Optimasi Pupuk Dolomit pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun

OPTIMASI PUPUK DOLOMIT PADA TANAMAN KELAPA
SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) BELUM MENGHASILKAN
UMUR SATU TAHUN

FITRIYA
A24100084

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Pupuk
Dolomit pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Belum
Menghasilkan Umur Satu Tahun adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Fitriya
NIM A24100084

ABSTRAK
FITRIYA. Optimasi Pupuk Dolomit pada Tanaman Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun. Dibimbing oleh
SUDRADJAT.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis optimum pupuk dolomit
pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan umur satu tahun. Penelitian ini
dilaksanakan di Kebun Penelitian Kelapa Sawit IPB-Cargill, Jonggol, Bogor dari
bulan Maret 2013 sampai Maret 2014. Rancangan lingkungan yang digunakan
adalah rancangan kelompok lengkap teracak dengan tiga ulangan dan satu faktor
yaitu dosis pupuk dolomit yang terdiri atas 0, 200, 400, dan 600 g tanaman -1.
Setiap satuan percobaan terdiri atas 5 tanaman, sehingga jumlah tanaman sampel
adalah 60 tanaman. Pupuk dolomit berpengaruh nyata terhadap peubah vegetatif
dan fisiologi. Berdasarkan peubah tinggi tanaman maka dosis pupuk dolomit

untuk tanaman kelapa sawit yang berumur satu tahun adalah 306.4 g dolomit
tanaman-1.
Kata kunci: dolomit, dosis optimum, kelapa sawit, respons fisiologi, respons
morfologi

ABSTRACT
FITRIYA. Optimizing of Dolomit Fertilizer on Young Plant Oil Palm Aged One
Year. Supervised by SUDRADJAT.
This research aims to determine the optimum rate of fertilizer dolomit on oil
palm plant aged one year. This experiment was conducted at the IPB-Cargill Palm
Oil Teaching Farm, Jonggol, Bogor from March 2013 to March 2014. The design
used is randomized complete block design with three replications and one factor
was dolomit fertilizer rates i.e. 0, 200, 400, and 600 g plant-1. Each experimental
unit consisted of 5 plants, so the number of samples is 60 crop plants. Dolomit
fertilizer affected vegetative and physiology variables. Based on the plant height
the rates of dolomit fertilizer recommendations for plant oil aged one year is 306.4
g dolomit plant-1.
Keywords: dolomit, morphology response, physiology response, oil palm,
optimizing fertilizer


OPTIMASI PUPUK DOLOMIT PADA TANAMAN KELAPA
SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) BELUM MENGHASILKAN
UMUR SATU TAHUN

FITRIYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Optimasi Pupuk Dolomit pada Tanaman Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun

Nama
: Fitriya
NIM
: A24100084

Disetujui oleh

Dr Ir Sudradjat, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Optimasi Pupuk Dolomit

pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan Umur
Satu Tahun yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Maret 2014
berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Sudradjat, MS selaku
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, serta
arahan selama penulis melaksanakan penelitian. Dr Ir Darda Efendi, Msi selaku
dosen pembimbing akademik. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada bapak
Mohammad Joni selaku manager kebun dan staff yang telah membantu penulis
selama pelaksanaan penelitian, serta rekan-rekan penelitian S1 Hupudio Hutomo
Widodo dan rekan penelitian S2 Feni Shintarika, Yan Sukmawan, Hidayat
Saputra, serta Irwan Siallagan selaku Tim Riset Kebun Pendidikan dan Penelitian
Kelapa Sawit Jonggol IPB-Cargill. Keluarga besar Agronomi dan Hortikultura
khususnya untuk angkatan 47 yang terlibat dalam penelitian ini. Ungkapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga yang
senantiasa memberikan semangat, dorongan doa, serta kasih sayang.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Fitriya


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Botani Kelapa Sawit

2

Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

3

Kadar Hara Tanah

3


Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit

3

Dolomit

5

METODE PENELITIAN

6

Tempat dan Waktu

6

Bahan dan Alat

6


Metode Percobaan

6

Prosedur Percobaan

7

Pengamatan

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

9

Keadaan Umum

9


Respons Morfologi Tanaman terhadap Pemberian Dosis Pupuk Dolomit

9

Respons Fisiologi Tanaman terhadap Pemberian Dosis Pupuk Dolomit

16

Analisis Tanah

18

Penentuan Dosis Optimum

18

SIMPULAN DAN SARAN

19


Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Dosis pemupukan dolomit
Laju pertumbuhan kelapa sawit belum menghasilkan
Respons tinggi tanaman terhadap dosis pupuk dolomit
Respons lingkar batang terhadap dosis pupuk dolomit
Respons jumlah pelepah terhadap dosis pupuk dolomit
Respons panjang pelepah terhadap dosis pupuk dolomit
Respons luas daun terhadap dosis pupuk dolomit
Respons kandungan klorofil terhadap dosis pupuk dolomit
Kandungan hara Mg dalam daun
Dosis dolomit yang diberikan terhadap kandungan Mg dalam tanah
Penentuan dosis optimum dolomit berdasarkan peubah tinggi tanaman

6
10
11
12
12
13
14
16
17
18
18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kriteria penilaian sifat kimia tanah (staf Pusat Penelitian Tanah. 2008)
2 Hasil analisis tanah awal di kebun tanaman kelapa sawit belum
menghasilkan
3 Data iklim
4 Hasil analisis tanah akhir pada tanaman belum menghasilkan
5 Konsentrasi hara dalam daun kelapa sawit pada kondisi defisiensi dan
optimum
6 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pupuk dolomit terhadap tinggi
tanaman, lingkar batang, jumlah plepah, jumlah anak daun, panjang
pelepah, luas daun, dan tingkat kehijauan daun

22
23
23
24
24

25

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditi perkebunan
yang penting untuk dikembangkan di Indonesia sebagai sumber perolehan devisa
negara. Hal ini terlihat dari posisi Indonesia yang menjadi negara produsen
minyak sawit utama di dunia disusul oleh Malaysia, Thailand, Nigeria, Kolombia,
dan negara lainnya (FAOSTAT 2013). Data luas areal dan produksi perkebunan
kelapa sawit di Indonesia tahun 2008 – 2013 mengalami peningkatan yang
signifikan setiap tahunnya. Tahun 2008 luas areal perkebunan kelapa sawit
Indonesia adalah 7.4 juta ha dengan produksi minyak sawit sebesar 17.5 juta ton
dan mengalami peningkatan luas areal menjadi 10 juta ha dengan produksi
minyak sawit sebesar 27.7 juta ton pada tahun 2013 (Ditjenbun 2013).
Produktivitas yang tinggi pada tanaman kelapa sawit tidak terlepas dari
peran pemupukan yang baik. Kegiatan pemupukan memberikan kontribusi yang
sangat luas dalam meningkatkan produksi dan kualitas produk yang dihasilkan.
Tanaman kelapa sawit umumnya ditanam pada tanah bereaksi masam sampai
agak masam. Tanah-tanah tersebut memiliki tingkat kesuburan kimia yang rendah,
walaupun umumnya memiliki kesuburan fisik yang cukup baik. Menurut
Poeloengan (2000), pemupukan memiliki peranan yang baik terhadap
produktivitas tanaman perkebunan kelapa sawit. Mengingat bahwa kelapa sawit
merupakan tanaman yang tergolong sangat konsumtif. Kekurangan salah satu
unsur hara saja akan menunjukkan gejala defisiensi dan mengakibatkan
pertumbuhan vegetatif terhambat serta produksi menurun. Penyediaan hara dalam
tanah melalui pemupukan harus seimbang, yaitu disesuaikan dengan kebutuhan
tanaman. Menurut Sastrosayono (2003), unsur hara yang berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit adalah nitrogen (N), fosfor (F),
kalium (K), magnesium (Mg), serta unsur hara mikro boron (B).
Salah satu pupuk yang memiliki peranan penting dalam memperbaiki sifat
fisik dan kimia tanah adalah pupuk dolomit (CaMg(CO3)2). Dolomit tergolong
mineral primer yang mengandung unsur Ca dan Mg. Pupuk ini sebagai bahan
pengapur pada tanah-tanah masam untuk menaikkan pH, pupuk dolomit juga
dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dengan tidak meninggalkan residu
yang merugikan tanah sehngga apabila pH tanah telah meningkat, maka kation
aluminium akan mengendap sebagai gibsit sehingga tidak lagi merugikan tanaman
(Hasibuan 2008). Menurut Kuswandi (1993), pengapuran bertujuan mengurangi
resiko keracunan aluminium, menambah ketersediaan unsur P tanah sebagai hasil
pembebasan P dari ikatan Al-P dan Fe-P, meningkatkan fiksasi N dan mineralisasi
N, meningkatkan KTK, dan membantu penyempurnaan perombakan dengan
disertai pelepasan hara dari bahan-bahan organik dan tubuh mikroba. Penanganan
yang seharusnya dilakukan agar pemupukan dolomit menjadi efektif yaitu dengan
memberikan dosis pupuk dolomit secara berimbang serta penggunaan pupuk
dolomit dengan mutu yang baik.
Dosis pupuk yang digunakan bergantung pada kesuburan tanah dan jenis
tanah. Realisasi pemupukan yang dilakukan pada perkebunan kelapa sawit masih
belum sepenuhnya sesuai sasaran, yaitu tepat jenis, tepat dosis, waktu, dan cara,

2
sehingga hal ini dapat menurunkan tingkat efektivitas dan efisiensi pemupukan
khususnya jika pemupukan dilakukan pada bulan kering atau bulan terlalu basah.
Cara yang dilakukan untuk mengetahui optimasi pemupukan dolomit dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa dosis pupuk agar hasil yang didapatkan
dapat optimal.

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mempelajari tanggap
pertumbuhan tanaman dan menentukan dosis optimum pupuk dolomit pada
tanaman kelapa sawit belum menghasilkan yang berumur satu tahun.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk tumbuhan kelas
Angiospermae, ordo Palmales, family Palmae, dan genus Elaeis (Hartley 1967).
Menurut Sastrosayono (2003), ada beberapa spesies dalam genus ini antara lain
Elaeis guineensis, Elaeis melanococca (Elaeis oleivera) dan Elaeis odora (tidak
ditanam di Indonesia).
Tanaman kelapa sawit terdiri atas bagian vegetatif dan bagian generatif.
Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang, dan daun, sedangkan bagian
generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri atas bunga dan buah.
Menurut Fauzi et al. (2008), kelapa sawit merupakan tanaman monokotil
yang batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Jenis
pertumbuhannya adalah jenis pertumbuhan primer. Lingkar batang mencapai 90
cm dengan ketinggian kurang dari 12 meter. Batang berfungsi sebagai penyangga
tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Batang kelapa sawit
berbentuk silinder dengan diameter 20 sampai 75 cm. Menurut Hartley (1967),
pertumbuhan batang kelapa sawit sebesar 0.3 sampai 0.6 m/tahun. Pertumbuhan
batang bergantung pada jenis tanaman, kesuburan lahan, dan iklim setempat.
Daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap dan
bertulang daun sejajar. Daun-daun membentuk pelepah yang panjangnya
mencapai lebih dari 7.5 sampai 9 m. Jumlah anak daun disetiap pelepah berkisar
antara 250 sampai 400 helai. Tanah yang subur dapat mempercepat membukanya
daun sehingga semakin efektif untuk melakukan fungsinya sebagai tempat
berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses
fotosintesis berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga
produksi akan meningkat (Fauzi et al. 2008).

3
Syarat Tumbuh Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada areal yang memiliki curah hujan
di atas 2 000 mm dan merata sepanjang tahun. Hujan tidak turun selama 3 bulan
menyebabkan pertumbuhan kuncup daun terhambat sampai hujan turun. Tanaman
kelapa sawit termasuk tanaman heliofil atau menyukai cahaya matahari. Penelitian
menunjukkan pada bulan-bulan yang penyinaran mataharinya lebih panjang
mempunyai korelasi positif dengan produksi kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit
dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, yang penting tidak kekurangan air pada
musim kemarau dan tidak tergenang pada musim hujan (drainase baik). Tanahtanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit banyak terdapat di
daerah tropis seperti latosol dan alluvial (Sastrosayono 2003).

Kadar Hara Tanah
Kadar (kandungan) hara tanah pada perkebunan kelapa sawit secara umum
tergolong ke dalam tanah yang kesuburannya rendah. Kandungan P tersedia
umumnya adalah sangat rendah berkisar 1 sampai 5 ppm, serta kation tertukarkan
seperti K, Na, Ca, dan Mg juga tergolong rendah (Koedadiri et al. 1999).
Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa efektifitas pemupukan N yang
dilakukan kurang tepat sehingga kemungkinan pemberian pupuk N banyak tercuci
atau menguap dan rendahnya ketersediaan pupuk P dalam tanah. Kondisi ini
menyebabkan perlu adanya pemilihan jenis pupuk yang sesuai dengan kebutuhan
jenis hara makro pada tanaman kelapa sawit. Upaya yang perlu dilakukan untuk
meningkatkan produktivitas pada tanah di perkebunan kelapa sawit yaitu dengan
pemberian pupuk yang tepat jenis, dosis, cara, waktu dan frekuensi, serta perlu
adanya penyiapan lahan dengan penanaman tanaman penutup tanah dan aplikasi
pembenah tanah dengan pemberian tandan kosong sawit atau limbah cair pabrik
kelapa sawit (Hardjowigeno 1985).

Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit
Pemupukan adalah suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang cukup,
guna mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman yang sehat dan produksi TBS
secara maksimum dan ekonomis, serta ketahanan terhadap hama dan penyakit.
Kondisi tanah yang subur dapat dicapai dengan mengkombinasikan pemakaian
pupuk organik dan anorganik. Pemupukan yang baik mampu meningkatkan
produksi hingga mencapai produktivitas standar sesuai dengan kelas kesesuaian
lahannya (Sutarta et al. 2003).
Pemupukan merupakan hal yang sangat penting bagi tanaman perkebunan
khususnya kelapa sawit. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
pemupukan sebesar 40 sampai 60% dari biaya pemeliharaan atau sekitar 30% dari
total biaya produksi (Poeloengan et al. 2003).
Menurut Hakim (2007) strategi dalam menentukan jenis pupuk terdiri atas
pertimbangan teknis dan pertimbangan ekonomis. Pengetahuan teknis tentang
sifat pupuk dan sifat tanah serta tempat yang akan diaplikasikan, akan sangat

4
menentukan efisiensi pemupukan. Sifat pupuk yang penting diketahui adalah
kandungan unsur hara utama pupuk tersebut, kandungan unsur hara tambahan,
reaksi kimia pupuk di dalam tanah, serta kepekaan pupuk terhadap pengaruh iklim.
Pahan (2010) menambahkan bahwa strategi pemupukan kelapa sawit yang baik
harus mengacu pada konsep keefektifan dan efisiensi yang maksimum.
Pemupukan yang ideal harus berprinsip pada 4 konsep tepat, yaitu tepat jenis
pupuk, tepat dosis, tepat cara aplikasi, dan tepat waktu aplikasi (Sutarta 2002).
Pemupukan kelapa sawit dilakukan pada 3 tahap perkembangan tanaman,
yaitu pada tahap pembibitan dan TBM yang mengacu pada dosis baku, tahap TM
yang ditentukan berdasarkan perhitungan faktor-faktor dasar serta konsep neraca
hara. Pengamatan terhadap faktor lingkungan seperti iklim, topografi, sistem
konservasi tanah dan air, drainase, dan kronologi terjadinya serangan hama dan
penyakit, serta keakuratan data riwayat tanaman dan sistem perawatannya akan
sangat membantu dalam penentuan rekomendasi pemupukan yang tepat (Pahan
2010).
Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dibagi atas unsur hara makro dan
mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam
jumlah banyak. Ada 6 unsur hara makro, yaitu nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K),
kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S). Unsur mikro dibutuhkan tanaman
dalam jumlah yang sedikit sehingga unsur hara ini harus selalu tersedia di dalam
jaringan tanaman, sedangkan 7 unsur hara mikro, yaitu besi (Fe), mangan (Mn),
tembaga (Cu), boron (Bo), molibnedum (Mo), klorida (Cl), dan seng (Zn) (Pahan
2010).
Nitrogen (N). Sebagian besar senyawa kimia tumbuhan mengandung
nitrogen. Protein dan enzim tersusun atas asam amino yang mengandung nitrogen.
Kekurangan nitrogen memberikan gejala perubahan warna daun-daun bawah
menjadi kekuningan (Mangoensoekarjo dan Tojib 2005). Tanaman mengabsorpsi
nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3ˉ), walaupun ternyata ammonium (NH4+) dapat
juga langsung diabsorpsi tanaman. Efisiensi relatif absorpsi ammonium dan nitrat
dipengaruhi oleh pH tanah (Hakim 2007).
Fosfor (P). Fosfor merupakan bagian dari senyawa yang mengatur
pertumbuhan tanaman. Asam nukleat dan senyawa yang mengatur pernapasan dan
pematangan juga mengandung fosfor. Kekurangan fosfor dapat menghambat
pertumbuhan tanaman. Unsur fosfor diserap oleh tanaman dalam bentuk H2PO4ˉ
(Mangoensoekarjo dan Tojib 2005).
Kalium (K). Menurut Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) kalium berfungsi
sebagai katalisator (pendorong dan mempercepat reaksi-reaksi biokimia), sebagai
pengatur kegiatan fotosintesis, transpirasi, serta reaksi biokimia dalam daun dan
titik tumbuh. Kekurangan kalium dapat mengurangi produksi buah. Unsur kalium
diserap oleh tanaman dalam bentuk kation K+.
Kalsium (Ca). Kalsium merupakan bagian dari dinding sel dan bagian
kalsium terbesar terdapat pada daun. Kalsium berfungsi untuk menjaga membranmembran dalam sel tetap berfungsi, berperan dalam bagian-bagian meristem
tanaman, dan mendorong pertumbuhan akar. Kalsium memiliki kemampuan
menekan aktivitas kalium (K) dan mempengaruhi penyerapan unsur nitrogen (N).
Unsur kalsium diserap oleh tanaman dalam bentuk kation Ca 2+ (Mangoensoekarjo
dan Tojib 2005).

5
Magnesium (Mg). Hara Mg merupakan hara makro sekunder yang berperan
penting sebagai bahan pembentuk molekul klorofil dan komponen enzim esensial,
serta berperan dalam proses metabolisme P dan respirasi tanaman (Rankine dan
Fairhurst 1999). Magnesium merupakan bagian dari molekul klorofil dan
berasosiasi dengan fosfor (P) dalam proses pembentukan senyawa-senyawa
fosfolipid yang merupakan bagian dari minyak yang diproduksi. Mg diserap oleh
tanaman dalam bentuk kation Mg2+ (Mangoensoekarjo dan Tojib 2005). Salah
satu peranan penting unsur Mg yaitu untuk menentukan efisiensi fotosintesis,
proses metabolisme fosfat, respirasi tanaman, dan mengaktifkan kegiatan enzim
dalam tanaman. Unsur Mg merupakan titik sentral atau menjadi elemen pusat
klorofil daun. Menurut Sutarta et al. (2001) kekurangan unsur Mg dapat
disebabkan kurang tersedianya atau penyerapan unsur Mg yang kurang, namun
dapat juga disebabkan ketidakseimbangan hara antara unsur Mg dan unsur hara
lainnya. Daun yang terkena sinar matahari langsung menunjukkan adanya gejala
kekuningan merata pada anak daun. Gejala kekuningan tersebut terjadi pada
pelepah yang tua atau pelepah yang terletak pada bagian tengah tajuk.
Penyebabnya adalah unsur Mg terlalu sedikit atau unsur kalium (K) terlalu banyak
(Darmosarkoro 2000). Mg juga diperlukan dalam transfer ATP, transfer energi
dalam proses fotosintesis, glikolisis, siklus kreb, dan respirasi (Havlin et al. 2004).
Belerang (S). Menurut Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) belerang
merupakan bagian dari protein, penelitian tentang belerang masih kurang sehingga
kasus kekurangan belerang jarang ditemui. Unsur belerang sudah tersedia dalam
pupuk lain seperti ZA (ammonium sulfat). Pahan (2010) menambahkan bahwa
unsur belerang diserap oleh tanaman dalam bentuk anion SO42ˉ. Defisiensi unsur
belerang terjadi pada daun kelapa sawit yang termuda dengan gejala yang terjadi
yaitu daun menjadi hijau kekuningan dengan tulang daun kekuning-kuningan.

Dolomit
Dolomit (CaMg(CO3)2) merupakan kapur golongan karbonat yang pada
umumnya digunakan untuk pertanian, apabila bahan kapur ini diberikan ke dalam
tanah maka akan terjadi reaksi-reaksi sehingga terjadi keseimbangan baru.
Menurut Kussow (1971), reaksi yang terjadi mula-mula peruraian kapur itu
sendiri dari yang membentuk ion CO3 dan ion Ca atau Mg. Ion CO3 akan menarik
ion H dari kompleks jerapan tanah sehingga terbentuk H2CO3. Ion Ca atau Mg
akan mengisi kompleks jerapan tanah yang ditinggalkan oleh ion H. Reaksi yang
terjadi digambarkan sebagai berikut:
(Ca, Mg) CO3 ⃖ (Ca, Mg)2+ + CO32CO32ˉ + H2 x ⃖ H2CO3 + x2(Ca, Mg)2+ + x2- ⃖ (Ca, Mg) x
X= kompleks jerapan
Reaksi dalam hal ini terlihat bahwa ion CO32- yang berperan melepaskan ion H
dari kompleks jerapan tanah, selanjutnya reaksi yang terjadi dalam menetralkan
Al sebagai berikut:
CO32- + 2H2O ⃖ H2CO3 + 2 OHˉ
x- Al + 3 OHˉ ⃖ x3- + Al (OH)3

6
Ion Ca atau Mg akan menempati kompleks jerapan tanah yang ditinggalkan oleh
ion Al.
Tisdale et al. (2005), mengemukakan bahwa reaksi kapur pertanian (CaCO3)
di dalam tanah sehubungan dengan penurunan pH sebagai berikut:
CaCO3 + H2O ⃖ Ca2+ + HCO3ˉ + OHˉ
H+ + OHˉ ⃖ H2O
+
Ion H yang terdapat dalam larutan, diikat oleh ion OHˉ sehingga pH tanah
akan naik. Akibatnya ketersediaan unsur hara akan meningkat.

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Percobaan dilakukan di Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit
IPB-Cargill, Jonggol, Bogor. Analisis kimia tanah dilakukan di Balai Penelitian
Tanah, Bogor. Percobaan dilaksanakan dari bulan Maret 2013 sampai dengan
Maret 2014.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah tanaman kelapa sawit varietas Tenera
Dami Mas umur 5 bulan setelah pindah tanam lapangan, pupuk urea, pupuk SP-36,
pupuk Muriate of Potash (MoP), dan pupuk dolomit. Peralatan yang digunakan
Special Products Analysis Division (SPAD), meteran, jangka sorong digital, dan
timbangan digital.

Metode Percobaan
Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dengan 1 faktor yaitu dosis pemupukan, dengan 4 taraf dosis pemupukan
yang diulang sebanyak 3 kali dan masing-masing taraf terdiri atas 5 tanaman
sehingga terdapat 20 satuan percobaan dengan demikian jumlah total tanaman
seluruhnya sebanyak 60 tanaman.
Tabel 1 Perlakuan pemupukan dolomit
Perlakuan

Dosis pupuk dolomit (g tanaman-1)

0

0

1

200

2

400

3

600

7
Model linier yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + αi + ßj +Ɛij; j = 3 i = 4 ;
Dengan :
Yijk
: pengamatan pada perlakuan dosis pupuk dolomit ke-i, dan
ulangan ke-k
μ
: nilai rata-rata umum
αi
: pengaruh perlakuan dosis pemupukan dolomit ke-i
ßj
: pengaruh kelompok ke-j
εijk
: pengaruh galat yang timbul dari taraf perlakuan dosis pemupukan
dolomit ke-i dan kelompok ke-j
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan Statistical Analysis Sistem
(SAS). Data dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (uji F-hitung)
pada taraf 5% jika terdapat pengaruh nyata dari perlakuan pemberian dosis pupuk
dolomit. Dilanjutkan dengan uji Polinomial Ortogonal untuk mengetahui pola
respons peubah terhadap perlakuan (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

Prosedur Percobaan
Persiapan
Persiapan tanaman terdiri atas pengendalian gulma dan pelabelan. Tanaman
kelapa sawit yang telah diberi label, dilakukan pengendalian gulma di piringan
pokok (circle weeding) dengan jari-jari 1.0 sampai 1.5 m hingga kondisi W0.
Kondisi W0 merupakan kondisi dimana piringan harus dalam keadaan bebas dari
gulma.
Pemupukan
Perlakuan pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali aplikasi yaitu pada bulan
ke-4 (Maret 2013) setelah penanaman dan selanjutnya dilakukan pada bulan ke-10
(Januari 2014) setelah pemupukan pertama. Sebelum pelaksanaan penelitian, pada
setiap lubang tanam sebelum dilakukannya penanaman diberikan pupuk dasar.
Pupuk dolomit diaplikasikan bersamaan dengan urea, SP-36, dan MoP dengan
cara disebar merata di bawah tajuk tanaman pada daerah piringan. Dosis pupuk
dasar, urea, SP-36, dan MoP sesuai dengan rekomendasi yang diberikan kebun
pendidikan dan penelitian IPB-Cargill.
Pupuk dasar yang digunakan sebelum penanaman adalah pupuk Rock
Phosphate (RP) 500 g tanaman-1, pupuk dolomit 500 g tanaman-1, dan pupuk
organik 60 kg tanaman-1. Pupuk anorganik lainnya (yang merupakan pupuk dasar
kedua) diberikan 2 kali dalam setahun yaitu pada awal penelitian (Maret 2013)
terdiri atas urea sebesar 200 g tanaman-1, SP-36 sebesar 250 g tanaman-1, dan MoP
sebesar 200 g tanaman-1, serta pada bulan Januari 2014 sebanyak 225 g urea
tanaman-1, 250 g SP-36 tanaman-1, dan 229 g MoP tanaman-1.
Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi kegiatan pengendalian gulma pada piringan,
pengendalian hama dan penyakit, serta dilakukan kastrasi secara manual. Kastrasi
dilakukan dengan membuang semua bakal bunga dan buah yang sudah muncul.
Pengendalian gulma dilakukan dengan menanam tanaman legum cover crop

8
(LCC) yaitu Muccuna di gawangan tanaman pokok agar gulma yang tumbuh
dapat dikendalikan.

Pengamatan
Peubah yang diamati terdiri atas peubah morfologi tanaman, peubah
fisiologi tanaman, dan analisis tanah.
1. Peubah Morfologi Tanaman
Pengamatan morfologi dilakuan setiap 1 bulan sekali pada 60 tanaman
contoh dalam 1 blok tanaman percobaan. Pengamatan morfologi mencakup
beberapa parameter yang diuraikan sebagai berikut:
a. Laju pertumbuhan tanaman (cm/bulan). Dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Laju pertumbuhan=
b. Tinggi tanaman (cm). Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan
meteran dari permukaan tanah sampai daun tertinggi.
c. Pertambahan jumlah pelepah (helai). Pertambahan jumlah pelepah dengan
menghitung jumlah daun yang telah membuka sempurna.
d. Lingkar batang (cm). Pengukuran menggunakan meteran diukur ± 10 cm
di atas permukaan tanah.
e. Jumlah anak daun ke-9. Dihitung mulai dari pangkal hingga ujung pelepah.
f. Panjang pelepah ke-9 (cm). Panjang pelepah diukur dari pangkal pelepah
yang berduri sampai ujung pelepah menggunakan meteran.
g. Panjang dan lebar anak daun ke-9 (cm). Pengukuran dilakukan dengan
mengukur panjang helaian anak daun dan lebar helaian anak daun
sebanyak 3 helai pada bagian ujung pelepah, tengah pelepah, dan pangkal
pelepah.
h. Luas daun (cm2). Pengukuran luas daun dilakukan pada daun-daun
tanaman contoh yaitu pada daun ke-9. Luas daun dihitung dengan rumus
sebagai berikut (Sutarta et al. 2007):
Luas daun =
Keterangan: p : panjang anak daun (cm)
l : lebar anak daun (cm)
n : jumlai helai anak daun sebelah kiri atau kanan
k : konstanta (0.57 untuk TBM)
2. Peubah Fisiologi Tanaman
a. Kandungan Klorofil. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat
SPAD-502 plus chlorophyll meter pada bulan Juli 2013, November 2013,
dan Maret 2014. Pengukuran dilakukan pada daun antara daun ke-9
dengan cara meletakkan daun pada titik alat pembaca, kemudian tombol
pembaca ditekan. Pengukuran dilakukan pada 3 titik (pangkal, tengah,
dan ujung). Nilai real kadar tingkat kehijauan daun dihitung dengan
menggunakan rumus Y = 0.0007x – 0.0059, dimana Y = kandungan

9
klorofil dan x = nilai hasil pengukuran SPAD-502 (Amir 1999; Farhana
2007).
b. Analisis kandungan hara jaringan daun (Mg), dilakukan di laboratorium
Balai Penelitian Tanah, Bogor. Daun yang diambil sebagai sampel adalah
daun ke-sembilan. Sampel daun yang digunakan merupakan anak daun
bagian tengah sebanyak 3 helai sebelah kanan dan kiri.
3. Analisis Tanah
a. Awal Penelitian. Analisis tanah yang dilakukan yaitu analisis rutin dengan
mengambil sampel tanah secara komposit yang diperoleh pada tiga titik
yang mewakili areal yang digunakan sebagai lokasi penelitian. Sampel
tanah yang di analisis yaitu sampel tanah top soil dengan kedalaman ± 20
cm dengan berat sebesar 500 g yang sudah dibersihkan dari sisa-sisa akar
yang menempel pada tanah.
b. Akhir Penelitian. Pengambilan sampel tanah diambil dari semua
perlakuan yang terdapat pada kedalaman ± 20 cm di piringan tanaman
kelapa sawit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum
Hasil analisis sampel tanah awal menunjukkan, tanah pada lahan yang
digunakan memiliki tekstur tanah yang terdiri atas debu 36% , pasir 32%, dan liat
32%. Tekstur tanah didominasi oleh debu. Berdasarkan kriteria pusat penelitian
tanah (2008) (Lampiran 1), tanah yang digunakan dalam penelitian termasuk
sangat masam dengan pH (H2O) 4.30, kandungan C-Organik rendah (1.69%),
kadar N-Total rendah (0.18%), kadar Ca rendah (3.89 me 100 g-1), kadar Mg
sedang (1.49 me 100 g-1), kadar K rendah (0.19 me 100 g-1), dan kadar P tersedia
rendah (3.1 ppm). Kapasitas tukar kation tergolong rendah (13.43 me 100 g-1) dan
kejenuhan basa tergolong sedang (42%). Hasil analisis sampel tanah awal
disajikan pada Lampiran 2.
Curah hujan bulanan di lokasi percobaan (April 2013 sampai Maret 2014)
berkisar antara 60 sampai 606 mm per bulan, tertinggi pada bulan Januari dan
terendah pada bulan September, dengan rata-rata 279.3 mm per bulan, sedangkan
suhu bulanan berkisar antara 28.5 sampai 31.0 °C dengan rata-rata 30.0 °C per
bulan. Data iklim disajikan pada Lampiran 3.

Respons Morfologi Tanaman terhadap Pemberian Dosis Pupuk Dolomit
Laju pertumbuhan morfologi tanaman terhadap pemberian dosis pupuk
dolomit dari umur 1 BSP (Bulan Setelah Perlakuan) sampai 12 BSP mengalami
peningkatan. Rata-rata laju pertumbuhan pada peubah tinggi tanaman dari umur 1
sampai 12 BSP adalah 10.9 cm bulan-1. Rata-rata laju pertumbuhan lingkar batang

10
dari umur 1 sampai 12 BSP adalah 3.7 cm bulan-1. Rata-rata laju pertumbuhan
jumlah pelepah dari umur 1 sampai 12 BSP adalah 2.0 helai bulan-1. Rata-rata laju
pertumbuhan panjang pelepah dari umur 1 sampai 12 BSP adalah 2.7 cm bulan-1.
Menurut Setyamidjaja (2006), laju kecepatan tumbuh tinggi pada tanaman kelapa
sawit tergantung pada tipe dan varietasnya, namun kecepatan pertumbuhan
pertambahan tinggi secara umum berkisar antara 25 sampai 40 cm. Pertumbuhan
kelapa sawit juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu kondisi sekitar tanaman
seperti iklim, kerapatan tanaman, dan pemeliharaan. Laju pertumbuhan kelapa
sawit belum menghasilkan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Laju pertumbuhan kelapa sawit belum menghasilkan
Umur (BSP)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Laju bulan-1

Tinggi
Tanaman
(cm)
161.5 ± 7.7
193.7 ± 11.7
212.5 ± 9.1
224.5 ± 11.3
243.5 ± 13.9
252.2 ± 13.8
258.4 ± 13.0
262.1 ± 13.3
265.1 ± 13.1
268.5 ± 14.1
272.2 ± 15.6
293.0 ± 15.7
10.9 ± 0.6

Lingkar
Batang (cm)
33.7 ± 6.8
38.2 ± 5.8
42.5 ± 4.8
46.5 ± 3.1
50.2 ± 2.5
57.4 ± 3.2
58.7 ± 3.5
61.3 ± 3.5
63.5 ± 3.8
67.2 ± 4.1
72.4 ± 4.1
78.1 ± 4.3
3.7 ± 0.2

Jumlah
Pelepah
(Helai)
16.2 ± 1.3
18.5 ± 1.4
21.2 ± 1.5
23.2 ± 1.2
25.9 ± 1.1
27.1 ± 1.1
29.4 ± 1.2
31.8 ± 0.9
33.7 ± 0.9
35.1 ± 0.8
37.8 ± 0.8
39.6 ± 0.8
2.0 ± 0.04

Panjang
Pelepah (cm)
161.1 ± 6.9
159.4 ± 9.9
147.3 ± 6.1
152.8 ± 7.1
167.9 ± 8.7
170.6 ± 8.4
180.2 ± 9.5
169.8 ± 9.0
200.8 ± 12.7
179.4 ± 7.4
194.2 ± 12.8
193.8 ± 12.4
2.7 ± 0.5

Tinggi Tanaman
Pemberian pupuk dolomit berpengaruh nyata secara kuadratik setelah 6
bulan setelah perlakuan yaitu pada saat umur 7 sampai 10 BSP, sedangkan saat
umur 11 sampai 12 BSP tidak memberikan pengaruh nyata pada peubah tinggi
tanaman. Hal itu diduga bahwa pupuk dolomit hanya berpengaruh selama 4 bulan
karena kandungan unsur hara dalam tanaman sudah mulai berkurang sehingga
pada bulan selanjutnya perlu dilakukan pemupukan dolomit kembali untuk
meningkatkan kandungan unsur hara dalam tanah dan tanaman. Peningkatan
pertumbuhan tinggi tanaman saat umur 7 sampai 10 BSP dengan dosis pupuk
dolomit 400 g tanaman-1 dibandingkan dengan 0 g tanaman-1 (kontrol) adalah
7.6%, 4.2% dengan dolomit 200 g tanaman-1, dan 9.9% dengan dolomit 600 g
tanaman-1. Respons tinggi tanaman terhadap pupuk dolomit disajikan pada Tabel
3.

11
Tabel 3 Respons tinggi tanaman terhadap dosis pupuk dolomit
Tinggi tanaman (cm)

Dosis dolomit
(g tanamanˉ¹)

1 BSP

2 BSP

3 BSP

4 BSP

5 BSP

6 BSP

0

161.04

193.15

209.17

219.61

238.48

246.42

200

156.93

194.92

212.83

228.41

246.07

257.66

400

167.07

194.01

220.87

230.58

255.73

262.69

600

161.22

192.85

207.09

219.25

233.87

240.02

0.52

0.99

0.29

0.18

0.26

0.20

tn

tn

tn

tn

tn

tn

Pr
Notasi

Tinggi tanaman (cm)

Dosis dolomit
(g tanamanˉ¹)

7 BSP

8 BSP

9 BSP

10 BSP

11 BSP

12 BSP

0

251.69

255.15

259.45

262.69

268.57

284.50

200

263.31

267.23

268.65

271.29

275.84

298.17

400

269.37

273.98

278.06

282.76

286.37

299.77

600

249.35

252.13

254.36

257.19

260.48

289.53

0.05

0.05

0.03

0.04

0.09

0.36

*

*

*

*

tn

tn

Q*

Q*

Q*

Q*

tn

tn

Pr
Notasi
Uji Kontras

Keterangan : * : berbeda nyata pada taraf 5%, Pr: Probability, Q: Quadratik, tn: Tidak nyata, ¢:
Uji kontras polinomial ortogonal, BSP: Bulan setelah perlakuan.

Lingkar Batang
Pemberian pupuk dolomit berpengaruh nyata secara kuadratik setelah 6
bulan setelah perlakuan yaitu pada saat umur 7 BSP, sedangkan saat umur 8
sampai 12 BSP tidak memberikan pengaruh nyata pada peubah lingkar batang
kelapa sawit. Hal itu diduga bahwa pupuk dolomit hanya berpengaruh 1 bulan
sehingga pada bulan selanjutnya perlu dilakukan pemupukan dolomit kembali
agar memberikan pengaruh terhadap peubah lingkar batang. Peningkatan lingkar
batang saat umur 7 BSP dengan dosis pupuk dolomit 400 g tanaman-1
dibandingkan dengan 0 g tanaman-1 (kontrol) adalah 6.4%, sedangkan perbedaan
dolomit 400 g tanaman-1 dengan 200 g tanaman-1 sebesar 1.4% dan 8.5% dengan
dolomit 600 g tanaman-1. Menurut Hartley (1967), pertumbuhan batang kelapa
sawit sebesar 0.3-0.6 m/tahun tergantung pada jenis tanaman, kesuburan lahan,
dan iklim setempat. Respons lingkar batang terhadap dosis pupuk dolomit
disajikan pada Tabel 4.

12
Tabel 4 Respons lingkar batang terhadap dosis pupuk dolomit
Dosis dolomit
(g tanamanˉ¹)

Lingkar batang (cm)
1 BSP

2 BSP

3 BSP

4 BSP

5 BSP

6 BSP

0

33.88

37.06

41.10

44.69

49.23

56.40

200

35.53

40.57

43.79

47.28

51.03

57.93

400

38.15

42.33

46.45

49.47

52.12

60.48

600

27.29

33.07

38.84

44.61

48.60

54.96

Pr

0.21

0.18

0.14

0.09

0.28

0.07

Notasi

tn

tn

tn

tn

10 BSP

11 BSP

12 BSP

Dosis dolomit
(g tanamanˉ¹)

tn

tn

Lingkar batang (cm)
7 BSP

8 BSP

9 BSP

0

57.38

60.67

62.76

65.53

70.23

75.47

200

60.23

62.79

65.08

68.60

74.98

80.53

400

61.06

61.94

65.36

69.47

74.55

81.07

600

56.25

59.84

60.64

65.13

69.70

75.33

0.04

0.46

0.13

0.16

0.13

0.08

*

tn

tn

tn

tn

tn

Q*

tn

tn

tn

tn

tn

Pr
Notasi
Uji Kontras

Keterangan : * : berbeda nyata pada taraf 5%, Pr: Probability, Q: Quadratik, tn: Tidak nyata, ¢:
Uji kontras polinomial ortogonal, BSP: Bulan setelah perlakuan.

Jumlah Pelepah
Hasil penelitian menunjukkan pemberian pupuk dolomit tidak memberikan
pengaruh nyata pada peubah jumlah pelepah saat umur 1 sampai 12 BSP. Hal ini
dapat disebabkan oleh pengaruh genetik yang lebih menonjol daripada pengaruh
pemupukan dolomit, namun mampu meningkatkan jumlah pelepah daun dari
umur 1 sampai 12 BSP. Menurut Lubis dan Widanarko (2011), jumlah daun dan
bentuk daun sangat berpengaruh terhadap luas tangkapan sinar matahari. Respons
jumlah pelepah terhadap dosis pupuk dolomit disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Respons jumlah pelepah terhadap dosis pupuk dolomit
Jumlah pelepah (helai)

Dosis dolomit
(g tanamanˉ¹)

1 BSP

2 BSP

3 BSP

4 BSP

5 BSP

6 BSP

0

15.33

17.33

20.33

23.00

25.67

27.00

200

17.00

19.33

22.00

23.33

26.33

27.67

400

16.00

18.67

21.33

23.33

26.00

27.00

600

16.33

18.67

21.00

23.00

25.67

26.67

0.10

0.25

0.33

0.93

0.77

0.69

tn

tn

tn

tn

tn

tn

Pr
Notasi

Keterangan : Pr: Probability, tn: Tidak nyata, BSP: Bulan setelah perlakuan.

13
Tabel 5 Respons jumlah pelepah terhadap dosis pupuk dolomit (lanjutan)
Jumlah pelepah (helai)

Dosis dolomit
(g tanamanˉ¹)

7 BSP

8 BSP

9 BSP

10 BSP

11 BSP

12 BSP

0

29.00

31.33

33.33

34.67

37.67

39.33

200

29.33

32.00

34.00

35.33

38.00

39.33

400

29.67

32.00

33.67

35.00

38.00

40.00

600

29.67

32.00

34.00

35.33

37.67

39.67

0.85

0.78

0.79

0.79

0.95

0.77

tn

tn

tn

tn

tn

tn

Pr
Notasi

Keterangan : Pr: Probability, tn: Tidak nyata, BSP: Bulan setelah perlakuan.

Panjang Pelepah
Pemberian pupuk dolomit tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
panjang pelepah pada umur 1 sampai 12 BSP. Respons panjang pelepah terhadap
dosis pupuk dolomit disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Respons panjang pelepah terhadap dosis pupuk dolomit
Panjang pelepah (cm)

Dosis dolomit
(g tanamanˉ¹)

1 BSP

2 BSP

3 BSP

4 BSP

5 BSP

6 BSP

0

161.39

162.93

146.63

150.97

164.09

165.83

200

160.09

162.59

151.71

157.11

176.33

178.53

400

162.17

161.69

148.01

154.46

168.25

172.83

600

160.74

150.40

142.97

148.52

162.83

165.37

0.99

0.20

0.55

0.56

0.25

0.13

tn

tn

tn

tn

Pr
Notasi

tn

tn

Panjang pelepah (cm)

Dosis dolomit
(g tanamanˉ¹)

7 BSP

8 BSP

9 BSP

10 BSP

11 BSP

12 BSP

0

183.32

164.98

196.73

179.67

188.10

186.37

200

185.74

178.03

210.20

170.47

203.51

204.80

400

181.91

172.40

204.87

188.33

197.93

196.43

600

169.91

163.83

191.47

179.00

187.28

187.53

0.19

0.19

0.26

0.27

0.14

0.09

tn

tn

tn

tn

tn

tn

Pr
Notasi

Keterangan : Pr: Probability, tn: Tidak nyata, BSP: Bulan setelah perlakuan.

14
Luas Daun
Pemberian pupuk dolomit berpengaruh nyata secara linier setelah 6 bulan
setelah perlakuan yaitu pada saat umur 7 BSP sedangkan pada umur 8 sampai 12
BSP tidak memberikan pengaruh nyata terhadap luas daun. Hal itu diduga bahwa
pupuk dolomit hanya berpengaruh 1 bulan terhadap luas daun sehingga pada
bulan selanjutnya perlu dilakukan pemupukan dolomit kembali karena kandungan
unsur hara dalam tanaman sudah mulai berkurang. Penurunan luas daun saat umur
7 BSP dengan dosis pupuk dolomit 0 g tanaman-1 dibandingkan dengan 200 g
tanaman-1 adalah 1.3%, sedangkan perbedaan dolomit 400 g tanaman-1 dengan
200 g tanaman-1 sebesar 0.5% dan 14% dengan dolomit 600 g tanaman -1. Respons
luas daun terhadap dosis pupuk dolomit disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Respons luas daun terhadap dosis pupuk dolomit
Luas daun (cm2)

Dosis dolomit
(g tanamanˉ¹)

1 BSP

2 BSP

3 BSP

4 BSP

5 BSP

6 BSP

0

4504.3

3845.3

8583.5

7707.2

10769.5

7750.6

200

4531.4

4047.3

8866.8

8096.8

10694.6

8768.8

400

4278.7

4266.7

8574.9

8407.6

10688.3

8647.4

600

4421.1

3238.2

8163.3

7016.8

10119.0

7768.4

0.96

0.09

0.67

0.54

0.86

0.39

tn

tn

tn

tn

tn

tn

Pr
Notasi

2

Luas daun (cm )

Dosis dolomit
(g tanamanˉ¹)

7 BSP

0

9566.1

200

9 BSP

10 BSP

11 BSP

12 BSP

9295.9

10404

9904

13735

10706.5

9439.7

10149.8

11023

11381

13460

11739.1

400

9489.6

10166.4

10113

11082

13002

10598.4

600

8095.6

9023.9

9674

9998

12284

9576.2

0.04

0.48

0.75

0.44

0.61

0.19

Notasi

*

tn

tn

tn

tn

tn

Uji Kontras

L*

tn

tn

tn

tn

tn

Pr

8 BSP

Keterangan : * : berbeda nyata pada taraf 5%, Pr: Probability, L: Linier, tn: Tidak nyata, ¢: Uji
kontras polinomial ortogonal, BSP: Bulan setelah perlakuan.

Hasil sidik ragam menunjukkan terdapat respons nyata antara pupuk
dolomit terhadap peubah morfologi tanaman. Respons linier yang diperoleh
merupakan respons linier negatif yang artinya bahwa belum dapat ditentukan
dosis optimum karena peubah yang diamati akan terus menurun seiring dengan
penambahan dosis pupuk yang diberikan dan dapat juga dikarenakan dosis pupuk
yang digunakan kurang tinggi, rentang dosis pupuk terlalu sedikit, sedangkan
respons kuadratik positif menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis yang
diberikan maka semakin menurunkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit
sehingga terbentuk pola parabola.

15
Respons tanaman terhadap pemberian pupuk tergantung pada keadaan
tanaman dan ketersediaan hara di dalam tanah. Semakin besar respons tanaman,
semakin banyak unsur hara dalam tanah (pupuk) yang dapat diserap oleh tanaman
untuk pertumbuhan dan produksi (Arsyad et al. 2012). Menurut Pahan (2006), ada
sifat sinergis dan antagonis serapan hara pada beberapa unsur. Pemberian N akan
mengganggu serapan Mg walaupun Mg dalam tanah cukup, sehingga pada saat
pemberian N, Mg juga perlu ditambahkan. Pada keadaan alami, unsur Mg kurang
tersedia karena serapannya diganggu N, akibatnya juga proses serapan N juga
akan terganggu. Menurut Uexkull dan Fairhurst (1991), unsur hara Mg merupakan
unsur hara yang mobil dan lebih mudah hilang melalui pencucian. Unsur hara
mobil adalah unsur hara yang dapat berpindah dari tempat unsur yang
terakumulasi banyak menuju tempat yang membutuhkan unsur hara tersebut.
Hasil pengamatan peubah morfologi secara keseluruhan, menunjukkan
bahwa pemberian pupuk dolomit nyata meningkatkan tinggi tanaman, lingkar
batang dan luas daun pada tanaman kelapa sawit, sedangkan peubah jumlah
pelepah dan panjang pelepah tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini
diduga karena telah terpenuhinya kebutuhan unsur hara yang diperlukan tanaman
terutama unsur nitrogen melalui pemberian pupuk dasar yang terdiri atas pupuk
organik, RP (rockphospate), dan dolomit pada saat penanaman. Menurut Suntoro
(2003), bahan organik berperan sangat besar dalam meningkatkan kesuburan
tanah dan menyediakan hara bagi tanaman. Selain itu, pengapuran meningkatkan
efisiensi pemupukan P (RP) bahkan mengekstrak P tanah yang terikat oleh Al atau
Fe (Subiksa et al. 1999), mampu menghambat pemasaman tanah (Hartatik et al
1999).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh
status kesuburan tanah yang didasarkan pada sifat-sifat tanah terutama sifat kimia
tanah seperti Kapasitas Tukar Kation (KTK), P-total, K-total, dan kandungan
bahan organik. KTK tanah menggambarkan kemampuan tanah dalam
menahan/menjerap hara tanaman yang tersedia bagi tanaman. Semakin tinggi nilai
KTK tanah semakin banyak hara yang dapat dijerapnya (Yudhi 2010).
Pemberian pupuk dolomit berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif
tanaman kelapa sawit. Menurut Sastrosayono (2003) bahwa kebutuhan unsur hara
bagi tanaman kelapa sawit pada setiap fase berbeda-beda. Penambahan dosis
pupuk ada batasnya, di atas batas dosis tersebut akan berpengaruh negatif. Peran
penting dari dolomit adalah sebagai bahan pengapur pada tanah-tanah masam
untuk menaikkan pH sehingga unsur hara dalam tanah juga tersedia (Hasibuan
2008). Pemberian pupuk dolomit (CaMg(CO3)2) nyata meningkatkan tinggi
tanaman, lingkar batang dan luas daun pada tanaman kelapa sawit rata-rata pada
perlakuan dosis pupuk dolomit sebesar 400 g/tanaman. Hal ini diduga karena
kandungan unsur hara N, P, dan K yang dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit
tersedia dalam jumlah cukup. pada dosis tersebut kandungan unsur hara sesuai
bagi tanaman kelapa sawit terutama unsur nitrogen yang berperan dalam
pembentukan bagian vegetatif tanaman.
Pemupukan dolomit diharapkan dapat meningkatkan pH tanah sehingga
unsur hara juga dapat tersedia bagi tanaman. Pertumbuhan tanaman pada 11 BSP
dan 12 BSP terutama pada tinggi tanaman mengalami pengaruh yang tidak nyata.
Kondisi tersebut diduga bahwa pada perlakuan kedua terjadi keterlambatan dalam
pengaplikasian yang seharusnya diaplikasikan pada bulan ke-6 karena intensitas

16
curah hujan pada bulan tersebut mengalami penurunan sehingga pengaplikasian
pemupukan tidak dilakukan. Akibatnya kandungan hara dalam tanah juga semakin
berkurang dan menyebabkan tanaman tidak dapat menyerap hara dalam tanah.
Curah hujan harus diperhatikan dalam aplikasi pemupukan. Menurut Pahan
(2006), apabila curah hujan 250 mm perbulan juga tidak disarankan karena dapat mengakibatkan kehilangan
pupuk yang sangat tinggi melalui proses pencucian oleh aliran permukaan dan
erosi.

Respons Fisiologi Tanaman terhadap Pemberian Dosis Pupuk Dolomit
Kandungan Klorofil
Pemberian pupuk dolomit berpengaruh nyata secara kuadratik setelah 12
bulan setelah perlakuan yaitu pada saat umur 12 BSP sedangkan pada umur 1
sampai 11 BSP tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan klorofil.
Hal itu diduga bahwa pupuk berpengaruh terhadap kandungan klorofil dalam
waktu 12 bulan setelah perlakuan pemupukan dolomit pada TBM 1. Namun
respons yang dihasilkan merupakan respons kuadratik negatif yang artinya
semakin rendah dosis yang diberikan maka semakin menurunkan kandungan
klorofil pada daun kelapa sawit. Pemberian pupuk dolomit dapat menurunkan
kandungan klorofil sebesar 1.3% pada dosis 200 g tanaman -1, 4.9% pada dosis
400 g tanaman-1, dan 1.5% pada dosis 600 g tanaman-1 dibandingkan dengan dosis
0 g tanaman-1 (kontrol). Respons kandungan klorofil terhadap dosis pupuk
dolomit disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Respons kandungan klorofil terhadap dosis pupuk dolomit
Dosis dolomit
(g tanamanˉ¹)
0
200
400
600
Pr
Notasi
Uji Kontras

Kandungan klorofil (mg/cm2)
4 BSP
8 BSP
12 BSP
40.30
42.63
46.24
41.15
41.73
45.63
40.89
41.95
44.06
40.16
43.11
45.55
0.753
0.005
0.299
tn
tn
*
tn
tn
Q*

Keterangan : * : berbeda nyata pada taraf 5%, Pr: Probability, Q: Quadratik, tn: Tidak
nyata, ¢: Uji kontras polinomial ortogonal, BSP: Bulan setelah perlakuan.

Kandungan klorofil merupakan salah satu indikator terhadap proses
fotosintesis pada tanaman. Namun kandungan klorofil yang diperoleh mengalami
penurunan dengan meningkatnya dosis yang diberikan pada tanaman.
Pemberian pupuk dolomit memberikan pengaruh nyata secara kuadratik
negatif terhadap kandungan klorofil karena tanaman dalam kondisi kekurangan air

17
atau kekeringan sehingga terjadi gangguan penyerapan hara. Tanaman mengalami
kekeringan jika kehilangan lebih dari 50% air dari jaringannya. Menurut Ai dan
Banyo (2011), respons fisiologis tanaman terhadap kekurangan air adalah
penurunan konsentrasi klorofil daun yang dapat disebabkan oleh pembentukan
klorofil terhambat, penurunan enzim rubisco, dan terhambatnya penyerapan unsur
hara, terutama nitrogen dan magnesium yang berperan penting dalam sintesis
klorofil.
Analisis Kandungan Hara Jaringan Daun (Mg)
Analisis kandungan hara jaringan daun dapat memberikan informasi tentang
ketidakseimbangan hara. Dengan melihat status hara tersebut diperoleh gambaran
jumlah pupuk yang harus ditambahkan di masa yang akan datang (umumnya
dalam periode 1 tahun). Hasil analisis kandungan hara magnesium pada jaringan
daun terhadap berbagai pemberian dosis dolomit disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Kandungan hara Mg dalam daun
Dosis dolomit (g tanaman-1)
0
200
400
600
Pr
Notasi

Mg dalam daun (%)
0.49
0.45
0.50
0.50
0.57
tn

Keterangan : Pr: Probability, tn: Tidak nyata.

Berdasarkan hasil analisis kandungan hara dalam daun, pemberian pupuk
dolomit pada berbagai perlakuan dosis pupuk dolomit menghasilkan kandungan
Mg dalam daun yang tidak berbeda dengan perlakuan kontrol. Kandungan Mg
dalam daun terendah terdapat pada perlakuan dosis dolomit 200 g tanaman -1
sebesar 0.45% dan tertinggi pada dosis 400 g tanaman -1 dan 600 g tanaman-1
sebesar 0.50%. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kandungan hara
magnesium dalam jaringan daun dengan pemberian pupuk dolomit rata-rata lebih
tinggi tinggi dibandingkan kontrol. Kandungan hara magnesium pada jaringan
daun pada percobaan ini berada pada kondisi optimum (zona cukup), jika
dibandingkan dengan konsentrasi hara dalam daun kelapa sawit menurut Uexkull
(1992) yang disajikan pada Lampiran 5.
Kandungan hara magnesium dalan jaringan daun pada percobaan ini
menunjukkan batas yang cukup bagi unsur hara magnesium. Namun menurut
Pahan (2008), walaupun status hara magnesium menunjukkan batas yang cukup
tetapi sebaiknya diberikan juga pupuk yang mengandung unsur hara magnesium
karena pada saat itu serapan Mg diganggu oleh N sehingga proses serapan N juga
akan terganggu. Pemberian pupuk dengan unsur hara N dan Mg yang tidak
seimbang akan menyebabkan sifat antagonis terhadap keduanya.

18
Analisis Tanah
Hasil analisis tanah akhir diambil pada setiap ulangan dan perlakuan dari
piringan tanaman sampel. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada akhir
penelitian yaitu pada bulan Maret 2014 (Lampiran 3). Hasil dari analisis statistik
diperoleh pengaruh yang nyata pada berbagai perlakuan dosis pupuk dolomit yang
diberikan. Pemberian pupuk dolomit dapat meningkatkan kandungan hara Mg
dalam tanah sebesar 34.3 % pada dosis 200 g tanaman -1, 40.3 % pada dosis 400 g
tanaman-1, dan 37.3 % pada dosis 600 g tanaman-1 dibandingkan dengan dosis 0 g
tanaman-1. Hasil analisis kandungan Mg dalam tanah disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Kandungan Mg dalam tanah
Dosis dolomit (g tanaman-1)
0
200
400
600
Pr
Notasi
Uji kontras

Mg dalam tanah (mmol/100 g)
1.34
1.80
1.88
1.84
0.02
*
Q*

Keterangan : * : berbeda nyata pada taraf 5%, Pr: Probability, Q: Quadratik, tn: Tidak nyata, ¢:
Uji kontras polinomial ortogonal.

Penentuan Dosis Optimum
Penentuan dosis optimum pupuk dolomit didasarkan pada peubah morfologi
tanaman yang didasarkan pada persamaan regresi yang diperoleh dari pengukuran
setiap bulan. Dosis optimum pupuk dolomit berdasarkan peubah tinggi tanaman
dari umur 7 sampai 10 BSP adalah 306.4 g dolomit tanaman-1. Penentuan dosis
optimum dolomit disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Penentuan dosis optimum dolomit berdasarkan peubah tinggi tanaman
Persamaan Regresi

Dosis Optimum
(g tanaman-1 tahun-1)

7

Y = -0.0002x2 + 0.1182x + 250.67

295.50

8

Y = -0.0002x2 + 0.1261x + 253.98

315.25

9

Y = -0.0002x2 + 0.1204x + 257.79

301.00

10

Y = -0.0002x2 + 0.1256x + 260.69

314.00

Umur (BSP)

Rata-rata ±

306.40

Tinggi tanaman responsif terhadap perlakuan dosis pupuk dolomit. Analisis
regresi menunjukkan perlakuan dosis pupuk dolomit membentuk respons
kuadratik yang disajikan pada Tabel 3. Tinggi tanaman menunjukkan hasil

19
tertinggi terdapat pada perlakuan 400 g dolomit sebesar 276.04 cm. Nilai
koefisien determinasi (R2) dari analisis regresi menunjukkan bahwa tinggi
tanaman memiliki keragaman sebesar 0.40 sehingga dapat dikatakan bahwa
keragaman dosis pupuk dolomit (sumbu x) d