Mawali adalah ahli waris yang menggantikan seseorang untuk memperoleh bagian warisan yang tadinya akan diperoleh oleh orang yang digantikan itu seandainya ia masih hidup. Orang yang
digantikan itu ialah penghubung antara ahli waris pengganti dengan pewaris. Contohnya cucu yang orang tuanya meninggal dunia lebih dahulu daripada kakeknya. Cucu tersebut mewaris dari kakeknya.
Orangtua cucu yang meninggal dunia itu merupakan penghubung antara cucu dengan kakeknya. Pencetus gagasan bahwa hukum kewarisan Islam mengenal penggantian tempat adalah Prof.
Hazairin. Pendapat Beliau berdasarkan ketentuan QS. An Nisa ayat 7, 11 dan ayat 33. Menurut Hazairin, penggantian tempat dapat terjadi bagi ahli waris dalam garis lurus ke bawah cucu
menggantikan orangtuanya yang meninggal terlebih dahulu, ahli waris dalam garis lurus ke samping kemenakananak dari saudara perempuan, ahli waris dalam garis lurus ke atas kakekayahnya ibu.
Menurut Hazairin, garis pokok penggantian tempat adalah suatu cara untuk menentukan siapa-siapa ahli waris. Tiap-tiap ahli waris berdiri sendiri sebagai ahli waris, dia bukan menggantikan ahli waris
yang lain Hazairin dalam Rachmad Budiono, 1999: 37. Di dalam Kompilasi Hukum Islam juga dikenal mewaris karena penggantian tempat
mawali. Hal ini diatur dalam Pasal 185 KHI yang menentukan: 1 Ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya dapat
digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173 KHI; 2 Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan
yang diganti.
B. Tinjauan tentang Hibah dan Wasiat dalam Hukum Islam 1. Pengertian Hibah
Menurut Pasal 171 huruf g Kompilasi Hukum Islam, hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.
2. Rukun Hibah
1 Pemberi hibah. Syarat pemberi hibah sekurang-kurangnya berumur 21 tahun, berakal sehat, dan tanpa
paksaan Pasal 210 ayat 1 KHI. 2 Penerima hibah
Penerima hibah adalah orang dan lembaga Pasal 210 ayat 1 KHI.
3 Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari pemberi hibah, dan sebanyak- banyaknya adalah sepertiga Pasal 210 ayat 2 KHI.
Mengenai benda yang dapat dihibahkan secara prinsip sama dengan benda yang dapat diwasiatkan, yakni harus merupakan hak si penghibah.
3. Penarikan Hibah
Menurut Pasal 212 KHI, hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orangtua kepada anaknya. Hibah kepada selain anak dapat ditarik kembali asalkan disetujui oleh penerima hibah.
4. Pengertian Wasiat
Kata wasiat diambil dari kata washshaitu asy-syaia, uushiihi, artinya aushaltuhu aku menyampaikan sesuatu, maka muushii orang yang berwasiat adalah orang yang menyampaikan
pesan di waktu ia hidup untuk dilaksanakan sesudah ia meninggal Sayyid Sabiq, 1987: 230. Dalam istilah syara’, wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa
barang, piutang ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat sesudah orang yang berwasiat meninggal Sayyid Sabiq, 1987: 230.
Menurut Hasbi Ash Shiddieqy, wasiat adalah suatu tasharruf pelepasan terhadap harta peninggalan yang dilaksanakan sesudah meninggal dunia yang berwasiat Rachmad Budiono, 1999:
22. Menurut Pasal 171 huruf f KHI, wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada
orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan, wasiat adalah pemberian hak milik
secara sukarela yang dilaksanakan setelah pemberinya meninggal dunia.
5. Dasar Hukum Wasiat
Dasar hukum wasiat dalam hukum Kewarisan Islam, berturut-turut adalah: QS. Al Baqarah ayat 180, QS. Al Maidah ayat 106, QS. An Nisa ayat 11. QS. Al Baqarah ayat 180 menentukan yang
artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf,
inilah kewajiban atas orang yang bertakwa.” QS. Al Maidah ayat 106, artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, apabila kematian akan merenggut salah seorang diantara kamu, sedang ia akan berwasiat, maka hendaklah disaksikan oleh dua orang yang adil diantara kamu atau dua orang yang
berlainan agama dengan kamu jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian.” QS. An Nisa ayat 11, artinya: “...sesudah dipenuhi wasiat yang dia buat atau sesudah
dibayar hutangnya...”. Dalam Kompilasi Hukum Islam, wasiat diatur mulai Pasal 194-209 KHI.
6. Rukun dan Syarat Wasiat