Kriteria Pariwisata Kajian Kesesuaian Karakteristik Ekosistem Terumbu Karang dan Kesesuaian Pemanfaatannya di Zona Pemanfaatan Wisata Taman Nasional Kepulauan Seribu

Acropora karena karang ini umumnya cukup rentan terhadap perubahan kondisi lingkungannya dan cukup rapuh terhadap gangguan fisik langsung sehingga harus semakin dibatasi kegiatan wisata baharinya. Di lokasi penelitian ini lokasi yang memiliki peresentase karang genus Acropora 40 merupakan lokasi yang rentan, peresentase karang antara 20 – 40 merupakan lokasi yang cukup rentan, sedangkan peresentase sebesar 20 dianggap kurang rentan. Keterwakilan representativeness Menunjukan bahwa lokasi tersebut mewakili beberapa tipe habitat tertentu yang berdekatan dan dapat saling berhubungan seperti kawasan terumbu karang dengan padang lamun atau hutan mangrove. Dimana bila terdapat lebih dari satu tipe habitat di lokasi tersebut diperkirakan komunitas yang ada merupakan wakil dari hasil adaptasi antar tipe kawasan sehingga harus memiliki nilai ekologi yang lebih tinggi. Dalam penelitian ini prameter keterwakilan tersebut diukur dengan jumlah tipe kawasan yang ada di lokasi penelitian. Lokasi yang memiliki jumlah tipe kawasan 3 atau lebih merupakan lokasi yang keterwakilannya tinggi, lokasi dengan 2 tipe habitat merupakan lokasi yang keterwakilannya cukup, sedangkan lokasi yang hanya memiliki satu tipe habitat dianggap kurang keterwakilannya.

2. Kriteria Pariwisata

Keindahan Aesthetics Menunjukan adanya daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau gejala fenomena alam yang indah untuk dilihat. Dalam penelitian ini indikator keindahan diwakili dengan persentase karang hias berdasarkan data genus karang hias CITES Suhartono dan Mardiastuti, 2003 yang paling diminati pasar karena karang ini dianggap indah untuk dilihat sebagai ornamental reef. Lokasi yang memiliki peresentase karang hias 60 dikategorikan sebagai lokasi yang indah, persentase antara 30 – 60 dikategorikan cukup indah, sedangkan persentase karang hias 30 dikategorikan lokasi yang kurang indah. 40 Keutuhan Intactness Menunjukan tingkat kerusakan atau terganggunya suatu komunitas karang akibat gangguan baik dari alam atau manusia. Dalam penelitian ini indikator keutuhan diwakili oleh persentase tutupan karang coverage karena coverage yang tinggi dapat menunjukan masih utuhnya lokasi kawasan karang dari gangguan fisik langsung maupun tidak langsung sehingga lokasi tersebut akan semakin bernilai sebagai lokasi wisata bahari. Dalam penelitian di Zona Pemanfaatan Wisata TNKpS ini lokasi yang memiliki peresentase karang 50 merupakan lokasi yang cukup utuh, peresentase karang antara 25 – 50 merupakan lokasi yang kurang utuh, sedangkan peresentase sebesar 25 dianggap tidak utuh. Kenyamanan Comfortness Menunjukan tingkat kemudahan dan keamanan wisatawan saat menikmati objek wisata. Dalam penelitian ini indikator kenyamanan diwakili oleh parameter kecerahan perairan dan kecepatan arus. Lokasi yang memiliki nilai kecerahan dan kecepatan arus ideal maka lokasi tersebut semakin nyaman karena kondisi lingkungan perairannya mendukung aktifitas wisata bahari yang dilakukan. Dalam penelitian ini lokasi dengan nilai kecerahan sebesar lebih dari 10 m; kecepatan arus - kurang dari 0, 25 mdt merupakan lokasi yang nyaman, nilai kecerahan antara 5 m – 10 m; kecepatan arus antara 0,25 – 0,50 mdet dikategorikan lokasi yang cukup nyaman, sedangkan lokasi dengan kecerahan kurang dari 5 m dan kecepatan arus lebih dari 0,50 mdet dikategorikan kurang nyaman. Aksesibilitas Accesibility Menunjukan tingkat kemudahan wisatawan untuk mengunjungi objek wisata yang ada. Dalam penelitian ini indikator aksesilitas diwakili oleh parameter jarak lokasi dengan pulau resort wisata yang ada, dimana lokasi yang lebih dekat dengan lokasi resort wisata maka lokasi tersebut memiliki nilai aksesibilitas lebih tinggi karena lebih mudah dan murah mencapainya baik terutama dalam sarana transportasinya. Dalam penelitian ini lokasi yang berjarak kurang dari 1 km merupakan lokasi yang aksesibilitasnya tinggi, jarak antara 1 km – 5 km adalah lokasi yang aksesibilitasnya cukup, sedangkan lokasi dengan jarak lebih dari 5 km dikategorikan aksesibilitasnya rendah. 41 Dalam analisis kesesuaian ini digunakan matriks dengan pemberian skoring terhadap skala parameter yang digunakan. Rincian penilaian kesesuaian kawasan terumbu karang terhadap nilai ekologi dan pariwisata dengan parameternya disajikan pada dalam matriks pada Tabel 7. Tabel 7. Matriks kesesuaian kawasan terumbu karang terhadap nilai ekologi dan pariwisata No. Parameter Skala Skor Skala Skor Skala Skor Kriteria Ekologi 1. Keunikan Ada 10 - - Tidak ada 1 2. Keanekaragaman 15 10 10 - 15 5 10 1 3. Kerentanan 40 10 20 – 40 5 20 1 4. Keterwakilan 3 10 2 5 1 1 Total 30 15 3 Kriteria Pariwisata 1. Keindahan 50 10 25 - 50 5 25 1 2. Keutuhan 60 10 30 - 60 5 30 1 3. Kenyamanan 10 m; 0,30 mdt 10 5 m – 10 m; 0,3–0,5 mdt 5 5 m; 0,50 mdt 1 4. Aksesibilitas 1 km 10 1 km – 5 km 5 5 km 1 Nilai Total 30 15 3 Sumber: Adaptasi IUCN 2000, Departemen Kehutanan 2002, Bakosurtanal 1996 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Kawasan Terumbu Karang Dari hasil kondisi sebaran lokasi dan tutupan karang, prioritas pengelolaan dan nilai ekologi-pariwisata yang telah dildapatkan, kemudian dilakukan analisis komponen-komponen yang harus dipertimbangkan untuk mendapatkan tidakan pengelolaan dalam rangka kesesuaian pemanfaatan kawasan terumbu karang di lokasi penelitian ini. Selain itu analisis komperhensif ini juga mempertimbangkan kondisi kegiatan pemanfaatan di lokasi dan aturan atau acuan yang ada tentang pengelolaan kawasan taman nasional secara regional, atau yang lebih luas yang terkait untuk memperoleh tindakan pengelolaan management act yang dapat di 42 prioritaskan dalam rangka pengelolaan sesuai fungsi taman nasional secara umum dan zona tempat keberadaannya. Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan positif sebagai faktor pendukung dan faktor negatif yang dapat menjadi penghambat pengelolaan kawasan terumbu karang. Pada akhirnya analisis ini akan mensitesakan rincian pelaksanaan tindakan pengelolaan yang dapat di lakukan untuk mengelola atau mengatur pemanfaatan kawasan terumbu karang di lokasi penelitian ini secara spesifik sesuai fungsi dan kondisinya. 43 GAMBARAN UMUM WILAYAH Letak dan Luas Taman Nasional Kepulauan Seribu BTNKpS adalah kawasan perlindungan alam yang berada di bagian utara wilayah Kepulauan Seribu. Kawasan ini ditetapkan melalui SK Mehut No. 6310Kpts-II2002 tanggal 13 Juni 2002 mempunyai luas 107.489 ha yang secara geografis terletak pada posisi koordinat bumi antara 5°24´-5°45´ LS dan 106°25´-106°40´ BT kurang lebih berjarak 46 km ke arah utara dari Teluk Jakarta. Secara administratif, kawasan ini terletak di tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan Pulau Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Dalam pengelolaannya taman nasional ini dibagi menjadi empat zona yaitu Zona Inti, Zona Perlindungan, Zona Pemanfaatan Wisata dan Zona Pemukiman. Jumlah pulau yang berada di dalam kawasan TNKpS berjumlah 76 buah TNKpS, 2002. Dari jumlah tersebut, tercatat 20 buah pulau yang telah dikembangkan sebagai pulau wisata, enam buah pulau yang dihuni penduduk dan sisanya dikuasai perorangan atau badan usaha. Kawasan hutan dalam wilayah TNKpS berdasarkan Keputusan Menhutbun Nomor 220Kpts-II2000 adalah Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Penjaliran Timur seluas 39,50 Ha. Peta lokasi dan zonasi TNKpS dapat dilihat pada Gambar 10. Pembentukan Pulau Karang Kepulauan Seribu Geomorfologi Kepulauan Seribu merupakan dataran rendah pantai yang memiliki topografi datar hingga landai 0 - 5° dengan ketinggian sekitar 0 - 2 meter diatas permukaan laut. Dari beberapa studi yang dilakukan, keberadaan pulau-pulau karang di perairan laut Kepulauan Seribu terbentuk oleh adanya gaya-gaya eksogen maupun endogen yang bekerja terhadap bumi. Komponen dasar pembentukan pulau-pulau tersebut adalah organisme terumbu karang Kabupaten Adm. Kepulauan Seribu, 2004. 44 PETA TA M A N N A SIO N A L KEPULA UA N SERIBU Zona Inti Zona Pemukiman Zona Pemanfaatan Wisata Zona Bahari PRAMUKA PANGGANG KARYA SEMAK DAUN KARANG PANDAN KOTOK BESAR KOTOK KECIL KARANG MUNGGU KARANG KETAMBA KARANG PILANG KARANG CONGKAK OPAK KEC IL OPAK BESAR KALIA GE K ECIL SEMUT KALIAGE BESAR KELAPA PAMAGARAN BULAT K. CINA BIRA KECIL BIRA BESAR PUTRI KECIL PETONDAN BARAT PETONDAN TIMUR RAKIT TIANG PANJANG PANJANG KECIL GENTENG KECIL GENTENG BESAR MATAHARI MACAN KECIL TONGKENG PANJANG BAWAH MELINTANG CINA SATU GOSONG LAGA MELINJO JUKUNG YU TIMUR HANTU BARAT BUNDER SEBARU KECIL SEBARU BESAR RENGIT KARANG MAYANG KAPAS LIPAN NYAMPLUNG JAGUNG KARANG BUTON GOSONG PENJALIRAN PENJALIRAN BARAT PETELORAN TIMUR GOSONG RENGAT DUA TIMUR DUA BARAT KARANG BAKA HANTU TIMUR PANTARA YU BARAT K.A. PUTRI K.A. MELINTANG PERAK SEPA BARAT SEMUT BESAR SEMUT KECIL SEPA TIMUR GOSONG SEPA PENJALIRAN TIMUR PETELORAN BARAT KELOR BARAT KELOR TIMUR PUTRI GUNDUL PUTRI BESAR KARANG BONGKOK U BELANDA K.A. BIRA 5 27’00” o 5 29’00” o 5 29’00” o 106 33’00” o 5 38’ 00” o 5 30’00” o Skala 1:100.000 Sumber Data Peta Dishidros 414KK-415KK 5 36’00” o 5 36’45” o 106 33’36” o 106 36’42” o 5 24’00” o 106 25’00” o 106 40’00” o 5 26’36” o 5 24’00” o 106 26’00” o 106 28’00” o 106 32’00” o 106 35’00” o 5 45’00” o 106 25’00” o 5 45’00” o 106 40’00” o Gambar 10. Peta Taman Nasional Kepulauan Seribu 45 Berdasarkan data dari Dinas Tata Kota DKI Jakarta 2004, adanya gaya endogen dari dalam bumi berupa aktifitas tektonik, menyebabkan terjadinya pengangkatan lantai samudera secara perlahan. Terumbu karang kemudian tumbuh secara vertikal, yang dalam kurun waktu tertentu akan muncul di permukaan air laut. Pada saat berada di permukaan air laut maka terumbu karang akan membentuk batu karang karang mati, yang terus bertambah luasannya dan membentuk pulau karang yang kemudian bereaksi dengan air hujan sehingga mengalami pelapukan yang akan kemudian menghasilkan tanah soil, jenis tanah yang dihasilkan umumnya bersifat asam pH 7. Gaya-gaya eksogen yang berasal dan luar, seperti gelombang dan arus laut, juga mempengaruhi pulau karang ini. Gelombang laut menimbulkan abrasi pada terumbu karang dan pulau karang, yang akan menghasilkan sediment-sedimen kasar dan halus. Selanjutnya sedimen-sedimen ini dibawa oleh arus laut ketempat yang relatif tenang. Butiran sedimen tersebut sebagian akan diendapkan pada pantai pulau karang berupa pasir dan kerakal yang biasa disebut sebagai alluvial pantai, dan sebagian diendapkan pada bagian laut di sekitar pulau yang dalam kurun waktu tertentu akan membentuk rataan flat. Rataan ini akan menjadi tempat karang-karang baru tumbuh membentuk terumbu karang yang pada akhirnya akan membentuk pulau-pulau baru. lklim Ditinjau dan letak kontinental dan oseanografisnya, wilayah Kepulauan Seribu mempunyai iklim muson laut tropis, yakni adanya pergantian arah angin setiap setengah tahun yang disebut angin muson BPLHD DKI Jakarta, 2002. Banyaknya uap air laut yang berpengaruh terhadap suhu udara. Hal ini juga sebagai akibat karena Kepulauan Seribu berada pada daerah equator yang mempunyai sistem equator yang dipengaruhi variasi tekanan udara. Musim basah mencapai kondisi maksimum pada bulan Januari, sedang musim kering mencapai puncak pada bulan Juni - Agustus. Pengaruh musim terlihat sebagai tiupan angin Barat Laut - Utara yang kuat seiama musim Barat pada bulan Oktober – April, serta angin Tenggara - Timur pada musim Tenggara atau Timur pada bulan Mei – September Kabupaten Adm. Kepulauan Seribu. 46 Kondisi iklim di Kepulaun Seribu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pesisir Teluk Jakarta, yang termasuk tipe iklim D menurut Schimidt dan Fergusson dengan nisbah jumlah bulan kering dan bulan basah antara 60 - 100. Musim hujan berlangsung pada bulan November - April dengan jumlah hari hujan antara 10 - 20 hari per bulan dan curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari. Musim kemarau berlangsung antara bulan Mei - Oktober dengan hari hujan antara 4 - 10 had per bulandan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus. Rata-rata curah hujan bulanan selama 10 tahun terakhir berkisar antara 43 - 510 mm, dengan curah hujan terbanyak 510 mm terjadi pada bulan Januari dan curah hujan terkecil 43 mm terjadi pada bulan Agustus BPLHD DKI Jakarta, 2002. Suhu udara rata-rata berkisar antara 26,5 °C - 28,5 ° C, suhu udara maksimum berkisar antara 29,5 °C - 32,5 ° C, sedangkan suhu udara minimum berkisar antara 23,4 ° C - 23,8 °C. Kelembaban nisbi rata-rata berkisar antara 75 - 85 , sedangkan tekanan udara rata-rata antara 1009,0 -1011,0 mb Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2003. Oseanagrafi Secara umum kondisi perairan keseluruhan gugusan pulau-pulau di Kep. Seribu memiliki fenomena yang hampir sama, dikarenakan terietak pada satu kawasan yang saling berdekatan. Wilayah Kepulauan Seribu mempunyai konfigurasi dasar perairan yang reiatif datar dengan sedikit cekungan ke dalam. Kedalaman rata-rata pada rataan terumbu di sekeliling pulau bevariasi antara 1-5 meter. Kedalaman laut di luar rataan tenambu bevariasi antara 20-40 meter BTNKpS, 2003. Dasar perairan yang masih terkena penetrasi cahaya, tertutup oleh karang yang hidup maupun yang telah mati. Berdasarkan data dari Kabupaten Adm. Kep. Seribu 2004, kedalaman perairan di Kepulauan Seribu sangat bervariasi sampai dengan 75 meter. Beberapa lokasi yang mempunyai kedalaman di atas 70 meter adalah Pulau Gosong Congkak dan Pulau Semak Daun. Setiap pulau umumnya dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas hingga kurang lebih 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan dengan kedalaman rata-rata kurang dan 5 meter, diantaranya adaiah 47 Pulau Panggang dan Pulau Karya, Pulau Air dan Pulau Gosong Air, Pulau Semak Daun dan Pulau Sempit, Pulau Pandan dan Pulau Gosong Congkak. Sebagian besar pulau-pulau juga memiliki rataan karang yang cukup luas dengan kedalaman yang bervariasi antara 1 – 10 m pada saat surut terendah pada jarak 60 - 80 meter dari garis pantai. Di dasar laut tepi rataan karang sering diikuti oleh daerah tubir dengan kemiringan curam hingga mencapai 70 ° dan mencapai laut dengan kedalaman bervariasi dan 10 - 75 meter.

1. Angin dan Gelombang laut