Efektifitas Pengeluaran Sekret Dengan Tehnik Napas Dalam Dan Batuk Efektif Pada Pasien TB Di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

(1)

UN

A

FAKULT

NIVERSIT

i

SKRIP

Oleh ALMUDDA

1211210

TAS KEP

TAS SUM

2014

PSI

: ATSIR 055

PERAWA

MATERA

4

ATAN

UTARA


(2)

(3)

(4)

iii PRAKATA

Puji beserta syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan hidayahNya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Efektifitas pengeluaran sekret dengan tehnik napas dalam dan batuk efektif pada pasien TB di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan” dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis terkait dengan persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memfasilitasi terlaksananya pendidikan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

2. Erniyati, S.Kp., MNS Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ns. Rosina Tarigan, S.Kep., M.Kep., Sp.KMB selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh perhatian dan cermat, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Ns. Cholina T. Siregar, S.Kep., M.Kep., Sp.KMB selaku penguji 1 yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan dengan penuh perhatian dan cermat untuk perbaikan penelitian ini.

5. Ns. Ikram, S.Kep., M.Kep selaku penguji 2 yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan dengan penuh perhatian dan cermat untuk perbaikan penelitian ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara beserta staf yang telah membantu selama proses pendidikan.

7. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan.

8. Kepala ruangan dan CI RA3 yang telah memberikan kesempatan, dukungan, dan masukan selama proses penelitian.


(5)

iv

9. Teristimewa sekali buat ayah dan bunda tercinta, kakanda beserta keluarga besar yang senantiasa memberikan semangat dorongan secara materil, moral serta spiritual selama penulis mengikuti pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

10.Rekan-rekan Mahasiswa Ekstensi Keperawatan angkatan 2012 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan, motivasi, partisipasi dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini dimasa yang akan datang dan bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya. Semoga segala bantuan, kebaikan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis mendapat berkah, rahmat dan hidayah dari ALLAH SWT, Amin.

Medan, Januari 2014


(6)

v DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERSETUJUAN... PRAKATA... HALAMAN PERNYATAAN... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SKEMA... DAFTAR TABEL... ABSTRAK... i ii iii iv v vi vii viii ix BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 6 C. Pertanyaan Penelitian ... D. Tujuan Penelitian ...

6 6 1. Tujuan Umum ... 6 2. Tujuan Khusus... 7 E. Manfaat Penelitian... 7 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Anatomi Pernapasan... 1. Saluran Napas Bagian Atas... 2. Saluran Napas Bagian Bawah... B. Fisiologi Pernapasan ... 1. Mekanisme Pernapasan... 2. Pengaturan Pernapasan... C. Konsep Tuberkulosis...

1. Pengertian Tuberkulosis... 2. Etiologi... 3. Cara Penularan... 4. Komplikasi pada penderita TB... 5. Tanda dan Gejala... 6. Patofisiologi... 7. Pengobatan TB... D. Tehnik Napas Dalam dan Batuk Efektif...

1. Tehnik Napas Dalam... 2. Batuk Efektif...

9 9 10 13 13 14 16 16 16 16 18 19 21 22 23 25 27 BAB 3 KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konseptual…………... 30 B. Hipotesa Penelitian... 31 C. Defenisi Operasional... 32


(7)

vi BAB 4 METODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian... 34

B. Populasi Penelitian... 1. Populasi... 2. Sampel... 35 35 35 C. Tempat Penelitian... 37

D. Waktu Penelitian... 37

E. Etika Penelitian... 38

F. Alat Pengumpul Data... 39

G. Prosedur Pengumpulan Data ... 40 H. Analisa Data...

1. Pengolahan Data... 2. Analisis Data...

42 42 43 BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian... 1. Analisis Univariat... 2. Analisis Bivariat... B. Pembahasan... 1. Analisis Univariat... 2. Analisis Bivariat... 3. Keterbatasan Penelitian... 4. Implikasi dalam penelitian... BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA... 45 45 50 51 52 55 56 57 59 60 x


(8)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat izin survei awal dari Fakultas Keperawatan universitas Sumatera Utara.

2. Surat persetujuan izin survei awal dari Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

3. Surat izin persetujuan etik penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Surat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian biang kesehatan.

5. Surat izin pengambilan data dario Fakultas Keperawatan universitas Sumatera Utara.

6. Surat pernyataan telah melakukan penelitian dari Rumah Sakit Umum Pusat H. adam malik.

7. Standat Operational Prosedur napas dalam dan batuk efektif dari Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik.

8. Lembar penjelasan kepada responden penelitian 9. Lembar persetujuan menjadi responden

10.Format pengkajian kerakteristik responden 11.Kadwal tentatif penelitian

12.Master tabel data demografi responden 13.Rincian biaya penelitian


(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Anatomi pernapasan manusia 10 Gambar 2.2 Pergerakan diafragma saat pernapasan diafragma 26 Gambar 2.3 Mekanisme Pursed Lips Breathing (PLB) 27


(10)

ix

DAFTAR SKEMA

Halaman Skema 3.1 Kerangka konseptual penelitian efektifitas pengeluaran

sekret dengan tehnik napas dalam dan batuk efektif pada pasien TB di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

30

Skema 4.1 Kerangka kerja penelitian efektifitas pengeluaran sekret dengan tehnik napas dalam dan batuk efektif pada pasien TB di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.


(11)

x

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional... 32 Tabel 5.1 Tabel Distribusi Frekuensi Data Demografi

Responden di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik Medan ………... 46

Tabel 5.2 Tabel pengukuran volume sekret pre dan post test pada kelompok intervensi ………. 50 Tabel 5.3 Tabel pengukuran volume sekret pre dan post test


(12)

xi

THE BACHELOR OF NURSING PROGRAM, NURSING FACULTY OF NORTH SUMATERA UNIVERSITY

Thesis, January 2014 Almuddatsir

THE EFFECTIVENESS disposal of secretions by coughing and breathing awareness, effective in tuberculosis patients in a general hospital center x + 61 pages + 4 tables + 2 charts + 4 pictures + 16 appendixes

ABSTRACT

The classic symptoms of active TB chronic infection is cough greenish sputum, fever, sweats at night and weight loss. The phenomenon of the entry of germs of tuberculosis will infect the lower respiratory tract and can lead to a productive cough and blood. The decrease of cilia work function caused accumulation of secret in the respiratory tract causing a nursing diagnosis of ineffective airway clearance due to the accumulation of secretion. The survey conducted at the General Hospital Center of H. Adam Malik obtained data, the number of patients who suffered tuberculosis in 2011 as many as 847 patients, 936 patients in 2012, and 132 patients in 2013 to 14th May 2013. The experimental research aims to determine the extent of the effectiveness of effusion secretions by technique of deep breathing and effective coughing in tuberculosis patients at the General Hospital H. Adam Malik. Thirty patients met the criterion were taken as the samples. The characteristics of respondents are age, sex and vital signs measurements are made as a confounding variable. Bivariate analysis using a dependent samples t-test showed a significant effect of exercise effective cough and deep breath to the secretions effusion in the intervention group (p value = 0.000) whereas in the control group (p value 0.076). The research results indicate there is effect of effective cough exercise and deep breathing technique in effusion of secretions on TB patients with disorders of airway clearance. For nurses need to conduct this exercise scheduled and integrated for all TB patients are treated in hospital.

KEY WORD : Effective coughing exercise and deep breath technique, TB, respiratory tract and secretion volume.


(13)

xii

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Skripsi, Januari 2014 Almuddatsir

EFEKTIFITAS PENGELUARAN SEKRET DENGAN TEHNIK NAPAS DALAM DAN BATUK EFEKTIF PADA PASIEN TB DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN

x + 61 hal + 4 tabel + 2 skema + 4 gambar + 16 lampiran ABSTRAK

Gejala klasik infeksi TB aktif batuk kronis dengan dahak berwarna kehijauan, demam, keringat malam, dan penurunan berat badan. Fenomena yang terjadi masuknya kuman tuberkulosis maka akan menginfeksi saluran nafas bawah dan dapat menimbulkan terjadinya batuk produktif dan darah. Terjadinya penurunkan fungsi kerja silia mengakibatkan penumpukan sekret pada saluran pernafasan sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret. Survei yang dilakukan pada Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik didapatkan data, jumlah pasien yang menderita penyakit TB sebanyak 847 pasien ditahun 2011, 936 pasien ditahun 2012, dan 132 pasien ditahun 2013 sampai dengan tanggal 14 Mei 2013. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas pengeluaran sekret dengan tehnik napas dalam dan batuk efektif pada pasien TB di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Tiga puluh pasien sesuai dengan kriteria diambil sebagai sampel.. Karakteristik responden yaitu umur, jenis kelamin dan pengukuran tanda-tanda vital yang dijadikan sebagai variable perancu. Analisa bivariat dengan menggunakan dependent samples t-test menunjukkan pengaruh yang signifikan latihan batuk efektif dan napas dalam terhadap pengeluaran sekret pada kelompok intervensi (p value 0,000) sedangkan pada kelompok kontrol (p value 0,076). Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh latihan batuk efektif dan napas dalam terhadap pengeluaran sekret pada pasien TB dengan gangguan bersihan jalan napas. Untuk perawat perlu melakukan latihan ini secara terjadwal dan terpadu untuk semua pasien TB yang dirawat di ruang inap.

KATA KUNCI : Latihan batuk efektif dan napas dalam, TB, jalan napas dan volume sekret.


(14)

xi

THE BACHELOR OF NURSING PROGRAM, NURSING FACULTY OF NORTH SUMATERA UNIVERSITY

Thesis, January 2014 Almuddatsir

THE EFFECTIVENESS disposal of secretions by coughing and breathing awareness, effective in tuberculosis patients in a general hospital center x + 61 pages + 4 tables + 2 charts + 4 pictures + 16 appendixes

ABSTRACT

The classic symptoms of active TB chronic infection is cough greenish sputum, fever, sweats at night and weight loss. The phenomenon of the entry of germs of tuberculosis will infect the lower respiratory tract and can lead to a productive cough and blood. The decrease of cilia work function caused accumulation of secret in the respiratory tract causing a nursing diagnosis of ineffective airway clearance due to the accumulation of secretion. The survey conducted at the General Hospital Center of H. Adam Malik obtained data, the number of patients who suffered tuberculosis in 2011 as many as 847 patients, 936 patients in 2012, and 132 patients in 2013 to 14th May 2013. The experimental research aims to determine the extent of the effectiveness of effusion secretions by technique of deep breathing and effective coughing in tuberculosis patients at the General Hospital H. Adam Malik. Thirty patients met the criterion were taken as the samples. The characteristics of respondents are age, sex and vital signs measurements are made as a confounding variable. Bivariate analysis using a dependent samples t-test showed a significant effect of exercise effective cough and deep breath to the secretions effusion in the intervention group (p value = 0.000) whereas in the control group (p value 0.076). The research results indicate there is effect of effective cough exercise and deep breathing technique in effusion of secretions on TB patients with disorders of airway clearance. For nurses need to conduct this exercise scheduled and integrated for all TB patients are treated in hospital.

KEY WORD : Effective coughing exercise and deep breath technique, TB, respiratory tract and secretion volume.


(15)

xii

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Skripsi, Januari 2014 Almuddatsir

EFEKTIFITAS PENGELUARAN SEKRET DENGAN TEHNIK NAPAS DALAM DAN BATUK EFEKTIF PADA PASIEN TB DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN

x + 61 hal + 4 tabel + 2 skema + 4 gambar + 16 lampiran ABSTRAK

Gejala klasik infeksi TB aktif batuk kronis dengan dahak berwarna kehijauan, demam, keringat malam, dan penurunan berat badan. Fenomena yang terjadi masuknya kuman tuberkulosis maka akan menginfeksi saluran nafas bawah dan dapat menimbulkan terjadinya batuk produktif dan darah. Terjadinya penurunkan fungsi kerja silia mengakibatkan penumpukan sekret pada saluran pernafasan sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret. Survei yang dilakukan pada Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik didapatkan data, jumlah pasien yang menderita penyakit TB sebanyak 847 pasien ditahun 2011, 936 pasien ditahun 2012, dan 132 pasien ditahun 2013 sampai dengan tanggal 14 Mei 2013. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas pengeluaran sekret dengan tehnik napas dalam dan batuk efektif pada pasien TB di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Tiga puluh pasien sesuai dengan kriteria diambil sebagai sampel.. Karakteristik responden yaitu umur, jenis kelamin dan pengukuran tanda-tanda vital yang dijadikan sebagai variable perancu. Analisa bivariat dengan menggunakan dependent samples t-test menunjukkan pengaruh yang signifikan latihan batuk efektif dan napas dalam terhadap pengeluaran sekret pada kelompok intervensi (p value 0,000) sedangkan pada kelompok kontrol (p value 0,076). Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh latihan batuk efektif dan napas dalam terhadap pengeluaran sekret pada pasien TB dengan gangguan bersihan jalan napas. Untuk perawat perlu melakukan latihan ini secara terjadwal dan terpadu untuk semua pasien TB yang dirawat di ruang inap.

KATA KUNCI : Latihan batuk efektif dan napas dalam, TB, jalan napas dan volume sekret.


(16)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. Tak ada satupun orang yang menginginkan dirinya mengalami sakit, apalagi ketika orang tersebut berperan penting dalam melakukan suatu kegiatan. Potter & Perry (2005), mengatakan sehat adalah suatu keadaan yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal dan eksternal untuk mempertahankan keadaan kesehatannya.

Keperawatan berperan penting dalam menjaga mutu pelayanan di Rumah Sakit karena perawat merupakan sumber daya manusia terpenting di Rumah Sakit. Jumlahnya yang dominan (55-56%) serta merupakan profesi yang memberikan pelayanan yang konstan dan terus menerus 24 jam kepada pasien setiap hari (Aditama, 2003). Rumah Sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang bersifat dasar spesialistik dan subspesialistik serta memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Rumah Sakit tidak hanya memberikan pelayanan rawat inap dengan fasilitas diagnostik dan terapeutik (Husni, 2001 dalam Saragih, 2007).

Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit yang masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Dengan masuknya kuman tuberkulosis maka akan menginfeksi saluran nafas bawah dan


(17)

dapat menimbulkan terjadinya batuk produktif dan darah. Disini akan menurunkan fungsi kerja silia dan mengakibatkan penumpukan sekret pada saluran pernafasan sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret. Dengan batuk efektif penderita tuberkulosis paru tidak harus mengeluarkan banyak tenaga untuk mengeluarkan sekret. Untuk mendapatkan sekret yang baik terdapat metode khusus untuk mengeluarkan sekret yaitu dengan cara batuk efektif. Sekret yang diambil adalah sekret yang benar-benar keluar dari saluran pernafasan.

Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan sekret secara maksimal. Batuk efektif dan napas dalam merupakan tehnik batuk yang menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi, yang bertujuan : merangsang terbukanya system kolateral, meningkatkan distribusi ventilasi, meningkatkan volume paru, memfasilitasi pembersihan saluran napas (jenkins, 1996). Batuk yang tidak efektif menyebabkan : kolaps saluran napas, ruptur dinding alveoli dan pneumothoraks ( Batuk efektif, 2013).

Indikasi dilakukan tehnik napas dalam dan batuk efektif pada pasien seperti : COPD/ PPOK, Emphysema, Fibrosis, Asma, Tuberkulosis Chest infection, Pasien bedrest atau post operasi. Tujuan latihan pernafasan adalah untuk : mengatur frekuensi dan pola nafas sehingga mengurangi air trapping, memperbaiki fungsi diafragma, memperbaiki mobilitas sangkar toraks, memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernapasan, mengatur dan mengkoordinasi kecepatan


(18)

pernapasan sehingga bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan. Dengan batuk efektif penderita tuberkulosis paru tidak harus mengeluarkan banyak tenaga untuk mengeluarkan sekret (Batuk efektif, 2013).

Tuberkulosis, MTB, atau TB (singkatan dari basil tuberkel) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh berbagai strain mikrobakteri, TBC biasanya

mycobacterium. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru, tetapi juga dapat mempengaruhi bagian lain tubuh. Hal ini menyebar melalui udara ketika orang yang memiliki batuk infeksi TB aktif bersin, atau menyebarkan cairan pernapasan melalui udara. Sebagian besar infeksi tidak menunjukkan gejala dan laten, tapi sekitar satu dari sepuluh infeksi laten pada akhirnya berkembang menjadi penyakit aktif yang jika tidak diobati dapat membunuh lebih dari 50% dari mereka yang terinfeksi. Gejala klasik infeksi TB aktif batuk kronis dengan dahak berwarna kehijauan, demam, keringat malam, dan penurunan berat badan (Wikipedia, 2010).

Sepertiga dari populasi dunia diperkirakan telah terinfeksi M. Tuberculosis, dengan infeksi baru terjadi pada laju sekitar satu per detik. Ditahun 2007, diperkirakan ada 13,7 juta kasus kronis aktif secara global, sementara di tahun 2010, diperkirakan ada 8,8 juta kasus baru dan 1,5 juta kematian terkait, sebagian besar terjadi di negara berkembang. Jumlah absolut kasus Tuberculosis telah menurun sejak tahun 2006, dan kasus baru telah menurun sejak tahun 2002. Distribusi TB tidak seragam di seluruh dunia, sekitar 80% dari populasi di banyak negara Asia dan Afrika dites positif dalam tes tuberkulin, sementara hanya 5-10% dari populasi Amerika Serikat (Wikipedia, 2010).


(19)

TB merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien TB dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif (Depkes RI, 2010).

Laporan WHO tentang angka kejadian TBC evaluasi selama 3 tahun dari 2008,2009,2010 menunjukkan bahwa kejadian TBC Indonesia mencapai 189 per 100.000 penduduk. Secara global, angka kejadian kasus kejadian TBC 128 per 100.000 penduduk. Data ini menunjukkan bahwa kasus TBC berada di sekitar kita. ( Syam, 2012 ).

Survei yang dilakukan pada Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik didapatkan data, jumlah pasien yang menderita penyakit TB sebanyak 847 pasien ditahun 2011, 936 pasien ditahun 2012, dan 132 pasien ditahun 2013 sampai dengan tanggal 14 Mei 2013. Sementara itu untuk data perbulannya peneliti mendapatkan 21 pasien dibulan Januari, 38 pasien dibulan Februari, 41 pasien dibulan Maret, 39 pasien dibulan April, dan pertengahan bulan Mei sebanyak 18 pasien. Dan jika diratakan ada sekitar 31 pasien perbulannya ditahun 2013 sampai dengan pertengahan bulan Mei. Tuberkulosis bukan penyakit baru buat Indonesia. Sudah ada sederet upaya memberantas penyakit ini dari pemerintah, tapi tidak juga berhasil membuat tuberkulosis dan penyebabnya lengkap. Indonesia hingga kini masih saja dirundung ancaman kematian akibat tuberkulosis.


(20)

Menurut Erlina, kematian akibat tuberkulosis umumnya karena kegagalan pengobatan. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya pengertian mengenai tuberkulosis, faktor ekonomi, pengobatan yang tidak teratur, adanya penyakit penyerta, serta kebiasaan merokok dan gizi penderitanya. Hal ini sebenarnya tidak mengherankan, karena dahulu penderita tuberkulosis harus meminum 4 jenis obat setiap hari selama 6 bulan. Biaya pengobatan tuberkulosis yang cukup besar, menyebabkan penderita nekat berhenti minum obat setelah 2-3 bulan. Biasanya selama masa ini, gejala tuberkulosis memang berkurang, badan tidak lagi kurus, meski sebenarnya kuman tuberkulosis hanya tertidur sementara waktu. Putus pengobatan bukan tanpa risiko. Kuman yang luar biasa penyebab tuberkulosis ini akan bangun lagi dan menjadi lebih ganas. Sering kali penderita tuberkulosis yang putus obat, datang kembali dengan gejala yang lebih berat beberapa bulan kemudian. Bahkan sampai tidak lagi dapat diatasi dengan pengobatan standar karena kuman menjadi kebal (Tuberkulosis, 2013).

Ada beberapa penelitian tentang batuk efektif pada pasien TB, pertama penelitian yang dilakukan oleh Pranowo (2010), menunjukkan adanya efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di ruang rawat inap RS Mardi Rahayu Kudus. Kedua penelitian yang dilakukan oleh Yana (2008), pada penelitian ini disimpulkan bahwa ada hubungan antara tehnik batuk efektif dengan pengeluaran sputum pada penderita tuberkulosis paru akut di wilayah kerja Puskesmas Jungkat Kecamatan Siantan Kabupaten Pontianak.


(21)

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian efektifitas pengeluaran sekret dengan tehnik napas dalam dan batuk efektif pada pasien TB di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu masalah : efektifitas pengeluaran sekret dengan tehnik napas dalam dan batuk efektif pada pasien TB di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

C. Pertanyaan Penelitian

Apakah pasien TB dapat mengeluarkan sekret dengan metode tehnik napas dalam dan batuk efektif ?

D.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas pengeluaran sekret dengan tehnik napas dalam dan batuk efektif pada pasien TB di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

2. Tujuan Khusus

a. Melihat dan mengukur jumlah sekret pada kelompok intervensi dan kontrol pasien TB sebelum dilakukan tehnik napas dalam dan batuk efektif.


(22)

b. Melihat dan mengukur jumlah sekret pada kelompok intervensi dan kontrol pasien TB setelah dilakukan tehnik napas dalam dan batuk efektif.

c. Membandingkan jumlah sekret pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan tehnik napas dlam dan batuk efektif.

E. Manfaat Penelitian

1. Pendidikan Keperawatan

Sebagai penambah wawasan dalam pengembangan ilmu keperawatan khususnya dalam mata kuliah Konsep Dasar Manusia agar mahasiswa keperawatan dapat melakukan tehnik napas dalam dan batuk efektif dengan benar sehingga efektif dalam mengeluarkan sekret.

2. Penelitian Keperawatan

Dapat memberikan kontribusi yang bernilai positif dalam dunia keperawatan sehingga dapat dijadikan sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan efektifitas tehnik napas dalam dan batuk efektif dalam mengeluarkan sekret dengan penyakit gangguan sistem pernapasan lainnya. Selain itu dapat memberikan pemikiran yang luas bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti dengan menggunakan variable lain.


(23)

3. Pelayanan Keperawatan

Sebagai bahan masukan dan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk alternatif pemberian asuhan keperawatan pasien dengan peningkatan jumlah sekret pada pasien TB. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tindakan mandiri bagi pasien dengan penyakit TB baik di rumah sakit maupun ketika pulang ke rumah.


(24)

9

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dipaparkan teori konsep yang terkait dengan masalah yang nantinya akan digunakan sebagai bahan rujukan saat dilakukan pembahasan. Konsep terkait meliputi : anatomi pernapasan, fisiologi pernapasan, konsep

tuberculosis, dan landasan teori tehnik napas dalam dan batuk efektif. A. Anatomi Pernapasan

Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada di dalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura viseralis. Kedua paru-paru sangat lunak, elastis, sifatnya ringan terapung di dalam air, dan berada dalam rongga thorak.

1. Saluran Napas Bagian Atas

Saluran pernapasan bagian atas mulai dari hidung menuju sinus, faring, tonsil dan adenoid, laring dan trakea. Rongga hidung memiliki

vaskularisasi yang tinggi pada silia membran mukosa hidung. Sel-sel goblet mengeluarkan mucus untuk melapisi permukaan mukosa hidung. Melalui hidung udara masuk dan keluar paru disaring, dilembabkan dan dihangatkan.

Sinus paranasal terdiri dari: frontal ethmoid, sphenoid, dan maksilari. Berperan untuk resonasi udara saat berbicara. Turbinasi terjadi pada konka dan udara kontak dengan membran mukosa yang hangat dan


(25)

disini deb menjadi le ke faring laringofar limfoid la masuk me menuju ke asing dan 2008). 2. Sa alv

bu dan org embab, dan atau tenggo ing. Disekit ainnya. Ber elalui hidun epernapasan memfasilit aluran Napa Saluran veoli berper ganisme yan suhunya sa orokan. Sel tar tenggoro rfungsi seba ng dan teng n dan pence tasi batuk. J

An

as bagian B pernapasa ran penting   ng terhirup ama dengan anjutnya di okan dikeli agai pertah ggorokan. F ernaan. Lari

Juga berper

Gam natomi Pern

Bawah an bawah m

dalam pertu

p ditangkap n suhu tubu iteruskan ke

ilingi oleh t hanan terhad

Faring berfu ng mempro ran dalam p

mbar 2.1 napasan M mulai dari ukaran gas. p. Dengan h. Selanjutn e nasofaring tonsil, aden dap invasi ungsi sebag oteksi jalan n

pembentuka

anusia

trakhea, b

demikian nya udara m g, orofaring noid dan jar

organisme gai saluran napas dari b an suara (R

bronchus h udara masuk g, dan ringan yang udara benda Rosina ingga


(26)

  Saluran Udara Konduktif

Trakhea berbentuk pipa terbentuk oleh otot polos menyerupai cincin sepertiga lingkaran pada kartilago. Cincin kartilago mencegah kolap

trakhea yang menjembatani antara laring dan bronkus. Trakhea

merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkus. Ujung cabang trakhea

disebut carina. Trakhea bersifat sangat flexible, berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C (Somantri, 2008).

Bronkus mempunyai struktur yang sama dengan trakhea dan terletak mengarah ke paru-paru. Terdiri atas bronkus prinsipalis dekstra yang panjangnya 2,5 cm masuk ke hilus pulmonalis. Bercabang menjadi bronkus lobaris superior. Saat masuk ke hilus akan bercabang tiga yaitu bronkus lobaris medius, bronkus lobaris inferior, dan bronkus lobaris posterior. Yang kedua bronkus prinsipalis sinistra yang lebih sempit dan lebih panjang daripada bronkus kanan sekitar 5 cm berjalan ke bawah ke aorta dan di depan esofagus masuk ke hilus pulmonalis sinistra kemudian bercabang menjadi bronkus lobaris superior dan bronkus lobaris inferior (Syaifuddin, 2009).


(27)

  Saluran Respiratorius Terminal

Alveoli merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronchiolus respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri atas bronchiolus respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs

(kantong alveoli). Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan alveoli (Somantri, 2008).

Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan pembuluh darah besar. Bagian luar rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga (costae). Bagian atas dada pada daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi yaitu otot scaleneus dan sternocleidomastoid. Diafragma terletak dibawah rongga dada. Diafragma berbentuk seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan saraf diafragma (Nervus Phrenicus) terletak pada susunan saraf spinal pada tingkat C3, sehingga jika terjadi kecelakaan pada saraf C3 akan menyebabkan gangguan ventilasi.

Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada dua macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada (lapisan luar paru-paru) dan pleura visceral yang menutupi setiap paru-paru (lapisan dalam paru-paru). Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaaan tersebut bergesek satu sama lain selama respirasi, mencegah pelekatan


(28)

 

dada dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru-paru.

Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkialis dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronkial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri bronkialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronkialis akan mengalirkan darah menuju vena pulmonalis. Arteri pulmonalis berasal dari ventrikel kanan yang mengalirkan darah vena ke paru-paru dimana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutupi alveolus merupakan kontak yang diperlukan untuk pertukaran gas alveolus dan darah.

B. Fisiologi Pernapasan 1. Mekanisme Pernapasan

Paru memiliki struktur yang elastis dilindungi oleh tulang iga. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding torak dan diafragma di bagian dasar paru. Efek dari gerakan ini menambah dan mengurangi kapasitas dada. Bila kapasitas dada meningkat, udara masuk melalui trakhea saat inspirasi karena tekanan di dalam dada lebih rendah dan paru mengembang. Bila dinding dada dan diafragma kembali keposisi semula (ekspirasi), paru mengempis dan mendorong udara keluar melalui bronkus


(29)

 

dan trakea. Inspirasi terjadi selama sepertiga siklus pernapasan, selebihnya ekspirasi. Fase ekspirasi normal membutuhkan energi. Energi yang dibutuhkan pada fase ekspirasi pasif sangat rendah (Rosina, 2008).

2. Pengaturan Pernapasan

Menurut (Syaifuddin, 2009) pengaturan pernapasan manusia yaitu : a. Kontrol saraf pada waktu bernapas

Pernapasan spontan ditimbulkan oleh ransangan ritmis neuron motoris yang mempersarafi otot pernapasan otak. Ransangan ini secara keseluruhan tergantung pada impuls-impuls saraf. Pernapasan berhenti bila medula spinalis dipotong melintang di atas nervus prenikus. Terdapat dua mekanisme saraf yang terpisah dalam mengatur pernapasan yaitu bertanggung jawab untuk volunter yang terdapat pada korteks serebri melalui impuls neuron motoris melalui traktus kortikospionalis dan yang lain untuk kontrol otomatis terletak dalam pons varolii dan medula oblongata, neuron motoris pernapasan dan ini terletak pada bagian lateral dan ventral medula spinalis.

b. Pusat-pusat medula oblongata

Ransangan ritmis pada medula oblongata menimbulkan pernapasan otomatis. Daerah medula oblongata berhubungan dengan pernapasan secara klasik, dimana pusat pernapasan yang dekat dengan nukleus traktus solitarius adalah sumber irama yang mengendalikan neuron motoris prenikus kontralateral. Neuron ini memproyeksikan diri dan mengendalikan diri golongan ventral.


(30)

  c. Pengaruh pons dan vagus

Ransangan ritmis neuron pusat pernapasan adalah spontan, tetapi diubah oleh pusat-pusat pons dan aferens nervus dari reseptor-reseptor dalam paru-paru. Bila batang otak ditranseksi (dipotong) pada bagian inferior pons dan nervus vagus dibiarkan utuh, pernapasan reguler akan terus berlangsung. Peranan fisiologis daerah pernapasan dan pons tidak pasti, tetapi yang jelas membuat ransang ritmis dari neuron medula oblongata.

d. Pengaturan irama

Mekanisme yang pasti bertanggung jawab untuk ransangan spontan dari neuron medula oblongata dan tidak pasti neuron-neuron pernapasan golongan ventral dikendalikan oleh neuron-neuron-neuron-neuron pernapasan golongan dorsal, jadi irama pernapasan tidak berasal dari golongan ventral. Peningkatan dalamnya pernapasan disebabkan oleh paru-paru yang diregangkan lebih besar sebelum aktivitas penghambatan dari vagus sehingga cukup untuk melawan ransangan neuron inspirasi yang lebih hebat. Kecepatan pernapasan meningkat sebab setelah ransangan pada vagus dan aferens, pneumotoksik dengan cepat dilawan.


(31)

  C. Konsep Tuberkulosis

1. Pengertian TB Paru

Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated hypersensitivity). Penyakit biasanya terletak di paru, tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang aktif, biasa terjadi perjalanan penyakit yang kronik, dan berakhir dengan kematian (Harrison, 1999).

2. Etiologi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium tuberculosis ini, menyebabkan kerusakan terutama pada paru, menimbulkan gangguan berupa batuk, sesak napas, bahkan dapat menyebar ke tulang, otak, dan organ lainnya. Bila dibiarkan, kuman ini dapat menggerogoti tubuh dan menyebabkan kematian. Saat ini tuberkulosis merupakan penyakit menular penyebab kematian utama di Indonesia.

3. Cara penularan

Mycobacterium tuberculosis ditularkan dari orang keorang melalui jalan pernafasan. Basilus tuberkel disekret pernafasan membentuk nuklei droplet cairan yang dikeluarkan selama batuk, bersin, dan berbicara.


(32)

 

Droplet keluar dalam jarak dekat dari mulut, dan sesudah itu basilus yang ada tetap berada di udara untuk waktu yang lama. Infeksi pada pejamu yang rentan terjadi bila terhirup sedikit basilus ini (Harrison, 1999).

Penyakit TBC ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran napas dengan menghisap atau menelan tetes-tetes ludah/dahak (droplet infection) yang mengandung basil dan dibatukkan oleh penderita TBC terbuka. Atau juga karena adanya kontak antara tetes ludah/dahak tersebut dan luka di kulit. Dalam tetes-tetes ini kuman dapat hidup beberapa jam dalam udara panas lembab, dalam nanah bahkan beberapa hari. Untuk membatasi penyebaran perlu sekali discreen semua anggota keluarga dekat yang erat hubungannya dengan penderita. Dengan demikian penderita baru dapat dideteksi pada waktu yang dini. Ada banyak kesalahfahaman mengenai daya penularan penyakit TBC. Umumnya ada anggapan bahwa TBC bersifat sangat menular, tetapi pada hakikatnya bahaya infeksi relatif tidak begitu besar dan dapat disamakan dengan penularan pada penyakit infeksi saluran pernapasan lainnya, seperti selesma dan influenza. Akan tetapi bahaya semakin meningkat, karena sering kali seseorang tidak diketahui sudah menderita TBC (terbuka) dan telah menularkannya pada orang-orang di sekitarnya sebelum penyakitnya terdeteksi.


(33)

  4. Komplikasi pada Penderita TB

Setelah terjadi infeksi melalui saluran napas, di dalam gelembung paru (alveoli) berlangsung reaksi peradangan setempat dengan timbulnya benjolan-benjolan kecil (tuberkel). Sering kali sistem-tangkas tubuh yang sehat dapat memberantas basil dengan cara menyelubunginya dengan jaringan pengikat. Infeksi primer ini lazimnya menjadi abses “terselubung” (incapsulated) dan berlangsung tanpa gejala hanya jarang disertai batuk dan napas berbunyi.

Pada orang-orang dengan sistem-imun lemah (anak-anak, manula, penderita AIDS) dapat timbul radang paru hebat. Basil TBC memperbanyak diri di dalam makrofag dan benjolan-benjolan bergabung menjadi infiltrat yang akhirnya menimbulkan rongga (caverna) di paru-paru. Bila kemudian terjadi hubungan antara paru-paru dan cabang

bronchi, maka terjadilah TBC terbuka (tuberculosis cavernosus) dengan adanya basil di dahak (sputum). TBC terbuka ini berbahaya sekali. Walaupun hanya bercirikan batuk kronis, tetapi bersifat sangat menular. Penderita dengan kondisi seperti itu merupakan sumber merajalelanya TBC dengan mendadak di sekelompok masyarakat. Hal ini terjadi lebih kurang 10% dari semua infeksi.


(34)

 

Infeksi dapat pula menyebar melalui darah dan limfe ke organ lain seperti :

a. Saluran Pencernaan (Intestinal tuberculosis). Tuberculous peritonitis

yang menimbulkan ascites merupakan TBC lambung kedua yang paling umum.

b. Ginjal dan juga bagian-bagian dari sistem urogenital (penyebab kemandulan pada wanita).

c. Susunan saraf pusat, yang menyebabkan radang selaput otak (tuberculous meningitis) pada anak-anak.

d. Kerangka tubuh, mengakibatkan osteomyelitis.

Disamping ini juga organ lain dapat terkena infeksi, yaitu kulit (lupus vulgaris), mata, pericardium jantung (pericarditis), kelenjar adrenal (menyebabkan Addison’s disease) dan simpul-simpul limfe. Di organ terinfeksi itu timbul abses bernanah atau pertumbuhan liar dari jaringan pengikat yang selalu disertai dengan pembesaran simpul limfe. Tanpa pengobatan akhirnya dapat terjadi kerusakan hebat yang berakhir fatal.

5. Tanda dan Gejala

TBC merupakan infeksi pada paru-paru yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Infeksi biasanya terjadi di bagian atas paru-paru. Sebenarnya, sistem kekebalan tubuh manusia dapat menghambat perkembangbiakan bakteri penyebab TBC. Akan tetapi, pada


(35)

 

saat kondisi tubuh seseorang melemah, bakteri tersebut dapat berkembang biak.

Gejala penyakit tuberkulosis TBC paru umum adalah batuk berdahak terus menerus selama 3 minggu atau lebih. Pada tahap lanjut, dapat dijumpai dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemak, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang >1bulan. Saat batuk atau bersin, penderita TBC menebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman tersebut dapat bertahan di udara pada suhu selama beberapa jam. Jika infeksi lebih buruk, gejala yang akan timbul yaitu : dada sakit, batuk dengan mengeluarkan dahak atau darah, napas pendek.


(36)

  6. Patofisiologi

Basil Tuberkulosis Droplet Nukleat

Air borne infection

Implantasi kuman terjadi pada respiratori bronkial atau alveoli

Fokus primer Pasca primer

Kompleks primer Kompleks primer yang sembuh

Sembuh pada sebagian besar Reaktivitas kuman leukositosis

Tuberkulosis primer Reinfeksi endogen

Gejala respiratorik Tuberkulosis pasca primer Penurunan kerja silia pada saluran napas

Batuk rejan Gejala sistemik

Penumpukan sekret

Gangguan bersihan jalan napas

Terjadi robekan ankurisna Gangguan pemenuhan arteri pulmonalis kebutuhan istirahat


(37)

 

Hemoptoe Terjadinya penyebaran

(lesi yang meluas, limfogen, hematogen)

Fisik Psikologis Terjadinya proses infeksi

Perdarahan perfusi Kecemasan Mempengaruhi pusat Hipermetabolisme Pengaturan panas

Mual, muntah Hipertermi

Stesol Epinefrin Anoreksia

Gangguan bersihan Nadi meningkat Gangguan istirahat jalan nafas

Payah jantung 7. Pengobatan TB

Penderita TBC dapat diobati dengan pemberian antibiotik oleh dokter. Pengobatan secara teratur selama 6-12 bulan dapat mencegah TBC kambuh lagi. Penyakit TBC merupakan penyakit menular. Oleh karena itu, pencegahan dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan penderita TBC. TBC dapat menular misalnya melalui dahak penderita TBC yang secara tidak langsung terhirup manusia yang sehat. Penularan perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan-tindakan pencegahan


(38)

 

selayaknya untuk menghindarkan infeksi tetes dari penderita ke orang lain. Salah satu cara adalah batuk dan bersin sambil menutup mulut/hidung dengan sapu tangan atau kertas tissue untuk kemudian didesinfeksi dengan lysol atau dibakar. Bila penderita berbicara, jangan terlampau dekat dengan lawan bicaranya. Ventilasi yang baik dari ruangan juga memperkecil bahaya penularan.

D. Tehnik Napas Dalam dan Batuk Efektif

Diagnosis keperawatan : Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

Ketidak efektifan bersihan jalan napas adalah suatu keadaan ketika individu mengalami suatu ancaman nyata atau potensial pada status pernapasan karena ketidakmampuannya untuk batuk secara efektif. Diagnosis ini ditegakkan jika terdapat tanda mayor berupa ketidak mampuan untuk batuk atau kurangnya batuk, atau ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret dari jalan napas. Tanda minor yang mungkin ditemukan untuk menegakkan diagnosis ini adalah bunyi napas abnormal, stridor, dan perubahan frekuensi, irama dan kedalaman napas (Tamsuri, 2008).

Menurut Wilkinson (2011) mengatakan ketidakefektifan bersihan jalan napas yaitu ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi saluran napas guna mempertahankan jalan napas yang bersih. Faktor yang berhubungan pertama, Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, dan perokok pasif. Kedua, Obstruksi jaln napas : spasme jalan napas, retensi sekret, mukus berlebih, adanya jalan napas buatan, terdapat benda asing


(39)

 

dijalan napas, sekret di bronki dan eksudat di alveoli. Ketiga, fisiologis : Disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkial, PPOK, infeksi, asma, jalan napas alergik (trauma).

Pembersihan jalan napas yang efektif dibuktikan oleh pencegahan aspirasi; status pernapasan : Kepatenan Jalan Napas; dan status pernapasan : ventilasi tidak terganggu. Menunjukkan kepatenan jalan napas dapat dibuktikan oleh indikator gangguan (gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan): kemudahan bernapas, frekuensi dan irama pernapasan, pergerakan sputum keluar dari jalan napas, pergerakan sumbatan keluar dari jalan napas. Contoh lain pasien akan : batuk efektif, mengeluarkan sekret secara efektif, mempunyai jalan napas yang paten, pada pemeriksaan auskultasi memiliki suara napas yang jernih, mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal, mempunyai funngsi paru dalam batas normal, mampu meneskripsikan rencana untuk perawatan di rumah (Wilkinson, 2011).

1. Tehnik Napas Dalam

yaitu bentuk latihan nafas yang terdiri atas pernapasan abdominal (diafragma) dan purs lips breathing.

Tujuan pernapasan : Abdominal memungkinkan napas dalam secara penuh dengan sedikit usaha. Purs lips breathing membantu klien mengontrol pernapasan yang berlebihan.


(40)

 

Prosedur : atur posisi yang nyaman, flexikan lutut klien untuk merelaksasikan otot abdominal, letakkan 1 atau 2 tangan pada abdomen tepat dibawah tulang iga, tarik napas dalam melalui hidung jaga mulut tetap tertutup, hitung sampai 3 selama inspirasi, hembuskan udara lewat bibir seperti meniup (purs lips breathing) secara perlahan.

Pernapasan diafragma

Pemberian oksigen bila penderita mendapat terapi oksigen di rumah. Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidur miring ke kiri atau ke kanan, mendatar atau setengah duduk. Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian tengah, tangan yang lain di atas dada. Akan dirasakan perut bagian atas mengembang dan tulang rusuk bagian bawah membuka. Penderita perlu disadarkan bahwa diafragma memang turun pada waktu inspirasi. Saat gerakan (ekskursi) dada minimal. Dinding dada dan otot bantu napas relaksasi. Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan melalui mulut (purs lips breathing),

selama inspirasi, diafragma sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan

protusi (pengembangan) perut. Otot perut bagian depan dibuat berkontraksi selam inspirasi untuk memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar toraks bagian bawah. Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi.

Pernapasan diafragma-abdominal dan PLB dilakukan bersama-sama untuk efisiensi pernapasan dan ventilasi paru. Pernapasan melalui


(41)

 

penggunaan pergerakan difragma lebih baik daripada menggunakan otot asesoris pernapasan. Dengan demikian dapat mengurangi beban kerja saat bernapas (Rosina, 2008).

Gambar 2.2

Pergerakan Diafragma Saat Pernapasan Diafragma

Pursed lips breathing (PLB)

Menarik napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan menarik napas dalam) dengan mulut tertutup. Kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan posisi seperti bersiul. PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi, Selama PLB tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung. Dengan pursed lips breathing (PLB) akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran nafas kecil pada waktu ekspirasi. (Rosina 2008) PLB meningkatkan tidal volume dan mengurangi udara yang terperangkap di alveoli. Berdasarkan penelitian saturasi oksigen (PO2) meningkat 3-4% pada banyak pasien yang melakukan PLB.


(42)

 

Gambar 2.3

Mekanisme Pursed Lips Breathing 2. Batuk efektif

Yaitu latihan batuk untuk mengeluarkan sekret.

Tujuan : Untuk mengeluarkan sekret pada saluran napas.

Prosedur : Tarik napas dalam lewat hidung dan tahan napas dalam beberapa detik. Batuk 2 kali, pada saat batuk tekan dada dengan bantal, tampung sekret pada sputum pot. Hindari penggunaan waktu yang lama selama batuk karena dapat menyebabkan hipoksia.

Gambar 2.4


(43)

  Huff Coughing

adalah tehnik mengontrol batuk yang dapat digunakan pada pasien menderita penyakit paru-paru seperti COPD/ PPOK, emphysema atau cystic fibrosis, postsurgical deep coughing.

Tujuan : Untuk menyiapkan paru-paru dan saluran napas dari teknik batuk huff, keluarkan semua udara dari dalam paru-paru dan saluran nafas. Mulai dengan bernapas pelan.

Prosedur : Ambil napas secara perlahan, akhiri dengan mengeluarkan nafas secara perlahan selama 3-4 detik. Tarik napas secara diafragma, lakukan secara pelan dan nyaman, jangan sampai overventilasi paru-paru. Setelah menarik napas secara perlahan, tahan napas selama 3 detik, ini untuk mengontrol napas dan memepersiapkan melakukan batuk huff secara efektif. Angkat dagu agak keatas, dan gunakan otot perut untuk melakukan pengeluaran napas cepat sebanyak 3 kali dengan saluran napas dan mulut terbuka, keluarkan dengan bunyi ha, ha, ha atau huff, huff, huff. Tindakan ini membantu epiglotis terbuka dan mempermudah pengeluaran

mucus. Kontrol napas, kemudian ambil nafas pelan 2 kali ulangi teknik batuk diatas sampai mucus ke belakang tenggorokan lalu batukkan dan keluarkan mucus/ dahak.


(44)

  Postural deep coughing

Step 1

Duduk di sudut tempat tidur atau kursi, jangan berbaring dengan lutut agak ditekukkan. Pegang/ tahan bantal atau gulungan handuk terhadap luka operasi dengan kedua tangan dengan normal.

Step 2

Bernapaslah dengan pelan dan dalam melalui hidung. Keluarkan napas dengan penuh melalui mulut, ulangi untuk yang kedua kalinya. Untuk ketiga kalinya, ambil napas secara pelan dan dalam melalui hidung, penuhi paru-paru sampai terasa sepenuh mungkin.

Step 3

Batukkan 2-3 kali secara berturut-turut, usahakan untuk mengeluarkan udara dari paru-paru semaksimal mungkin ketika batuk. Relax dan bernapas seperti biasa. Ulangi tindakan diatas seperti yang diarahkan.


(45)

30

defenisi operasional yang digunakan dalam penelitian. A. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan berdasarkan gejala gangguan respiratori yang dirasakan oleh pasien yaitu batuk disertai produksi sekret yang berlebihan mengakibatkan gangguan bersihan jalan napas. Nursing Outcome Clasification adalah bersihan jalan napas.

Skema 3.1 : Kerangka konseptual penelitian efektifitas pengeluaran sekret dengan tehnik napas dalam dan batuk efektif pada pasien TB di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

Independen Dependen

         

Keterangan :

      Diteliti : Ada hubungan diteliti

Paien TB

dilakukan tehnik napas dalam dan batuk efektif

Pengeluaran sekret

Bersihan jalan napas adekuat


(46)

 

Kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keefektifan pengeluaran sekret dengan tehnik napas dalam dan batuk efektif. Langkah awal yang dilakukan peneliti adalah mengkaji gejala yang mungkin timbul pada sistem respirasi pasien dengan penyakit TB. Untuk data awal dilakukannya tindakan yaitu dengan wawancara dan pemeriksaan sistem respirasi. Data yang diperoleh akan dianalisa untuk dilakukannya tindakan keperawatan salah satunya tehnik napas dalam dan batuk efektif dengan kriteria data utama adanya batuk disertai sekret yang berlebih. Hasil yang diharapkan dengan dilakukannya tindakan keperawatan tersebut yaitu adanya sekret yang keluar. B. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan rumusan tujuan dan masalah penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Ha : Tehnik napas dalam dan batuk efektif, efektif untuk pengeluaran sekret dan bersihan jalan napas pada pasien TB.


(47)

  C. Defenisi Operasional

Tabel 3.1 : Defenisi operasional variabel penelitian

Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti sebagai berikut

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 2 3 Teknik Napas Dalam dan Batuk Efektif Pengeluaran Sekret Jumlah volume sekret pasien TB paru Tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki pertukaran gas dengan tidak harus mengeluarkan banyak tenaga untuk mengeluarkan sekret yang terdiri atas pernapasan abdominal

(diafragma) dan purs lips breathing.

Pengeluaran sekret yang menumpuk di rongga pernapasan pada pasien TB yang menyebabkan

bersihan jalan napas tidak efektif.

Pre test:

Pengeluaran sekret yang diukur sebelum dilakukan prosedur tehnik napas dalam dan batuk efektif.

Observasi Observasi Sputum pot Mampu/ Tidak mampu Mampu/ Tidak mampu Numerik Ordinal Kategorik Rasio


(48)

  4 Bersihan

jalan napas lancar/ efektif

Post test:

Pengeluaran sekret yang diukur sesudah dilakukan prosedur tehnik napas dalam dan batuk efektif. Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas, Pola napas dan frekuensi napas normal, tidak ada gangguan berupa sekret.

Observasi Pola napas normal/ terganggu


(49)

34 BAB 4

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen (true experimental design) pre test – post test control group design. Peneliti ingin melihat efektifitas pengeluaran sekret dengan tehnik napas dalam dan batuk efektif dengan variabel yang diteliti yaitu jumlah volume sekret yang dikeluarkan oleh pasien TB paru.

Skema 4.1 : Kerangka kerja penelitian efektifitas pengeluaran sekret dengan tehnik napas dalam dan batuk efektif pada pasien TB di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

Keterangan :

01 = pengukuran volume sekret maksimal sebelum diberikan perlakuan tehnik napas dalam dan batuk efektif pada kelompok intervensi. A = perlakuan dengan tehnik napas dalam dan batuk efektif.

01’= pengukuran volume sekret setelah diberikan perlakuan

A 01’

01


(50)

tehnik napas dalam dan batuk efektif pada kelompok intervensi. 02 = pengukuran volume sekret sebelum diberikan perlakuan tehnik napas

dalam dan batuk efektif pada kelompok kontrol.

02’= pengukuran volume sekret sesudah dijelaskan tentang prosedur tehnik napas dalam dan batuk efektif pada kelompok kontrol.

B. Populasi dan sampel  1. Populasi 

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010). Populasi penelitian ini adalah semua pasien TB yang dirawat di ruang RA3 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan pada waktu dilakukannya penelitian. Jumlah pasien TB terhitung dari 1 januari hingga 15 mei 2013 sebanyak 157 orang.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2010). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yakni simple random sampling. Simple random sampling merupakan pengambilan sample dengan cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi. Cara ini dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen, sebagai contoh bila populasinya homogen kemudian sampel diambil secara acak, maka akan didapatkan sampel yang representatif. Pengambilannya dapat dilakukan dengan cara lotere, akan tetapi 


(51)

pengambilannya diberikan nomor urut tertentu maka disebut sebagai

systematic random sampling ( Hidayat, 2011).

Sampel yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria inklusi (kriteria yang layak diteliti) dan kriteria eksklusi (kriteria yang tidak layak diteliti) yang telah ditetapkan sebagai subjek penelitian. Kriteria inklusi sampel adalah pasien TB paru dengan kesadaran Compos mentis, hemodinamik stabil: tekanan darah 110/60 s.d 140/90 mmHg , frekuensi nafas 16-30 x/menit, denyut nadi 60-100 x/menit, mau diwawancarai. Kriteria eklusi adalah pasien TB paru dengan kondisi batuk berdarah dan pasien pasca operasi.

Menurut Sugiyono (2006) penelitian yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol maka jumlah anggota sampel masing-masing antara 10 s/d 20 orang. Perhitungan jumlah sampel minimal dihitung berdasarkan uji hipotesis beda rata-rata berpasangan dengan derajat kemaknaan 5%, kekuatan uji 80% dan uji hipotesis dua sisi, didapatkan besar sampel sebagai berikut (Hidayat, 2011).

Z21-α/2.

σ

2 n = ___________ d2

Keterangan :

n : besar sampel minimum

Z21-α/2 : nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu

σ

2


(52)

d : kesalahan (absolut) yang dapat ditoleransi

Berdasarkan pernyataan diatas peneliti mengambil jumlah sampel sebanyak 30 pasien. Selama pelaksanaan penelitian tidak ada responden yang drop out.

C. Tempat Penelitian 

Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap RA3 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan dengan alasan pusat rujukan beberapa provinsi yang ada di Pulau Sumatera, Rumah Sakit ini memungkinkan peneliti untuk mendapatkan sampel yang memadai sesuai kriteria penelitian dan juga merupakan Rumah Sakit pendidikan sehingga merupakan tempat yang mendukung untuk melakukan penelitian.

 

D. Waktu Penelitian 

Penelitian ini dilaksanakan mulai September minggu pertama – Oktober minggu keempat 2013.

E. Etika Penelitian 

Selama penelitian peneliti tetap mempertahankan dan menjunjung tinggi etika, meliputi : self determinan, privacy, anonymity, confidentially, protection from discomfort dan pemberitahuan kepada dokter yang bertanggung jawab (Rosina, 2008).


(53)

1. Self Determinan

Sebelum penelitian dilaksanakan, pasien yang menjadi subjek penelitian diberikan informasi. Informasi yang diberikan meliputi manfaat intervensi, rencana dan tujuan penelitian. Penjelasan dilakukan secara resmi tertulis dengan pasien. Sebagai responden atau subjek penelitian diberi kebebasan dalam menentukan hak dan kesediaannya untuk terlibat dalam penelitian ini secara sukarela dengan menandatangani “Informed concent”

yang disediakan (lampiran 9). Apabila terjadi hal-hal yang memberatkan maka diperbolehkan untuk mengundurkan diri.

2. Privacy

Peneliti tetap menjaga kerahasiaan semua informasi yang telah diberikan oleh pasien sebagai responden dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian.

3. Anonymity

Peneliti tidak mencantumkan nama responden, dan diganti dengan nomor kode.

4. Confidentially

Peneliti menjaga kerahasiaan identitas pasien dan informasi yang diberikannya. Semua catatan atau data responden akan dimusnahkan setelah proses penelitian berakhir.

5. Protection form discomfort

Pasien bebas dari rasa tidak nyaman. Peneliti menjelaskan dan menekankan bahwa keterlibatan pasien dalam penelitian ini tidak akan


(54)

menimbulkan kerugian, baik secara psikologis maupun sosial. Jika ternyata menimbulkan respon psikologis yang berat akan di rujuk ke ahli terkait. Berusaha memenuhi kebutuhan pasien, menerima masukan dan memepertahankan sikap empati, membuat kontrak kerja dan waktu yang jelas, tepat waktu, menciptakan suasana santai sehingga pasien merasa nyaman selama penelitian. Namun selama penelitian tidak ada respon/ efek negatif yang terjadi.

6. Semua pasien diberitahukan kepada dokter yang bertanggung jawab

Peneliti berkomunikasi dengan dokter yang bertanggung jawab merawat pasien untuk menyampaikan maksud penelitian, dengan tujuan pemberitahuan melakukan perlakuan penelitian terhadap pasien.

F. Alat Pengumpulan Data 

Pengumpul data primer pada penelitian ini yaitu: Sputum Pot. Sputum pot adalah instrumen untuk mengukur banyaknya sputum yang dikeluarkan oleh pasien dengan satuan hasil pengukuran adalah mili liter yang dituangkan dalam format isian (Lampiran 10). Selain itu peneliti juga menggunakan Spuit dan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk mengumpulkan data dari responden.

G. Prosedur Pengumpulan Data 

1. Sebelum penelitian dilaksanakan peneliti mengajukan permohonan izin tertulis (lampiran 3) kepada RSUP. H. Adam Malik yang dipilih sebagai tempat penelitian.


(55)

2. Setelah mendapatkan ijin (lampiran 6) dari pihak RSUP. H. Adam Malik peneliti mengadakan pertemuan dan kontrak kerja dengan penanggung jawab ruang rawat inap dan tenaga perawat.

3. Mengidentifikasi pasien sesuai kriteria inklusi, bekerjasama dengan dokter dan perawat yang berada di ruang rawat inap tersebut.

4. Bagi yang bersedia, pasien menandatangani persetujuan (lampiran 9) terlebih dahulu menjelaskan prosedur tindakan kepada pasien. Kemudian membuat kontrak untuk melakukan latihan napas dalam dan batuk efektif. 5. Biodata karakteristik pasien (lampiran 10) dikumpulkan dan volume sekret

juga dikumpul sebagai tolok ukur evaluasi hasil pengaruh dari latihan napas dalam dan batuk efektif.

6. Intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dimulai dengan memperkenalkan, mensosialisasikan, dan mempraktekkan latihan napas dalam dan batuk efektif pada pasien TB. Intervensi disesuaikan dengan kondisi patologis pasien dan hasil kolaborasi dengan dokter penanggung jawab. Pasien dan keluarga mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang manfaat latihan napas dalam dan batuk efektif yang akan diimplementasikan.

7. Pasien diberikan pedoman latihan napas dalam dan batuk efektif dengan gambar dan penjelasannya (lampiran 14).

8. Pada awal latihan pasien dibimbing melakukan gerakan latihan napas dalam dan batuk efektif dan dipastikan pasien telah dapat melakukannya dengan benar.


(56)

9. Setelah pasien dapat melakukannya dengan benar, pasien dianjurkan melakukan sendiri dan pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan toleransi pasien dan memperhatikan kondisi respirasi pasien.

10. Pengukuran jumlah sekret dilakukan dua kali. Pertama kali diukur sebelum intervensi. Selanjutnya pengukuran kedua dilakukan setelah intervensi dan pengukuran pertama dilakukan. Pengukuran pertama dan kedua dilakukan oleh peneliti.

11. Dianjurkan kepada pasien bila mengalami kondisi hemodinamik tidak stabil saat latihan: HR bertambah 20x/menit; RR <16x/menit atau >30x/menit; maka latihan dihentikan. Apabila ada keluhan sulit bernapas atau keluhan lainnya latihan juga dihentikan.

H. Analisa Data  1. Pengolahan Data 

Pengolahan data dilakukan dengan langkah sebagai berikut:  

a. Editing, dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan data dan kejelasan semua data dari hasil pengukuran yang diperoleh dari responden. 

b. Coding, merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisa data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya


(57)

dalam satu buku (codebook) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. 

c. Cleaning data, data yang telah dimasukkan diperiksa kembali, untuk memastikan bahwa data telah bersih dari kesalahan. Baik kesalahan dalam pengkodean maupun dalam membaca kode sehingga data siap untuk dianalisis. 

d. Entry data, adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontigensi. Paket program komputer digunakan untuk mempermudah dan membantu peng-entry dari kesalahan-kesalahan pengisian sekaligus untuk dianalisis lebih lanjut. 

 

2. Analisis Data 

Analisis data dilakukan dengan tahap sebagai berikut: a. Analisis Univariat

Analisa ini akan digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel yang diukur dalam penelitian, yaitu rata-rata hitung (mean) dan simpangan baku (standar deviasi) volume sekret pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

b. Analisis Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui perbedaan jumlah sekret antara sebelum dan sesudah dilakukan tehnik napas dalam dan


(58)

batuk efektif. Uji hipotesis dilakukan dengan dependen samples t-test/ uji paired samples t test. Uji ini untuk mengetahui perbedaan volume sekret pre dan post pada kelompok intervensi dan perbedaan volume sekret pre dan post pada kelompok kontrol.

Bersihan jalan napas pasien dilakukan dengan mengobservasi dengan tanda-tanda pasien tidak kesulitan saat bernapas, bunyi napas kembali normal. Pada analisis bivariat dilakukan uji homogenitas atau uji kesetaraan untuk membandingkan karakteristik volume sekret pretest dan volume sekret postest yang dinilai telah memiliki kesamaan varian (homogen) atau tidak, sehingga dilakukan uji kesetaraan. Apabila pada uji kesetaraan menunjukkan nilai p > 0,05 berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua volume sehingga dikatakan kelompok tersebut sebanding atau sama.

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 30 orang maka dilihat hasil uji Shapiro-Wilk. diperoleh hasil nilai kemaknaan untuk volume

pretest kelompok intervensi adalah 0,03 p < 0,05. Untuk volume postest

kelompok intervensi diperoleh hasil nilai kemaknaan yaitu 0,080 p > 0,05. Maka dapat diambil kesimpulan ada pengaruh yang signifikan sebelum dan sesudah pemberian batuk efektif dan napas dalam.


(59)

44

dengan tehnik napas dalam dan batuk efektif pada pasien TB di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Berdasarkan data yang didapat jumlah pasien TB yang memenuhi kriteria inklusi selama masa penelitian bulan September – Oktober 2013 adalah 30 orang. Dari 30 orang pasien, 15 pasien dijadikan sebagai kelompok intervensi yaitu kelompok yang dilakukan tindakan batuk efektif dan napas dalam dan 15 pasien dijadikan sebagai kelompok kontrol yaitu kelompok yang tidak dilakukan tindakan batuk efektif. Kedua kelompok dilakukan pengukuran volume sekret dan hasilnya dibandingkan. Berikut ini akan ditampilkan data-data hasil penelitian.

A. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat

Pada penelitian ini hasil analisis univariat menggambarkan karakteristik pasien TB paru yang digambarkan dengan distribusi frekuensi responden berdasarkan Jenis kelamin, Umur, Tekanan Darah (TD), Denyut nadi (pulse), Respirasi Rate (RR), Suhu tubuh, dan Nyeri yang dirasakan.


(60)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

Data Demografi Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Frekuensi (n) % Frekuensi (n) % 1.Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Jumlah 10 5 15 66,7 33,3 100 8 7 15 53,3 46,7 100 2. Umur

12 – 24 Th 25 – 40 Th 41 – 60 Th > 60 Jumlah Mean Standar Deviasi Minimum Maksimum 1 6 5 3 15 = 4,67 = 0,900 = 3 = 6 6.7 40.0 33,3 20,0 100 3 4 6 2 15 = 4,47 = 0,990 = 3 = 6 20 26,7 40 13,3 100

3. TTV (TD) Normal Pra hipertensi Hipertensi o1 Jumlah 8 4 3 15 53,3 26,7 20 100 9 6 - 15 60 40 - 100 TTV (Pulse) Normal 60-100 Jumlah 15 15 100 100 15 15 100 100 TTV (RR) Normal 16-24 Sesak Napas <16 & >24

Jumlah 9 6 15 60 40 100 7 8 15 46,7 53,3 100


(61)

Data Demografi

Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Frekuensi (n) % Frekuensi (n) %

TTV (Suhu) Normal 35,o C-37,0oC

Abnormal

<35,8oC & >37,0oC

Jumlah 12 3 15 80 20 100 10 5 15 66,7 33,3 100 TTV (Nyeri) Ada nyeri Tidak ada nyeri Jumlah 8 7 15 53.3 46.7 100 3 12 15 20 80 100

Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki pada kelompok intervensi berjumlah 10 orang dengan persentase 66,7% dan responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 5 orang dengan persentase 33,3%. Sementara itu responden yang berjenis kelamin laki-laki pada kelompok kontrol berjumlah 8 orang dengan persentase 53,3% dan responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 7 orang dengan persentase 46,7%.

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 15 orang responden kelompok intervensi rata-rata 4,67 atau berumur 41-60 tahun dengan standar deviasi 0,900 dan median 5,00 atau 41-60 tahun (95% CI : 4,17 - 5,16 ). Umur termuda adalah 21 tahun dan umur tertua adalah 74 tahun. Dari hasil estimasi interval 95% diyakini bahwa rata-rata umur responden TB paru yang dilakukan latihan batuk efektif dan napas dalam adalah antara 25 tahun


(62)

– 60 tahun. Responden kelompok kontrol yang berjumlah 15 orang (yang tidak dilakukan latihan batuk efektif dan napas dalam) rata-rata 4,47 atau berumur 25-40 tahun dengan standar deviasi 0,990 dan median 5,00 atau 41-60 tahun (95% CI : 3,92 – 5,02 ). Umur termuda adalah 19 tahun dan umur tertua 70 tahun. Dari hasil estimasi interval 95 % diyakini bahwa rata-rata umur responden yang tidak dilakukan latihan batuk efektif dan napas dalam adalah antara 25 tahun – 60 tahun.

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 15 orang responden kelompok intervensi rata-rata tekanan darah 1,67 dengan standar deviasi 0,816 dan median 1,00 (95% CI: 1,21 – 2,12). Tekanan darah yang paling tinggi berada pada hipertensi o1 sebanyak 3 orang. Dari hasil estimasi interval 95% diyakini bahwa rata-rata tekanan darah responden TB paru yang dilakukan intervensi berada pada tahapan normal dan pra hipertensi. Responden kelompok kontrol yang berjumlah 15 orang (yang tidak dilakukan latihan tehnik napas dalam dan batuk efektif) rata-rata memiliki tekanan darah 1,40 dengan standar deviasi 0,507 dan median 1,00 (95% CI: 1,12 – 1,68). Tekanan darah yang paling tinggi berada pada pra hipertensi sebanyak 6 orang. Dari hasil estimasi interval 95% diyakini bahwa rata-rata tekanan darah responden TB paru yang tidak dilakukan intervensi adalah normal dan pra hipertensi.

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 15 orang responden kelompok intervensi dan 15 orang kelompok kontrol memiliki rata-rata yang sama yaitu 1,00 dengan standar deviasi yang sama juga 0,000. Median


(63)

masing-masing kelompok 1,00 dengan berada pada tahapan denyut nadi yang normal 60 – 100 x/i.

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 15 orang responden kelompok intervensi memiliki rata-rata pernapasan yang normal terlihat dari nilai mean 1,40 dengan standar deviasi 0,507 dan median 1,00 (95% CI : 1,12 – 1,68). Dari hasil estimasi interval 95% diyakini bahwa rata-rata pernapasan normal 16-24 x/i sebanyak 9 orang dan sesak napas >16 & >24 sebanyak 6 orang. Pada kelompok kontrol yang terdiri dari 15 orang responden memiliki rata-rata pernapasan yang abnormal/ sesak napas terlihat dari nilai mean 1,53 dengan standar deviasi 0,516 dan median 2,00 (95% CI : 1,25 – 1,82). Dari hasil estimasi interval 95% diyakini bahwa rata-rata pernapasan normal 16-24 x/i sebanyak 7 orang dan sesak napas >16 & > 24 sebanyak 8 orang.

Berdasarkan tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa dari 15 orang responden kelompok intervensi rata-rata memiliki suhu tubuh yang normal terlihat dari nilai mean 1,20 dengan standar deviasi 0,414 dan median 1,00 (95% CI : 0,97-1,43). Terdapat juga responden yang memiliki suhu tubuh yang abnormal sebanyak 3 orang. Responden kelompok kontrol yang berjumlah 15 orang (yang tidak dilakukan latihan batuk efektif dan napas dalam) rata-rata memiliki suhu tubuh yang normal juga terlihat dari nilai mean 1,33 dengan standar deviasi 0,488 dan median 1,00 (95% CI : 1,06-1,60). Terdapat juga responden yang memiliki suhu tubuh yang abnormal sebanyak 5 orang.


(64)

Berdasarkan pengkajian tanda-tanda vital pada pengukuran nyeri kelompok intervensi lebih banyak didapatkan merasakan nyeri saat dilakukan pengkajian dibandingkan kelompok kontrol. Tabel diatas menunjukkan pada kelompok intervensi 8 orang 53,3% merasakan nyeri dan 7 orang 46,7% tidak merasakan nyeri sedangkan pada kelompok kontrol 3 orang 20% merasakan nyeri dan 12 orang 80% tidak merasakan nyeri. 2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat memaparkan hasil volume sekret kelompok intervensi pre test dan post test tindakan latihan batuk efektif dan napas dalam dan kelompok kontrol pre test dan post test.

a. Analisis volume sekret pre test dan post test batuk efektif dan napas dalam pada kelompok intervensi.

Tabel 5.2 : Pengukuran volume sekret pre dan post test pada kelompok intervensi

Kelompok Intervensi N Mean SD SE p Value Vol. pre test (mL) 15 3,33 1,718 0,444

0,000 Vol. post test (mL) 15 5,13 1,922 0,496

Rata – rata skor volume sekret pre test pada kelompok intervensi adalah 3,33 % dengan standar deviasi 0,444. Sesudah dilakukan latihan batuk efektif dan napas dalam rata – rata skor volume sekret 5,13 % dengan standar deviasi 0,496. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000 berarti ada perbedaan yang signifikan antara volume pre dan post intervensi latihan batuk efektif dan napas dalam.


(65)

b. Analisis volume sekret pre test dan post test batuk efektif dan napas dalam pada kelompok kontrol.

Tabel 5.3 : Pengukuran volume sekret pre dan post test pada kelompok kontrol

Kelompok Kontrol N Mean SD SE p Value Vol. pre test (mL) 15 3,47 1,642 0,424

0,076 Vol. post test (mL) 15 4,13 1,885 0,487

Rata – rata skor volume sekret pre test pada kelompok kontrol adalah 3,47 % dengan standar deviasi 1,642. Sesudah dilakukan latihan batuk efektif dan napas dalam rata – rata skor volume sekret 4,13 % dengan standar deviasi 1,885. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,076 berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara volume pre

dan post intervensi latihan batuk efektif dan napas dalam. B. Pembahasan

Pada pembahasan ini peneliti akan membahas dan menjelaskan tentang makna dari hasil penelitian dengan menginterprestasikan dari sudut pandang teori serta membandingkan dengan penelitian terkait. Menapsirkan arti dari hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dan menjelaskan keterbatasan penelitian serta implikasinya bagi praktek keperawatan.


(66)

1. Analisis univariat a. Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18 orang dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 orang. Responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak mengeluarkan sekret dibanding perempuan hal ini menurut asumsi peneliti laki-laki lebih aktif. Bila dilakukan edukasi tentang tehnik napas dalam dan batuk efektif, laki-laki lebih kooperatif. Jumlah responden pada penelitian Nugroho (2011), berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 9 orang dan perempuan 6 orang. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Yana (2008), 25 orang berjenis kelamin laki-laki dan tidak memasukkan responden dengan jenis kelamin perempuan. Dapat dikatakan bahwa kebanyakan penyakit TB menyerang orang dengan jenis kelamin laki-laki.

b. Umur

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata umur dari responden 41-60 tahun. Rentang umur yang didapat dari hasil penelitian ini sesuai dengan teori menurut (Depkes RI, 2010) TB terjadi pada lebih dari 70 % usia produktif. Tidak menutup kemungkinan ada 30 % lainnya menyerang usia produktif. Ini terbukti dengan ditemukannya umur termuda dari responden dalam penelitian ini yaitu 21 tahun. Menurut asumsi peneliti faktor umur


(67)

sedikit mempengaruhi untuk seseorang dapat mengeluarkan sekret lebih banyak dari sebelumnya. Hal ini peneliti dapatkan dari hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yaitu sekitar 66,7 % responden mampu mengeluarkan sekret lebih banyak dari sebelumnya, dan hanya 16,6 % responden tidak mampu mengeluarkan sekret lebih dari sebelumnya.

Seiring dengan pertambahan umur pada pasien TB terdapat penurunan fungsi paru. Tuberkulosis ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium tuberculosis

ini, menyebabkan kerusakan terutama pada paru, menimbulkan gangguan berupa batuk, sesak napas, bahkan dapat menyebar ke tulang, otak, dan organ lainnya. Bila dibiarkan, kuman ini dapat menggerogoti tubuh dan menyebabkan kematian (Harrison, 1999). Kondisi ini akan memperberat keadaan progresifitas TB pada usia lanjut, sehingga pada usia diatas 60 tahun manifestasi kesakitan semakin dirasakan. Berbagai gejala dan gangguan pada sistem pernapasan muncul dan perlu penanganan pengobatan, hal inilah yang membawa pasien datang ke fasilitas kesehatan dan biasanya sudah berada pada tahap TB kronis.

c. Tanda-tanda vital

Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan rata-rata tekanan darah responden TB paru berada pada tahapan normal dan pra hipertensi. Pada pemeriksaan TD responden dengan tekanan


(68)

darah diatas 100/90 hanya 5 orang yang tidak mampu mengeluarkan sekret lebih banyak dari sebelumnya, menurut asumsi peneliti hal ini dikarenakan adanya hubungan tekanan darah dengan umur, rata-rata umur responden diatas 50 tahun. Selanjutnya untuk denyut nadi didapatkan 100% berada pada tahapan normal 60-100 x/i. Pemeriksaan pulse hubungannya dengan jumlah pengeluaran sekret tidak begitu kelihatan responden mana yang mampu mengeluarkan sekret lebih banyak dan yang tidak mampu mengeluarkan sekret karena rata pulse responden dalam rentang normal. Untuk rata-rata pernapasan pada kelompok intervensi berada dalam rentang normal menurut asumsi peneliti hal ini dikarenakan responden diberikan tindakan bagaimana cara mengontrol pernapasan sementara pada kelompok kontrol pernapasannya abnormal/ sesak napas menurut asumsi peneliti karena responden mengeluarkan sekret menurut pengetahuan mereka. Kaitannya dengan jumlah volume sekret yang dilakukan kelompok intervensi lebih banyak mengeluarkan sekret dari sebelumnya dibanding kelompok kontrol. Rata-rata pengukuran suhu responden berada pada tahap normal. Pemeriksaan suhu hubungannya dengan jumlah pengeluaran sekret tidak begitu kelihatan responden mana yang mampu mengeluarkan sekret lebih banyak dan yang tidak mampu mengeluarkan sekret karena rata-rata suhu responden dalam rentang normal dan yang terakhir untuk pengukuran nyeri pada responden terdapat perbedaan


(69)

pada kelompok intervensi rata-rata merasakan nyeri dan pada kelompok kontrol rata tidak merasakan nyeri. Akan tetapi rata-rata responden yang mengalami penurunan jumlah sekret dari sebelumnya yaitu yang tidak mengalami nyeri di bagian dada, menurut asumsi peneliti pasien kurang kooperatif saat mengeluarkan sekret.

Dapat disimpulkan bahwa pada pemeriksaan tanda-tanda vital responden tidak terdapat permasalahan yang signifikan. Pada pemeriksaan nyeri terdapat perbedaan diantara kelompok intervensi dan kontrol, kemungkinan hal ini dikarenakan responden dilakukan tindakan batuk efektif.

2. Analisis bivariat

a. Pengeluaran sekret sebelum dan setelah diberikan batuk efektif dan napas dalam.

Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000 berarti ada perbedaan yang signifikan antara volume pre dan post intervensi latihan batuk efektif dan napas dalam. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pranowo (2010), bahwa ada efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di ruang rawat inap rumah sakit Mardi Rahayu dan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2011), terdapat pengaruh yang signifikan/ bermakna sebelum dan sesudah perlakuan batuk efektik


(70)

pada pasien dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Instalasi Rehabilitasi Medik RS Baptis Kediri.

Hasil yang peneliti dapatkan jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya ternyata tehnik napas dalam dan batuk efektif ini efektif dalam pengeluaran sekret pasien dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas.

3. Keterbatasan penelitian a. Waktu penelitian

Oleh karena waktu penelitian yang dilakukan terbatas yaitu selama 2 bulan dimulai dari September 2013 – oktober 2013 maka tidak dapat menilai secara maksimal perbedaan volume sekret yang dikeluarkan responden kelompok intervensi dan volume sekret yang dikeluarkan responden kelompok kontrol. Demikian juga tidak dapat menjelaskan sejauh mana pengaruh konsumsi antibiotik terhadap jumlah volume yang dikeluarkan oleh responden.

b. Penetapan dan pengumpulan sampel

Pada awal rencana responden adalah pasien dengan diagnosa gangguan sistem pernapasan yang mengalami penumpukan sekret akan tetapi karena diagnosa yang tidak spesifik dengan satu penyakit sehingga hanya pasien yang mengalami penyakit TB paru yang dijadikan responden dalam penelitian ini. Kondisi ini memudahkan peneliti untuk mendapatkan responden yang sama karakter penyakitnya.


(1)

mmHg kanan ml Ny.Z. Intervensi 014 46 Th 100/ 60

mmHg

23 x/i 85 x/i 35 oC Di bag. lambung

P 1 ml 1,5 ml Tn.ZL. Intervensi 015 73 Th 140/ 90

mmHg

25 x/i 90 x/i 37oC Tidak ada L 1 ml 2 ml Tn.UK. Kontrol 016 62 Th 130/ 80

mmHg

30 x/i 90 x/i 37,5oC Tidak ada L 2 ml 1 ml Ny.YS. Intervensi 017 44 Th 130/ 90 x/i 30 x/i 91 x/i 37oC Di bag. dada P 2,5

ml

3 ml Ny.RD. Kontrol 018 35 Th 110/ 80 x/i 26 x/i 87 x/i 36,5oC Tidak ada P 2 ml 2 ml Tn.AJ. Kontrol 019 56 Th 110/ 80

mmHg

20 x/i 80 x/i 36oC Tidak ada L 1 ml 1 ml Tn.MS Intervensi 020 56 Th 120/ 80

mmHg

24 x/i 90 x/i 36oC Di bag. dada L 1 ml 1,5 ml Ny.R Intervensi 021 38 Th 120/ 90

mmHg

23 x/i 82 x/i 37oC Dada sebelah kanan

P 1 ml 1,5 ml Tn.AS. Intervensi 022 58 Th 140/ 90

mmHg

27 x/i 100 x/i 36,5 oC Tidak ada L 2 ml 1 ml Nn.T. Kontrol 023 19 Th 100/ 90

mmHg

20 x/i 80 x/i 36oC Tidak ada P 3 ml 3 ml Tn.ES. Kontrol 024 43 Th 130/ 90

mmHg

30 x/i 100 x/i 35oC Tidak ada L 3,5 ml

4 ml Nn.S. Kontrol 025 19 Th 110/ 90

mmHg

27 x/i 100 x/i 36oC Di bag. dada P 1 ml 1,5 ml Ny.L. Kontrol 026 30 Th 100/ 90

mmHg

23 x/i 85 x/i 35oC Tidak ada P 1,5 ml

1 ml Tn.A. Kontrol 027 57 Th 130/ 90

mmHg


(2)

Tn.RH. Intervensi 029 74 Th 130/ 70 mmHg

30 x/i 100 x/i 36,5oC Di bag. dada L 1 ml 2 ml Tn.HS. intervensi 030 40 Th 110/ 80

mmHg


(3)

RINCIAN BIAYA PENELITIAN Rincian biaya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kertas A4 3 rim x Rp. 30.000,- Rp. 90.000

2. Tinta printer Rp. 40.000

3. Biaya fotocopy literatur Rp. 50.000 4. Penelusuran literatur dan internet Rp. 56.000 5. Penggandaan proposal 3 eks x Rp.6000,- Rp. 18.000 6. Penggandaan skripsi 3 eks x Rp.12.500 Rp. 37.500 7. Biaya transportasi Rp. 100.000 8. Biaya seminar di RSUP. HAM. Rp. 200.000

9. Survei Awal Rp. 50.000

10.Biaya pengambilan data Rp. 150.000 11.Biaya ADM komite etik Rp. 100.000

12.Sputum pot Rp. 30.000

13.Pites Rp. 2.000

14.Gelas Ukur 5 ml Rp. 25.000

15.Brush gelas Rp. 3.000

16.Konsumsi seminar Rp. 140.000 17.Biaya terjemahan abstrak Rp. 50.000 +

JUMLAH = Rp. 1.147.500

Biaya tak terduga 10% Rp. 114.750 + Total Rp. 1.262.250


(4)

PANDUAN TEHNIK NAPAS DALAM DAN BATUK EFEKTIF 1. Tehnik Napas Dalam

yaitu bentuk latihan nafas yang terdiri atas pernapasan abdominal (diafragma) dan purs lips breathing.

Tujuan pernapasan : Abdominal memungkinkan napas dalam secara penuh dengan sedikit usaha. Purs lips breathing membantu klien mengontrol pernapasan yang berlebihan.

Prosedur : atur posisi yang nyaman, flexikan lutut klien untuk merelaksasikan otot abdominal, letakkan 1 atau 2 tangan pada abdomen tepat dibawah tulang iga, tarik napas dalam melalui hidung jaga mulut tetap tertutup, hitung sampai 3 selama inspirasi, hembuskan udara lewat bibir sepeti meniup (purs lips breathing) secara perlahan.

Gambar 1


(5)

2. Batuk Efektif

Yaitu latihan batuk untuk mengeluarkan sekret.

Tujuan : Untuk mengeluarkan sekret pada saluran napas. Prosedur : Postural deep coughing.

Step 1

Duduk di sudut tempat tidur atau kursi (jangan berbaring) dengan lutut agak ditekukkan. Untuk pasien pasca operasi dibagian abdomen, pegang/ tahan bantal atau gulungan handuk terhadap luka operasi dengan kedua tangan dengan normal.

Step 2

Bernapaslah dengan pelan dan dalam melalui hidung. Keluarkan napas dengan penuh melalui mulut, ulangi untuk yang kedua kalinya. Untuk ketiga kalinya, ambil napas secara pelan dan dalam melalui hidung, penuhi paru-paru sampai terasa sepenuh mungkin.

Step 3

Batukkan 2-3 kali secara berturut-turut, usahakan untuk mengeluarkan udara dari paru-paru semaksimal mungkin ketika batuk. Relax dan bernapas seperti biasa. Ulangi tindakan diatas seperti yang diarahkan.

Gambar 2


(6)

CURRICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : Almuddatsir

Tempat,tanggal lahir : Tapaktuan, 27 Juni 1989 Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Abdullah Sani No.75 Kel.Hilir Tapaktuan Aceh Selatan Kewarganegaraan : Indonesia

Telepon : 0852 6209 7482 Email : datsir.27@gmail.com

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN Pendidikan Formal

1995-2001 : SDN 7 Tapaktuan Aceh Selatan 2001-2004 : SMPN 1 Tapaktuan Aceh Selatan 2004-2007 : SMAN 1 Tapaktuan Aceh Selatan 2007-2010 : AKPER Pemkab Aceh Selatan

2012 s/d saat ini : S1 Keperawatan Fak. Keperawatan USU Medan Pendidikan Non Formal

2007-2008 : Kursus komputer di AKPER Pemkab Aceh Selatan 2011-2012 : Kursus Bahasa Inggris di IES Lamnyong Banda Aceh Pelatihan

- Pelatihan Keterampilan Dasar Bagi Perawat Kamar Bedah (09-12 Februari 2012 di RSU Zainoel Abidin Banda Aceh)

- Pelatihan Basic Trauma Cardiac Life Support BTCLS (4-8 Juli 2012 di Fak. Kep. USU Medan)

- Pelatihan Certified Wound Care Clinician Associate CWCCA (26-29 September 2012 di Fak. Kep. USU Medan)

- Pelatihan Basic-Advance Certified Hypnotherapy For Nurse CHtN ( 20-21 September di Mutiara Suara Nafiri Convention Hall Medan)