Peranan Pupuk Kalsium pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan Umur 1 Tahun (TBM I)

PERANAN PUPUK KALSIUM PADA KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) BELUM MENGHASILKAN
UMUR 1 TAHUN (TBM I)

HUPUDIO HUTOMO WIDODO
A24100098

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Pupuk
Kalsium pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan Umur
1 Tahun (TBM I) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Hupudio Hutomo Widodo
NIM A24100098

ABSTRAK
HUPUDIO HUTOMO WIDODO. Peranan Pupuk Kalsium pada Tanaman Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan Umur 1 Tahun (TBM I).
Dibimbing oleh SUDRADJAT.
Penelitian peranan pupuk kalsium pada kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq.) belum menghasilkan umur 1 tahun (TBM I) bertujuan mempelajari
pengaruh pemupukan kalsium pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan.
Penelitian dilaksanakan di kebun pendidikan dan percobaan kelapa sawit Jonggol,
Bogor dari bulan Maret 2013 hingga Maret 2014. Rancangan yang digunakan
adalah rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 3 ulangan, terdiri
atas 1 faktor, yaitu pemupukan kalsium dengan 4 perlakuan, tanpa kalsium (Ca0),
0.6 kg (Ca1), 1.2 kg (Ca2), dan 2.3 kg (Ca3) kalsium.
Hasil penelitian menunjukan pemupukan kalsium pada dosis 0.6 kg hingga

2.3 kg tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan fisiologi tanaman.
Analisis jaringan tanaman menunjukkan kandungan kalsium dalam daun kritis.
Kata kunci : kalsium, kelapa sawit, tenera, tanggap fisiologi, titik kritis

ABSTRACT
HUPUDIO HUTOMO WIDODO. Calcium Fertilizer Plant Role on Young Plant
Oil Palm Aged One Year. Supervised by SUDRADJAT
The objective of this research was study the effect of calcium fertilization on
palm oil aged one year. The experiment was conducted at teaching farm of palm
oil, Jonggol Bogor from March 2013 to March 2014. The design used was
completely randomized block design with 3 replications. The treatment consists of
1 factor, namely calcium fertilization with 4 levels: without calcium (Ca0), 0.6 kg
(Ca1), 1.2 kg (Ca2), and 2.3 kg (Ca3) of calcium.
The results showed that the calcium fertilizer on dosage 0.6 kg until 2.3 kg
did not significantly affect to the growth of plant and physiology. Analysis plant
physiology showed critical calcium content in leaf.
Keywords: calcium, palm oil, tenera, physiology respons, critical level

PERANAN PUPUK KALSIUM PADA KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) BELUM MENGHASILKAN

UMUR 1 TAHUN (TBM I)

HUPUDIO HUTOMO WIDODO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Peranan Pupuk Kalsium pada Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan Umur 1 Tahun
(TBM I)
Nama

: Hupudio Hutomo Widodo
NIM
: A24100098

Disetujui oleh

Dr Ir Sudradjat, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah

pemupukan, dengan judul Peranan Pupuk Kalsium pada Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan Umur 1 Tahun (TBM I).
Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya. Dr Ir Sudradjat, MS yang telah banyak
memberi bimbingan selama penyusunan karya ilmiah ini. Ir Sofyan Zaman, MP
selaku dosen pembimbing akademik dan penguji dalam ujian skripsi. Prof Dr Ir
sudirman Yahya, MSc selaku dosen penguji dalam ujian skripsi. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Mohammad Djoni selaku manager
kebun beserta staf kebun pendidikan dan percobaan kelapa sawit Jonggol.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada tim riset kelapa sawit
Jonggol IPB-Cargill, rekan S1 Fitriya, Nori Astiana, serta rekan-rekan penelitian
S2 Feni Shintarika, Hidayat Saputra, Yan Sukmawan dan Irwan Siallagan yang
telah membantu penulis selama pelaksanaan penelitian. Syahrina Rahma Dhani,
Agung S, Rizal AA, Rosyid, Umi, Nurhajijah, Fathurrahman AM, Iva N, Aulia
Yudha H, Reza AA, Listia P, Nur Aini A, Ricki Sidik P yang telah membantu
penulis selama pelaksanaan penelitian. Keluarga besar Agronomi dan
Hortikultura, khususnya angkatan 47. Teman-teman kosan Awir, Aziz, Asad,
Akbar, Esa, Cesar, Danang, Listia, Wisnu, dan Arif atas kebersamaannya selama
ini. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Juni 2014
Hupudio Hutomo Widodo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Syarat Tumbuh

2


Pemupukan

2

Peranan Kalsium

3

METODE PENELITIAN

4

Bahan dan Alat

4

Metode Percobaan

4


Pelaksanaan Percobaan

5

Pengamatan

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kondisi Umum

7

Tanggap Morfologi Tanaman Terhadap Pemupukan Kalsium

7


Tanggap Fisiologi Tanaman Terhadap Pemupukan Kalsium

13

Hasil Analisis Tanah

15

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16


DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Dosis pemberian pupuk pada blok percobaan
Pertumbuhan kelapa sawit TBM 1 selama penelitian
Tinggi tanaman sawit pada berbagai dosis kalsium
Lingkar batang terhadap berbagai dosis kalsium
Jumlah pelepah terhadap berbagai dosis kalsium
Panjang pelepah terhadap berbagai dosis kalsium
Luas daun terhadap berbagai dosis kalsium
Tingkat kehijauan daun tanaman sawit pada berbagai dosis kalsium
Kadar kalsium dalam daun
Dosis kalsium yang diberikan terhadap kandungan kalsium di tanah

5
8
8
9
10
10
11
14
15
16

DAFTAR GAMBAR
1 Curah hujan di kebun pendidikan dan percobaan kelapa sawit Jonggol,
Bogor selama penelitian

7

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rata-rata curah hujan, temperatur, lama penyinaran matahari dan
kelembaban udara di Jonggol, Bogor.
2 Hasil analisis tanah awal pada areal tanaman belum menghasilkan
3 Hasil analisis tanah akhir pada areal tanaman belum menghasilkan
4 Kriteria penilaian sifat kimia tanah (staf Pusat Penelitian Tanah. 2008)
5 Kriteria konsentrasi elemen nutrisi dalam daun kelapa sawit (Uexkull
dan Fairhurst 1991)

20
20
21
21
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mengalami
laju pertumbuhan pesat. Tahun 2003 areal perkebunan seluas 5.28 juta ha dan
pada tahun 2013 meningkat menjadi 9.15 juta ha (Ditjenbun 2013). Indonesia
merupakan salah satu negara penghasil CPO (crude palm oil) terbesar di dunia.
Tahun 2003 produksi CPO sebesar 10.44 juta ton, dan data estimasi pada tahun
2013 meningkat sebesar 24.43 juta ton (Ditjenbun 2013). Selain perkebunan,
kebutuhan pangan di Indonesia harus diperhatikan mengingat kebutuhan akan
pangan harus dipenuhi, sehingga pengembangan perkebunan dilakukan pada lahan
yang kurang subur, karena lahan dengan kesesuaian tinggi digunakan untuk
pengembangan tanaman pangan. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas tanaman kelapa sawit melalui perbaikan teknologi pemupukan
merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan minyak sawit domestik
dan ekspor.
Peningkatan produksi dapat dipengaruhi oleh usaha yang dilakukan.
Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, perluasan lahan dan
intensifikasi. Intensifikasi merupakan usaha perbaikan di dalam tanaman untuk
meningkatkan produktivitas sehingga produksi yang dihasilkan meningkat. Proses
intensifikasi ini dilakukan sejak tanaman di pembibitan hingga umur tanaman
tidak produktif. Faktor yang diperlukan dalam intensifikasi tersebut salah satunya
adalah pemupukan. Tujuannya untuk menyediakan unsur hara pada tanaman
maupun tanah untuk pertumbuhan yang optimum.
Unsur hara yang dibutuhkan tanaman memiliki peranan yang berbeda.
Unsur ini dibagi dalam 3 kategori yaitu unsur esensial, pelengkap, serta mikro
(Siregar 1987). Unsur esensial tersebut di antaranya N, P, K yang harus tersedia
pada tanaman. Penambahan unsur esensial tidak akan optimal tersedia ketika
kondisi lahan yang digunakan tidak sesuai untuk ketersediaan hara, hal tersebut
dapat dilakukan dengan penambahan unsur pelengkap yang berguna untuk
tanaman maupun pada tanah.
Tekstur, morfologi dan sifat kimia tanah mempengaruhi kandungan dan
status hara lahan (Winarna et al. 2006). Curah hujan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi karakteristik sifat kimia tanah. Menurut Noor et al. (2008)
kondisi tanah yang mengalami pengeringan setelah pembasahan atau pembasahan
terus menerus mengakibatkan pH pada tanah lebih rendah. Untuk itu dalam
mencapai produktivitas lahan dengan potensi yang dimiliki diperlukan berbagai
tindakan untuk memperbaiki karakteristik serta menentukan kebutuhan unsur hara
pada kondisi lahan untuk pertumbuhan kelapa sawit yang optimal.
Kandungan nutrisi tanah bergantung pada tingkat kesuburan tanah. Menurut
Sutanto (2005), kesuburan tanah dipengaruhi oleh kemampuan tanah dalam
pertukaran ion. Kalsium merupakan salah satu unsur yang berperan dalam
penjerapan dan pertukaran ion karena memiliki muatan positif sehingga mampu
menyerap kation hidrat. Watanabe (2011) menambahkan bahwa permasalahan
yang dihadapi ialah ketersediaan kalsium di alam yang rendah, serta kemampuan
absorpsi tanaman terhadap kalsium yang rendah.

2
Tingkat efisiensi penyerapan hara tanaman serta ketersediaan hara terhadap
kondisi lahan perlu diperhatikan untuk mengetahui kadar pemupukan secara tepat.
Pemberian nutrisi tanaman tersebut harus memperhatikan kebutuhan yang
diperlukan oleh tanaman, jika terjadi kekurangan maupun kelebihan pemupukan
memiliki efek bagi tanaman dan finansial. Dengan demikian, perlu dilakukan
penelitian tentang kebutuhan hara tanaman khususnya kalsium untuk
mengoptimalkan serapan unsur-unsur esensial sehingga pertumbuhan kelapa sawit
belum menghasilkan menjadi optimal

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh pemupukan kalsium pada
tanaman kelapa sawit belum menghasilkan.

Hipotesis Penelitian
Pemberian pupuk kalsium berpengaruh terhadap pertumbuhan kelapa sawit
belum menghasilkan. Terdapat efisiensi penggunaan pupuk kalsium yang
diberikan.

TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh
Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Guinea (pantai Barat
Afrika). Tanaman ini tumbuh dengan baik pada daerah dengan iklim basah
dengan ketinggian 0–500 m di atas permukaan laut. Jumlah curah hujan sekitar
2000–2500 mm/tahun serta tidak mengalami defisit air (Lubis 1992).
Berbagai jenis tanah dapat digunakan untuk budi daya kelapa sawit di
antaranya podsolik, latosol, hidromorfik kelabu (HK), regosol, andosol, dan
aluvial. Selain itu, kelapa sawit dapat ditanam di tanah gambut dengan ketentuan
tidak lebih dari 1 meter dan umur tanah gambut sudah tua (Sunarko 2007).
Tanaman tumbuh dengan baik bergantung pada keadaan tanah. Menurut
Risza ( 2010) sifat tanah yang baik mampu menyediakan unsur hara dalam jumlah
cukup. Diantara sifat tanah adalah sifat kimia, yaitu derajat kemasaman tanah dan
komposisi kandungan hara mineral yang ada. Derajat kemasaman ini berpengaruh
terhadap ketersediaan hara yang dapat diserap oleh tanah. Menurut Lubis (1992)
kondisi pH tanah yang optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 5.0-5.5.

Pemupukan
Pemupukan merupakan salah satu faktor penting yang harus dilakukan pada
kegiatan budi daya tanaman. Kebutuhan hara tanaman secara terus menerus tidak
dapat disediakan oleh tanah secara alami, sehingga diperlukan penambahan hara

3
dari luar. Menurut Pahan (2007) manfaat yang diperoleh dari pemupukan di
antaranya adalah melengkapi ketersediaan hara di dalam tanah serta menggantikan
unsur hara yang hilang karena pencucian dan terangkut tanaman, sehingga kondisi
tanah baik untuk pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit.
Kebutuhan biaya pemupukan untuk suatu perkebunan kelapa sawit kurang
lebih 24% dari total biaya produksi atau sekitar 40–60% dari total pemeliharaan
(Sutarta dan Darmosarkoro 2007). Mengetahui hal tersebut maka pemupukan
harus dilakukan dengan tepat, sesuai dengan hasil yang diharapkan. Menurut
Mangoensoekarjo (2007), pemupukan akan mencapai sasaran ketika telah
mempertimbangkan beberapa hal yaitu: hara cukup dan berimbang, kualitas
pupuk baik dan ramah lingkungan, penentuan jenis dan dosis pupuk yang tepat,
mengikuti kaedah pemupukan (tepat dosis, tepat kombinasi hara, tepat waktu
aplikasi, tepat jenis pupuk, dan tepat cara), dan pengawasan ketat pada
aplikasinya.

Peranan Kalsium
Kalsium merupakan unsur hara terpenting setelah unsur esensial (N, P dan
K) sebagai pasokan nutrisi tanaman. Fungsi kalsium pada tanaman digunakan
sebagai pembangun dinding sel. Kalsium juga sebagian besar digunakan sebagai
kontrol terhadap pH tanah dan membantu pembentukan agregat tanah, serta,
kalsium memiliki peranan dalam pembentukan protein dan pergerakan
karbohidrat (Plaster 1992).
Pembentukan struktur tanah berpengaruh terhadap ketersediaan hara. Salah
satu struktur tanah yang baik bagi tanaman adalah struktur remah. Dalam
pembentukan struktur tersebut dipengaruhi oleh kandungan bahan organik dan
aktivitas biologi yang tinggi dan didasarkan pada kandungan kompleks lempung
dan humus. Pengikatan unsur-unsur tersebut melalui kation multivalen, salah
satunya adalah kalsium. Disamping itu, pembentukan struktur remah juga
disebabkan adanya CaCO3 yang merupakan bahan sementasi sebagai pembentuk
agregat yang stabil (Sutanto 2005).
Penyerapan unsur-unsur hara mineral dibagi dalam berbagai bentuk, dan
tidak semuanya dapat diserap oleh tanaman. Oleh karena itu, konsentrasi total
suatu unsur bukan merupakan indikator yang baik. Muatan partikel pada tanah
negatif dapat mengikat ion-ion bermuatan positif (kation), di antaranya seperti
hara kalsium. Kemampuan tanah dalam mengikat kation tersebut disebut kapasitas
tukar kation (KTK). KTK tanah yang tinggi, bahan organik dapat memasok dan
memegang hara ke tanaman (Munawar 2011).
Menurut Munawar (2011) kandungan kalsium pada tanah mempunyai kadar
yang beragam. Tanah dengan iklim kering mengandung banyak kalsium
dibandingkan dengan tanah masam bertekstur pasir di tropika basah. Tanah
dengan iklim kering dapat mengandung lebih 25 % kandungan kalsium sedangkan
pada tanah masam hanya mengandung 0.1–0.3 %.
Kandungan unsur kalsium mempengaruhi kemampuan sel tanaman dalam
menerima banyak respon terhadap rangsangan (Campbell et al. 2003). Presentase
K yang tinggi menyebabkan perbandingan Ca dengan K menjadi tidak seimbang.
Kandungan kalsium yang rendah mengakibatkan penyerapan unsur tersebut

4
terhambat, sehingga menghambat perkembangan perakaran aktif kelapa sawit
(Sugiyono et al. 2005). Penurunan respon terhadap rangsangan serta perakaran
aktif tersebut akan menurunkan efesiensi pemupukan

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di kebun pendidikan dan percobaan kelapa sawit
Kampung Malati, Desa Singasari, Kecamatan Jonggol, Bogor, IPB-Cargill.
Analisis tanah dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor. Penelitian berlangsung
pada bulan Maret 2013 hingga Maret 2014.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanaman kelapa sawit varietas Tenera
Damimas umur 1 tahun, pupuk kalsium, urea, SP-36, MoP. Peralatan yang
digunakan adalah SPAD, jangka sorong digital, timbangan digital, oven dan
meteran.

Metode Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) 1
faktor, yang dibagi menjadi 4 perlakuan: tanpa kalsium (kontrol), 0.6 kg kalsium,
1.2 kg kalsium, 2.3 kg kalsium. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, dalam
satu satuan percobaan terdapat 5 tanaman contoh, sehingga terdapat 60 sampel
tanaman.
Model linier rancangan acak kelompok yang digunakan sebagai berikut:
Yij = µ + αi + βj + εij ; r = 3 t = 4 ;
dengan:
Yij
= Respon pengamatan pertumbuhan tanaman pada perlakuan
Penggunaan kalsium ke-i dan ulangan ke-j
µ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh pada perlakuan kalsium ke-i
βj
= Pengaruh ulangan kalsium ke-j
εij
= Pengaruh acak pada perlakuan kalsium ke-i dan ulangan ke-j
Data di analisis dengan sidik ragam pada taraf uji F pada α = 5 % jika
menunjukkan pengaruh nyata pada peubah yang diamati, dilanjutkan dengan uji
kontras polinomial ortogonal (Matjik dan Sumertajaya 2006).

5
Pelaksanaan Percobaan
Persiapan Tanaman
Persiapan tanaman meliputi pelabelan dan pengendalian gulma. Pemberian
label dilakukan untuk menandai tanaman agar memudahkan pada saat aplikasi
pupuk dan pengamatan. Tanaman kelapa sawit yang telah diberi label, dilakukan
pengendalian gulma pada piringan dengan jari-jari 1–1.5 m hingga kondisi W0.
Kegiatan tersebut untuk menghindari persaingan tanaman dengan gulma terhadap
serapan hara, serta mencegah adanya penyakit pada tanaman.
Pemupukan
Perlakuan pemupukan pertama dilakukan pada 3 bulan setelah penanaman
dan perlakuan ke-2 dilakukan pada bulan ke-6 setelah pemupukan pertama atau
dengan melihat sebaran curah hujan pada bulan pemupukan. Sebelum pelaksanaan
penelitian, pemberian pupuk dasar dilakukan pada setiap lubang tanam pada saat
penanaman. Pemupukan kalsium diaplikasikan bersamaan dengan urea, SP-36,
dan MoP setelah piringan dengan kondisi W0, dengan cara disebar merata di
bawah tajuk tanaman pada daerah piringan. Komposisi pupuk dasar, urea, SP-36,
dan MoP pertanaman yaitu mengikuti dosis rekomendasi yang diberikan pada
kebun pendidikan dan percobaan.
Tabel 1 Dosis pemberian pupuk pada blok percobaan
Perlakuan kePupuk dasar
1
2
Total

Dosis pupuk (g/pohon)
Urea

SP 36

RP

MoP

Dolomit

Organik
(kg/pohon)

-

-

500

-

500

30

200
225
425

250
250
500

500

200
290
490

500

-

Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian gulma pada piringan dan
gawangan, pengendalian hama penyakit serta kastrasi. Pengendalian gulma pada
dilakukan secara manual atau kimia. Kastrasi atau pembuangan bunga dan
pelepah dilakukan dengan cara didodos. Kastrasi dilakukan pada tanaman belum
menghasilkan untuk mendapatkan pertumbuhan vegetatif dengan baik
Pengamatan
Prinsip peubah yang perlu diamati adalah peubah morfologi dan fisiologi
tanaman. Pengamatan morfologi tanaman dilakukan 1 bulan sekali setelah
pemupukan pertama selama 12 bulan, sementara pada peubah fisiologi tanaman
dilakukan 3 bulan sekali dimulai dari pemupukan pertama.
Peubah morfologi. Pengamatan yang dilakukan meliputi tinggi tanaman,
lingkar batang, jumlah pelepah, panjang pelepah, jumlah anak daun, panjang dan
lebar anak daun.

6
1. Tinggi tanaman (cm), pengamatan dilakukan menggunakan meteran dengan
arah vertikal dari pangkal tanaman hingga pada bagian tertinggi pada tanaman
yang dilihat secara visual.
2. Lingkar tanaman (cm), pengukuran dilakukan dengan 2 alat, jangka sorong dan
meteran. penggunaan jangka sorong ketika tanaman masih kecil yang masih
memungkinkan dengan penggunaan jangka sorong. Pengukuran dilakukan
dengan menempatkan jangka sorong atau meteran ±10 cm di atas permukaan
tanah pada batang dibagian lingkar diatas pelepah paling bawah.
3. Jumlah pelepah tanaman, kriteria pelepah yang dihitung adalah anak daun pada
pelepah telah membuka sempurna.
4. Panjang pelepah (cm), panjang pelepah diukur dari pangkal pelepah hingga
ujung pelepah menggunakan meteran. Pengambilan contoh dilakukan pada
pelepah analisis antara daun ke-4 atau daun ke-9.
5. Jumlah anak daun, penghitungan dilakukan dengan menghitung jumlah anak
daun yang telah membuka dan masih segar pada pelepah analisis.
6. Panjang anak daun (cm) dan lebar anak daun (cm), pengukuran dilakukan pada
3 bagian anak daun, yaitu bagian ujung, bagian tengah dan bagian pangkal.
Masing-masing bagian tersebut diambil 1 anak daun kemudian diukur panjang
dan lebarnya. Hasil dari pengukuran tersebut digunakan untuk menghitung luas
daun (cm2).
7. Luas daun (cm2), pengukuran luas daun dilakukan pada daun analisis tanaman
contoh. Luas daun dihitung dengan rumus sebagai berikut (Sutarta et al. 2007):
Luas daun =
Keterangan:

p = panjang anak daun (cm)
l = lebar anak daun (cm)
n = jumlai helai anak daun sebelah kiri atau kanan
k = konstanta (0.57 untuk TBM)

Peubah fisiologi. Pengamatan meliputi tingkat kehijauan daun dan analisis
jaringan daun. Pengamatan dilakukan pada pelepah analisis antara pelepah ke-4
atau ke-9.
1. Tingkat kehijauan daun diamati menggunakan alat SPAD-502 plus chlorophyll
meter. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada umur 3, 6, 9 BSP.
Sampel daun yang diukur adalah daun analisis dengan cara meletakkan daun
pada titik alat pembaca, kemudian tombol pembaca ditekan dengan memilih
anak daun bagian tengah pada salah satu sisinya. Kemudian diamati pada 3
bagian yaitu atas, tengah, dan bawah kemudian hasil dari masing - masing
perhitungan dibagi rata.
2. Analisis jaringan daun, dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah,
Bogor. Kandungan hara yang diamati pada analisis jaringan adalah kandungan
kalsium. Pengambilan sampel daun pada tanaman contoh diambil dari
perlakuan dosis optimum atau pengambilan contoh dilakukan pada tanaman
yang secara visual terlihat baik. Pengambilan sampel dilakukan pada salah satu
bagian anak daun sebanyak 3 helai, bagian kiri atau kanan masing-masing 3
helai yang dipotong pada bagian tengah ±20 cm pada pelepah analisis.

7
Analisis tanah, pengambillan contoh tanah dilakukan pada awal dan akhir
perlakuan. Contoh tanah awal diambil secara komposit pada daerah gawangan
yang mewakili setiap perlakuan dan ulangan. Pengambilan contoh tanah akhir
diambil pada piringan pada setiap perlakuan dan ulangan. Cara pengambilan
sempel tanah diambil pada kedalaman ±20 cm dengan berat sebesar 500 g yang
sudah dibersihkan dari sisa-sisa akar yang menempel pada tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Analisis tanah awal diambil dari beberapa titik di gawangan secara komposit
yang mewakili setiap ulangan (Lampiran 2). Hasil analisis tanah yang didapat,
dinilai menurut kriteria penilaian pada berbagai sifat kimia tanah yang
dikeluarkan Pusat Penelitian Tanah (2008) disajikan pada lampiran 3. Tekstur
tanah pada blok percobaan didominasi oleh kandungan liat 48%, debu 36%,
dan pasir 16%. Reaksi kimia pada tanah termasuk sangat masam dengan pH
(H2O) 4.2, C-organik rendah (1.41%), kadar N tersedia rendah (0.13%), P tersedia
sangat rendah (2.1 ppm), kadar K sedang (0.13 me 100g-1), kapasitas tukar kation
tinggi (26.86 me 100g-1), Ca sedang (7.66 me 100g-1 ), kejenuhan basa sedang
(37%).
Curah hujan total selama penelitian (April 2013-Maret 2014) sebesar 3 351
mm/tahun, artinya curah hujan di Jonggol cukup di atas kebutuhan air kelapa
sawit. Walaupun total curah hujan cukup tinggi, terdapat 3 bulan kering dalam
sebarannya. Rata-rata curah hujan bulanan berkisar antara 60-605.5 mm perbulan,
tertinggi pada bulan Januari dengan curah hujan 605.5 mm dan terendah pada
bulan September 60 mm (Gambar 1)

Gambar 1 Curah hujan di kebun pendidikan dan percobaan kelapa
sawit Jonggol, Bogor selama penelitian
Tanggap Morfologi Tanaman Terhadap Pemupukan Kalsium
Pertumbuhan morfologi tanaman terhadap pemberian kalsium dari 1-12
BSP menunjukkan peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada rata-rata
tinggi, lingkar batang, jumlah pelepah, panjang pelepah pada pengamatan

8
perlakuan kalsium 1 BSP masing-masing 171.9±24.6 cm, 19.6±1.4 cm, 8.3±1.1
helai, 135.0±23.1 cm. Pengamatan pada 12 BSP mengalami peningkatan pada
peubah tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah pelepah dan panjang pelepah
masing-masing 261±25.9 cm, 77.1±3.7 cm, 30.8±1.5 helai, 157.3±12.6 cm. Ratarata laju pertumbuhan pada tanggap morfologi pada tinggi tanaman sebesar 7.4
cm bulan-1, lingkar batang 4.8 cm bulan-1, jumlah pelepah 1.9 helai bulan-1, dan
panjang pelepah 1.9 cm bulan-1. Pertumbuhan kelapa sawit TBM 1 selama
penelitian disajikan pada tabel 2.
Tabel 2 Pertumbuhan kelapa sawit TBM 1 selama penelitian
Umur
BSP
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Laju
Bulan-1

Tinggi tanaman
(cm)
171.9±24.6
182.9±23.9
188.2±19.8
196.7±13.9
205.3± 9.9
210.7± 8.8
215.2± 9.9
218.5± 9.6
221.5±10.6
227.6±10.6
241.5±11.1
261.0±25.9

Lingkar
batang (cm)
19.6±1.4
35.6±4.9
48.2±7.1
55.2±6.8
57.3±6.9
59.2±6.6
60.9±6.3
62.9±6.5
65.0±6.6
67.0±6.7
72.6±3.5
77.1±3.7

Jumlah pelepah
(helai)
8.3 ± 1.1
10.2±1.3
11.9±0.9
14.2±1.4
16.1±0.9
17.3±0.9
19.6±0.9
21.6±0.9
23.3±0.9
26.3±1.1
28.2±1.1
30.8±1.5

Panjang
pelepah (cm)
135.0±23.1
135.2±20.5
133.7± 6.9
142.3± 8.8
150.2±11.5
149.1± 8.4
148.2± 8.3
142.5± 7.5
144.3± 8.1
149.9± 6.3
154.9± 9.6
157.3±12.6

7.4

4.8

1.9

1.9

BSP: Bulan setelah perlakuan.

Tinggi Tanaman
Hasil penelitian menunjukkan pemberian pupuk kalsium tidak memberikan
pengaruh nyata pada pertumbuhan tinggi tanaman (Tabel 3). Perbandingan Ca1
dengan kontrol sebesar 9.4% pada 1 BSP dan 6.0% pada 12 BSP. Perbandingan
Ca2 pada 12 BSP dengan kontrol sebesar 13.5%, dan Ca3 sebesar 3.1%
dibandingkan dengan kontrol.
Tabel 3 Tinggi tanaman sawit pada berbagai dosis kalsium
Kalsium
(kg/pokok)
0
0.6
1.2
2.3
Pr
Notasi

Tinggi tanaman (cm) pada BSP
1
164.1
179.5
177.7
166.5
0.8083
tn

2
167.1
194.0
186.6
184.0
0.4038
tn

3
175.5
195.6
190.8
190.9
0.3864
tn

4
188.4
204.5
195.0
199.0
0.2149
tn

tn : tidak berbeda nyata, Pr: probability, BSP: Bulan setelah perlakuan

5
200.3
214.8
201.3
207.8
0.0634
tn

6
204.4
220.1
205.3
213.0
0.0967
tn

9
Tabel 3 Tinggi tanaman sawit pada berbagai dosis kalsium (lanjutan)
Kalsium
(kg/pokok)
0
0.6
1.2
2.3
Pr
Notasi

Tinggi tanaman (cm) pada BSP
7
210.2
225.7
208.4
216.4
0.1894
tn

8
214.0
228.5
212.1
219.3
0.1911
tn

9
215.8
231.6
217.4
221.0
0.3234
tn

10
222.2
235.9
221.9
230.5
0.3068
tn

11
237.5
243.2
240.4
244.7
0.9248
tn

12
247.0
261.9
280.4
254.6
0.5682
tn

tn : tidak berbeda nyata, Pr: probability, BSP: Bulan setelah perlakuan.

Lingkar Batang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai pupuk kalsium
tidak memberikan pengaruh pada lingkar batang (Tabel 4). Perbandingan
perlakuan Ca3 dengan kontrol pada 12 BSP 3.0%. Perbandingan Ca1 dengan
kontrol pada 12 BSP sebesar 2.1% dan Ca2 dengan kontrol sebesar 1.1%.
Tabel 4 Lingkar batang terhadap berbagai dosis kalsium
Kalsium
(kg/pokok)
0
0.6
1.2
2.3
Pr
Notasi
Kalsium
(kg/pokok)
0
0.6
1.2
2.3
Pr
Notasi

Lingkar batang (cm) pada bulan BSP
1
20.3
20.6
18.9
18.5
0.1957
tn

2
3
4
5
34.1
47.6
52.2
54.5
38.9
52.1
56.3
59.1
36.2
46.7
52.8
54.4
33.3
46.5
59.5
61.1
0.5293
0.5835
0.4615
0.4569
tn
tn
tn
tn
Lingkar batang (cm) pada BSP

6
57.5
60.3
56.1
63
0.5106
tn

7
59.4
60.9
58.4
64.9
0.5289
tn

8
62.22
62.2
61.4
66
0.8044
tn

12
75.9
77.5
76.7
78.2
0.9257
tn

9
65.3
63.4
63.3
68
0.7507
tn

10
66.8
65.4
65.5
70.3
0.7301
tn

11
71.3
71.9
71.8
75.3
0.7114
tn

tn : tidak berbeda nyata, Pr: probability, BSP: Bulan setelah perlakuan.

Jumlah Pelepah
Pemberian pupuk kalsium pada berbagai perlakuan tidak memberikan
pengaruh terhadap jumlah pelepah (Tabel 5). Hasil yang didapatkan menunjukkan
pada semua perlakuan memperoleh pertambahan jumlah pelepah pada 1-12 BSP
tidak terpaut jauh atau sama dengan perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan
jumlah pelepah lebih dipengaruhi oleh sifat genetik dengan lingkungan.

10
Tabel 5 Jumlah pelepah terhadap berbagai dosis kalsium
Kalsium
(kg/pokok)
0
0.6
1.2
2.3
Pr
Notasi
Kalsium
(kg/pokok)
0
0.6
1.2
2.3
Pr
Notasi

Jumlah pelepah (helai) pada BSP
1
8.3
8.6
8.6
7.3
0.4547
tn

2
3
4
5
10.7
12
14.3
16.3
10.3
12.3
15.3
16.7
10.3
11.7
13
15.3
9.3
11.7
14
16
0.4846
0.8462
0.1744
0.3848
tn
tn
tn
tn
Jumlah pelepah (helai) pada BSP

6
17.7
18
16.7
17
0.4256
tn

7
20
20
19
19.3
0.5894
tn

8
22
22
21
21.3
0.5894
tn

12
31.3
31
30.3
30.3
0.7845
tn

9
23.7
23.7
22.7
23.3
0.5720
tn

10
26.7
26.7
25.7
26
0.5894
tn

11
28.7
28.7
27.7
27.7
0.4719
tn

tn : tidak berbeda nyata, Pr: probability, BSP: Bulan setelah perlakuan.

Panjang Pelepah
Hasil statistik menunjukkan perlakuan berbagai dosis pupuk kalsium tidak
memberikan pengaruh terhadap panjang pelepah (Tabel 6). Perbandingan
perlakuan Ca1 dengan kontrol pada 12 BSP sebesar 3.3%. Perbandingan Ca1
terhadap Ca2 sebesar 8.5% dan 10.6% dengan Ca3.
Tabel 6 Panjang pelepah terhadap berbagai dosis kalsium
Kalsium
(kg/pokok)
0
0.6
1.2
2.3
Pr
Notasi
Kalsium
(kg/pokok)
0
0.6
1.2
2.3
Pr
Notasi

Panjang pelepah (cm) pada BSP
1
134.7
113.1
137.4
154.8
0.1751
tn

2
3
4
5
125.7
129.5
139.3
145.4
117.8
132.3
143.6
155.3
143.2
136.4
141.3
146.4
154.1
136.3
145.1
153.7
0.1121
0.6229
0.9186
0.6183
tn
tn
tn
tn
Panjang pelepah (cm) pada BSP

6
141.2
155
148.2
152.1
0.1219
tn

7
142.5
150.5
144.8
154.8
0.2397
tn

8
139.3
148.6
137.2
145.2
0.1768
tn

12
160.6
165.9
152.8
150
0.5314
tn

9
138.3
150.4
141.2
147
0.3058
tn

10
149.7
155.3
145.6
148.9
0.4465
tn

tn : tidak berbeda nyata, Pr: probability, BSP: Bulan setelah perlakuan.

11
153.7
161.3
152.8
151.9
0.4547
tn

11
Luas Daun
Pemberian pupuk kalsium tidak memberikan pengaruh terhadap luas daun
tanaman (Tabel 7). Hasil yang didapatkan pada perbandingan perlakuan tanpa
perlakuan kalsium dan perlakuan lain pada 12 BSP tidak terpaut jauh. Hal ini
menunjukkan tanpa perlakuan pupuk kalsium, tanaman mampu menghasilkan luas
daun dengan baik.
Tabel 7 Luas daun terhadap berbagai dosis kalsium
Kalsium
(kg/pokok)
0
0.6
1.2
2.3
Pr
Notasi
Kalsium
(kg/pokok)
0
0.6
1.2
2.3
Pr
Notasi

Luas daun (cm2) pada BSP
1
2600.0
3073.1
2883.9
2720.6
0.9423
tn
7
6367.9
6453.4
6449.5
6265.3
0.9960
tn

2
3
4
2849.9
1545.1
3514.7
3184.6
1747.6
3644.1
3678.2
1903.5
3697.6
3467.9
1720.3
3424.6
0.1045
0.3119
0.7010
tn
tn
tn
2
Luas daun (cm ) pada BSP
8
5708.4
5992.8
5471.3
5589.0
0.9138
tn

9
5670.7
5892.4
5731.4
6059.1
0.9265
tn

10
6632.0
6932.8
6324.5
6765.1
0.7204
tn

5
4842.0
5147.6
5438.0
4672.2
0.6790
tn

11
5911.9
5759.0
6406.7
6632.9
0.7650
tn

6
5968.1
6061.6
6175.5
6123.0
0.9886
tn
12
7290.0
6907.0
7188.0
6759.0
0.9635
tn

tn : tidak berbeda nyata, Pr: probability, BSP: Bulan setelah perlakuan.

Hasil pengamatan secara umum, pemberian pupuk kalsium memberikan
hasil yang beragam terhadap peubah yang diamati. Pemupukan kalsium terhadap
tinggi tanaman, lingkar batang, panjang pelepah, jumlah pelepah terhadap
berbagai perlakuan kalsium menunjukkan hasil yang tidak berbeda, begitu juga
pada luas daun.
Respon pertumbuhan pada berbagai perlakuan kalsium mempunyai hasil
yang tidak terpaut jauh, artinya perbedaan perlakuan kalsium tidak memberikan
pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Hal ini sejalan dengan Ramadhaini
(2013) bahwa penggunaan pupuk majemuk yang mengandung N, P, dan K lebih
berpengaruh terhadap hasil tanaman dibandingkan dengan penggunaan kapur
pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan hara dalam tanah sudah
terpenuhi untuk pertumbuhan tanaman, selain itu ketersediaan kalsium yang tidak
langsung tersedia. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara di
antaranya lingkungan yang berhubungan dengan fase pertumbuhan tanaman
setelah pemupukan.
Pengaruh pupuk dasar yang diberikan pada saat penanaman memberikan
nutrisi yang cukup terhadap tanaman. Pupuk dasar yang diberikan yaitu pupuk
organik, RP (rockphospate), dan dolomit. Menurut Ilori et al. (2012) pemberian
pupuk organik dapat memberikan perkembangan vegetatif dengan baik dan

12
ketersediaan N untuk tanaman. Pemberian rockphospate adalah sumber unsur P,
menurut Rankine dan Fairhurst (1999) unsur P tidak mudah tersedia dalam tanah
terutama pada tanah masam, sehingga pemberian P penting diberikan pada
tanaman untuk mencegah kekurangan unsur tersebut pada saat pindah tanam.
Kondisi lahan yang mempunyai tingkat kemasam rendah, diantisipasi dengan
pemberian dolomit yang merupakan sumber hara kalsium .
Unsur esensial merupakan hara penting yang harus ada di dalam siklus
tanaman. Hara esensial yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya adalah
nitrogen, fosfor, dan kalium. Fungsi hara esensial menurut Sutarta et al. (2003)
nitrogen pada tanaman berperan untuk pembentukan protein, sintesis klorofil, dan
untuk proses metabolisme. Kekahatan unsur ini akan mengurangi efisiensi
pemanfaatan sinar matahari dan ketidakseimbangan serapan unsur hara. Fosfor
diperlukan untuk pertumbuhan akar selama tahap awal pertumbuhan, berperan
dalam proses transfer energi, dan ketersediaannya yang cukup akan memperkuat
batang. Secara umum, kekahatan P akan menyebabkan tanaman kerdil. Kalium
diperlukan dalam proses pembukaan stomata sehingga kekahatan K akan terasa
pada musim kering.
Respon terhadap perlakuan pemupukan pertama yang dilakukan
menghasilkan peningkatan rata-rata tinggi dan lingkar batang. Hal ini diduga
dengan adanya curah hujan rata-rata yang cukup, sehingga unsur esensial dapat
langsung tersedia bagi tanaman. Menurut Wigena et al. (2006), faktor iklim
mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit terutama pada musim hujan. Hal ini
berkaitan dengan kelarutan hara lebih tinggi dibandingkan dengan saat musim
kemarau. Terlebih pada kondisi perakaran tanaman yang dangkal akan langsung
menyerap hara yang disediakan melalui pemupukan.
Pemupukan kalsium diharapkan dapat meningkatkan pH tanah, dengan
demikian unsur esensial dapat tersedia untuk tanaman. Pertumbuhan tanaman
pada 3 BSP terutama pada pertambahan pelepah dan panjang pelepah mengalami
penurunan. Kedua peubah tersebut mempengaruhi luas daun pada tanaman.
Kondisi tersebut diduga bahwa pada awal perlakuan, intensitas curah hujan masih
tinggi dan memasuki bulan ke-3 curah hujan menurun sehingga pada saat
memasuki bulan ke-3 kandungan hara pada tanah berkurang karena adanya curah
hujan yang tinggi di bulan sebelumnya ditambah dengan kondisi tanaman yang
masih beradaptasi dengan lingkungan.
Penurunan
pertumbuhan
merupakan
bentuk
tanaman
dalam
mempertahankan unsur hara yang ada, hal ini erat kaitannya dengan kebutuhan air
tanaman. Menurut Mathius (2001) cekaman kekeringan ditunjukkan dengan
adanya perubahan kadar air daun, kadar air relatif, luas daun spesifik, potensial air
daun, prolin, glisin betain, ABA, gula-gula osmotik terutama glukosa dan silosa,
serta protein dengan bobot molekul rendah. Pratiwi dan Salim (2013)
menambahkan, kehilangan kalsium cukup besar jika dibandingkan dengan unsur
hara lainnya. Sehingga hara esensial yang mulanya dapat berikatan dan disediakan
oleh tanah menjadi berkurang dengan adanya kehilangan kalsium di tanah.
Pertumbuhan kelapa sawit di lapangan sangat dipengaruhi oleh kondisi
tanah, ketersediaan hara, dan kecukupan air. Tiga hal tersebut dapat diusahakan
dengan cara modifikasi lahan salah satunya dengan pemupukan. Pemupukan
kalsium yang tepat dapat mengubah sifat fisik dan kimia tanah yang berhubungan
dengan ketersediaan hara di dalam tanah. Menurut Hardjowigeno (2010) kondisi

13
tekstur tanah yang baik juga mampu mengikat air dan memperbaiki pori-pori
tanah. Tekstur tanah juga mempengaruhi perakaran tanaman, pada tekstur tanah
yang tidak sesuai, perakaran tidak dapat berkembang dengan baik. Nazari dan Soti
(2012) menambahkan, bahwa adanya bagian tanah yang renggang di antara tanah
yang rapat menjadi hal yang sangat menguntungkan bagi tanaman kelapa sawit
karena bagian tanah yang renggang mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai
kantong penampungan air di musim hujan dan sebagai kantong udara di saat
airnya berkurang.
Kapasitas tukar kation (KTK) pada lahan percobaan termasuk kategori
tinggi, menurut Soewandita (2008) tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap
dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah.
Karena unsur-unsur hara terdapat dalam kompleks jerapan koloid maka tidak
mudah hilang tercuci oleh air. Namun sifat kalsium yang slow release (Wigena et
al. 2006) menyebabkan kalsium tidak langsung tersedia bagi tanaman, sehingga
pengaruh penyerapan unsur esensial secara optimal hanya dipengaruhi oleh nilai
KTK. Hartati (2008) menambahkan bahwa kadar liat yang tinggi menyebabkan
kembang susut tanah menjadi besar, aerasi dan perkolasi terganggu. Hal ini akan
menghambat perkembangan perakaran. Terganggunya perakaran tersebut dapat
menyebabkan penyerapan unsur hara terhambat.
Curah hujan harus diperhatikan pada saat aplikasi pemupukan. Aplikasi
pupuk pada saat curah hujan rendah tidak disarankan untuk dilakukan karena pada
saat curah hujan rendah terutama pada pupuk N yang mudah menguap (Armiadi
2009). Pemupukan yang dilakukan pada curah hujan tinggi juga tidak disarankan
karena menyebabkan kehilangan hara karena adanya aliran permukaan.
Kekurangan nutrisi pada tanaman tersebut menyebabkan laju pertumbuhan
menjadi lambat.

Tanggap Fisiologi Tanaman Terhadap Pemupukan Kalsium
Peubah yang diamati pada fisiologi tanaman adalah tingkat kehijauan daun
dan analisis jaringan daun. Hasil dari berbagai perlakuan kalsium tidak
memberikan perbedaan tingkat kehijauan daun terhadap perlakuan yang diberikan
pada masing-masing bulan pengamatan. Hasil analisis jaringan daun terhadap
pemberian dosis kalsium pada berbagai perlakuan tidak berpengaruh nyata
terhadap kandungan kalsium dalam daun.
Tingkat Kehijauan Daun
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kalsium tidak
memberikan pengaruh terhadap tingkat kehijauan daun pada tanaman (Tabel 8).
Namun, pada pemberian pupuk kalsium dosis 0.6 kg, 1.2 kg dan 2.3 kg
menghasilkan hasil yang sama dengan kontrol. Hasil percobaan pada 3 BSP,
rataan hijau daun sebesar 62.5. Kondisi tersebut mengalami penurunan pada 6
BSP yang menghasilkan rataan hijau daun sebesar 60.7. Penurunan tingkat
kehijauan daun menunjukkan kondisi daun tidak mampu menangkap sinar
matahari secara optimal. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi pola pertumbuhan
pada tanaman. Data pengamatan terakhir yang dilakukan pada 9 BSP menunjukan
peningkatan menjadi 66.9.

14
Tabel 8 Tingkat kehijauan daun tanaman sawit pada berbagai dosis kalsium
Kalsium
(kg/pokok)

Tingkat Kehijauan pada bulan ke3 BSP

6 BSP

9 BSP

0

62.7

61.1

66.6

0.6

62.6

61.6

66.8

1.2

61.6

56.5

67.1

2.3
Pr
Notasi

62.9
0.9823
tn

63.4
0.0726
tn

67.1
0.9959
tn

tn : tidak berbeda nyata, Pr: probability, BSP: Bulan setelah perlakuan.

Tingkat kehijauan daun merupakan tampilan visual yang berkorelasi
terhadap kandungan klorofil (Yudiwanti et al. 2008). Tingkat kehijauan daun
merupakan salah satu indikator terhadap proses fotosintesis pada tanaman.
Tingkat fotosintensis yang baik memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman.
Hasil analisis secara umum pemberian pupuk kalsium tidak memberikan
pengaruh pada tingkat kehijauan daun. Hal ini dapat dikatakan tingkat kehijauan
pada masing-masing perlakuan rata pada berbagai perlakuan kalsium. Tingkat
kehijauan daun pada pengamatan 3 BSP menunjukkan hasil pada perlakuan Ca0
atau tanpa perlakuan kalsium sama dengan perlakuan lain dengan rata-rata 62.5.
Pengamatan ke-2 diperoleh penurunan tingkat kehijauan daun pada semua
perlakuan, terutama pada perlakuan Ca2. Pengamatan terakhir, tingkat kehijauan
daun meningkat kembali dengan tingkat kehijauan daun rata-rata 66.9.
Respon tanaman terhadap pemupukan kalsium tidak berpengaruh pada
tingkat kehijauan daun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang
mempengaruhi di antaranya kondisi tanah yang tidak dapat menyerdiakan hara
serta adanya musim kering pada siklus hidup tanaman. Menurut Ai dan Banyo
(2011), respons tanaman terhadap kekurangan air pada umumnya ditunjukkan
dengan penurunan konsentrasi klorofil daun. Respons fisiologis, seperti
konsentrasi klorofil daun, dapat digunakan sebagai salah satu indikator toleransi
tanaman terhadap kekurangan air untuk diterapkan dalam seleksi varietas tanaman
produksi yang toleran terhadap kekurangan air.
Analisis Jaringan Daun
Analisis jaringan daun dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kandungan hara yang dapat diserap oleh tanaman. Kandungan hara daun yang
diserap tanaman memiliki hubungan dengan pertumbuhan tanaman sehingga
digunakan sebagai salah satu dalam menyusun rekomendasi pemupukan pada
masa berikutnya (Winarna et al. 2005). Hasil analisis jaringan daun terhadap
berbagai pemberian dosis kalsium tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan
kalsium dalam daun (Tabel 9).

15
Tabel 9 Kadar kalsium dalam daun
Kalsium (kg/pokok)
0
0.6
1.2

2.3
Pr
Notasi

Ca dalam daun
(%)
0.31
0.29
0.31
0.31
0.6323
tn

tn : tidak berbeda nyata, Pr: probability, BSP: Bulan setelah perlakuan.

Berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman, pemberian kalsium pada
berbagai dosis yang diberikan menghasilkan kandungan hara dalam daun sama
dengan perlakuan kontrol. Kandungan kalsium dalam jaringan daun kelapa sawit
TBM I pada percobaan ini menunjukkan tingkat kritis, dibandingkan dengan
kriteria konsentrasi elemen nutrisi menurut Uexkull dan Fairhurst (1991). Faktor
ketersediaan hara dalam jaringan tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah
hara yang diberikan. Menurut Fairhurst dan Mutert (1999) kondisi lingkungan,
iklim, kondisi tanah, dan penyinaran matahari yang sangat panas dapat
menyebabkan kandungan hara tidak terserap maksimal.
Pertumbuhan vegetatif tanaman tidak mengalami gangguan terhadap kadar
kritis kalsium, menunjukkan bahwa unsur hara lain yang diberikan cukup untuk
tanaman. Kadar kritis kalsium dalam daun tidak mempengaruhi pertumbuhan
vegetatif tanaman selama tidak terjadi defisiensi. Kalsium merupakan salah satu
hara yang bersifat carrier atau pembawa unsur lain (Patterson), sehingga dalam
penyediaan hara kalsium harus diperhatikan untuk ketersediaan hara tanaman.
Menurut Sugiyono dan Pulungan (1998), perimbangan K, Ca, dan Mg yang
optimal untuk kelapa sawit adalah 10, 60, dan 30. Pemberian K dan Ca yang tidak
seimbang akan menyebabkan sifat antagonis terhadap keduanya. Kalsium yang
lebih tinggi menyebabkan unsur K tidak dapat diserap oleh tanaman, sehingga
akan terjadi defisiensi K. Begitu juga pada unsur Mg, kandungan K dan Ca sangat
berpengaruh pada unsur Mg tersedia.
Hasil analisis jaringan yang menunjukkan tingkat kalsium yang kritis dapat
dijadikan rekomendasi pemupukan untuk kedepannya. Tingkat hara yang kritis
akan menjadi defisiensi hara jika tidak dilakukan pemupukan. Menurut
Easterwood (2002) defisiensi kalsium dapat berakibat pada matinya titik
pertumbuhan, tingkat kehijauan daun yang tidak normal, bunga dan buah gugur
sebelum waktunya, dan batang tidak kokoh.
Hasil Analisis Tanah
Hasil analisis sampel tanah akhir diambil pada setiap perlakuan dan ulangan
dari piringan tanaman contoh. Pengambilan dilakukan pada akhir penelitian, bulan
Maret 2014, setelah pemupukan ke-2 bulan Januari 2014 (Lampiran 4). Hasil
analisis satatistik diperoleh perbedaan nyata pada berbagai perlakuan kalsium
yang diberikan. Perbandingan Ca3 (2.3 kg) dengan Ca1 (0.6 kg) sebesar 86.1 %,
Ca3 (2.3 kg) dibandingkan dengan Ca2 (1.2 kg) diperoleh hasil sebesar 88.7 %,

16
perbandingan antara Ca3 (2.3 kg) dengan Ca0 (0 kg) sebesar 143.6 %. Dengan
demikian, kandungan kalsium dalam tanah paling tinggi pada 10 BSP pada dosis
2.3 kg piringan-1.
Tabel 10 Dosis kalsium yang diberikan terhadap kandungan kalsium di tanah
Dosis Ca
(kg/pokok)

Ca dalam tanah
(mmol/ 100 g)

0
0.6
1.2
2.3

5.463
7.233
7.103
13.443

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukan pemupukan kalsium pada dosis 0 hingga 2.3
kg selama 1 tahun belum berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan dan
fisiologi tanaman. Peubah fisiologi tanaman pada analisis jaringan tanaman
menunjukkan kandungan kalsium dalam daun kritis.
Respon tanaman selama penelitian tidak menunjukkan adanya gejala
defisiensi hara, hal ini diduga pemberian pupuk dasar pada lubang tanam
menyediakan kandungan hara di dalam tanah cukup untuk pertumbuhan tanaman
dengan baik.
Saran
Pemberian pupuk kalsium pada dosis 0.6 kg hingga 2.3 kg tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif kelapa sawit TBM I. Mengacu dari
hasil analisis jaringan tanaman serta analisis tanah ketersediaan hara kalsium
untuk tanaman lambat tersedia, sehingga perlu penelitian lanjutan dengan waktu
yang lebih lama untuk melihat respon pupuk kalsium terhadap tanaman serta
pengaruhnya terhadap hara-hara lain.

17

DAFTAR PUSTAKA
Ai NS, Banyo Y. 2011. Konsentrasi klorofil daun sebagai indikator kekurangan
air pada tanaman. Jurnal Ilmiah Sains. 11(2):168 – 173.
Armiadi. 2009. Penambatan nitrogen secara biologis pada tanaman leguminosa.
Wartazoa. 19(1):23-30.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2003. Biologi. Wasmen M, penerjemah:
Safitri A, Simarmata L, Hardani HW, editor. Jakarta (ID): Erlangga.
Terjemahan dari: Biology. Ed ke-5.
Ditjen Perkebunan. 2012. Statistic Perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa
Sawit 2003-2013. Jakarta (ID): Ditjen Perkebunan.
Easterwood GW. 2002. Calcium’s role in plant nutrition. Fluid journal. 1(1):1-3
Fairhurst TH, Mutert E. 1999. Interpretation and management of oil palm leaf
analysis data. Better Crops International. 13(1):48-51.
Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pr.
Hartati W. 2008. Evaluasi distribusi hara tanah dan tegakan mangium, sengon,
dan leda pada akhir daur untuk kelestarian produksi hutan tanaman di UMR
Gowa PT INHUTANI I unit III Makasar. Jurnal Hutan dan Masyarakat.
3(2):111-234.
Ilori EGU, Ilobu BBS, Ederion O, Imogie OA , Imoisi BO, Garuba N , Ugbah M.
2012. Vegetative growth performance of oil palm (Elaeis guineensis)
seedlings in response to inorganic and organic fertilizers. Greener Journal
of Agricultural Sciences. 2(2):26-30.
Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Medan
(ID): Pusat Penelitian Perkebunan Marihat.
Mangoensoekarjo S. 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budi daya
Perkebunan. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Mathius NT, Wijana G, Guharja E, Aswidinnoor H, Yahya S, Subroto. 2001.
Respons tanaman kelapa sawit (Elaeis giuneensis Jacq.) terhadap cekaman
kekeringan. Menara Perkebunan. 69(2):29-45.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan MINITAB. Bogor (ID): IPB Press.
Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Pr.
Nazari YA, Soti I. 2012. Deteksi sebaran akar kelapa sawit dengan metode
geolistrik resistivitas. Agroscientiae.19(2):112-115.
Noor M, Maas A, Notohadikusomo T. 2008. Pengaruh pengeringan dan
pembasahan terhadap sifat kimia tanah sulfat masam Kalimantan. Tanah
dan Iklim. 1(27):33-44.
Pahan I. 2007. Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dan Hulu hingga Hilir.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Patterson G. [tahun terbit tidak diketahui]. Calcium Nutritions in Plants. London
(GB): CCA.
Plaster EJ. 1992. Soil Science and Management. Edisi ke-2. New York (US):
Delmar Publishers.
Pratiwi, Salim AG. 2013. Aplikasi teknik konservasi tanah dengan sistem rorak
pada tanaman Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) di KHDTK Carita,
Banten. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservai Alam. 10(3):273-282.

18
[PPT] Pusat Penelitian Tanah. 2008. Kriteria Penilaian Data Analisis Sifat Kimia
Tanah. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.
Ramadhaini RF. 2013. Optimasi dosis pupuk majemuk NPK dan kalsium pada
bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pembibitan utama [tesis]
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rankine I dan Fairhurst TH. 1999. Management of phosphorus, potassium and
magnesium in mature oil palm. Better Crops International. 13(1):10-15.
Risza S. 2010. Masa Depan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
Siregar H. 1987. Budi daya Tanaman Padi di Indonesia. Cetakan ke-2. Jakarta
(ID): Sastra Hudaya.
Soewandita H. 2008. Studi kesuburan tanah dan analisis kesesuaian lahan untuk
komoditas tanaman perkebunan di Kabupaten Bengkalis. Jurnal Sains dan
Teknologi Indonesia. 10(2):128-133.
Sugiyono, Poeloengan Z. 1998. Kriteria hara K, Ca dan Mg dapat dipertukarkan
untuk tanaman kelapa sawit. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
6(3):115-120.
Sugiyono ES, Sutarta W, Darmosarkoro, Santoso. 2005. Peranan perimbangan K,
Ca dan Mg tanah dalam penyusunan rekomendasi pemupukan kelapa sawit.
Di dalam: Darnoko, Erningpraja L, Listia E, Siregar HH, Sutarta ES,
Winarna, editor. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit Peningkatan Produktivitas
Kelapa Sawit Melalui Pemupukan dan Pemanfaatan Limbah PKS; 2005 Apr
19-20; Medan, Indonesia. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit. hlm
43-55.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budi daya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
Sutanto R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
Sutarta ES, Rahutomo S, Darmosarkoro W, Winarna. 2003. Peranan Unsur Hara
dan Sumber Hara pada Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit. Di dalam:
Darmosarkoto W, Sutarta ES, Winarna, editor. Lahan dan Pemupukan
Kelapa Sawit, edisi 1. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit. hlm 7990.
Sutarta S, Darmosaskoro W, Purba P, Fadli L, Rahutomo S dan Winarna. 2007.
Kultur Teknis Kelapa Sawit. Teknologi Pemupukan. Buana L, Siahaan D,
Adiputra S, editor. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Sutarta ES, Darmosarkoro W. 2007. Penggunaan Pupuk Majemuk pada
Perkebunan Kelapa Sawit. Darmosarkoro W, Sutarta ES, Winarna, editor.
Lahan dan Pemupukan kelapa sawit edisi 1. Medan (ID): Pusat Penelitian
Kelapa Sawit. hlm 153-166.
Uexkull HR, Fairhurst T. 1991. The Oil Palm: Fertilizer Management for High
Yield. Berne (CH): International Potash Institute.
Watanabe N. 2011. Soybean Biochemistry, Chemistry and Physiology. Tzi BN,
editor. India (IN): Intech.
Wigena IGP, Purnomo J, Tuherkih E, Saleh A. 2006. Pengaruh pupuk slow
release majemuk padat terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit
muda pada xanthic hapludox di Merangin, Jambi. Jurnal Tanah dan Iklim.
24(1):10-19.

19
Winarna, Sutarta ES, Sugiyono. 2005. Pedoman Pengambilan Contoh Daun dan
Tanah. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Winarna, Fadli ML, Wiratmoko D, Sutarta ES. 2006. Karakteristik tanah dari
bahan alluvial ash dan kesesuaiannya untuk tanaman kela