BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Kewarisan Menurut Hukum Islam 1. Pengertian Kewarisan
Kewarisan menurut Hukum Islam ialah proses pemindahan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal, baik yang berupa benda yang berwujud maupun yang berupa hak kebendaan
kepada keluarganya yang dinyatakan berhak menurut hukum Ahmad Azhar Basyir, 2001: 132. Dari pengertian tersebut dapat diketahui kewarisan baru terjadi setelah pewaris meninggal dunia, dan
yang dapat menjadi ahli waris hanyalah keluarga yang berhubungan dengan pewaris atas dasar ikatan perkawinan dan adanya hubungan darah.
2. Rukun Mewaris
Menurut hukum waris Islam, rukun mewaris ada tiga yaitu: 1. Pewaris
Menurut Pasal 171 butir b Kompilasi Hukum Islam, pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam,
meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.
Menurut Rachmad Budiono, pewaris adalah orang yang telah meninggal dunia yang hartanya diwarisi oleh ahli warisnya Rachmad Budiono, 1999:9. Adanya pewaris yaitu seseorang yang
meninggal dunia dan meninggalkan harta peninggalan merupakan ’conditio sine quo non’ syarat mutlak, karena sebelum ada seseorang yang meninggal dunia, atau ada yang meninggal dunia tetapi
tidak ada harta benda yang merupakan harta peninggalan belumlah timbul masalah kewarisan Idris Ramulyo, 2000: 106. Dengan demikian jika seseorang memberikan harta benda kepada kerabatnya
ketika masih hidup maka hal tersebut bukan kewarisan. Kematian pewaris menurut para ulama dapat dibedakan menjadi tiga macam Fatchur
Rahman dalam Otje Salman dan Mustofa Haffas, 2002: 5 yaitu: a Mati haqiqy sejati, adalah kematian yang dapat disaksikan oleh panca indra.
b Mati hukmy menurut putusan hakim, adalah kematian yang disebabkan adanya putusan hakim, baik orangnya masih hidup maupun sudah mati.
c Mati taqdiry menurut dugaan, adalah kematian yang didasarkan pada dugaan yang kuat bahwa orang yang bersangkutan telah mati.
2. Ahli Waris Menurut Pasal 171 butir c KHI, Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia
mempunyai hubungan darahnasab atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak berhalangan karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Hidupnya ahli waris merupakan syarat yang harus dipenuhi. Mengenai janin yang masih dalam kandungan ibuanya, apabila dia lahir dalam keadaan hidup maka dia dapat mewaris, dasarnya
hadist riwayat Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad S.A.W. Bersabda yang artinya ’Apabila anak yang dilahirkan itu menangis maka dia diberi warisan’ Sayyid Sabiq, 2006: 508.
3. Warisan Kompilasi Hukum Islam membedakan pengertian antara harta peninggalan dengan harta
warisan. Menurut Pasal 171 butir d KHI, harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. Adapun harta
warisan menurut Pasal 171 butir e KHI adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan
jenazah tajhiz, pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat. Perumusan harta warisan menurut Pasal 171 butir e KHI ini hanya sesuai apabila diterapkan terhadap pewaris yang berstatus suami atau
isteri.
Harta warisan adalah harta peninggalan setelah diadakan tindakan pemurnian Abdul Ghofur Anshori, 2002: 23. Tindakan pemurnian adalah pengambilan harta peninggalan untuk pembayaran
biaya-biaya perawatan jenazah, hutang-hutang, serta penunaian wasiat.
3. Sebab-sebab Mewaris