31
2.8 Jenis Patahan
Pada spesimen yang telah dilakukan pengujian impak, akan dapat diketahui jenis patahan yang dihasilkan. Adapun jenis-jenis patahan tersebut
antaralain: 1. Patahan Getas
Ciri-ciri patahan getas adalah memiliki permukaan rata dan mengkilap, apabila potongan ini disambung kembali maka kedua
potongan ini akan menyambung dengan baik dan rapat. Hal ini disebabkan pada saat proses patahnya,spesimen tidak mengalami
deformasi. Bahan yang memiliki jenis patahan ini mempunyai kekuatan impak yang rendah.
2. Patahan Liat Ciri-ciri permukaan patahan jenis ini tidak rata dan tampak seperti
beludru, buram dan berserat. Jika potongan disambungkan kembali maka sambungan tidak akan rapat. Bahan yang memiliki jenis patahan
ini mempunyai kekuatan impak yang tinggi, karena sebelum patah bahan mengalami deformasi terlebih dahulu.
3. Patahan Campuran Ciri-cirinya patahan jenis ini adalah permukaan patahan sebagian terdiri
dari patahan getas dan sebagian yang lain adalah patahan liat.
a b c
Gambar 2.15 Sifat-sifat Patahan a Patahan getas, b Patahan liat, dan c Patahan campuran
32
2.9 Pengujian Hasil Pengelasan 2.9.1 Uji Impak
Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat rapit loading. Pada uji inpak terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika
beban menumbuk spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan
prinsip perbedaan energi potensial. Tapi jika di mesin ujinya sudah menunjukkan energi yang dapat diserap material, tidak perlu menghitung manual. Proses
penyerapan energi ini akan di ubah menjadi berbagai respon material, yaitu: 1. Depormasi plastis
2. Efek hysteresis 3. Efek inersia
Standar ASTM uji impak
Gambar 2.16 Standar ASTM Uji Impak Sumber : ASTM E-8M, ASTM Handbook
33
Ada dua macam pengujian impak, yaitu: 1. Charpy
2. Izod Perbedaan charpy dengan izod adalah peletakan spesimen. Pengujian
dengan menggunakan charpy lebih akurat karena pada izod, pemegang spesimen juga turut menyerap energi, sehingga energi yang terukur bukanlah energi yang
mampu diserap material seutuhnya. Faktor yang mempengaruhi kegagalan material pada pengujian impak
adalah: 1. Notch
Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu
notch juga akan menimbulkan triaxial stress. Triaxial stress ini sangat berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dan menyebabkan
material menjadi getas. Sehingga tidak ada tanda-tanda bahwa material akan mengalami kegagalan.
2. Temperatur Pada temperature tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi
elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya. 3. Strainrate
Jika pembebanan di berikan pada strain rate yang biasa-biasa saja, maka material akan sempat mengalami depormasi palstis, karena pergerakan
atomnya dislokasi. Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu
34
kemudian patah. Namun pada uji impak, strain rate yang di berikan sangat tingi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak, apalagi terjadi deformasi
plastis, sehingga material akan mengalami patah transgranular, patahnya di tngah-tengah atom, bulan di batas butir. Karena dislokasi gak sempat
gerak ke batas butir. Kemudian, dari hasil percobaan akan di dapatkan energi dan temperatur. Dari data tersebut, kita akan buat diagram harga
impak terhadap temperature. Energi akan berbanding lurus dengan harga impak. Kemudian kita akan mendapatkan temperature transisi.
Temperature transisi adalah range temperature di mana sifat material dapat berubah dari getas keulet jika material dipanaskan.
2.9.1.1 Mesin uji impak Mesin uji bentur impact yang digunakan untuk mengetahui harga impak
suatu bahan yang di akibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tersebut. Tipe dan bentuk kontruksi mesin uji bentur beraneka ragam mulai dari jenis konvensional
sampai dengan system digital yang lebih maju. Dalam pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi yang tinggi kalau bahan di beri takikan, maka tajam
kakikan makin besar deformasi yang terkonsentrasikan pada takikan, yang memunggkinkan meningkatkan laju regangan beberapa kali lipat, patah getas
menjadi permasalahan penting pada baja dan besi. Pengujian impact charpy banyak di pergunakan untuk menentukan
kualitas bahan. Benda uji takikan berbentuk V yang mempunyai keadaan takikan 2 mm banyak dipakai. Permukaan benda uji pada inpact charpy dikerjakan halus
35
pada semua permukaan. Mesin uji inpact charpy ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Takikan dibuat dengan mesin freis atau alat nocth khusus takik. Semua dikerjakan menurut standar yang ditetapkan. Pada pengujian adalah suatu bahan
uji yang ditakikan, dipukul oleh pendulum bandul yang mengayun. Dengan pengujian ini dapat diketahui sifat kegetasan suatu bahan . berikut ini merupakan
salah satu mesin uji impak.
Gambar 2.17 Mesin uji impak charpy Sumber: Laboratorium Ilmu Logam Fisik, Teknik Mesin USU
Cara ini dapat dilakukan dengan cara charpy, pendulum diarahkan pada
bagian belakang takik dari batang uji. Sedangkan pada pengujian impact cara izod adalah pukulan pendulum diarahkan pada jarak 22 mm dari penjepit dan
takikannya menghadap pendulum. Ada juga jenis Standar ASTM untuk pengujian impak. Pada baja dan
aluminium terdapat perbedaan harga impak. Harga impak lebih tinggi dari pada
36
aluminium menunjukkan bahwa ketangguhan baja lebih tinggi jika di bandingkan dengan aluminium. Ketangguhan adalah kemampuan material untuk menyerap
energi dan berdeformasi plastis hingga patah. Selain suhu, hal lain yang mempengaruhi harga impak suatu material
adalah kadar karbonnya. Material yang memiliki kadar karbon yang tinggi akan lebih getas. Hal ini akan mempengaruhi harga impaknya dan temperature
transisinya.material yang memiliki kadar karbon tinggi akan memiliki temperature transisi yang lebih panjang jika di bandingkan dengan material yang memikiki
kadar karbon rendah. Temperature transisi yang berbeda beda ini akan mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan suhu. Material yang
memiliki temperature transisi rendah maka material tersebut tidak akan tahan terhadap perubahn suhu.
Untuk mencari nilai impak terlebih dahulu mencari ketinggian bandul sebelum dan setelah terjadi pemukulan. Dapat dicari dengan menggunakan rumus
berikut : h
1
= Sin α-90.s + s
dimana : h
1
= ketinggian bandul sebelum terjadi pemukulan. Sin
α = sudut awal bandul 147
s = jarak lengan pengayun 0.75 m
Setelah didapat nilai ketinggian bandul maka dicari nilai kecepatan akhir setelah terjadi pemukulan dengan menggunakan rumus sebagia berikut :
37
Ep = Ek m.g.h
2
=
1 2
m.v
2 2
dimana : Ep
= Energi potensial Ek
= Energi Kinetik Pada pembebanan impak ini terjadi proses penyerapan energi yang besar.
Usaha yang dilakukan pendulum waktu memukul benda uji atau energi yang diserap benda uji patah didapat rumus yaitu
E = Ep
1
– Ep
2
= m.g.h
1
– m.g.h
2
= m.gh
1
-h
2
= m.gλ1- cos α – λ cos β – cos α = m.g λ cos β – cos α
Keterangan: Ep = energi potensial, Em
= energi mekanik m
= berat pendulum Kg g
= Gravitasi 9,81 ms² h
1
= jarak awal antara pendulum dengan benda uji m h
2
= jarak akhir antara pendulum dengan benda uji m λ
= jarak lengan pengayun m cos α = sudut posisi awal pendulum
cos β = sudut posisi akhir pendulum
38
Dari persamaan di atas dapat diketahui harga impak yaitu : I = E A
Dimana : I
= Nilai ketangguhan impak Jmm² E
= Energi yang diserap J A
= Luas penampang di bawah takikan mm² Takik notch dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi
segangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 45º, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang
kunci key hole
2.9.2 Uji Kekerasan Hardness
Kekerasan Hardness adalah salah satu sifat mekanis dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam
penggunaannya akan mengalami pergesekan frictional force dan deformasi plastis. Deformasi plastis adalah suatu keadaan dari suatu material ketika material
tersebut diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal. Lebih ringkasnya kekerasan itu dapat diartikan
sebagai kemampuan suatu bahanmaterial untuk menahan beban induksi atau penetrasi penekanan.
Di dunia teknik umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian :
39
1. Brinnel HBBHN Jenis pengujian ini bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu
bahanmaterial dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja identor yang ditekankan penetrasi pada permukaan bahanmaterial tersebut.
Uji kekerasan Brinnel dapat dirumuskan sebagai berikut :
HB =
2F �2.DD− D
2
−d
2
Dimana : D = diameter bola mm
d = impression diameter mm F = Load beban Kgf
HB = Brinnel Result HB
Gambar 2.18 Brinnell Test Sumber: Laboratorium Ilmu Logam Fisik, Teknik Mesin USU
2. Rockwell HRRHN Pengujian kekerasan dengan metode ini bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu bahanmaterial dalam bentuk daya tahan material terhadap
40
indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
Rumus yang digunakaan yaitu, HR = E
– e Dimana :
HR = besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness
E = jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line.
e = jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm
3. Vikers HVVHN Metode ini bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu bahanmaterial
dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometric berbentuk pyramid. Beban yang digukan juga jauh
lebih kecil dibangding yang digunakan pada pengujian Rockwell dan brinnel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.
Rumus yang digunakan adalah HV =
�. sin 136°2 d²2
HV = 1,854 Fd² Dimana:
HV = angka kekerasan Vickers F
= beban d
= diagonal mm
41
4. Micro Hardness knoop hardness Metode ini bertujuan untuk pengujian material yang tingkat nilai
kekerasannya rendah.
Knoop biasanya digunakan untuk mengukur material yang getas seperti keramik.
Rumus perhitungannya yaitu HK = 14,2 F I²
Dimana: HK = angka kekerasan knoop
F = Beban kgf
I = panjang dari indentor mm
Setelah kita mengetahui macam-macam pengujian untuk uji kekerasan maka segera ditentukan metode apa yang akan dipakai dalam penelitian ini yaitu dengan
cara memperhatikan permukaan material, jenis dan dimensi material, jenis data yang diinginkan, dan ketersediaan alat uji.
2.9.3 Uji Struktur Mikro
Suatu logam mempunyai sifat mekanik yang tidak hanya tergantung pada komposisi kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung pada struktur mikronya.
Suatu paduan dengan komposisi kimia yang sama dapat memiliki struktur mikro yang berbeda, dan sifat mekaniknyapun akan berbeda. Ini tergantung pada proses
pengerjaan dan proses laku-panas yang diterima selama proses pengerjaan. Pengamatan struktur mikro dapat menggunakan mikroskop.
42
Gambar 2.19 Mikroskop Optik Sumber: Laboratorium Ilmu Logam Fisik, Teknik Mesin USU
Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut struktur mikro. Struktur ini dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat pengamat
struktur mikro. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya. Persiapan yang dilakukan sebelum mengamati struktur mikro adalah pemotongan specimen,
pengampelasan, pemolesan, dan pengetsaan. Setelah dipilih, bahan uji diratakan permukaannya dengan menggunakan kikir. Setelah rata digosok dengan
menggunakan ampelas mulai dari yang kasar sampai yang halus. Arah pengampelasan tiap tahap harus diubah, pengampelasan yang lama
dan penuh kecermatan akan menghasilkan permukaan yang halus dan rata. Bahan yang halus dan rata diberi autosol untuk membersihkan noda yang menempel pada
bahan. Langkah terakhir sebelum dilihat struktur mikro adalah dengan mencelupkan specimen kedalam larutan etsa dengan penjepit tahan karat dan
permukaan menghadap keatas. Kemudian specimen dicuci, dikeringkan dan dilihat struktur mikronya.
43
Untuk mendapatkan kemampuan resolusi dari lensa objektif yang digunakan, kontras bayangan haruslah mencukupi. Kontras bayangan bergantung
pada persiapan spesimen dan optika. Perbedaan pada pemantulan sinar dari permukaan spesimen mengakibatkan adanya amplitudo bentuk yang dapat dilihat
oleh mata setelah adanya perbesaran. Perbedaan fase yang ditimbulkan oleh pemantulan sinar pasti dapat dilihat dengan penggunaan fase kontras atau dengan
menambahkan alat interferensi kontras pada mikroskop. 1. Penyinaran Daerah Terang
Penyinaran daerah terang , merupakan cara pengujian yang paling banyak digunakan. Dalam operasinya, sinar dilewatkan melalui lensa objektif dan
menumbuk permukaan spesimen secara tegak lurus. Bentuk permukaan yang normal terhadap sinar datang akan memantulkan sinar itu kembali melalui lensa
objektif menuju mata. Permukaan yang miring akan memantulkan sinar lebih
sedikit ke lensa objektif dan kelihatan lebih gelap, tergantung pada sudutnya.
2. Penyinaran Miring Pada beberapa mikroskop, dapat dipasangi dngan kondensator atau cermin
sehingga sinar yang lewat melalui lensa objektif menumbuk permukaan spesimen pada sudut yang tidak tegak lurus. Kekasaran permukaan spesimen akan
membentuk bayangan –bayangan, menghasilkan tampilan tiga dimensi. Hal ini
memungkinkan kita untuk menentukan bentuk relif atau lekukan. Namun hanya sedikit tingkat kemiringan yang dapat digunakan, karena cara ini menyebabkan
penyinaran menjadi tidak seragam dan mengurangi resolusi.
44
3. Penyinaran Daerah Gelap Sinar yang dipantulkan oleh bentuk yang miring, dikumpulkan, dan sinar
yang dipantulkan dari bentuk yang normal terhadap pancaran sinar datang diblok. Oleh karena itu kontras merupakan kebalikan dari penyinaran daerah terang;
dimana bentuk yang terang pada penyinaran daerah terang kelihatan gelap. Ini akan menghasilkan kontras bayangan yang sangat kuat, dengan adanya
kemiringan benda akan kelihatan berkilauan. Pada beberapa kondisi, mungkin tidak bisa melihat bentuk dengan menggunakan penyinaran daerah terang. Cara
penyinaran daerah gelap sangatlah praktis untuk digunakan dalam mempelajari struktur-struktur butir, namun intensitas cahaya yang rendah akan membuat
fotomikroskop menjadi lebih rumit, namun masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan alat pengatur cahaya otomatis.
Prinsip Kerja Mikroskop Optik Secara umum prinsip kerja mikroskop optik adalah sinar datang yang
berasal dari sumber cahaya melewati lensa kondenser, lalu sinar datangitu menuju glass plane yang akan memantulkan sinar datang itu menuju spesimen. Sebelum
mencapai spesimen sinar datang itu melewati beberapa lensa pembesar. Kemudian sinar datng tersebut sebagian akan dipantulkan kembali, sedangkan sebagian lagi
akan menyimpang akibat mengenai permukaan yang telah terkorosi pada saat pengetsaan. Sinar datang yang dipantulkan kembali ke mikroskop optik akan
diteruskan ke lensa okuler sehingga dapat diamati.
45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
3.1.1 Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorim Proses Produksi dan Laboratorium Ilmu Logam Fisik. Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara. 3.1.2 Waktu
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2014.
3.2 Metode Pembuatan Spesimen
3.2.1 Persiapan Alat dan Bahan Pada tahap ini dilakukan atau dipersiapkan bahan-bahan dan alat-alat yang
diperlukan untuk pengujian. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Gergaji saw Mesin gergaji yang digunakan Merk Viebahn 220 V dengan kecepatan
potong 10 mm. Gergaji ini digunakan sebagai alat pemotong benda uji.
`
Gambar 3.1 Gergaji besi Sumber: Laboratorium Ilmu Logam Fisik, Teknik Mesin USU
46
Spesifikasi: Tipe : TNW
ART No : Model 200 K Item No : ME 1 7
Tegangan : 38050 V Umin : 2860 P.K : 1.10
AV 220 – Amp 2.33
YV 380 – Amp 1.35
2. Gerinda tangan Dalam penelitian ini gerinda tangan digunakan untuk merapikan hasil las an
pada pesawat tanpa awak. Batu gerinda merupakan komposisi aluminium oksida. gerinda ini dapat mengahsilkan putaran sekitar 11.000- 15.000 rpm.
Gambar 3.2 gerinda tangan Sumber : Laboratorium Ilmu Logam Fisik, Teknik Mesin USU
Spesifikasi: Syle No : S1M-DY01-100B
Wheel specification : 100x16x4 Tegangan : 110220240 V
Frekuensi : 5060 Hz Daya Input : 550 W
47
Kecepatan : 11000 rmin Berat : 2 kg
Ukuran gerinda : 290x120x100
3. Mesin las Mesin las yang digunakan yaitu mesin las listrik.
Gambar 3.3 Mesin las Sumber: Laboratorium Ilmu Logam Fisik, Teknik Mesin USU
Spesifikasi: Tipe : LEGS 225
No : 3433613 Tegangan : 380220 V
Cos φ . bei A
Cos φ bei A
DB 100 ED 150 A 26 V HSB 60 ED 200 A 28 V
HSB 35 ED 225 A 29 V
48
4. Mesin sekrap Mesin sekrap yang digunakan adalah type L-450, mesin sekrap digunakan
sebagai proses pembentukan benda uji pada uji tarik dan uji impak. Mesin ini menggunakan mata pahat sebagai media pemakanan. Bentuk mata pahat dapat
disesuaikan dengan bentuk benda yang diinginkan.
Gambar 3.4 Mesin Skrap Sumber: Laboratorium Ilmu Logam Fisik, Teknik Mesin USU
Type : L-450 5. Mikroskop optic
Mikroskop optic digunakan unutk melihat bentuk mikrostruktur daerah lasan. Adapun perbesaran yang digunakan adalah 100,200, dan 500X.
Gambar 3.5 mikroskop optik Sumber: Laboratorium Ilmu Logam Fisik, Teknik Mesin USU
49
Spesifikasi : Merk
: Rax Vision No.545491 Perbesaran optic : 50X, 100X, 200X, 500X dan 800X
3.3 Metodologi Penelitian
Adapaun beberapa proses pelaksanaan pengujian sebagai berikut: 1. Proses pengujian dilaksanakan sepenuhnya, terhadap variabel-variabel yang
mempengaruhi pemakaian elektroda, dalam hal ini dengan menggunakan elektroda yang berdiameter berbeda yang ditinjau dengan pengujian impak,
pengujian kekerasan, dan uji mikro. 2. Teknik pengumpulan data yang diperoleh dari proses pengelasan yang
dilakukan dari hasil pengujian impak terhadap benda uji sebanyak 9 spesimen, masing-masing 3 spesimen dengan diameter elektroda sebesar 2,6
mm, 3 spesimen dengan elektroda berdiameter 3,0 mm, dan 3 spesimen dengan elektroda berdiameter 4,0 mm. Pengumpulan data dari hasil
pengujian kekerasan terhadap benda uji sebanyak 3 spesimen, dimana tiap- tiap specimen diambil tiga titik pembebanan. Dan untuk pengumpulan data
mikto sebanyak 3 spesimen. 3. Metode analisa dan evaluasi data yang diperoleh dari pengujian yang
dilakukan di laboraturium pada masing-masing spesimen adalah kualitatif. Dari data inilah akan dicari harga untuk sifat mekanis dari masing-masing
spesimen dan merupakan nilai yang dicapai dari uji impak dan kekerasan berdasarkan variasi diameter elektroda yang dipakai.
50
4. Dari sinilah penelitian akan mendapatkan kesimpulan yang sebenarnya bagaimana pengaruh variasi diameter elektroda terhadap sifat mekanisnya
dari material St37 didalam standar pengujian yang berlaku. 5. Penyusunan laporan, yang termasuk didalamnya kesimpulan dari hasil yang
dicapai serta pengambilan langkah-langkah yang berhubungan terhadap hasil kekuatan sambungan las pada material uji lebih ditekankan, sehingga
pada akhirnya tujuan penelitian dapat sepenuhnya tercapai.
3.4 Variabel-Variabel Pengujian