Gambar 7. Zonasi dan komunitas ekosistem terumbu karang Delbeek, 1995 Tipe Ekosistem Terumbu Karang
Para ahli telah mengklasifikasikan beberapa tipe-tipe pembentukan ekosistem terumbu karang, terdapatnya variasi dalam tipe ekosistem ini umumnya dapat saling
berhubungan yang diklasifikasikan berdasarkan sejarah geologinya, bentuk, jaraknya ke daratan dan materi penyusunnya Veron, 2000. Secara prinsip, Teori Darwin
menyatakan tiga tipe formasi pembentukan ekosistem terumbu karang di dunia, yang kemudian dikenal dengan teori penenggelaman Subsidence Theory yaitu:
1. Terumbu karang tepi fringing reef
dengan daratan terutama pulau-pulau kecil dan tumbuh di sepanjang pantainya yang mengandung sediment non-karbonat dan tidak terlalu terbuka
sehingga cukup terlindung dari gelombang McManus, 1992. Terumbu karang ini tumbuh ke permukaan dan ke arah laut terbuka, goba lagoon kecil yang
terdapat diantara karang dan daratan umumnya berlumpur yang terbawa dari daratan Veron, 2000.
2. Terumbu karang penghalang barrier reefs
Terumbu karang ini berada jauh dari daratan yang dapat berjarak lebih dari 100 km dari daratan, bergantung dari pengaruh gelombangnya. Goba yang luas
di antara terumbu karang dengan daratan ini dapat mencapai kedalaman 40 – 70 m dan mengandung bahan sedimen berkapur yang bersumber dari terumbu karang
Veron, 2000.
24
3. Atol
Merupakan diding-dinding terumbu karang berbentuk cincin yang mengelilingi goba di tengahnya. Atol memiliki banyak bentuk dan ukuran,
umumnya berupa pulau-pulau sempit yang dapat saja bervegetasi. Terumbu karang ini muncul dari perairan yang dalam, jauh dari daratan, sehingga terumbu
karang ini dapat terpengaruh oleh arus pasut Bakus, 1982. Darwin mengemukakan bahwa formasi awal merupakan fringing reefs
yang terbentuk di sekitar pulau. Jika pulau tersebut mengalami penurunan permukaan secara tektonik, fringing reefs akan berubah menjadi barrier reefs.
Apabila proses terus berlanjut, maka atolls akan terbentuk Veron, 2000.
Manfaat Ekosistem Terumbu Karang
Manfaat ekosistem terumbu karang tidak hanya berasal dari hewan karang, tetapi juga dari berbagai macam penyusun ekositem tersebut yang berkaitan erat
dengan hewan karang ini dalam hubungan fungsional dan harmonis Nontji, 1987. Moberg dan Folk 1999 dalam Caesar 2000 membagi manfaat
ekosistem terumbu karang berdasarkan manfaat barang dan jasa yang dihasilkannya. Barang di kategorikan dalam manfaat sumberdaya yang dapat
pulih karang, ikan dll. dan manfaat penambangan karang pasir, karang dll.. Jasa di kategorikan kedalam manfaat struktur fisik, biotik, biogeochemical,
informasi dan manfaat sosial budaya, seperti disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Manfaat ekosistem terumbu karang Moberg dan Folk, 1999 dalam
Caesar, 2000
Barang Jasa Biotik Abiotik
Struktur fisik
Biotik dalam ekosistem
Biotik antar ekosistem
Biogeokimia Informasi Sosial
budaya
Makanan Bahan
bangunan Perlindungan
garis pantai Habitat
Mendukung proses
keterkaitan ekosistem
Mengikat nitrogen
Memonitor dan
merekam polusi
Pariwisata Obat-
obatan Campuran
bahan bangunan
Membangun daratan
Keanekaragaman Memberi
nutrisi dan produk
organik Mengontrol
keberadaan COCa
Mengontrol iklim
Nilai inspirasi estetik dan
artistik
Perhiasan Minyak
dan gas Membantu
pertumbuhan mangrove dan
lamun Mengatur proses
dan fungsi ekosistem
Mengasimilasi limbah
Mata pencaharian
masyarakat
Dagangan Pembentukan
pasir Ketahanan
biologis Nilai budaya,
religi dan spiritual
25
Beberapa dari manfaat terumbu karang tersebut seperti pemanfaatan karang untuk perdagangan, bahan bangunan dan pariwisata, bila tidak dikontrol dengan
baik akan menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang dan akan menurunkan manfaat lainnya. Khusus pada pemanfaatan untuk perdagangan, pada
dekade terakhir, Indonesia mencatat peningkatan perdagangan karang baik hidup atau mati untuk di ekspor sebagai dekorasi ke luar negeri. Sampai tahun 1990-an
Indonesia tercatat memasok 36 – 41 pasar karang dunia dengan nilai sebesar 1,2 juta spesimen pertahunnya Suhartono dan Mardiastuti, 2003.
Dari data yang diperoleh dari Asosiasi Pengusaha Karang dan Ikan Karang Indoenesia AKKI, perdagangan karang hampir meliputi seluruh jenis karang yang
ada termasuk pasir dan batu karang dan jenis scleractinia yang tidak teridentifikasi. Dari data perdagangan tersebut, diketahui sepuluh genus karang yang paling banyak
diperjualbelikan sebagai karang hias baik kondisi hidup atau mati dari Indonesia Suhartono dan Mardiastuti, 2003. Sedangkan di Australia dari data yang
diperoleh bahwa karang yang paling banyak diambil untuk akuarium ornamental reef umumnya adalah karang yang berbentuk bercabang dan bentuk
mendauntabulate leafy. Khusus yang berbentuk bercabang yang umumnya dari genus Acropora dapat mencapai lebih dari 50 dari total ornamental reef Harriot,
2005. Data karang yang paling banyak diperjualbelikan dari Indonesia seperti disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Besaran nilai ekspor sepuluh genus karang Indonesia yang paling diminati pasar internasional data CITES tahun 1986 – 1999
Suhartono dan Mardiastuti, 2003
No. Nama Genus
Nama Komersial Persentase
1. Acropora
Karang Tanduk Rusa 9,80
2. Euphyllia
Karang Obor 9,04
3. Goniopora
Karang Bunga Plot 5,64
4. Pochillopora
Karang Bunga Kol 5,55
5. Fungia
Karang Jamur 4,68
6. Catalaphyllia
Karang Elegan 4,34
7. Trachyphyllia
Karang Otak 3,71
8. Heliofungia
Karang Cakram pipih 3,22
9. Heliopora
Karang Biru 2,92
10. Tubastrea
Karang Gurita 2,10
26
Pengelolaan Kawasan Taman Nasional
Pembangunan sistem kawasan konservasi di Indonesia pada dasarnya mengacu pada sistem yang dikembangkan oleh IUCN International Union
Conservation of Nature and Natural Resource dimana tujuan pengelolaan yang dilakukan untuk menghindari terjadinya kepunahan biota yaitu “save it, study it,
dan use it” yang dalam arti luas untuk menyelamatkan suatu spesies atau ekosistem sebelum hilangrusak, mengkajimempelajari manfaatnya untuk
peningkatan kesejahteraan hidup manusia secara berkelanjutan Alikodra 1996. Pemanfaatan sumber daya alam di taman nasional sebagai salah satu
kawasan konservasi dilaksanakan sejalan dengan Strategi Konservasi Dunia yang dikeluarkan oleh IUCN pada tahun 1980, yang kemudian melahirkan Strategi
Konservasi Indonesia. Strategi Konservasi Indonesia yang merupakan dasar dari terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya yang kemudian disebut “misi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya”, adalah sebagai berikut:
1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan. 2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Implementasi misi tersebut diwujudkan dalam pengalokasian wilayah-
wilayah ekosistem tertentu menjadi kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Taman nasional yang merupakan salah satu bentuk kawasan pelestarian
alam didefinisikan sebagai “kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistim asli, dikelola dengan sistim zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, pariwisata dan rekreasi”, diarahkan untuk:
• Menjaga keseimbangan ekosistem dan melindungi sistem penyangga kehidupan.
• Melindungi keanekaragaman jenis dan menjadi sumber plasma nutfah; • Menunjang kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan,
pendidikan dan latihan. • Menjadi obyek wisata alam dan menunjang pelestarian budaya setempat.
27
Dalam penyusunan kawasan konservasi termasuk taman nasional, secara umum IUCN memberikan beberapa kriteria sebagai dasar pertimbangan
penunjukan dan pengelolaan kawasan konservasi yaitu kriteria sosial, ekologi, ekonomi, regional dan kriteria pragmatik, dengan beberapa parameter di dalamnya
sebagai berikut: Kriteria Sosial
- Kesepakatan sosial untuk mendapatkan dukungan masyarakat sekitar.
- Mendukung ke arah peningkatan kualitas lingkungan dan kesehatan
masyarakat sekitar. -
Kawasan tersebut juga dapat digunakan sebagai wahana rekreasi masyarakat sekitar.
- Pengelolaan kawasan dapat melingkupi nilai agama, budaya dan sejarah
setempat. -
Mengandung unsur keindahan alam. -
Menghindari konflik dengan kebutuhan atau aktifitas masyarakat. -
Merupakan wilayah yang aman dan tidak berbahaya. -
Kawasan yang mudah dicapai. -
Kawasan dapat bermanfaat bagi penelitian dan pendidikan. -
Dalam pengelolaanya dapat mendukung peningkatan kesadaran masyarakat. Kriteria Ekonomi
- Merupakan wilayah penting untuk spesies komersial.
- Nelayan banyak bergantung terhadap hasil perikanan di kawasan ini.
- Tingkat ancaman terhadap kawasan ini dapat diketahui.
- Dapat mendukung pengingkatan ekonomi masyrakat sekitar dalam jangka
panjang. -
Kawasan berpotensi untuk pengembangan pariwisata. Kriteria Ekologi
- Kawasan kaya dalam ragam ekosistem, habitat, komunitas dan spesies
- Kawasan belum terganggu atau rusak.
- Adanya hubungan saling ketergantungan dalam ekosistem atau proses ekologi
di dalam kawasan.
28
- Kawasan mewakili tipe habitat, proses ekologi atau geologi tertentu.
- Kawasan merupakan habitat suatu spesies endemik atau yang langka.
- Terdapatnya kesatuan fungsi unit ekologi yang utuh atau mandiri dan lestari.
- Terdapat proses produktif yang bermanfaat bagi manusia dan biota lain.
- Kawasan mudah terdegradasi akibat peristiwa alam atau manusia.
Kriteria Regional -
Kawasan dapat mewakili karakter region wilayahnya baik dari bentang alam, proses ekologi atau situs budaya.
- Kawasan dapat menyangga perbedaan pengelolaan yang ada di luar kawasan.
Kriteria Pragmatik -
Dapat dilakukan tindakan cepat bila perlu diperlukan dalam pengelolaan kawasan.
- Memiliki luasan cukup dapat mencakup kebutuhan proses ekologi yang
diperlukan. -
Aman dari potensi ancaman eksploitasi atau dampak dari pembangunan. -
Cukup sesuai untuk dapat melaksanakan program pengelolaan secara efektif. -
Telah berjalannya walau secara tidak langsung suatu embrio model pengelolaannya.
- Dapat berlangsungnya proses pemulihan secara alami dari kerusakan
mengarah ke kondisi semula. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 yang telah memuat
definisi taman nasional, pada tahun1998 dibuat statu Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 yang memuat arahan penetapan dan pengelolaan taman nasional
dimana kawasan ini dalam pengelolaannya menggunakan sistem zonasi kawasan yaitu Zona Inti, Zona Perlindungan, Zona Pemanfaatan dan Zona lainnya yang