Gejala Klinis HIV .1 Definisi

dipisahkan dari berat molekulnya, dan antibodi terhadap tiap komponen dapat dideteksi sebagai pita yang terpisah pada western blot. Dengan kata lain, western blot yang menunjukkan antibodi terhadap produk dari ketiga gen utama HIV gag, pol dan env merupakan bukti adanya infeksi HIV. Kriteria yang dibuat oleh U.S. Food Drug Administration FDA pada tahun 1993 untuk tes western blot positif menyatakan bahwa hasil dikatakan positif jika antibodi muncul terhadap dua dari tiga protein HIV : p24, gp41, dan gp 120160. Menurut definisi, pola western blot yang tidak positif atau negatif dikatakan “indeterminate”. Pada pasien yang diduga terinfeksi HIV, tes inisial yang dilakukan adalah EIA. Jika hasilnya negatif, dan jika tidak ada alasan yang kuat untuk menduga suatu infeksi HIV awal kurang dari 3 bulan, diagnosis dapat disingkirkan dan tes ulang perlu dilakukan hanya sebagai indikasi klinis saja. Jika EIA dikatakan indeterminate atau positif, tes sebaiknya diulang. Jika dalam pengulangan hasilnya negatif dalam dua kali tes, seseorang dapat menduga pembacaan positif tersebut dikarenakan kesalahan teknis dan pasien dapat dikatakan negatif. Jika pengulangan tersebut indeterminate atau positif, seseorang yang melakukan tes harus melanjutkan tes western blot HIV – 1. Jika western blot positif, diagnosis HIV – 1 tegak. Jika western blot negatif, EIA dapat diduga mengalami fals positif untuk HIV – 1 dan diagnosis infeksi HIV – 1 dapat disingkirkan. Jika hasil western blot indeterminate, tes sebaiknya diulang dalam empat sampai enam minggu Harrison, 2005.

2.1.6 Gejala Klinis

Sindrom HIV Akut Diperkirakan 50 – 70 individu dengan infeksi HIV mengalami sindrom klinis akut kira – kira 3 – 6 minggu setelah infeksi primer. Berbagai macam keparahan penyakit telah dilaporkan dan tidak didapati korelasi antara tingkat ledakan viremia dalam infeksi akut HIV dengan kejadian penyakit yang didapat. Terdapat Universitas Sumatera Utara beberapa gejala dari sindrom HIV akut yang lebih sering dijumpai pada infeksi akibat kontak seksual daripada penggunaan jarum suntik, yaitu : - Demam - Ruam Kulit - Faringitis - Mialgia Sindrom ini merupakan tipikal dari sindrom virus akut dan dihubungkan dengan mononukleosis infeksius akut. Gejala ini biasanya bertahan selama 1 sampai beberapa minggu dan secara bertahap menghilang karena respon imun terhadap HIV berkembang dan level viremia di plasma menurun. Infeksi oportunistik telah dilaporkan selama tahap infeksi ini dan mencerminkan imunodefisiensi yang berasal dari jumlah sel T CD4 yang berkurang dan mungkin juga akibat disfungsi sel T CD4 dan gangguan yang diinduksi sitokin endogen yang dihubungkan dengan viremia yang sangat tinggi dalam plasma. Sejumlah abnormalitas imunologis yang terdapat pada sindrom HIV akut, termasuk gangguan multifasik dari jumlah limfosit yang berada di sirkulasi. Inversi rasio sel T CD4CD8 terjadi kemudian hari karena terjadi peningkatan jumlah sel T CD8. Faktanya, terdapat ekspansi selektif dan menetap dari sel T CD8. Sel T CD8 yang bersirkulasi total akan tetap meningkat atau kembali ke normal; namun, level sel T CD4 biasanya tetap menurun, walaupun terdapat peningkatan sedikit kearah normal. Limfadenopati terjadi pada 70 individu dengan infeksi HIV primer. Kebanyakan pasien sembuh spontan dari sindrom ini dan sebagian mengalami sedikit deplesi sel T CD4 yang stabil selama periode tertentu sebelum dimulainya waktu penurunan yang bersifat progresif. Pada beberapa individu, jumlah sel T CD4 kembali ke jangkauan normal. Kira – kira 10 pasien mengalami kemunduran klinis setelah infeksi primer, bahkan setelah hilangnya gejala Universitas Sumatera Utara awal. Pada banyak pasien, infeksi primer dengan atau tanpa sindrom akut diikuti oleh periode klinis laten yang lama Harrison, 2005. Tabel 2.1 Temuan Klinis pada Sindrom HIV Akut General Neurologis Demam Meningitis Faringitis Ensefalitis Limfadenopati Neuropati perifer Sakit Kepala sakit daerah retroorbital Mielopati Athralgia atau Mialgia Dermatologi Letargi atau Malaise Ruam makulopapular eritematus Anoreksia atau Berat Badan Menurun Ulserasi mukokutaneus Mual, Muntah atau Diare Tahap Asimtomatis – Klinis Laten Walaupun lamanya waktu dari infeksi inisial menuju perkembangan penyakit klinis sangat bermacam – macam, waktu rata – rata untuk pasien yang tidak diobati adalah 10 tahun. Menurut penjelasan diatas, penyakit HIV dengan replikasi virus aktif terus berjalan dan progresif selama periode asimtomatis. Jangkauan progresifitas penyakit secara langsung dihubungkan dengan level RNA HIV. Pasien dengan level RNA HIV yang tinggi didalam plasma lebih cepat progresifitasnya menuju fase Universitas Sumatera Utara simtomatis dibandingkan pasien dengan kadar RNA HIV yang rendah. Beberapa pasien bersifat nonprogresor jika terdapat penurunan sel T CD4 namun dalam waktu yang sangat lama. Pasien ini secara umum mempunyai kadar RNA HIV yang sangat rendah. Beberapa pasien tertentu tetap asimtomatis walaupun fakta bahwa sel T CD4 mereka menunjukkan progresifitas penurunan yang cepat. Pada pasien ini, adanya penyakit oportunistik mungkin menjadi manifestasi awal dari infeksi HIV. Selama masa asimtomatis dari infeksi HIV, rentang rata – rata dari penurunan sel T CD4 adalah 50µL per tahun. Ketika jumlah sel T CD4 turun menjadi 200µL, keadaan imunodefisiensi menjadi cukup berat untuk menempatkan pasien pada resiko tinggi untuk infeksi oportunistik dan neoplasma Harrison, 2005. Tahap Simtomatis Gejala penyakit HIV dapat muncul pada suatu waktu selama perjalanan infeksi HIV. Secara umum, spektrum penyakit yang diamati berubah ketika jumlah sel T CD4 menurun. Komplikasi HIV yang lebih berat dan mengancam jiwa terjadi pada pasien dengan jumlah sel T CD4 200µL. Diagnosis AIDS dikatakan pada seseorang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4 dibawah 200µL dan pada seseorang dengan infeksi HIV yang mengalami salah satu dari penyakit yang dihubungkan dengan HIV dipertimbangkan menjadi kelompok C dalam klasifikasi CDC. Sementara itu, agen penyebab dari infeksi sekunder merupakan organisme oportunistik misalnya P. carinii, mikobakterium atipikal, Cytomegalovirus CMV, dan organisme lain yang pada dasarnya tidak menimbulkan penyakit Harrison, 2005. Pada keadaan imunokompromis, hampir 60 kematian diantara pasien HIV merupakan efek langsung dari infeksi selain HIV, dengan P. carinii, Hepatitis Viral, dan infeksi bakteri lain. Dengan mengikuti penggunaan terapi antiretroviral kombinasi yang luas dan panduan implementasi untuk pencegahan infeksi oportunistik, insidensi infeksi sekunder telah berkurang secara dramatis. Secara keseluruhan, spektrum klinis dari penyakit HIV telah berubah secara konstan selama Universitas Sumatera Utara pasien hidup dan pendekatan yang baru dan lebih baik terhadap pengobatan dan profilaksis dikembangkan. Secara umum, harus ditekankan bahwa elemen kunci dari pengobatan komplikasi simtomatik penyakit HIV, primer atau sekunder, adalah mencapai kontrol yang baik terhadap replikasi HIV melalui penggunaan terapi antiretroviral kombinasi dan profilaksis sesuai indikasi Harrison, 2005.

2.1.7 Pengobatan