Evaluasi Aktivitas Mikroba Rumen in Vitro dari Ekstrak Daun Saga dan Daun Kemuning dalam Ransum Kambing Perah
EVALUASI AKTIVITAS MIKROBA RUMEN IN VITRO DARI
EKSTRAK DAUN SAGA DAN DAUN KEMUNING
DALAM RANSUM KAMBING PERAH
EKA RACHMI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Aktivitas
Mikroba Rumen in Vitro dari Ekstrak Daun Saga dan Daun Kemuning dalam
Ransum Kambing Perah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Eka Rachmi
NIM D24100030
ABSTRAK
EKA RACHMI. Evaluasi Aktivitas Mikroba Rumen in Vitro dari Ekstrak Daun
Saga dan Daun Kemuning dalam Ransum Kambing Perah. Dibimbing oleh
DWIERRA EVVYERNIE AMIRROENAS dan HERI AHMAD SUKRIA.
Daun saga dan kemuning adalah tanaman herbal yang dapat dijadikan
sebagai imbuhan pakan untuk ternak. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari
pengaruh penambahan ekstrak daun saga dan kemuning pada ransum kambing
perah secara in vitro. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 5 dengan tiga periode pengambilan
cairan rumen yang berbeda sebagai kelompok. Terdapat dua faktor yaitu faktor A
adalah tiga jenis ransum; P1 = P0 + Ekstrak daun saga, P2 = P0 + Ekstrak daun
kemuning dan P3 = P0 + Campuran ekstrak daun saga dan kemuning. Faktor B
adalah tarat pemberian ekstrak (0%, 4%, 8%, 12%, dan 16 %). Parameter yang
diamati yaitu populasi mikroba rumen, fermentabilitas, dan kecernaan. Penelitian
ini menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara jenis ransum dengan taraf
pemberian ekstrak. Penambahan ekstrak daun saga dan kemuning cenderung
menurunkan populasi mikroba, fermentabilitas, dan kecernaan akibat menurunnya
populasi mikroba dengan meningkatnya taraf pemberian. Dengan demikian,
sebaiknya ekstrak daun saga dan kemuning serta campurannya ditambahkan ke
dalam ransum kambing perah pada taraf terendah yaitu 4%.
Kata kunci : daun kemuning, daun saga, in vitro, mikroba, taraf
ABSTRACT
EKA RACHMI. Evaluation of in Vitro Rumen Microbes Activities of Saga and
Kemuning Leaves Extract for Dairy Goats Diet. Supervised by DWIERRA
EVVYERNIE AMIRROENAS and HERI AHMAD SUKRIA.
Saga and kemuning leaves are medical plants that can be used as feed
additive for animal. This research aimed to study the effect of addition of saga and
kemuning leave extracts in dairy goat diet through in vitro evaluation.
Experimental design of this research was Randomized Block Design (RGD) with
3 x 5 factorial with three collection periods of rumen fluid as a group was used in
this experiment. There were two factors i.e. factor A was four types of ration; P1
= P0 + Saga leaf extract, P2= P0 + Kemuning leaf extract, and P3 = P0 + Mixture
extract of saga and kemuning leaf. Factor B was level of extract like: 0%, 4%, 8%,
12%, and 16 %. Evaluated in vitro parameter were rumen microbial population,
fermentability, and digestibility. This research showed no interaction between the
ration with levels of the extract. The addition of saga and kemuning leaves extract
cause decreasing the microbes population, fermentability, and digestibility caused
death of microbes by increasing level of the extract. As conclusion, saga and
kemuning leaves extract and the mixture can be allowed into dairy goat ration at
lowest level of 4%.
Keywords: in vitro, kemuning leaf, level, microbes, saga leaf
EVALUASI AKTIVITAS MIKROBA RUMEN IN VITRO DARI
EKSTRAK DAUN SAGA DAN DAUN KEMUNING
DALAM RANSUM KAMBING PERAH
EKA RACHMI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Evaluasi Aktivitas Mikroba Rumen in Vitro dari Ekstrak Daun
Saga dan Daun Kemuning dalam Ransum Kambing Perah
Nama
: Eka Rachmi
NIM
: D24100030
Disetujui oleh
Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS, MSc
Pembimbing I
Dr Ir Heri A. Sukria, MAgrSc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Panca Dewi MHK, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (
)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah feed
additive dari tanaman herbal, dengan judul Evaluasi Aktivitas Mikroba Rumen in
Vitro dari Ekstrak Daun Saga dan Daun Kemuning dalam Ransum Kambing
Perah.
Daun saga dan daun kemuning merupakan tanaman herbal yang berpotensi
menjadi feed additive. Penggunaan kedua herbal tersebut perlu dibatasi karena
mengandung zat sebagai antimikroba. Penelitian mengenai ekstrak daun saga dan
kemuning sebagai feed additive pada ransum kambing perah belum dilakukan,
sehingga penelitian ini dilaksanakan untuk mengamati pengaruh penggunaannya
dalam ransum kambing perah terhadap aktivitas mikroba rumen, fermentabilitas,
dan kecernaan.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh
gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Eka Rachmi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Bahan
2
Alat
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Prosedur Percobaan
2
Rancangan dan Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Populasi Mikroorganisme Rumen
6
Fermentabilitas in Vitro
7
Kecernaan in Vitro
9
SIMPULAN DAN SARAN
11
Simpulan
11
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
11
LAMPIRAN
11
RIWAYAT HIDUP
16
UCAPAN TERIMA KASIH
16
DAFTAR TABEL
1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum kontrol penelitian (% Bahan
kering
2 Pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri total (log CFU ml-1)
3 Pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa (log sel ml-1)
4 Pengaruh perlakuan terhadap rataan konsentrasi amonia N-NH3 (mM)
5 Pengaruh perlakuan terhadap rataan konsentrasi VFA total (mM)
6 Koefisien cerna bahan kering ransum perlakuan (%)
7 Koefisien cerna bahan organik ransum perlakuan (%)
3
6
7
8
9
10
10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis ragam populasi bakteri total
2 Analisis ragam populasi protozoa
3 Analisis ragam konsentrasi amonia (NH3)
4 Analisis ragam konsentrasi VFA total
5 Analisis ragam kecernaan bahan kering (KCBK)
6 Uji jarak duncan kecernaan bahan kering (KCBK)
7 Analisis ragam kecernaan bahan organik (KCBO)
13
13
13
14
14
14
15
PENDAHULUAN
Salah satu ternak yang dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat dan
mudah dalam pemeliharaannya adalah kambing perah. Budidaya kambing perah
yang baik seharusnya didukung dengan pemenuhan kualitas pakan yang baik pula.
Pakan harus mengandung nutrien yang dibutuhkan ternak dan memenuhi
kebutuhan ternak untuk hidup pokok dan bereproduksi. Oleh karena itu, pada
ransum ternak biasanya ditambahkan imbuhan pakan sebagai bahan pelengkap
untuk memelihara kesehatan ternak sehingga produksi ternak menjadi lebih
optimal. Hartadi et al. (1991) menyatakan bahwa feed additive adalah suatu bahan
atau kombinasi bahan yang ditambahkan, biasanya dalam kuantitas yang kecil
kedalam campuran makanan dasar untuk memenuhi kebutuhan khusus.
Penambahan feed additive dalam ransum harus aman bagi mikroba rumen untuk
fungsi pencernaan yang baik.
Salah satu feed additive yang lazim ditambahkan dalam ransum adalah
antibiotik sintesis. Pemberian antibiotik ini dimaksudkan untuk memacu
pertumbuhan atau meningkatkan produktivitas dan kesehatan sehingga
meningkatkan produksi ternak. Selain itu, pemakaian antibiotik sintesis dalam
kurun waktu yang lama dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik.
Sejak Januari 2006, penggunaan antibiotik sebagai pakan imbuhan di Eropa telah
dilarang karena antibiotik berpotensi ikut terserap pada produk hasil peternakan
dan secara tidak langsung konsumen akan memperoleh antibiotik dalam
konsentrasi rendah yang mampu meningkatkan resistensi bakteri serta residu
kimia dan mampu menimbulkan efek alergi pada manusia (Greathead 2003).
Penggunaan antibiotik pada pakan berasosiasi dengan munculnya beberapa strain
patogen resisten, di antaranya Salmonella sp., Campylobacter sp., Escherichia
coli, dan Enterococcus sp. (Hashemi dan Davoodi 2011). Dengan pengalihan
penggunaan antibiotik, bahan herbal banyak dipergunakan sebagai alternatif
imbuhan pakan.
Salah satu alternatif bahan alami yang dapat digunakan untuk mengganti
antibiotik sintesis sebagai imbuhan pakan adalah daun saga dan daun kemuning
yang memiliki kandungan zat aktif yang berpengaruh terhadap dinamika proses
yang terjadi di dalam rumen hewan ternak. Hasil uji fitokimia daun saga dan daun
kemuning secara kualitatif menunjukkan bahwa kedua tanaman herbal tersebut
mengandung senyawa aktif terbanyak berupa saponin (Rahminiwati et al. 2010).
Saponin termasuk dalam fitokimia yang memiliki spektrum aktivitas sebagai
antijamur dan antimikroba. Penggunaan tanaman yang mengandung saponin atau
ekstrak saponin pada ternak ruminan dan non-ruminan (monogastrik) dilaporkan
dapat meningkatkan kualitas dan produksi ternak (Cheeke 2001). Pada ternak
ruminan, pemberian saponin atau ekstrak saponin sebagai bahan tambahan pakan
dilaporkan dapat mengurangi kadar amonia dan bau pada kotoran ternak dan
memiliki aktivitas antiprotozoa sehingga dapat menekan jumlah protozoa dalam
rumen (Wallace et al. 1994; Makkar et al. 1998; Wang et al. 1998). Berdasarkan
informasi tersebut dalam penelitian ini dipelajari sejauh mana pengaruh imbuhan
pakan herbal berupa ekstrak daun saga dan daun kemuning yang ditambahkan ke
dalam ransum kambing perah mempengaruhi aktivitas mikroba di dalam rumen
2
baik dari jumlah populasi bakteri dan protozoa, fermentabilitas, maupun
kecernaan secara in vitro.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penambahan ekstrak
daun saga dan daun kemuning dalam dosis yang aman di dalam ransum kambing
perah yang diamati dari aktivitas mikroba rumen secara in vitro, sehingga dapat
diketahui manfaat kedua ekstrak tanaman herbal tersebut dalam menstimulasi
aktivitas mikroba, mendegradasi atau memfermentasi ransum di dalam rumen.
METODE
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun saga dan daun
kemuning yang diperoleh dari Bogor dan Jogjakarta. Selain itu, bahan lain yang
digunakan adalah cairan rumen kambing yang diperoleh dari tempat pemotongan
kambing di Empang Bogor, rumput gajah, onggok, ampas tempe, dedak padi,
bungkil kelapa, CPO, larutan McDougall, media agar Brain Heart Infussion (BHI)
serta larutan TBFS (Trypan Blue Formalin Salin).
Alat
Peralatan yang digunakan terdiri dari tabung fermentor, shaker water bath,
tabung Hungate, labu Erlenmeyer, otoklaf, tabung gas CO2, counting chamber,
mikroskop, cawan Conway, alat-alat destilasi, alat-alat titrasi, cawan porselen,
oven 1050C, tanur listrik 6000C, kertas saring Whatman No 41, dan sentrifus.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dimulai dari bulan Juni hingga September 2013. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Biofarmaka, Laboratorium PAU, Laboratorium
Nutrisi Ternak Perah, serta Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Nutrisi,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Prosedur Percobaan
Persiapan Bahan dan Ransum
Proses ekstraksi bahan dilakukan pada daun saga dan daun kemuning yang
telah dikeringkan dan digiling halus. Sebanyak 800 gram daun giling direbus
menggunakan pelarut air. Proses perebusan tersebut dilakukan selama empat kali
per 200 gram bahan dan 2 liter air selama 15 menit. Setelah itu bahan diekstrak
menggunakan alat pengepresan hidrolik, kemudian air hasil ekstraksi tersebut
dilakukan proses freeze drying.
Bahan baku ransum kontrol (ampas tempe, onggok, dedak padi, bungkil
kelapa, dan CPO) dikeringkan didalam oven 60ºC dan digiling halus menjadi
3
bentuk tepung. Semua bahan tersebut kemudian dicampurkan sesuai dengan
formulasi ransum dengan mengacu kepada standar kebutuhan nutrisi kambing
perah laktasi menurut NRC (2007). Kandungan nutrien ransum kontrol penelitian
disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum kontrol penelitian (% Bahan
kering)
Bahan Pakan
(%)
Rumput gajah
60
Ampas tempe
14
Onggok
4.6
Dedak
9.3
Bungkil kelapa
9.3
CPO
2.8
Total
100
Protein kasar*)
11.2
*)
Serat kasar
35.5
Lemak kasar*)
4.1
TDN
41.3
*)
Hasil analisis proksimat Laboratorium PAU (2013)
Terdapat empat jenis ransum yaitu satu ransum basal sebagai kontrol dan
tiga ransum yang mengandung ekstrak daun saga, ekstrak daun kemuning, dan
campuran ekstrak daun saga dan daun kemuning. Ketiga perlakuan tersebut
digunakan dengan taraf yang berbeda (0%, 4%, 8%, 12%, dan 16%). Susunan
ransum penelitian tersebut sebagai berikut :
P1 = Ransum Kontrol + Ekstrak daun saga
P2 = Ransum Kontrol + Ekstrak daun kemuning
P3 = Ransum Kontrol + Campuran ekstrak daun saga dan daun kemuning
Pengambilan Cairan Rumen
Cairan rumen diambil dari tempat pemotongan kambing perah di Empang,
Bogor. Termos diisi dengan air panas yang bersuhu 39 ºC; air di dalam termos
tidak dibuang hingga cairan rumen didapatkan. Isi rumen diambil dan disaring
dengan menggunakan kain penyaring, kemudian dimasukkan ke dalam termos
yang sebelumnya sudah dibuang air panasnya. Cairan rumen dalam termos
tersebut segera dibawa ke Laboratorium Nutrisi Ternak Perah.
Pencernaan Fermentatif
Pencernaan fermentatif secara in vitro dilakukan dengan metode Tilley dan
Terry (1963). Ransum perlakuan sebanyak 0.5 gram dimasukkan ke dalam tabung
fermentor yang ditambahkan 40 ml larutan McDougall dan 10 ml cairan rumen.
Sampel diinkubasi selama 4 jam untuk diambil supernatannya sebagai bahan
analisis konsentrasi amonia (N-NH3), VFA total, serta analisis populasi bakteri
4
total dan protozoa, sedangkan inkubasi 48 jam diambil supernatannya untuk
analisis kecernaan bahan kering dan bahan organik.
Perhitungan Populasi Bakteri Total
Perhitungan populasi bakteri total menggunakan metode Ogimoto dan
Imai (1981). Populasi bakteri total dihitung dengan metode pencacah koloni
bakteri hidup. Prinsip perhitungannya adalah cairan rumen diencerkan secara
serial lalu dibiakkan dalam media agar BHI. Pengenceran yang dilakukan
sebanyak tiga kali, diantaranya 10-2, 10-3, 10-4. Bakteri yang ditumbuhkan di
dalam media agar BHI diinkubasi selama 24 jam untuk kemudian dihitung jumlah
koloninya. Populasi bakteri dapat dihitung dengan rumus :
Populasi bakteri (CFUml-1) = Jumlah koloni
0.05 x 0.1 x 10x
Keterangan :
x = tabung seri pengenceran ke-x
Perhitungan Populasi Protozoa Total
Perhitungan populasi protozoa menggunakan metode Ogimoto dan Imai
(1981). Perhitungan populasi protozoa dilakukan dengan meneteskan sampel (2
tetes) yang telah dicampur dengan larutan garam formalin (TBFS) dengan rasio
1:1 pada counting chamber. Larutan TBFS dibuat dari campuran formalin 4%
ditambah larutan garam NaCl fisiologis 0.9% dalam 100 ml larutan. Protozoa
yang dihitung adalah total dari protozoa yang terdapat dalam counting chamber
dengan ketebalan 0.1 mm, luas kotak terkecil 0.0025 mm2 yang terdapat 16 kotak
dan jumlah kotak yang dibaca sebanyak 5 kotak. Perhitungan populasi protozoa
dilakukan dengan mikroskop pada pembesaran 10 kali. Populasi protozoa dapat
dihitung dengan rumus :
Protozoa ml cairan rumen-1 = 1000 x FP x C
0.1 x 0.0025 x 16 x 5
Keterangan :
C
= Jumlah protozoa terhitung dalam counting chamber
FP
= Faktor Pengenceran
Analisis Konsentrasi Ammonia (N-NH3)
Konsentrasi N-NH3 diukur dengan menggunakan metode Mikrodifusi
Conway (General Laboratory Procedure, Department of Dairy Science University
of Wisconsin 1969). Asam borat berindikator diletakkan di bagian tengah cawan
dan supernatan sampel serta Na2CO3 masing-masing diletakkan pada bagian
samping cawan yang terpisah sebanyak 1 ml. Setelah cawan ditutup rapat,
supernatan sampel dan Na2CO3 dicampurkan. Sampel diinkubasi selama 24 jam
untuk kemudian dititrasi dengan H2SO4. Rumus untuk menghitung konsentrasi
ammonia adalah:
Konsentrasi ammonia (mM) = ml H2SO4 x N H2SO4 x 1000
Berat sampel x % BK sampel
5
Analisis VFA Total
Konsentrasi VFA diukur dengan menggunakan Teknik Destilasi Uap
(General Laboratory Procedure, Department of Dairy Science University of
Wisconsin 1969). Supernatan diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam
Analisis VFA total menggunakan seperangkat alat destilasi. Sebanyak 5 ml
supernatan sampel dan 1 ml H2SO4 dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung
destilasi. Destilasi ditampung dengan labu erlenmeyer 250 ml yang telah terisi 5
ml NaOH. Proses destilasi selesai pada jumlah destilasi yang tertampung
ditambahkan indikator phenolphthalein (PP) sebanyak 2-3 tetes, lalu dititrasi
dengan HCl sampai terjadi perubahan warna dari merah jambu menjadi bening.
Konsentrasi VFA dapat dihitung dengan rumus:
Konsentrasi VFA total (mM) = (a-b) x N HCl x 1000/5 ml
Berat sampel x % BK ransum
Keterangan :
a = volume titran blanko
b = volume titran contoh
Analisis Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)
Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik (KCBK dan
KCBO) dilakukan dengan metode Tilley dan Terry (1963). Sampel diinkubasikan
selama 48 jam, yaitu 24 jam pertama merupakan pencernaan fermentatif (anaerob)
dan pencernaan yang kedua adalah enzimatis (anaerob). Pencernaan fermentatif
menggunakan larutan McDougall dan cairan rumen, sedangkan pencernaan
enzimatis digantikan dengan pepsin. Setelah inkubasi 24 jam berikutnya, sampel
disaring dan dimasukkan ke dalam oven 105ºC selama 24 untuk mengukur KCBK
dan setelah itu dimasukkan kembali ke dalam tanur 600°C selama 6 jam untuk
mengukur KCBO.
KCBK (%) = BK sampel (g) – (BK residu (g) – BK blanko (g) ) x 100%
BK sampel (g)
KCBO (%) = BO sampel (g) – (BO residu (g) – BO blanko (g) ) x 100%
BO sampel (g)
Rancangan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) pola faktorial 3 x 5 dengan tiga periode pengambilan cairan rumen sebagai
kelompok. Faktor yang diamati dalam penelitian ini ada dua yaitu Faktor A (Tipe
ransum) : 1). P1 (P0+Ekstrak daun saga) 2). P2 (P0+Ekstrak daun kemuning) 3).
P3 (P0+Campuran ekstrak daun saga dan kemuning); Faktor B (Taraf
penggunaan) : 0, 4, 8, 12, dan 16%. Model matematika yang digunakan adalah:
Yijk = µ + τi + αj+βk + αjβk +εijk
Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan kelompok ke-i, ransum ke-j, dan taraf ke-k
6
µ
τi
αj
βk
αjβk
εijk
= nilai rataan umum
= pengaruh kelompok (cairan rumen) ke-i
= pengaruh ransum ke-j
= pengaruh taraf ke-k
= pengaruh interaksi ransum dan taraf
= galat percobaan untuk kelompok ke-i, pengaruh ransum ke-j dan
pengaruh perlakuan level ke-k
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of Variance)
menggunakan SPSS dan bila terdapat perbedaan nyata akan dilanjutkan dengan
Uji Duncan (Steel dan Torrie 1993) untuk mengetahui pengaruh perlakuan
terhadap peubah yang diamati.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi Mikroorganisme Rumen
Menurut Theodorou dan France (2005), konsentrasi bakteri dalam cairan
rumen yaitu 109-1010 ml-1. Hasil menunjukkan bahwa jumlah populasi bakteri
pada semua perlakuan menurun dari kontrol berkisar antara 106-109 CFU ml-1
dengan jumlah populasi pada perlakuan kontrol yaitu 1010 CFU ml-1. Sedangkan
untuk populasi protozoa,kisaran normal rataan populasi protozoa pada berbagai
ternak ruminansia adalah 104-106 CFU ml-1 cairan rumen (Kamra 2005). Jumlah
populasi protozoa dalam penelitian ini sesuai dengan kisaran menurut Kamra
(2005) yaitu 4 log sel ml-1 cairan rumen atau 104 sel ml-1 cairan rumen. Pengaruh
penambahan ekstrak daun saga dan daun kemuning ke dalam ransum terhadap
populasi bakteri total dan protozoa disajikan dalam Tabel 2 dan 3. Secara statistik,
penambahan ekstrak saga dan kemuning menunjukkan tidak berbeda nyata
terhadap populasi bakteteri total dan protozoa.
Tabel 2 Pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri total (log CFU ml-1)
Taraf (%)
0
4
8
12
16
Rataan±SD
P1
8.63±2.27
7.50±1.09
8.20±0.98
6.05±1.37
8.15±1.76
8.13±1.62
Jenis ransum
P2
8.63±2.27
6.92±0.28
7.30±0.56
7.24±0.10
6.88±0.65
7.40±0.77
Rataan±SD
P3
8.63±2.27
7.95±1.72
7.49±0.66
7.05±0.84
8.61±1.14
7.95±1.33
8.63±2.27
7.46±1.03
7.67±0.73
7.48±0.97
7.89±1.18
P1 : Ransum kontrol + ekstrak daun saga; P2 : Ransum kontrol + ekstrak daun kemuning; P3 :
Ransum kontrol + campuran ekstrak daun saga dan daun kemuning.
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa secara keseluruhan semua perlakuan
ada di bawah perlakuan kontrol yang berarti terjadi kematian mikroba karena daun
saga dan daun kemuning mengandung tinggi saponin yang fungsinya sebagai zat
antimikroba. Terjadi penurunan populasi bakteri dan protozoa dari kontrol sampai
7
pada level 4% yang diduga merupakan fase adaptasi mikroba. Sesuai pernyataan
Middelbeek et al. (1992), mikroba akan mengalami fase adaptasi untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya apabila dipindahkan ke dalam
suatu media. Dari hasil terlihat bahwa populasi bakteri total pada P2 paling sedikit
diantara perlakuan lainnya yaitu 7.40 log CFU ml-1. Pada ekstrak kemuning
terlihat bahwa populasi bakteri paling sedikit, hal ini menunjukkan bahwa khasiat
ekstrak kemuning lebih kuat pengaruhnya dalam mematikan bakteri dibandingkan
dengan ekstrak saga dan campuran ekstrak.
Tabel 3 Pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa (log sel ml-1)
Taraf (%)
0
4
8
12
16
Rataan±SD
P1
4.80±0.22
4.50±0.38
4.50±0.20
4.34±0.47
4.67±0.25
4.56±0.30
Jenis ransum
P2
4.80±0.22
4.69±0.09
4.69±0.10
4.52±0.26
4.52±0.32
4.64±0.20
Rataan±SD
P3
4.80±0.22
4.36±0.07
4.45±0.30
4.57±0.26
4.43±0.06
4.52±0.18
4.80±0.22
4.52±0.18
4.54±0.20
4.48±0.33
4.54±0.21
P1 : Ransum kontrol + ekstrak daun saga; P2 : Ransum kontrol + ekstrak daun kemuning; P3 :
Ransum kontrol + campuran ekstrak daun saga dan daun kemuning.
Pada tabel 3 memperlihatkan bahwa P3 menghasilkan populasi protozoa
yang paling sedikit, hal ini mengindikasikan bahwa pada campuran ekstrak
mengandung 50% ekstrak saga dan 50% ekstrak kemuning yang masing - masing
saling bersinergi dan memiliki kadar saponin yang tinggi sehingga menyebabkan
defaunasi parsial. Hal ini sesuai dengan pendapat Patra et al. (2006) bahwa
penurunan jumlah protozoa disebabkan saponin yang dapat mengganggu
pertumbuhan protozoa dengan mempengaruhi permeabilitas membran sel. Makkar
et al. (1998) dan Hristov et al. (1999) juga melaporkan bahwa suplementasi
ekstrak tumbuhan yang mengandung saponin dapat menurunkan populasi
protozoa pada percobaan in vitro. Kamra (2005) menyatakan bahwa ada beberapa
dampak positif dengan pengurangan jumlah protozoa di dalam cairan rumen,
diantaranya adanya penurunan aktivitas proteolisis, metanogenesis berkurang,
peningkatan jumlah bakteri kemungkinan untuk mengambil alih fungsi protozoa,
dan adanya peningkatan efisiensi konversi pakan terutama ransum yang
mengandung serat tinggi.
Adapun dilihat secara trend linier pada populasi protozoa, pada perlakuan
ekstrak kemuning memiliki trend linier yang paling tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Persamaan korelasi perlakuan ekstrak kemuning Y = -0.0151x
+ 4.8022 dan R² = 0.8403 secara tidak nyata mempengaruhi populasi protozoa.
Sebesar 84% penambahan ekstrak kemuning mempengaruhi populasi protozoa
dan sebanyak 16% dipengaruhi oleh faktor lain.
Fermentabilitas in Vitro
Proses fermentasi di dalam rumen merupakan suatu mekanisme induk
semang mendapatkan manfaat dari proses perombakan nutrien yang terdapat pada
8
pakan oleh mikroorganisme rumen (NRC 2007). Secara statistik, penambahan
ekstrak saga dan kemuning menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap
fermentabilitas rumen.
Konsentrasi Amonia (N-NH3)
Konsentrasi N-NH3 untuk pembentukan protein mikroba menurut
McDonald et al. (2002) yaitu 6-21 mM. Konsentrasi N-NH3 berbeda-beda di
antara jenis ternak ruminansia bergantung kemampuan mikroba rumen dalam
mendegradasi sumber nitrogen. Tabel 4 menunjukkan bahwa konsentrasi N-NH3
berdasarkan hasil penelitian berkisar antara 13.18-22.64 mM.
Tabel 4 Pengaruh perlakuan terhadap rataan konsentrasi amonia N-NH3 (mM)
Taraf (%)
0
4
8
12
16
Rataan±SD
P1
17.10±1.28
15.33±1.11
17.15±3.79
16.27±3.64
14.68±6.26
16.11±3.22
Jenis ransum
P2
17.10±1.28
13.18±5.53
18.49±3.61
16.41±1.69
18.72±9.81
16.78±4.38
Rataan±SD
P3
17.10±1.28
15.44±3.31
18.61±3.41
22.63±3.74
17.72±5.50
18.30±3.45
17.10±1.28
14.65±3.32
18.08±3.61
18.44±3.02
17.04±7.19
P1 : Ransum kontrol + ekstrak daun saga; P2 : Ransum kontrol + ekstrak daun kemuning; P3 :
Ransum kontrol + campuran ekstrak daun saga dan daun kemuning.
Tingginya konsentrasi N-NH3 ini menggambarkan tingginya aktivitas
bakteri di dalam rumen dan protein pakan yang terkandung mempunyai kelarutan
tinggi sehingga mudah didegradasi oleh mikroba rumen. Hal ini sejalan dengan
penelitian Arum et al. (2013) yang menggunakan ekstrak daun waru yang
memiliki kandungan saponin yang tinggi menghasilkan konsentrasi N-NH3 yang
tinggi berkisar antara 16.60 – 17.68 mM. Selain itu, adanya saponin tinggi yang
dapat menurunkan populasi protozoa sehingga meningkatkan populasi sejumlah
bakteri. Dalam hal ini diduga peningkatan populasi bakteri yang menonjol adalah
bakteri selulolitik dan proteolitik. Seperti dinyatakan oleh Sutardi (1979) bahwa
kurang lebih 35% mikroba rumen adalah bakteri proteolitik yang mampu
mendegradasi protein pakan menjadi N-NH3 yang selanjutnya dimanfaatkan oleh
mikroba untuk pertumbuhannya dan sisanya didaur ulang menjadi urea darah
ataupun saliva atau diekskresikan ke urin.
Berdasarkan Tabel 4, perlakuan P3 menunjukan nilai konsentrasi N-NH3
yang paling tinggi yaitu 18.30 mM, hal ini terjadi akibat adanya hubungan saling
bersinergi antara ekstrak saga dan ekstrak kemuning. Menurut Baldwin dan
Allison (1983) lebih kurang 80% bakteri rumen membutuhkan amonia untuk
proses pertumbuhannya. Selain itu, pada level 4% terjadi penurunan sekitar 10.4%
dari kontrol, hal ini disebabkan kondisi bakteri untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang baru. Pada level 8% dan 12% terus terjadi peningkatan
sedangkan pada level 16% menurun lagi. Diduga penurunan tersebut akibat
banyak amonia yang sudah menguap sehingga pada saat pengukuran protein yang
terbentuk berkurang.
9
Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA) Total
Protozoa dalam hidupnya memanfaatkan karbohidrat fermentabel untuk
makanannya. Sehingga dengan penurunan protozoa, ketersediaan karbohidrat
fermentabel di dalam rumen akan meningkat. Disaat yang bersamaan, diduga
bahwa dengan penurunan protozoa, mengakibatkan bakteri rumen khususnya
selulolitik menjadi meningkat sehingga produksi VFA menjadi meningkat (Arum
et al. 2013).
Tabel 5 Pengaruh perlakuan terhadap rataan konsentrasi VFA total (mM)
Taraf (%)
0
4
8
12
16
Rataan±SD
P1
84.19±36.46
82.07±50.79
85.35±42.59
134.71±32.55
42.80±21.51
85.83±36.78
Jenis ransum
P2
84.19±36.46
63.67±20.95
106.30±63.55
78.00±44.21
99.05±32.54
86.24±39.54
Rataan±SD
P3
84.19±36.46
121.09±44.95
134.25±12.62
92.44±49.39
86.65±61.88
103.72±41.06
84.19±36.46
88.94±38.90
108.64±39.59
101.72±42.05
76.17±38.64
P1 : Ransum kontrol + ekstrak daun saga; P2 : Ransum kontrol + ekstrak daun kemuning; P3 :
Ransum kontrol + campuran ekstrak daun saga dan daun kemuning.
Pola fermentasi ditentukan oleh komposisi dan populasi mikroba, jenis
pakan karbohidrat, dan tingkat depolimerisasi susbtrat (France dan Dijkstra 2005).
Menurut McDonald et al. (2002), total konsentrasi VFA sangat bervariasi
bergantung kepada pakan dan lama waktu setelah makan dengan konsentrasi
VFA, normalnya yaitu 70-150 mM. Sementara data secara umum (Tabel 5)
menunjukkan kandungan VFA di bawah batas minimum yaitu 42.81-134.2 mM.
Hal ini membuktikan bahwa penambahan ekstrak saga dan kemuning tidak
meningkatkan efisiensi energi tetapi lebih banyak manfaatnya sebagai sumber
nitrogen untuk mikroba. Selain itu, produksi VFA cenderung menurun seiring
dengan penambahan level.
Kecernaan in Vitro
Proses pencernaan secara in vitro dihitung setelah 48 jam inkubasi dengan
hasil kecernaan bahan kering dan bahan organik disajikan dalam Tabel 6 dan 7.
10
Tabel 6 Koefisien cerna bahan kering ransum perlakuan (%)
Taraf (%)
0
4
8
12
16
Rataan±SD
P1
59.83±8.91
66.55±6.51
60.64±0.71
64.26±3.10
64.25±0.47
63.11±3.94a
Jenis ransum
P2
59.83±8.91
59.13±3.71
60.71±1.33
57.43±6.29
56.22±4.44
58.66±4.94b
Rataan±SD
P3
59.83±8.91
59.84±7.40
61.97±7.22
61.26±3.23
63.03±0.48
61.19±5.45ab
59.83±8.91
61.84±5.87
61.11±3.09
60.99±4.21
61.17±1.80
P1 : Ransum kontrol + ekstrak daun saga; P2 : Ransum kontrol + ekstrak daun kemuning; P3 :
Ransum kontrol + campuran ekstrak daun saga dan daun kemuning. Angka-angka pada kolom
yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf P
EKSTRAK DAUN SAGA DAN DAUN KEMUNING
DALAM RANSUM KAMBING PERAH
EKA RACHMI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Aktivitas
Mikroba Rumen in Vitro dari Ekstrak Daun Saga dan Daun Kemuning dalam
Ransum Kambing Perah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Eka Rachmi
NIM D24100030
ABSTRAK
EKA RACHMI. Evaluasi Aktivitas Mikroba Rumen in Vitro dari Ekstrak Daun
Saga dan Daun Kemuning dalam Ransum Kambing Perah. Dibimbing oleh
DWIERRA EVVYERNIE AMIRROENAS dan HERI AHMAD SUKRIA.
Daun saga dan kemuning adalah tanaman herbal yang dapat dijadikan
sebagai imbuhan pakan untuk ternak. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari
pengaruh penambahan ekstrak daun saga dan kemuning pada ransum kambing
perah secara in vitro. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 5 dengan tiga periode pengambilan
cairan rumen yang berbeda sebagai kelompok. Terdapat dua faktor yaitu faktor A
adalah tiga jenis ransum; P1 = P0 + Ekstrak daun saga, P2 = P0 + Ekstrak daun
kemuning dan P3 = P0 + Campuran ekstrak daun saga dan kemuning. Faktor B
adalah tarat pemberian ekstrak (0%, 4%, 8%, 12%, dan 16 %). Parameter yang
diamati yaitu populasi mikroba rumen, fermentabilitas, dan kecernaan. Penelitian
ini menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara jenis ransum dengan taraf
pemberian ekstrak. Penambahan ekstrak daun saga dan kemuning cenderung
menurunkan populasi mikroba, fermentabilitas, dan kecernaan akibat menurunnya
populasi mikroba dengan meningkatnya taraf pemberian. Dengan demikian,
sebaiknya ekstrak daun saga dan kemuning serta campurannya ditambahkan ke
dalam ransum kambing perah pada taraf terendah yaitu 4%.
Kata kunci : daun kemuning, daun saga, in vitro, mikroba, taraf
ABSTRACT
EKA RACHMI. Evaluation of in Vitro Rumen Microbes Activities of Saga and
Kemuning Leaves Extract for Dairy Goats Diet. Supervised by DWIERRA
EVVYERNIE AMIRROENAS and HERI AHMAD SUKRIA.
Saga and kemuning leaves are medical plants that can be used as feed
additive for animal. This research aimed to study the effect of addition of saga and
kemuning leave extracts in dairy goat diet through in vitro evaluation.
Experimental design of this research was Randomized Block Design (RGD) with
3 x 5 factorial with three collection periods of rumen fluid as a group was used in
this experiment. There were two factors i.e. factor A was four types of ration; P1
= P0 + Saga leaf extract, P2= P0 + Kemuning leaf extract, and P3 = P0 + Mixture
extract of saga and kemuning leaf. Factor B was level of extract like: 0%, 4%, 8%,
12%, and 16 %. Evaluated in vitro parameter were rumen microbial population,
fermentability, and digestibility. This research showed no interaction between the
ration with levels of the extract. The addition of saga and kemuning leaves extract
cause decreasing the microbes population, fermentability, and digestibility caused
death of microbes by increasing level of the extract. As conclusion, saga and
kemuning leaves extract and the mixture can be allowed into dairy goat ration at
lowest level of 4%.
Keywords: in vitro, kemuning leaf, level, microbes, saga leaf
EVALUASI AKTIVITAS MIKROBA RUMEN IN VITRO DARI
EKSTRAK DAUN SAGA DAN DAUN KEMUNING
DALAM RANSUM KAMBING PERAH
EKA RACHMI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Evaluasi Aktivitas Mikroba Rumen in Vitro dari Ekstrak Daun
Saga dan Daun Kemuning dalam Ransum Kambing Perah
Nama
: Eka Rachmi
NIM
: D24100030
Disetujui oleh
Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS, MSc
Pembimbing I
Dr Ir Heri A. Sukria, MAgrSc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Panca Dewi MHK, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (
)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah feed
additive dari tanaman herbal, dengan judul Evaluasi Aktivitas Mikroba Rumen in
Vitro dari Ekstrak Daun Saga dan Daun Kemuning dalam Ransum Kambing
Perah.
Daun saga dan daun kemuning merupakan tanaman herbal yang berpotensi
menjadi feed additive. Penggunaan kedua herbal tersebut perlu dibatasi karena
mengandung zat sebagai antimikroba. Penelitian mengenai ekstrak daun saga dan
kemuning sebagai feed additive pada ransum kambing perah belum dilakukan,
sehingga penelitian ini dilaksanakan untuk mengamati pengaruh penggunaannya
dalam ransum kambing perah terhadap aktivitas mikroba rumen, fermentabilitas,
dan kecernaan.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh
gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Eka Rachmi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Bahan
2
Alat
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Prosedur Percobaan
2
Rancangan dan Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Populasi Mikroorganisme Rumen
6
Fermentabilitas in Vitro
7
Kecernaan in Vitro
9
SIMPULAN DAN SARAN
11
Simpulan
11
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
11
LAMPIRAN
11
RIWAYAT HIDUP
16
UCAPAN TERIMA KASIH
16
DAFTAR TABEL
1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum kontrol penelitian (% Bahan
kering
2 Pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri total (log CFU ml-1)
3 Pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa (log sel ml-1)
4 Pengaruh perlakuan terhadap rataan konsentrasi amonia N-NH3 (mM)
5 Pengaruh perlakuan terhadap rataan konsentrasi VFA total (mM)
6 Koefisien cerna bahan kering ransum perlakuan (%)
7 Koefisien cerna bahan organik ransum perlakuan (%)
3
6
7
8
9
10
10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis ragam populasi bakteri total
2 Analisis ragam populasi protozoa
3 Analisis ragam konsentrasi amonia (NH3)
4 Analisis ragam konsentrasi VFA total
5 Analisis ragam kecernaan bahan kering (KCBK)
6 Uji jarak duncan kecernaan bahan kering (KCBK)
7 Analisis ragam kecernaan bahan organik (KCBO)
13
13
13
14
14
14
15
PENDAHULUAN
Salah satu ternak yang dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat dan
mudah dalam pemeliharaannya adalah kambing perah. Budidaya kambing perah
yang baik seharusnya didukung dengan pemenuhan kualitas pakan yang baik pula.
Pakan harus mengandung nutrien yang dibutuhkan ternak dan memenuhi
kebutuhan ternak untuk hidup pokok dan bereproduksi. Oleh karena itu, pada
ransum ternak biasanya ditambahkan imbuhan pakan sebagai bahan pelengkap
untuk memelihara kesehatan ternak sehingga produksi ternak menjadi lebih
optimal. Hartadi et al. (1991) menyatakan bahwa feed additive adalah suatu bahan
atau kombinasi bahan yang ditambahkan, biasanya dalam kuantitas yang kecil
kedalam campuran makanan dasar untuk memenuhi kebutuhan khusus.
Penambahan feed additive dalam ransum harus aman bagi mikroba rumen untuk
fungsi pencernaan yang baik.
Salah satu feed additive yang lazim ditambahkan dalam ransum adalah
antibiotik sintesis. Pemberian antibiotik ini dimaksudkan untuk memacu
pertumbuhan atau meningkatkan produktivitas dan kesehatan sehingga
meningkatkan produksi ternak. Selain itu, pemakaian antibiotik sintesis dalam
kurun waktu yang lama dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik.
Sejak Januari 2006, penggunaan antibiotik sebagai pakan imbuhan di Eropa telah
dilarang karena antibiotik berpotensi ikut terserap pada produk hasil peternakan
dan secara tidak langsung konsumen akan memperoleh antibiotik dalam
konsentrasi rendah yang mampu meningkatkan resistensi bakteri serta residu
kimia dan mampu menimbulkan efek alergi pada manusia (Greathead 2003).
Penggunaan antibiotik pada pakan berasosiasi dengan munculnya beberapa strain
patogen resisten, di antaranya Salmonella sp., Campylobacter sp., Escherichia
coli, dan Enterococcus sp. (Hashemi dan Davoodi 2011). Dengan pengalihan
penggunaan antibiotik, bahan herbal banyak dipergunakan sebagai alternatif
imbuhan pakan.
Salah satu alternatif bahan alami yang dapat digunakan untuk mengganti
antibiotik sintesis sebagai imbuhan pakan adalah daun saga dan daun kemuning
yang memiliki kandungan zat aktif yang berpengaruh terhadap dinamika proses
yang terjadi di dalam rumen hewan ternak. Hasil uji fitokimia daun saga dan daun
kemuning secara kualitatif menunjukkan bahwa kedua tanaman herbal tersebut
mengandung senyawa aktif terbanyak berupa saponin (Rahminiwati et al. 2010).
Saponin termasuk dalam fitokimia yang memiliki spektrum aktivitas sebagai
antijamur dan antimikroba. Penggunaan tanaman yang mengandung saponin atau
ekstrak saponin pada ternak ruminan dan non-ruminan (monogastrik) dilaporkan
dapat meningkatkan kualitas dan produksi ternak (Cheeke 2001). Pada ternak
ruminan, pemberian saponin atau ekstrak saponin sebagai bahan tambahan pakan
dilaporkan dapat mengurangi kadar amonia dan bau pada kotoran ternak dan
memiliki aktivitas antiprotozoa sehingga dapat menekan jumlah protozoa dalam
rumen (Wallace et al. 1994; Makkar et al. 1998; Wang et al. 1998). Berdasarkan
informasi tersebut dalam penelitian ini dipelajari sejauh mana pengaruh imbuhan
pakan herbal berupa ekstrak daun saga dan daun kemuning yang ditambahkan ke
dalam ransum kambing perah mempengaruhi aktivitas mikroba di dalam rumen
2
baik dari jumlah populasi bakteri dan protozoa, fermentabilitas, maupun
kecernaan secara in vitro.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penambahan ekstrak
daun saga dan daun kemuning dalam dosis yang aman di dalam ransum kambing
perah yang diamati dari aktivitas mikroba rumen secara in vitro, sehingga dapat
diketahui manfaat kedua ekstrak tanaman herbal tersebut dalam menstimulasi
aktivitas mikroba, mendegradasi atau memfermentasi ransum di dalam rumen.
METODE
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun saga dan daun
kemuning yang diperoleh dari Bogor dan Jogjakarta. Selain itu, bahan lain yang
digunakan adalah cairan rumen kambing yang diperoleh dari tempat pemotongan
kambing di Empang Bogor, rumput gajah, onggok, ampas tempe, dedak padi,
bungkil kelapa, CPO, larutan McDougall, media agar Brain Heart Infussion (BHI)
serta larutan TBFS (Trypan Blue Formalin Salin).
Alat
Peralatan yang digunakan terdiri dari tabung fermentor, shaker water bath,
tabung Hungate, labu Erlenmeyer, otoklaf, tabung gas CO2, counting chamber,
mikroskop, cawan Conway, alat-alat destilasi, alat-alat titrasi, cawan porselen,
oven 1050C, tanur listrik 6000C, kertas saring Whatman No 41, dan sentrifus.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dimulai dari bulan Juni hingga September 2013. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Biofarmaka, Laboratorium PAU, Laboratorium
Nutrisi Ternak Perah, serta Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Nutrisi,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Prosedur Percobaan
Persiapan Bahan dan Ransum
Proses ekstraksi bahan dilakukan pada daun saga dan daun kemuning yang
telah dikeringkan dan digiling halus. Sebanyak 800 gram daun giling direbus
menggunakan pelarut air. Proses perebusan tersebut dilakukan selama empat kali
per 200 gram bahan dan 2 liter air selama 15 menit. Setelah itu bahan diekstrak
menggunakan alat pengepresan hidrolik, kemudian air hasil ekstraksi tersebut
dilakukan proses freeze drying.
Bahan baku ransum kontrol (ampas tempe, onggok, dedak padi, bungkil
kelapa, dan CPO) dikeringkan didalam oven 60ºC dan digiling halus menjadi
3
bentuk tepung. Semua bahan tersebut kemudian dicampurkan sesuai dengan
formulasi ransum dengan mengacu kepada standar kebutuhan nutrisi kambing
perah laktasi menurut NRC (2007). Kandungan nutrien ransum kontrol penelitian
disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum kontrol penelitian (% Bahan
kering)
Bahan Pakan
(%)
Rumput gajah
60
Ampas tempe
14
Onggok
4.6
Dedak
9.3
Bungkil kelapa
9.3
CPO
2.8
Total
100
Protein kasar*)
11.2
*)
Serat kasar
35.5
Lemak kasar*)
4.1
TDN
41.3
*)
Hasil analisis proksimat Laboratorium PAU (2013)
Terdapat empat jenis ransum yaitu satu ransum basal sebagai kontrol dan
tiga ransum yang mengandung ekstrak daun saga, ekstrak daun kemuning, dan
campuran ekstrak daun saga dan daun kemuning. Ketiga perlakuan tersebut
digunakan dengan taraf yang berbeda (0%, 4%, 8%, 12%, dan 16%). Susunan
ransum penelitian tersebut sebagai berikut :
P1 = Ransum Kontrol + Ekstrak daun saga
P2 = Ransum Kontrol + Ekstrak daun kemuning
P3 = Ransum Kontrol + Campuran ekstrak daun saga dan daun kemuning
Pengambilan Cairan Rumen
Cairan rumen diambil dari tempat pemotongan kambing perah di Empang,
Bogor. Termos diisi dengan air panas yang bersuhu 39 ºC; air di dalam termos
tidak dibuang hingga cairan rumen didapatkan. Isi rumen diambil dan disaring
dengan menggunakan kain penyaring, kemudian dimasukkan ke dalam termos
yang sebelumnya sudah dibuang air panasnya. Cairan rumen dalam termos
tersebut segera dibawa ke Laboratorium Nutrisi Ternak Perah.
Pencernaan Fermentatif
Pencernaan fermentatif secara in vitro dilakukan dengan metode Tilley dan
Terry (1963). Ransum perlakuan sebanyak 0.5 gram dimasukkan ke dalam tabung
fermentor yang ditambahkan 40 ml larutan McDougall dan 10 ml cairan rumen.
Sampel diinkubasi selama 4 jam untuk diambil supernatannya sebagai bahan
analisis konsentrasi amonia (N-NH3), VFA total, serta analisis populasi bakteri
4
total dan protozoa, sedangkan inkubasi 48 jam diambil supernatannya untuk
analisis kecernaan bahan kering dan bahan organik.
Perhitungan Populasi Bakteri Total
Perhitungan populasi bakteri total menggunakan metode Ogimoto dan
Imai (1981). Populasi bakteri total dihitung dengan metode pencacah koloni
bakteri hidup. Prinsip perhitungannya adalah cairan rumen diencerkan secara
serial lalu dibiakkan dalam media agar BHI. Pengenceran yang dilakukan
sebanyak tiga kali, diantaranya 10-2, 10-3, 10-4. Bakteri yang ditumbuhkan di
dalam media agar BHI diinkubasi selama 24 jam untuk kemudian dihitung jumlah
koloninya. Populasi bakteri dapat dihitung dengan rumus :
Populasi bakteri (CFUml-1) = Jumlah koloni
0.05 x 0.1 x 10x
Keterangan :
x = tabung seri pengenceran ke-x
Perhitungan Populasi Protozoa Total
Perhitungan populasi protozoa menggunakan metode Ogimoto dan Imai
(1981). Perhitungan populasi protozoa dilakukan dengan meneteskan sampel (2
tetes) yang telah dicampur dengan larutan garam formalin (TBFS) dengan rasio
1:1 pada counting chamber. Larutan TBFS dibuat dari campuran formalin 4%
ditambah larutan garam NaCl fisiologis 0.9% dalam 100 ml larutan. Protozoa
yang dihitung adalah total dari protozoa yang terdapat dalam counting chamber
dengan ketebalan 0.1 mm, luas kotak terkecil 0.0025 mm2 yang terdapat 16 kotak
dan jumlah kotak yang dibaca sebanyak 5 kotak. Perhitungan populasi protozoa
dilakukan dengan mikroskop pada pembesaran 10 kali. Populasi protozoa dapat
dihitung dengan rumus :
Protozoa ml cairan rumen-1 = 1000 x FP x C
0.1 x 0.0025 x 16 x 5
Keterangan :
C
= Jumlah protozoa terhitung dalam counting chamber
FP
= Faktor Pengenceran
Analisis Konsentrasi Ammonia (N-NH3)
Konsentrasi N-NH3 diukur dengan menggunakan metode Mikrodifusi
Conway (General Laboratory Procedure, Department of Dairy Science University
of Wisconsin 1969). Asam borat berindikator diletakkan di bagian tengah cawan
dan supernatan sampel serta Na2CO3 masing-masing diletakkan pada bagian
samping cawan yang terpisah sebanyak 1 ml. Setelah cawan ditutup rapat,
supernatan sampel dan Na2CO3 dicampurkan. Sampel diinkubasi selama 24 jam
untuk kemudian dititrasi dengan H2SO4. Rumus untuk menghitung konsentrasi
ammonia adalah:
Konsentrasi ammonia (mM) = ml H2SO4 x N H2SO4 x 1000
Berat sampel x % BK sampel
5
Analisis VFA Total
Konsentrasi VFA diukur dengan menggunakan Teknik Destilasi Uap
(General Laboratory Procedure, Department of Dairy Science University of
Wisconsin 1969). Supernatan diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam
Analisis VFA total menggunakan seperangkat alat destilasi. Sebanyak 5 ml
supernatan sampel dan 1 ml H2SO4 dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung
destilasi. Destilasi ditampung dengan labu erlenmeyer 250 ml yang telah terisi 5
ml NaOH. Proses destilasi selesai pada jumlah destilasi yang tertampung
ditambahkan indikator phenolphthalein (PP) sebanyak 2-3 tetes, lalu dititrasi
dengan HCl sampai terjadi perubahan warna dari merah jambu menjadi bening.
Konsentrasi VFA dapat dihitung dengan rumus:
Konsentrasi VFA total (mM) = (a-b) x N HCl x 1000/5 ml
Berat sampel x % BK ransum
Keterangan :
a = volume titran blanko
b = volume titran contoh
Analisis Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)
Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik (KCBK dan
KCBO) dilakukan dengan metode Tilley dan Terry (1963). Sampel diinkubasikan
selama 48 jam, yaitu 24 jam pertama merupakan pencernaan fermentatif (anaerob)
dan pencernaan yang kedua adalah enzimatis (anaerob). Pencernaan fermentatif
menggunakan larutan McDougall dan cairan rumen, sedangkan pencernaan
enzimatis digantikan dengan pepsin. Setelah inkubasi 24 jam berikutnya, sampel
disaring dan dimasukkan ke dalam oven 105ºC selama 24 untuk mengukur KCBK
dan setelah itu dimasukkan kembali ke dalam tanur 600°C selama 6 jam untuk
mengukur KCBO.
KCBK (%) = BK sampel (g) – (BK residu (g) – BK blanko (g) ) x 100%
BK sampel (g)
KCBO (%) = BO sampel (g) – (BO residu (g) – BO blanko (g) ) x 100%
BO sampel (g)
Rancangan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) pola faktorial 3 x 5 dengan tiga periode pengambilan cairan rumen sebagai
kelompok. Faktor yang diamati dalam penelitian ini ada dua yaitu Faktor A (Tipe
ransum) : 1). P1 (P0+Ekstrak daun saga) 2). P2 (P0+Ekstrak daun kemuning) 3).
P3 (P0+Campuran ekstrak daun saga dan kemuning); Faktor B (Taraf
penggunaan) : 0, 4, 8, 12, dan 16%. Model matematika yang digunakan adalah:
Yijk = µ + τi + αj+βk + αjβk +εijk
Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan kelompok ke-i, ransum ke-j, dan taraf ke-k
6
µ
τi
αj
βk
αjβk
εijk
= nilai rataan umum
= pengaruh kelompok (cairan rumen) ke-i
= pengaruh ransum ke-j
= pengaruh taraf ke-k
= pengaruh interaksi ransum dan taraf
= galat percobaan untuk kelompok ke-i, pengaruh ransum ke-j dan
pengaruh perlakuan level ke-k
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of Variance)
menggunakan SPSS dan bila terdapat perbedaan nyata akan dilanjutkan dengan
Uji Duncan (Steel dan Torrie 1993) untuk mengetahui pengaruh perlakuan
terhadap peubah yang diamati.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi Mikroorganisme Rumen
Menurut Theodorou dan France (2005), konsentrasi bakteri dalam cairan
rumen yaitu 109-1010 ml-1. Hasil menunjukkan bahwa jumlah populasi bakteri
pada semua perlakuan menurun dari kontrol berkisar antara 106-109 CFU ml-1
dengan jumlah populasi pada perlakuan kontrol yaitu 1010 CFU ml-1. Sedangkan
untuk populasi protozoa,kisaran normal rataan populasi protozoa pada berbagai
ternak ruminansia adalah 104-106 CFU ml-1 cairan rumen (Kamra 2005). Jumlah
populasi protozoa dalam penelitian ini sesuai dengan kisaran menurut Kamra
(2005) yaitu 4 log sel ml-1 cairan rumen atau 104 sel ml-1 cairan rumen. Pengaruh
penambahan ekstrak daun saga dan daun kemuning ke dalam ransum terhadap
populasi bakteri total dan protozoa disajikan dalam Tabel 2 dan 3. Secara statistik,
penambahan ekstrak saga dan kemuning menunjukkan tidak berbeda nyata
terhadap populasi bakteteri total dan protozoa.
Tabel 2 Pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri total (log CFU ml-1)
Taraf (%)
0
4
8
12
16
Rataan±SD
P1
8.63±2.27
7.50±1.09
8.20±0.98
6.05±1.37
8.15±1.76
8.13±1.62
Jenis ransum
P2
8.63±2.27
6.92±0.28
7.30±0.56
7.24±0.10
6.88±0.65
7.40±0.77
Rataan±SD
P3
8.63±2.27
7.95±1.72
7.49±0.66
7.05±0.84
8.61±1.14
7.95±1.33
8.63±2.27
7.46±1.03
7.67±0.73
7.48±0.97
7.89±1.18
P1 : Ransum kontrol + ekstrak daun saga; P2 : Ransum kontrol + ekstrak daun kemuning; P3 :
Ransum kontrol + campuran ekstrak daun saga dan daun kemuning.
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa secara keseluruhan semua perlakuan
ada di bawah perlakuan kontrol yang berarti terjadi kematian mikroba karena daun
saga dan daun kemuning mengandung tinggi saponin yang fungsinya sebagai zat
antimikroba. Terjadi penurunan populasi bakteri dan protozoa dari kontrol sampai
7
pada level 4% yang diduga merupakan fase adaptasi mikroba. Sesuai pernyataan
Middelbeek et al. (1992), mikroba akan mengalami fase adaptasi untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya apabila dipindahkan ke dalam
suatu media. Dari hasil terlihat bahwa populasi bakteri total pada P2 paling sedikit
diantara perlakuan lainnya yaitu 7.40 log CFU ml-1. Pada ekstrak kemuning
terlihat bahwa populasi bakteri paling sedikit, hal ini menunjukkan bahwa khasiat
ekstrak kemuning lebih kuat pengaruhnya dalam mematikan bakteri dibandingkan
dengan ekstrak saga dan campuran ekstrak.
Tabel 3 Pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa (log sel ml-1)
Taraf (%)
0
4
8
12
16
Rataan±SD
P1
4.80±0.22
4.50±0.38
4.50±0.20
4.34±0.47
4.67±0.25
4.56±0.30
Jenis ransum
P2
4.80±0.22
4.69±0.09
4.69±0.10
4.52±0.26
4.52±0.32
4.64±0.20
Rataan±SD
P3
4.80±0.22
4.36±0.07
4.45±0.30
4.57±0.26
4.43±0.06
4.52±0.18
4.80±0.22
4.52±0.18
4.54±0.20
4.48±0.33
4.54±0.21
P1 : Ransum kontrol + ekstrak daun saga; P2 : Ransum kontrol + ekstrak daun kemuning; P3 :
Ransum kontrol + campuran ekstrak daun saga dan daun kemuning.
Pada tabel 3 memperlihatkan bahwa P3 menghasilkan populasi protozoa
yang paling sedikit, hal ini mengindikasikan bahwa pada campuran ekstrak
mengandung 50% ekstrak saga dan 50% ekstrak kemuning yang masing - masing
saling bersinergi dan memiliki kadar saponin yang tinggi sehingga menyebabkan
defaunasi parsial. Hal ini sesuai dengan pendapat Patra et al. (2006) bahwa
penurunan jumlah protozoa disebabkan saponin yang dapat mengganggu
pertumbuhan protozoa dengan mempengaruhi permeabilitas membran sel. Makkar
et al. (1998) dan Hristov et al. (1999) juga melaporkan bahwa suplementasi
ekstrak tumbuhan yang mengandung saponin dapat menurunkan populasi
protozoa pada percobaan in vitro. Kamra (2005) menyatakan bahwa ada beberapa
dampak positif dengan pengurangan jumlah protozoa di dalam cairan rumen,
diantaranya adanya penurunan aktivitas proteolisis, metanogenesis berkurang,
peningkatan jumlah bakteri kemungkinan untuk mengambil alih fungsi protozoa,
dan adanya peningkatan efisiensi konversi pakan terutama ransum yang
mengandung serat tinggi.
Adapun dilihat secara trend linier pada populasi protozoa, pada perlakuan
ekstrak kemuning memiliki trend linier yang paling tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Persamaan korelasi perlakuan ekstrak kemuning Y = -0.0151x
+ 4.8022 dan R² = 0.8403 secara tidak nyata mempengaruhi populasi protozoa.
Sebesar 84% penambahan ekstrak kemuning mempengaruhi populasi protozoa
dan sebanyak 16% dipengaruhi oleh faktor lain.
Fermentabilitas in Vitro
Proses fermentasi di dalam rumen merupakan suatu mekanisme induk
semang mendapatkan manfaat dari proses perombakan nutrien yang terdapat pada
8
pakan oleh mikroorganisme rumen (NRC 2007). Secara statistik, penambahan
ekstrak saga dan kemuning menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap
fermentabilitas rumen.
Konsentrasi Amonia (N-NH3)
Konsentrasi N-NH3 untuk pembentukan protein mikroba menurut
McDonald et al. (2002) yaitu 6-21 mM. Konsentrasi N-NH3 berbeda-beda di
antara jenis ternak ruminansia bergantung kemampuan mikroba rumen dalam
mendegradasi sumber nitrogen. Tabel 4 menunjukkan bahwa konsentrasi N-NH3
berdasarkan hasil penelitian berkisar antara 13.18-22.64 mM.
Tabel 4 Pengaruh perlakuan terhadap rataan konsentrasi amonia N-NH3 (mM)
Taraf (%)
0
4
8
12
16
Rataan±SD
P1
17.10±1.28
15.33±1.11
17.15±3.79
16.27±3.64
14.68±6.26
16.11±3.22
Jenis ransum
P2
17.10±1.28
13.18±5.53
18.49±3.61
16.41±1.69
18.72±9.81
16.78±4.38
Rataan±SD
P3
17.10±1.28
15.44±3.31
18.61±3.41
22.63±3.74
17.72±5.50
18.30±3.45
17.10±1.28
14.65±3.32
18.08±3.61
18.44±3.02
17.04±7.19
P1 : Ransum kontrol + ekstrak daun saga; P2 : Ransum kontrol + ekstrak daun kemuning; P3 :
Ransum kontrol + campuran ekstrak daun saga dan daun kemuning.
Tingginya konsentrasi N-NH3 ini menggambarkan tingginya aktivitas
bakteri di dalam rumen dan protein pakan yang terkandung mempunyai kelarutan
tinggi sehingga mudah didegradasi oleh mikroba rumen. Hal ini sejalan dengan
penelitian Arum et al. (2013) yang menggunakan ekstrak daun waru yang
memiliki kandungan saponin yang tinggi menghasilkan konsentrasi N-NH3 yang
tinggi berkisar antara 16.60 – 17.68 mM. Selain itu, adanya saponin tinggi yang
dapat menurunkan populasi protozoa sehingga meningkatkan populasi sejumlah
bakteri. Dalam hal ini diduga peningkatan populasi bakteri yang menonjol adalah
bakteri selulolitik dan proteolitik. Seperti dinyatakan oleh Sutardi (1979) bahwa
kurang lebih 35% mikroba rumen adalah bakteri proteolitik yang mampu
mendegradasi protein pakan menjadi N-NH3 yang selanjutnya dimanfaatkan oleh
mikroba untuk pertumbuhannya dan sisanya didaur ulang menjadi urea darah
ataupun saliva atau diekskresikan ke urin.
Berdasarkan Tabel 4, perlakuan P3 menunjukan nilai konsentrasi N-NH3
yang paling tinggi yaitu 18.30 mM, hal ini terjadi akibat adanya hubungan saling
bersinergi antara ekstrak saga dan ekstrak kemuning. Menurut Baldwin dan
Allison (1983) lebih kurang 80% bakteri rumen membutuhkan amonia untuk
proses pertumbuhannya. Selain itu, pada level 4% terjadi penurunan sekitar 10.4%
dari kontrol, hal ini disebabkan kondisi bakteri untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang baru. Pada level 8% dan 12% terus terjadi peningkatan
sedangkan pada level 16% menurun lagi. Diduga penurunan tersebut akibat
banyak amonia yang sudah menguap sehingga pada saat pengukuran protein yang
terbentuk berkurang.
9
Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA) Total
Protozoa dalam hidupnya memanfaatkan karbohidrat fermentabel untuk
makanannya. Sehingga dengan penurunan protozoa, ketersediaan karbohidrat
fermentabel di dalam rumen akan meningkat. Disaat yang bersamaan, diduga
bahwa dengan penurunan protozoa, mengakibatkan bakteri rumen khususnya
selulolitik menjadi meningkat sehingga produksi VFA menjadi meningkat (Arum
et al. 2013).
Tabel 5 Pengaruh perlakuan terhadap rataan konsentrasi VFA total (mM)
Taraf (%)
0
4
8
12
16
Rataan±SD
P1
84.19±36.46
82.07±50.79
85.35±42.59
134.71±32.55
42.80±21.51
85.83±36.78
Jenis ransum
P2
84.19±36.46
63.67±20.95
106.30±63.55
78.00±44.21
99.05±32.54
86.24±39.54
Rataan±SD
P3
84.19±36.46
121.09±44.95
134.25±12.62
92.44±49.39
86.65±61.88
103.72±41.06
84.19±36.46
88.94±38.90
108.64±39.59
101.72±42.05
76.17±38.64
P1 : Ransum kontrol + ekstrak daun saga; P2 : Ransum kontrol + ekstrak daun kemuning; P3 :
Ransum kontrol + campuran ekstrak daun saga dan daun kemuning.
Pola fermentasi ditentukan oleh komposisi dan populasi mikroba, jenis
pakan karbohidrat, dan tingkat depolimerisasi susbtrat (France dan Dijkstra 2005).
Menurut McDonald et al. (2002), total konsentrasi VFA sangat bervariasi
bergantung kepada pakan dan lama waktu setelah makan dengan konsentrasi
VFA, normalnya yaitu 70-150 mM. Sementara data secara umum (Tabel 5)
menunjukkan kandungan VFA di bawah batas minimum yaitu 42.81-134.2 mM.
Hal ini membuktikan bahwa penambahan ekstrak saga dan kemuning tidak
meningkatkan efisiensi energi tetapi lebih banyak manfaatnya sebagai sumber
nitrogen untuk mikroba. Selain itu, produksi VFA cenderung menurun seiring
dengan penambahan level.
Kecernaan in Vitro
Proses pencernaan secara in vitro dihitung setelah 48 jam inkubasi dengan
hasil kecernaan bahan kering dan bahan organik disajikan dalam Tabel 6 dan 7.
10
Tabel 6 Koefisien cerna bahan kering ransum perlakuan (%)
Taraf (%)
0
4
8
12
16
Rataan±SD
P1
59.83±8.91
66.55±6.51
60.64±0.71
64.26±3.10
64.25±0.47
63.11±3.94a
Jenis ransum
P2
59.83±8.91
59.13±3.71
60.71±1.33
57.43±6.29
56.22±4.44
58.66±4.94b
Rataan±SD
P3
59.83±8.91
59.84±7.40
61.97±7.22
61.26±3.23
63.03±0.48
61.19±5.45ab
59.83±8.91
61.84±5.87
61.11±3.09
60.99±4.21
61.17±1.80
P1 : Ransum kontrol + ekstrak daun saga; P2 : Ransum kontrol + ekstrak daun kemuning; P3 :
Ransum kontrol + campuran ekstrak daun saga dan daun kemuning. Angka-angka pada kolom
yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf P