, kecuali pada bekas tempat plasenta. Regenerasi pada tempat ini biasanya tidak selesai sampai enam minggu setelah melahirkan Cunningham, 2006. Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir disebut lokia, mula-mula berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua, atau merah cokelat. Rabas ini dapat mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut, aliran lokia yang keluar harus semakin berkurang. Lokia rubra terutama mengandung darah dan debris desidua serta debris trofoblastik. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau cokelat setelah tiga sampai empat hari lokia serosa. Lokia serosa terdiri dari darah lama old blood, 12 serum, leukosit, dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih lokia alba. Lokia alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum, dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir Cunningham, 2006. Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi tampon perineum sulit dilakukan. Jacobson dalam Buku Ajar Keperawatan Maternitas 2004 menganjurkan suatu metode untuk memperkirakan kehilangan darah pascapartum secara subyektif dengan mengkaji jumlah cairan yang menodai tampon perineum. Cara mengukur lokia yang obyektif adalah dengan menimbang tampon perineum sebelum dipakai dan setelah dilepas. Setiap peningkatan berat sekitar 1 g setara dengan 1 ml darah. Seluruh perkiraan cairan lokia tidak akurat bila faktor waktu tidak dipertimbangkan. Seorang wanita yang mengganti satu tampon perineum dalam waktu satu jam atau kurang mengeluarkan lebih banyak darah daripada wanita yang mengganti tampon setelah delapan jam Diane Margareth, 2009. Apabila wanita mendapatkan pengobatan oksitosin, tanpa memandang cara pemberiannya, lokia yang mengalir biasanya sedikit sampai efek obat hilang. Setelah operasi sesaria, jumlah lokia yang keluar biasanya lebih sedikit. Cairan lokia biasanya meningkat, jika klien melakukan ambulasi dan menyusui. Setelah berbaring di tempat tidur selama kurun waktu yang lama, wanita dapat mengeluarkan semburan darah saat ia berdiri, tetapi hal ini tidak sama dengan perdarahan Cunningham, 2006. Lokia rubra yang menetap pada awal periode pasca partum menunjukkan perdarahan berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membran yang 13 tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke 10 pasca partum menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta yang memulai memulih. Namun, setelah 3 sampai 4 minggu, perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi atau subinvolusi. Lokia serosa atau lokia alba yang berlanjut bisa menandakan endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit, atau nyeri tekan pada abdomen yang dihubungkan dengan pengeluaran cairan Cunningham, 2006. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi involusi uterus adalah senam nifas, mobilisasi dini ibu post partum, menyusui dini, gizi, faktor usia, dan faktor paritas Ambarwati Wulandari, 2008. Senam nifas merupakan senam yang dilakukan pada ibu yang sedang menjalani masa nifas. Tujuan senam nifas adalah mempercepat pemulihan kondisi tubuh ibu setelah melahirkan, mencegah komplikasi yang mungkin terjadi selama masa nifas, memperkuat otot perut, otot dasar panggul, dan memperlancar sirkulasi pembuluh darah, membantu memperlancar terjadinya proses involusi uterus. Mobilisasi dini merupakan suatu gerakan yang dilakukan bertujuan untuk merubah posisi semula ibu dari berbaring, mirng-miring, duduk sampai berdiri sendiri setelah beberapa jam melahirkan. Tujuan mobilisasi dini adalah memperlancar pengeluaran lokia sisa darah nifas, mempercepat involusi, melancarkan fungsi organ gastrointestinal dan organ perkemihan, memperlancar peredaran sirkulasi darah. Merupakan proses organisme dengan menggunakan makanan yang dikonsumsi, secara normal melalui proses digesti, transportasi, penyimpanan metabolisme dan pengeluaran zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan 14 fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Involusi uterus juga dapat dipengaruhi oleh faktor usia dan paritas. Elastisitas otot uterus pada usia lebih dari 35 tahun keatas berkurang sehingga proses involusi terjadi lebih lambat. Sedangkan pada faktor paritas, ukuran uterus primipara dan multipara juga mempengaruhi proses berlangsungnya involusi uterus. Faktor terakhir yang mempengaruhi terjadinya proses involusi uterus adalah menyusui. Memberikan ASI kepada bayi segera setelah melahirkan sampai satu jam pertama, memberikan efek kontraksi pada otot polos uterus.

2.3 Fisiologi Menyusui

Ada banyak sekali bukti yang mendukung peran penting oksitosin pada stadium kedua persalinan dan selama masa nifas. Terdapat peningkatan kadar oksitosin dalam plasma ibu pada stadium kedua persalinan akhir kala 2, pada masa pasca partum dini, dan selama menyusui Nissen dkk., 1995. Waktu meningkatnya pelepasan oksitosin ini menunjukkan peran oksitosin pada akhir persalinan dan selama masa nifas. Segera setelah pelahiran janin, plasenta, dan selaput janin selesainya fase 2 uterus, kontraksi dan retraksi uterus yang kuat dan terus menerus penting sekali untuk mencegah perdarahan uterus pascapartum. Oksitosin kemungkinan menyebabkan kontraksi uterus yang terus-menerus. Tentu saja, kadar oksitosin di dalam plasma ibu meningkat pada saat ini, dan peningkatan reseptor oksitosin miometrium sebelum awitan persalinan mendukung proses ini. Populasi reseptor oksitosin sel mioepitelial di duktus jaringan mammae meningkat dengan cara yang sama seperti di sel otot polos miometrium pada 15 akhir kehamilan. Selama masa nifas, oksitosin bekerja pada sel duktus payudara untuk menimbulkan pengeluaran ASI Blackburn dan Loper, 1992. Permulaan laktogenesis terjadi selama proses neuroendokrin kompleks. Prolaktin adalah hormon primer yang bertanggung jawab untuk laktasi. Hormon pertumbuhan, insulin, kortisol, dan hormon-hormon pelepas-tirotropin selanjutnya berkontribusi pada proses tersebut. Densitas tinggi saraf sensori dibawah putting dan areola memberi stimulasi neural awal untuk laktasi. Pengisapan bayi merangsang pelepasan prolaktin adenohipofisis dan oksitosin neurohipofisis Lawrence, 1994, pada saat yang sama mengirim stimulasi neural melalui korda spinalis ke hipotalamus untuk menekan pelepasan faktor penghambat prolaktin prolactin-inhibiting factor, PIF Blackburn dan Loper, 1992. Meskipun kadar prolaktin meningkat selama kehamilan, peningkatan kadar estrogen dan progesteron sirkulasi menghambat laktasi. Setelah kelahiran, kadar estrogen dan progesteron menurun secara drastis, yang memungkinkan prolaktin merangsang sintesis ASI. Selain itu, penurunan kadar katekolamin menekan sekresi PIF dari hipotalamus. Kadar prolaktin meningkat secara drastis pada kelahiran, kemudian stabil kira-kira 3 jam setelah melahirkan. Ketika suplai ASI telah terjadi, kadar prolaktin dasar tetap dua sampai tiga kali lebih tinggi dari kadar kehamilan, dan kadar ini meningkat 10 sampai 20 kali pada saat pengisapan Bobak,2005. Kadar prolaktin meningkat dengan segera pada awal pengisapan, dan jumlah prolaktin yang dilepaskan serta volume ASI yang dihasilkan secara langsung berkaitan dengan jumlah pengisapan Chan, 1997. Sekresi prolaktin 16 dipengaruhi oleh irama sirkadian, pada kadar paling tinggi yang terjadi antara pukul 01.00 dn 05.00 Chan, 1997. Susu yang mengisi dan memenuhi alveoli tidak dapat diberikan kepada bayi kalau sel-sel mioptelial yang mengelilingi alveoli dan duktus-duktus kecil tidak berkontraksi sebagai respon terhadap refleks ejeksi susu. Refleks ini dimulai oleh isapan puting susu, dan melalui bantuan hipotalamus dan kelenjar hipofise yang melepaskan oksitosin ke dalam aliran darah. Oksitosin menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel sehingga air susu dapat dikeluarkan dari alveoli dan duktus kecil untuk mengalir ke duktus besar dan reservoir subalveolar. Oksitosin juga menghambat pelepasan dopamin dari hipotalamus, sehingga mendorong sekresi air susu lebih lancar Bobak, 2005. Oksitosin dihasilkan oleh hipotalamus tepatnya pada kelenjar pituitary posterior dan menginisiasi keluarnya ASI “let-down reflex. Let-down reflek dipicu oleh isapan bayi pada puting, respon emosional ibu pada bayi, ataupun keduanya. Alveoli mengejeksikan ASI ke dalam duktus dan kemudian ke dalam sinus, sampai ke nipel puting. Let-down pertama timbul selama 1 sampai 3 menit pertama saat menyusui. Let-down dapat dipengaruhi oleh stress dan kecemasan. Frekuensi dan intensitas let-down dapat berbeda-beda, tergantung dari menyusui dan tergantung dari ibu. Berikut adalah skema stimulasi hormonal produksi dan ejeksi ASI Susan Judy, 2004.