Rekomendasi pupuk untuk Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah NPK 225 kgha dan Urea

105 KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI EMPAT VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DENGAN PENDEKATAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PTT GROWTH AND PRODUCTION PERFORMANCE OF FOUR NEW HIGH YIELDING VARIETIES WITH INTEGRATED CROP MANAGEMENT APPROUCH. Putu Suratmini dan K.K.Sukraeni Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Bali Jl. By Pas Ngurah Rai Pesanggaran, Denpasar Bali Email : suratminiputuyahoo.co.id ABSTRAK Varietas unggul baru merupakan salah satu teknologi inovatif yang handal untuk meningkatkan produktivitas padi, baik melalui peningkatan potensi atau daya hasil tanaman maupun ketahanan terhadap cekaman abiotik dan biotik. Pengkajian dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi dari empat VUB yang ditanam pada lahan sawah irigasi di Subak Tembuku, Bangli Bali tahun 2014. Pengkajian menggunakan Rancangan Acak Kelompok RAK dengan 6 petani kooperator sebagai ulangan. Varietas Unggul Baru VUB yang ditanam adalah : Inpari 19, Inpari 24, Inpari 28 dan Ciherang sebagai pembanding. Penanaman dilakukan dengan inovasi teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu PTT padi sawah seperti : tanam bibit muda umur 13-15 hss, tanam 1-3 bibitlubang, pemupukan dengan urea dan ponska masing – masing 200 kgha, pengairan berselang dan pengelolaan hama penyakit secara terpadu. Pupuk yang digunakan adalah 200 kgha urea, dan 200 kgha phonska diberikan 3 kali yaitu 13 pada umur 7 – 10 HST, 13 pada umur 20 – 25 HST, dan 13 pada umur 35 – 40 HST. Parameter yang diamati: tinggi tanaman maksimum cm, jumlah anakan produktif per rumpun batang, panjang malai cm, jumlah gabah isi dan gabah hampa per malai butir, bobot 1000 butir gabah g, dan berat gabah kering panen GKP tha.Analisis data dilakukan dengan Analisis sidik ragam analisis varian, sedangkan untuk melihat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji BNT 5. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa, hasil gabah kering panen Inpari 28 8.30 tha lebih tinggi 20.99 dan Inpari 24 7.75 tha lebih tinggi 16.03 akan tetapi hasil GKP Inpari 19 5.94 tha lebih rendah 15.48 dibandingkan dengan hasil GKP Varietas Ciherang 6.8 tha.Jadi Varietas Inpari 24 dan Inpari 28 yang ditanam di Subak Tembuku, Banglimenunjukkan pertumbuhan dan hasil yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding dengan varietas Ciherang,. Kata kunci: produksi, varietas unggul baru, padi sawah, pengelolaan tanaman terpadu ABSTRACT New varieties are one reliable innovative technology to increase rice productivity, either through increased potency or power plant yield and resistance to biotic and abiotic stresses. An assessment conducted on irrigated land in Subak Tembuku, Bangli Bali in 2014. Assessment using randomized block design RAK with 6 farmer cooperators as replication. New high yielding Varieties VUB planted are: Inpari 19 Inpari 24 Inpari 28 and Ciherang as a control. Planting is done with the technological innovation of Integrated Crop Management ICM of paddy such as: planting young seedlings age 13-15, planting 1-3 seeds hole, fertilizing with urea and phonska each 200 kg ha, intermittent irrigation and an integrated pest management. Fertilizer used is 200 kg ha urea and 200 kg ha Phonska given 3 times: 13 at the age of 7-10 DAP, 13 at the age of 20-25 DAP, and 13 at the age of 35-40 DAP. The observed parameters: plant height cm, number of productive tillers, panicle length cm, number of filled grain and empty grain per panicle the grain, weight of 1000 grains g, and the weight of harvest dry grain tha. Analysis data using analysis of variances, and continued by LSD 5 to see the different between treatment. The result showed that the harvest of dry grain yield of Inpari 28 8,30 t ha was higher 20.99 and Inpari 24 7,75 t ha was higher 16.03, but Inpari 19 5.94 tha was lower 15.48 compared with Ciherang 6.86 t ha. So the growth and yield of Inpari 24 and Inpari 28 wich planted at Subak Tembuku, Bangli, higher and significantly different compared with Ciherang. Keywords: production, high yielding variety, paddy rice, integrated crop management 106 PENDAHULUAN Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia sekitar 1,27-1,29 pertahun, dengan laju pertumbuhan tersebut pada tahun 2025 jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan mencapai 296 juta jiwa dengan kebutuhan beras sekitar 41,5 juta ton atau setara dengan 78,3 juta ton gabah kering Las et al., 2008. Penyediaan beras dalam jumlah yang cukup besar dan harga terjangkau merupakan prioritas utama pembangunan nasional. Selain merupakan makanan pokok untuk lebih 95 rakyat Indonesia, padi juga menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 20 juta rumah tangga petani di pedesaan Makarim dan Ikhwani, 2014. Sehingga dari sisi ketahanan pangan nasional fungsinya menjadi sangat vital dan strategis karena mempengaruhi tatanan politik dan stabilitas nasional Deptan, 2008. Kementerian Pertanian pada tahun 2016 mentargetkan produksi padi nasional sebesar 76,226 juta ton dengan strategi peningkatan ditempuh melalui peningkatan produktivitas intensifikasi dan perluasan areal tanam baik melalui peningkatan indek pertanaman IP maupun perluasan bahan baku sawah Syakir, 2016. Pendekatan system budidaya untuk meningkatan produktivitas padi saat ini menggunakan pendekatan system pengelolaan tanaman terpadu PTTpadi. Dengan pendekatan PTT yaitu penerapan teknologi spesifik lokasi ternyata mampu mrningkatkan produktivitas padi, mempersempit senjang hasil antar lokasi, menaikkan efisiensi system produksi, dan pendapatan petani Makarim et al., 2009. Pengelolaan tanaman terpadu ditujukan untuk memperbaiki system budidaya konvensional yang sebagian besar masih dilakukan oleh petani seperti tanam bibit 3-4 minggu, tanam bibit 4-7 bibit perlubang, system tanam tegel, penggenangan sampai 5-10 cm Sumarno, 2007. Adapun di dalam komponen teknologi pilihan PTT padi terdapat penggunaan bibit muda 3 minggu, tanam bibit hanya 1-3 bibit per lubang, system tanam jajar legowo, pengairan intermitten pengairan berselang, Sedangkan komponen teknologi dasar PTT padi salah satunya adalah penggunaan varietas unggul baru kementerian Pertanian, 2010. Dalam upaya mendukung Program Peningkatan Produksi Beras Nasional P2BN, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Balai Besar Penelitian Tanaman Padi sejak tahu 2007 sampai tahun 2013 telah melepas berbagai varietas unggul baru VUB padi spesifik lokasi untuk semua agroekosistem budidaya padi Mejaya et al., 2014. Varietas unggul baru merupakan salah satu teknologi inovatif yang handal untuk meningkatkan produktivitas padi, baik melalui peningkatan potensi atau daya hasil tanaman maupun toleran atau tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik Suprihatno et al., 2011. Varietas unggul yang ditanam terus menerus kemungkinan akan mengalami perubahan antara lain kemurnian varietas dan ketahanannya terhadap hama dan penyakit tertentu semakin menurun. Varietas unggul mempunyai gen ketahanan yang terbatas, bila terjadi perubahan strain di lapangan ketahanan akan patah dan varietas yang tadinya tahanmemberikan respon peka terhadap wabah dari strain yang muncul. Oleh karena itu diperlukan varietas unggul baru untuk menggantikan varietas unggul tersebut. Pembentukan Varietas Unggul Baru VUB terus berlangsung untuk menghasilkan varietas dengan keunggulan yang makin beragam atau makin spesifik lokasi sesuai dengan potensi agroekosistem, kendala, dan preferensi konsumen atau pengguna Kustianto, 2004.Di Bali khususnya di Kabupaten Bangli Varietas Ciherang merupakan varietas unggul yang saat ini paling disenangi petani dan penyebarannya paling luas. Untuk mengantisipasi penurunan produktivitas dan daya tahan terhadap hama penyakit, serta untuk pergiliran tanaman maka selain varietas Ciherang perlu di perkenalkan varietas –varietas unggul baru. Ciherang merupakan varietas unggul yang sudah dilepas sejak tahun 2000, sedangkan Inpari 19, Inpari 24 dan Inpari 28 dilepas tahun 2011 dan 2012 Mejaya, et al ., 2014. Pengkajian dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi dari empat varietas unggul baru yang ditanam pada lahan sawah irigasi di Subak Tembuku, Bangli. METODOLOGI Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah irigasi di Subak Tembuku, Desa Tembuku, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli Provinsi Bali pada tahun 2014. Pengkajian menggunakan Rancangan Acak Kelompok RAK dengan 6 petani kooperator sebagai ulangan. Varietas Unggul Baru VUB yang ditanam adalah : Inpari 19, Inpari 24, Inpari 28 dan Ciherang sebagai pembanding. Abdulrachman et al. 2011 mmengatakan bahwa salah satu hal penting dalam upaya mendukung pencapaian target produksi padi nasional adalah melalui penerapan pendekatan Pengelolaan Tanaman terpadu PTT padi sawah. Inovasi teknologi PTT yang diterapkan di dalam pengkajian ini adalah : tanam bibit muda umur 13-15 hss, tanam 1-3 bibitlubang, pemupukan dengan urea dan ponska 107 masing – masing 200 kgha, pengairan berselang dan pengelolaan hama penyakit secara terpadu.Luas petak per varietas disesuaikan dengan luas alami petakan petani. Pupuk yang digunakan adalah 200 kgha urea, dan 200 kgha phonska diberikan 3 kali yaitu 13 pada umur 7 – 10 HST, 13 pada umur 20 – 25 HST, dan 13 pada umur 35 – 40 HST hari setelah tanam. Parameter yang diamati meliputi: tinggi tanaman maksimum cm, jumlah anakan produktif per rumpun batang, panjang malai cm, jumlah gabah isi per malai butir, jumlah gabah hampa per malai butir, bobot 1000 butir biji g, dan berat gabah kering panen GKP tha.Analisis data dilakukan dengan analisis sidik rgam analisis varian, sedangkan untuk melihat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji BNT 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari karakteristik atau deskripsi varietas Inpari 19, Inpari 24, Inpari 28 dan Ciherang Tabel 1 menunjukkan bahwa Inpari 19 dan Inpari 24 cocok ditanam pada ketinggian 0-600 m dpl, Ciherang 0- 500 m dpl sedangkan Inpari 28 sampai ketinggian 1100 m dpl. Varietas Ciherang sudah dilepas tahun 2000, jadi sudah dilepas 16 tahun yang lalu dan varietas ini adalah varietas yang paling disenangi dan penyebarannya paling luas untuk Kabupaten Bangli. Tabel 1. Deskripsi varietas Inpari 19, Inpari 24, Inpari 28 dan Ciherang Inpari 19 Inpari 24 Inpari 28 Ciherang Nomor seleksi B11283-6C-PN-5 MR-2-3-SI-1-2-1-1 B11844-MR-7-17-3 RUTTST85B-5-2-2- 2-0-J S3383-1d-Pn-41-3-1 Asal seleksi BP342B-MR-1- 3BP226E-MR-76 Bio 12-MR-1-4-PN- 6BERAS MERAH IR63872-14-2-2- 1CEA-1 IR18349-53-1-3-1- 33IR19661-131-3- 1-34IR64 Umur tanaman Hari 104 + 111 HARI + 120 hari setelah sebar 116-125 hari Bentuk tan aman Tegak Tegak Tegak Tegak Tinggi tanaman cm 102 106 cm + 97 cm 107-115 cm Daun bendera Tegak Tegak Tegak Tegak Bentuk gabah Panjangramping Ramping Ramping Panjang ramping Warna gabah Kuning Kuning Kuning bersih Kuning bersih Kerontokan Sedang Sedang Sedang Sedang Kerebahan Tahan Tahan Tahan Sedang Tekstur nasi Pulemn Pulen Pulen Pulen Kadar amilosa 18.0 + 18 + 23,7 23 Berat 1000 butir 25 g 26 gr 27,4 g 27-28 gram Rata-rata hasil 6,7 tha GKG 6,7 tha GKG 6,6 tha GKG 5-7 tha Potensi hasil 9,5 t GKG 7,7 tha GKG 9,5 tha GKG Ketahanan terhadap Hama Tahan thdp WBC biotipe1 dan 2, agak tahan thdp biotipe3 Agak rentan thdp wereng batang coklat biotipe 1,2 dan3 Agak rentan thdp WBC biotipe 1,2 dan 3 Tahan thdp WBC biotipe 2, agak tahan thdp WBC biotipe 3 penyakit Tahan thdp hawar daun bakteri patotipe III, agak tahan thdp patotipe IV, rentan thdp patotipe VIII Tahan thdp hawar daun bakteri patotipe III, agak tahan thdp patotipe IV Agak rentan thdp patotipe VIII Tahan thdp hawar daun bakteri patotipe III, agak rentan thdp patotipe IV dan VIII, agak tahan thdp blas ras 033 dan 073, rentan thdp ras 133 dan 173, rentan thdp tungro Tahan thdp hawar daun bakteri patotipe III, rentan thdp patotipe IV dan VIII Anjuran tanam Cocok utk ditanam dilahan irigasi dan tadah hujan dengan ketinggian 0-600 m dpl Cocok utk ditanam disawah dataran rendah-sedang 0- 600 m dpl Cocok utk ditanam di ekosistem sawah sampai ketinggian 1100 m dpl Baik ditanam disawah irigasi dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl Tahun dilepas 2011 2012 2012 2000 Sumber : Mejaya2014 Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa varietas unggul baru yaitu inpari 19, Inpari 24 Gabusan dan Inpari 28 Kerinci menunjukkan daya adaptasi yang cukup baik dilihat dari pertumbuhan dan produksi tanaman. Pertumbuhan tanaman yaitu tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif dari Inpari 24 dan Inpari 28 lebih tinggi dibandingkan dengan Varietas yang sudah beradaptasi dengan baik Varietas Ciherang. Tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif terlihat berbeda nyata antara Inpari 108 24 dan Inpari 28 dibandingkan dengan Ciherang. Sedangkan tinggi tanaman dan jumlah anakan Inpari 19 tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan Ciherang tabel 1. Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman cm, jumlah anakan produktif batang, panjang malai cm dari 4 VUB yang ditanam di Subak Tembuku, Bangli Varietas Tinggi tanaman Cm Jap batang panjang malaicm Inpari 19 86.2 c 12.6 b 22.15 c Inpari 24 95.0 b 15.8 a 24.12 b Inpari 28 99.0 a 16.6 a 26.12 a Ciherang 85.2 c 12.5 b 22.44 c BNT 5 3.0 1.5 1.5 Sumber : Data primer 2014. Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 Dari tabel 2 juga terlihat panjang malai antar VUB menunjukkan perbedaan yang nyata, dimana panjang malai yang lebih panjang ditunjukkan oleh Inpari 24 dan Inpari 28 dan berbeda nyata dengan Ciherang. Panjang malai Inpari 19 paling pendek dan tidak berbeda nyata dengan Ciherang. Umumnya terdapat korelasi positif antara jumah malai yang terbentuk dengan jumlah anakan, dimana semakin banyak jumlah anakan semakin banyak malai yang dihasilkan dan diharapkan semakin tinggi produktivitas padi. Jumlah anakan padi pada fase vegetatif lebih dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman dan tergantung pada sensitifitas dari varietas galur harapan yang dibudidayakan terhadap lingkungan Guswara dan Samaullah, 2009. Jumlah gabah isi yang paling banyak ditunjukkan oleh Inpari 28, kemudian diikuiti oleh Inpari 24 dan kedua varietas ini menunjukkan perbedaan yang nyata dengan varietas Inpari 19 dan Ciherang. Sedangkan antara Inpari 19 dengan Ciherang menunjukkan perbedaan yang tidak nyata tabel 3. Jumlah gabah isi Inpari 28 lebih tinggi 40.11 dan Inpari 24 lebih tinggi 24.10 dibandingkan dengan Ciherang. Jumlah gabah hampa pada Inpari 19 paling tinggi dibandingkan dengan varietas yang lain, sedangkan jumlah gabah hampa yang paling sedikit ditunjukkan oleh Inpari 28, kemudian diikuti oleh Inpari 24 dan berbeda nyata dengan Inpari 19 dan Ciherang. Pada tabel 3 juga terlihat bahwa berat 1000 butir gabah dari Inpari 28 paling tinggi dibandingkan dengan varietas lain, dimana berat 1000 butir gabah Inpari 28 lebih tinggi 7.84 dibandingkan dengan Ciherang, sedangkan berat 1000 butir gabah Inpari 24 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Berat 1000 butir gabah Inpari 19 lebih rendah dan berbeda nyata dengan Ciherang. Tabel 3. Rata-rata jumlah gabah isi butirmalai, jumlah gabah hampa butirmalai, berat 1000 butir gabah g dan berat gabah kering panen tha dari 4VUB yang ditanam di Subak Tembuku, Bangli Varietas Jl gabah isi butirmalai Jumlah gabah hampa Berat 1000 g Berat gabah kering panen tha Inpari 19 112.5 c 35.8 a 24.2 c 5.94 d Inpari 24 138.0 b 18.0 c 26.0 b 7.75 b Inpari 28 155.8 a 13.8 c 27.5 a 8.30 a Ciherang 111.2 c 26.8 b 25.5 b 6.86 c BNT 5 10.0 5.0 1.0 0.5 Sumber : data primer 2014 Keterangan : angka-angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 Panjang malai yang dihasilkan tanaman padi umumnya berkorelasi positif dengan jumlah gabah isi dan jumlah gabah hampa per malai, sedangkan jumlah gabah isi per malai merupakan salah satu komponen hasil yang menentukan tingkat produktifitas suatu vaeietas. Menurut Kamandalu dan Suastika 2007 dari hasil analisis korelasi didapatkan bahwa adanya korelasi positif antara jumlah gabah isi per malai dengan tingkat hasil gabah kering yang diperoleh. Pada tabel 3 terlihat berat gabah kering panenGKPyang dihasilkan varietas Inpari 28 lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding dengan Ciherang. Hasil Gabah kering panen Inpari 28 8.30 tha lebih tinggi 20.99 dan hasil GKP varietas Inpari 24 Gabusan 7.75 tha atau lebih tinggi 16.03 109 dibandingkan dengan Ciherang6.86 tha. Hasil GKP varietas Inpari 195.94 tha lebih rendah 15.48 dibandingkan dengan Ciherang. Perbedaan hasil atau produksi suatu varietas terutama disebabkan oleh perbedaan sifat genetis dari varietas tersebut serta keadaan lingkungan tempat tumbuhnya. Perbedaan hasil suatu varietas disebabkan adanya perbedaan dari 4 komponen hasil yaitu jumlah anakan produktif, jumlah gabahmalai, persentase gabah hampa, bobot 1000 butir Berat gabah kering panen dari Inpari 28 dan Inpari 24 lebih tinggi dibandingkan dengan Ciherang, kemungkinan disebabkan oleh karena jumlah anakan produktif dan panjang malai lebih tinggi tabel 2, dengan jumlah gabah isi yang lebih banyak dan jumlah gabah hampa yang lebih sedikit tabel 3. Berat kering panen Inpari 28 lebih tinggi 20.99 dan Inpari 24 lebih tinggi 16.03 dibandingkan dengan Ciherang. Sedangkan berat gabah kering panen dari Inpari 19 lebih rendah 15.48 dibandingkan dengan Ciherang, hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena jumlah gabah hampa yang lebih tinggi dan berat 1000 butir gabah yang lebih rendah tabel 3. Gabah hampa berpengaruh terhadap hasil, semakin tinnggi persentase gabah hampa maka pengaruhnya terhadap hasil padi semakin besar, dimana semakin tinggi butir hampa, hasil padi semakin rendah Sution dan Umar, 2014. Bobot 1000 butir gabah isi mengindikasikan bahwa varietas tersebut memberikan sumbangan dalam peningkatan produksi padi dan merupakan salah satu faktor yang menentukan hasil gabah Guswara, 2010. Menurut Arifin et al. 1999, jumlah butir isi per malai berkorelasi positif dengan hasil tanaman begitu juga dengan jumlah butir hampa dan bobot butir gabah isi merupakan salah satu penentu terhadap hasil. Penampilan pertumbuhan dan hasil suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor genotipe, faktor lingkungan, dan interaksi genotipe x lingkungan. Beberapa genotipe menunjukkan reaksi spesifik terhadap lingkungan tertentu dan beberapa varietas yang diuji di berbagai lokasi menunjukkan daya produksi yang berbeda pada setiap lokasi Harsanti et al., 2003. Hasil penelitian Marzuki et al. 1997 mendapatkan bahwa faktor lokasi, musim, varietas berpengaruh nyata terhadap hasil gabah, berat 1000 butir, banyaknya malairumpun, jumlah gabah isi dan jumlah gabah hampamalai. KESIMPULAN 1. Varietas Inpari 24 Gabusan dan Inpari 28 Kerinci yang ditanam di Subak Tembuku, Bangli menunjukkan pertumbuhan dan hasil yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding dengan varietas Ciherang. 2. Berat kering panen Inpari 28 lebih tinggi 20.99 dan Inpari 24 lebih tinggi 16.03 dibandingkan dengan Ciherang. Sedangkan berat gabah kering panen Inpari 19 lebih rendah 15.48 dibandingkan dengan Ciherang, DAFTAR PUSTAKA Abdulrachman, S., M.J.Mejaya, P.Sasmita dan A.Guswara. 2011. Pengelolaan tanaman terpadu PTT Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. 46 hal. Arifin, Z., Suwono, S. Roesmarkam, Suliyanto dan Satino. 1999. Uji adaptasi galur harapan padi sawah berumur genjah dan berumur sedang. Prosiding Seminar Hasil PenelitianPengkajian BPTP Karang Ploso. Malang. Badan Litbang Pertanian hal. 8-13. Departeman Pertanian. 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu PTT padi sawah irigasi. Departemen Pertanian Jakarta. Guswara, A. 2010. Penampilan pertumbuhan dan hasil genotype padi tipe baru pada dua system tanam di lahan sawah irigasi. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi 2012: Inovasi Teknologi Padi Mengatisipasi Cekaman Lingkungan Biotik dan abiotik. BB Tanaman Padi Balitbangta, Kementrian Pertanian. Dalam Faddjri Djufry Eds. Buku 3. Hal. 905-913. Guswara, A. Dan M.Y. Samaullah. 2009. Penampilan beberapa varietas unggul baru pada sistem pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu di lahan sawah irigasi. Prosiding Seminar Nasional Padi 2008: Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan. Balai Besar PenelitianTanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Hal. 629 – 637 Harsanti, L., Hanibal dan Mugiono. 2003. Analisis daya adaptasi 10 galur mutan padi sawah di 20 lokasi uji daya hasil pada dua musim. Zuriat 141:1-7 Kamandalu, A.A.N.B. dan I.B.K. Suastika. 2007. Uji daya hasil beberapa galur harapan GH padi sawah. Prosiding Seminar Nasional Percepatan Alih Teknologi Pertanian Mendukung 110 Ketahanan Pangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Hal.60-63. Kustianto, B. 2004. Kriteria seleksi untuk sifat toleransi cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Makalah pelatihan dan koordinasi program pemuliaan partsipatif shuttle breeding dan ujimultilokasi. Sukamandi 9-14 April 2004. 19 hal. Las,I.H.Syahbuddin,E.Surmaini,danAchmadM.Fagi.2008.Iklim danTanamanPadi: TantangandanPeluang.Dalam:SuyamtoetalEds BukuPadi,InovasiTeknologidan KetahananPangan,BalaiBesarPenelitianTanamanPadi,BadanLitbangPertanian. Ha l . 151- 189. Makarim, A.K. dan Ikhwani. 2014. Perakitan dan penyesuaian teknologi budidaya untuk varietas baru padi sawah di kabupaten Subang. Prosiding Seminar Nasional 2013. Inovasi Teknologi Padi Adaptif Perubahan Iklim Global Mendukung Surplus 10 juta ton beras tahun 2014. Buku 2.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Hal. 599-610. Marzuki, A.R.,A. Kartohardjono dan H. Siregar. 1997. Potensi hasil beberapa galur padi resisten wereng coklat. Prosiding Symposium Nasional dan Konres III Perifi. Bandung. Hal. 118-124. Mejaya, M.J., Satoto, P.Sasmita, Y.Baliadi, A.Guswara dan Suharna. 2014. Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian pertanian. 73 hal. Syakir, M. 2016. Kata Pengantar Petunjuk teknis budidaya padi jajar legowo super. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.25 hal. Sumarno. 2007. Teknologi revolusi hijau lestari untuk ketahanan pangan nasional di masa depan. J.Iptek Tanaman Pangan 2-2:131-153 Suprihatno, B., A.A. Daradjat, Satoto, Suwarno, E.Lubis, Baehaki, Sudir, S.D.Indrasari, I P.Wardana, M.J.Mejaya. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. 118 Hal. Sution dan A. Umar. 2014. Adaptasi Varietas Unggul Baru dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu PTT Padi Sawah Tadah Hujan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan barat. Prosiding Seminar nasional 2013. Inovasi Teknologi Adaptif Perubahan Iklim Global mendukung Surplus 10 Juta Ton Beras tahun 2014. Badan penelitian dan Pengembangan pertanian, Kementerian Pertanian. Hal.873-881. 111 PERFORMANS BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU TANAMAN PADI SAWAH BERDASARKAN KELAYAKAN AGRONOMI DAN EKONOMI DI KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU NEW SUPERIOR VARIETY RICE FIELD PERFORMANCE BASED ONECONOMIC ANDAGRONOMY FEASIBILITY AT NATUNA REGENCY RIAU ISLAND PROVINCE Dahono dan Yayu Zurriyati Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Kepulauan Riau Jl. Pelabuhan Sungaijang No. 38. Tanjung Pinang. e_mail : ddahonoyahoo.co.id ABSTRAK Kebutuhan beras di Kabupaten Natuna sebagian besar didatangkan dari luar daerah hingga negara tetangga. Jika hal ini dibiarkan tanpa adanya usaha untuk antisipasi, berpotensi terjadi kerawanan pangan. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan data varietas unggul baru VUB padi sawah yang layak dikembangkan secara agronomi dan ekonomi di Kabupaten Natuna. Penelitian dilaksanakan di lahan seluas 2 ha milik petani kooperator di Desa Batubi Jaya, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna pada bulan Februari – Desember 2015. Varietas VUB yang diuji adalah Inpago 8, inpari 13, inpari 32, inpari 31 dan inpago 5. Data yang dikumpulkan berupa tinggi tanaman, jumlah anakan, produksi gabah kering panenha, analisis ekonomi, titik impas harga TIH dan titik impas produksi TIP. Untuk membandingkan antar VUB dianalisis dengan T-test. Hasil Pengkajian menunjukkan bahwa tinggi tanaman dan jumlah anakan saat generatif memperlihatkan perbedaan yang nyata. Tanaman tertinggi pada VUB Inpago 8 dan anakan poduktif tertinggi pada inpari 32. Produksi gabah kering panen tertinggi pada Inpago 8 dengan total produksi 4,4 tha. Secara ekonomi, ke 5 VUB yang diuji belum layak dikembangkan, karena hanya memiliki BC ratio 0,19. TIH harga di daerah kajian adalah Rp.4.590,-kg varietas inpago 8; Rp. 8.312,-varietas Inpari 13 ; RP.10.500,-kg inpari 32 dan 19.950,-kg Inpari 31. Jumlah volume produksi yang harus dihasilkan agar tercapai BEP untuk tanaman padi sawah di wilayah kajian adalah 3,37 tha varietas inpago, 3,325 tha inpari 13, inpari 32 dan inpari 31. Kata Kunci : Padi sawah, Varietas Unggul Baru, Agronomi, Ekonomi ABSTRACT Demand for rice in Natuna regency mostly imported from outside the region to neighboring countries. If this is left without any attempt to anticipate, potentially food insecurity. The research aims to obtain new varieties of data VUB of paddy viable agronomic and economic developed in Natuna. The experiment was conducted in an area of 2 ha property of farmer cooperators in the village Batubi Jaya, District Bunguran West Natuna in February to December 2015. VUB varieties tested were Inpago 8, Inpari 13 Inpari 32, Inpari 31 and Inpago 5. Data collected in the form of plant height, number of tillers, dry grain crop production ha, economic analysis, breakeven prices TIH and the break-even point of production TIP. To compare between VUB analyzed by T-test. Assessment results showed that plant height and number of tillers when generative a clear difference. The highest crop on VUB Inpago 8 and puppies highest production on Inpari 32. Production of dry grain harvest Inpago highest at 8 with a total production of 4.4 t ha. Economically, to 5 VUB tested yet feasible to be developed, because it has a B C ratio of 0.19. TIH prices in the study area is Rp.4.590, - kg varieties Inpago 8; Rp. 8312, - Inpari 13; Rp.10.500, - kg Inpari 32 and 19,950, - kg Inpari 31.The total volume of production that must be produced in order to achieve BEP for rice crops in the study area is 3,37 t ha Inpago varieties, 3.325 t ha Inpari 13 Inpari 32 and 31. Keywords : Paddy, New Varieties, Agronomy, Economy 112 PENDAHULUAN Sebagian besar kebutuhan pangan di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau didatangkan dari luar provinsi seperti Riau, Jambi, Sumatera Barat dan Negara tetangga seperti Vietnam , Malaysia dan Thailand BPS Natuna, 2014. Sementara dengan potensi lahan dan sumberdaya yang ada serta letaknya yang strategis, Kabupaten Natuna mempunyai peluang untuk mengembangkan jenis-jenis komoditas strategis baik untuk konsumsi lokal maupun tujuan eksport. Untuk itu perlu dilakukan suatu kajian yang menyeluruh terutama dalam mengintroduksikan beberapa varietas komoditas strategis yang adaptif terhadap lingkungan yang dikombinasikan dengan pengujian pupuk yang sesuai di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau. Sumber daya alam di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau cukup luas untuk pengembangan komoditas startegsi, berdasarkan agroekological zone AEZ lahan Kabupaten Natuna lahan berpotensi pengembangan tanaman pangan seluas 125.786 dengan faktor pembatas cukup seusai dengan retensi hara, tingkat ketersediaan air S2rc.nr ; S2wa.rc.nr dan sesuai marginal faktor pembatas retensi hara dan adanya bahaya erosi; dan ketersediaan air S3eh.rc.nr, S3.wa.rc.nr Nasution et al, 2015. Beberapa inovasi teknologi yang telah dikaji di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau juga berpoptensi dalam peningkatan produksi dan nilai tambah bagi petani. Tujuan dari kegiatan adalah untuk menginformasikan beberapa varietas unggul baru yang berpotensi dan layak secara agronomis dan ekonomi untuk dikembangkan di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau METODOLOGI Lokasi dan Waktu Pengkajian Kegiatan pendampingan tanaman padidilaksanakan di sentra tanaman padi di Desa Batubi Jaya, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau. mulai dari bulan Februari sampai dengan Desember 2015. Pelaksanaan Benih untuk kegiatan ini adalah benih bermutu dan berlabel dengan daya kecambah minimal 80 . Varietas unggul baru VUB yang diuji adalah Inpago 8, inpari 13, inpari 32, inpari 31 dan inpago 5. Pengolahan tanah dilakukan sesuai musim dan pola tanam dengan cara membenamkan tunggul jerami, gulma, dan bahan organik yang telah dikomposkan ke dalam tanah, bersamaan dengan pengolahan tanah pertama, tanah dipertahankan pada kondisi jenuh air untuk mempercepat proses pelapukan, memperbaiki dan memelihara galengan pematang sawah, meratakan permukaan lahan, dengan cara melihat dari ada tidaknya genangan air atau bagian yang kekeringan setelah proses pengolahan tanah. Penanaman dilakukan dengan cara pindah 1-3 batangrumpun, umur bibit kurang dari 21 hari dengan sistim tanam jajar legowo 2 : 1. Pemupukan tanaman berdasarkan kebutuhan tanaman. Pupuk N menggunakan BWD bagan warna daun, P dan K menggunakan PUTS perangkat uji tanah sawah. Pengendalian hama dan penyakitdengan cara Pengendalian hama terpadu PHT. Pengairan dengan cara mengatur air di areal pertanaman pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian dalam periode tertentu. Penyiangan dilakukan menjelang 21 hari setelah tanam, dan penyiangan berikutnya tergantung kepadatan gulma. Panen tanaman padi dilaksanakan tepat waktu 90-95 gabah telah bernas dan berwarna kuning, gabah segera dirontok. Analisis data Data yang dikumpulkan berupa tinggi tanaman, jumlah anakan, produksi gabah kering panenha, analisis ekonomi, titik impas harga TIH dan titik impas produksi TIP. Untuk membandingkan data keragaan agronomis antar VUB digunakan analisis uji T T-test. 113 HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Natuna, adalah salah satu kabupaten di ProvinsiKepulauan Riau, yang terletak paling utara di selat Karimata. Di sebelah utara, Natuna berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja, di selatan berbatasan dengan Sumatera Selatan dan Jambi, di bagian barat dengan Singapura, Malaysia, Riau dan di bagian timur dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat. Natuna berada pada jalur pelayaran internasional Hongkong, Jepang, Korea dan Taiwan. Kabupaten ini terkenal dengan penghasil minyak dan gas. Cadangan minyak bumi Natuna diperkirakan mencapai 1. 400.386.470 barel, sedangkan gas bumi 112.356.680.000. barel, Kabupaten Natuna terletak pada posisi: 1°16’Lintang Utara sampai dengan 7°19’ Lintang Utaradan 105°00’ Bujur Timur sampai dengan 110°00’ Bujur Timur.Luas Wilayah Kabupaten Natuna adalah 14.190.120 Hektar atau 141.901,2 Km², terdiri dari daratan seluas 323.520 Ha 3.235,2 Km² dan perairan seluas 13.866.600 Ha 138.666 Km². Kabupaten ini terdiri dari 12 Kecamatan yaitu Kecamatan Midai, Bunguran Barat,Bunguran Utara, Pulau Laut, Pulau Tiga, BunguranTimur, Bunguran Timur Laut, Bunguran Tengah,Bunguran Selatan, Serasan, Subi dan SerasanTimur BPS Kabupaten Natuna, 2014. Sumberdaya lahan berdasarkan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 2000, landform di Pulau Natuna dan sekitarnya terdiri dari: Dataran Fluvio Marin, Dataran Tektonik, Perbukitan Tektonik, Pegununganan Volkan. Sedangkan bentuk wilayahnya bervariasi dari datar sampai bergunung dengan variasi lereng antara 1 – 60 . Di Pulau Natuna terdapat satu Gunung Utama yaitu Gunung Ranai yang mempunyai ketinggian 1.900 meter dari permukaan laut. Di Pulau Natuna tanah-tanah utama berdasarkan sistem klasifikasi Taksonomi Tanah Soil Survey Staff, 2010 terdiri dari Ordo Entisols, Inceptisols, Histosols dan Ultisols Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, 2011. Sedangkan berdasarkan hasil kunjungan ke lapangan mendapatkan bahwa tanah yang dijumpai berdasarkan sistem klasifikasi Tanah Nasional 2014 terdiri dari Aluvial, Podsolik, Organosol atau Gambut dan Podzol. Pengembangan Varietas Unggul Baru Tanaman Padi Sawah. Salah satu teknologi yang berperan penting dalam peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian terutama tanaman padi adalah varietas unggul baru VUB yang dirakit sesuai untuk tujuan tersebut. Kontribusi varietas unggul terhadap peningkatan produksi terbukti nyata melalui keberhasilan pencapaian swasembada beras pada tahun 1984. Potensi varietas unggul dalam meningkatkan produksi dan mutu dapat dilihat dari karakter varietas unggul seperti daya hasil tinggi, ketahanan terhadap hama dan penyakit utama, umur genjah, kandungan khusus tertentu pulen, pera, kadar protein tinggi, dan lain-lain disamping VUB benih juga sangat berperan benih menentukan pertumbuhan dan tingkat mutu dan produksi suatu tanaman. Benih bermutu adalah salah satu input dalam teknologi budidaya tanaman dan sarana penting dalam Produksi tanaman Yusuf et al, 2011, merupakan faktor penting dan sangat berpengaruh terhadap produktivitas, mutu hasil dan nila ekonomi Pinem 2008, konstribusi melalui penggunaan benih, varetas unggul, pengairan dan perbaikan teknik budidaya sekitar 75 Fagi et al, 1996 dalam Yusuf et all, 2011. Pertumbuhan VUB Tanaman padi sawah Pertumbuhan tanaman yang terdiri dari tinggi tanaman dan jumlah anakan VUB padi lahan bukaan baru di desa Batubi Jaya, Kecamatan Bunguran Barat pada saat generative memperlihatkan perbedaan yang nyata 0.05, bahwa varietas inpago 8 menghasilkan tinggi tanaman tertinggi, namun masih lebih rendah disbanding dengan deskripsi varietas Balitpa, 2015, jumlah anakan terbanyak terdapat pada VUB padi varietas inpari 32 dan 31. Tinggi rendahnya tanaman dan banyaknya jumlah anakan yang di tanam dibanding deskripsi varietas, diduga disebabkan oleh kondisi agroekositstem yang berbeda. Enrizal dan Jumakir 2015 menyatakan bahwa keragaman sifat tanaman padi ditentukan oleh lingkungan dan keragaman genotype. Tanaman tersebut dicirikan pertumbuhan normal daun berwarna hijau dan vigor. 114 Tabel 1. Tinggi tanaman saat Generatif beberapa varietas unggul baru VUB padisawah bukaan baru No Varietas Unggul Baru VUB Inpari 32 Inpari 31 Inpari 13 Inpago 8 Inpago 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 71,00 70,00 68,00 70,00 68,50 68,00 67,00 67,50 63,50 65,50 63,50 64,00 67,00 67,00 67,50 66,50 67,50 67,50 69,00 68,00 70,00 72,00 73,00 73,00 71,00 72,00 73,00 68,00 75,00 67,50 74,50 74,00 74,00 75,50 76,00 77,50 70,50 71,00 74,00 73,50 93,00 87,00 71,00 72,00 68,00 54,00 70,00 72,00 71,00 71,00 77,00 73,00 74,00 76,00 69,00 69,00 66,00 70,00 72,00 70,00 45,00 47,00 48,00 47,00 47,00 45,00 46,00 44,00 46,00 45,00 49,00 48,50 68,00 67,00 64,50 65,00 59,00 54,50 58,50 58,00 82,00 84,00 82,00 83,00 83,00 87,00 84,00 86,00 86,00 87,00 80,00 82,00 89,00 89,00 86,50 87,00 81,50 84,50 74,00 75,00 Rata-rata 67,33 c ±2,03 72,75 b ±2,56 72,25 b ±7,68 83,63 a ±4,01 52,60 d ±8,36 Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 P0,05 T-test Tabel 2. Jumlah anakan saat generatif beberapa varietas unggul baru VUB padi Sawah bukaan baru No Varietas Unggul Baru VUB Inpari 32 Inpari 31 Inpari 13 Inpago 8 Inpago 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 20,00 22,00 22,00 23,00 25,00 13,00 21,00 21,00 25,00 27,00 21,00 20,00 19,00 20,00 27,00 26,00 19,00 21,00 18,00 16,00 23,00 16,00 20,00 19,00 26,00 23,00 14,00 8,00 27,00 11,00 8,00 17,00 22,00 25,00 26,00 15,00 12,00 18,00 24,00 20,00 9,00 11,00 20,00 12,00 8,00 18,00 11,00 9,00 16,00 18,00 21,00 10,00 11,00 16,00 16,00 19,00 25,00 25,00 16,00 19,00 3,00 4,00 9,00 6,00 3,00 4,00 8,00 4,00 7,00 9,00 13,00 12,00 9,00 9,00 9,00 11,00 6,00 9,00 10,00 4,00 8,00 9,00 14,00 13,00 7,00 12,00 9,00 12,00 12,00 11,00 17,00 16,00 11,00 24,00 8,00 15,00 18,00 19,00 13,00 17,00 Rata-rata 21,30 a ± 3,57 18,70 ab ± 5,96 15,50 b ± 5,20 13,25 b ± 4,33 7,45 d ± 3,05 Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 P0,05. 115 Produksi Gabah Kering Panen. Hasil pengamatan Gabah Kering panen GKP tanaman padi sawah bukaan baru di lahan Petani Desa Batubi Jaya, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna memperlihatkan bahwa dari jenis padi yang berpotensi untuk dikembangkan di wilayah kajian hanya varietas unggul baru VUB inpago 8, hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat produksi VUB tersebut. Kalau dilihat pada Tabel 8 tersebut memang semuaVUB menghasilkan produksi yang masih rendah hanya dibawah 5,0 ton hal ini disebabkan oleh adanya angin utara dimalam hari dan diduga angin utara tersebut membawa butir-butir garam sehingga pada waktu satu hari setelah timbulnya angin utara tanaman tersebut menguning mirip penyakit Blas dengan tanda-tanda warna daun kuning kecoklatan, kering dan mati. Menurut informasi dari petani koperator bahwa satu hari sebelum adanya angin utara semua tanaman terlihat hijau dan subur dengan jumlah anakan 20-30 batangrumpun. Perubahan warna pada daun tanaman padi tersebut menyebabkan produksi sangat rendah kecuali hanya inpago 8 yang memiliki ketahanan terhadap penyakit tersebut Tabel 8. Tabel 8. Hasil Ubinan Demplot Varietas Produksi tha Inpago 8 Inpari 13 Inpari 32 Inpago 5 Inpari 31 4,40 2,40 1,90 0,00 1,00 Analisis Usahatani Padi Sawah Biaya produksi berusaha tani padi di Desa BatubiJaya, Kecamatan bUnguran Barat, Kabupaten Natuna sangat tinggi yaitu mula dari Rp.19.200.000,- sampai dengan Rp. 20.200.000,-. Biaya tenaga kerja mulai dari persiapan lahan sampai panen sebanyak Rp.2.050.000 sampai dengan Rp.3.050.000,-. Biaya tenaga kerja tersebut termasuk rendah karena sebahagian kegiatan usahataninya dapat dilakukan oleh petani dan keluarganya. Sementara pengeluaran untuk pembelian sarana produksi sangat tinggi Rp. 17.150.000,-. Biaya tertinggi adalah pada pembelian pupuk kandang Rp 5.000.000,- dan kapur dolomite Rp 7.000.000,-, sisanya adalah pembelian pupuk anorganik serta pestisida. Seandainya pupuk kandang dapat digantikan dengan bahan organic yang ada disekitar lahan sawah atau setiap petani sawah memiliki ternak yang pupuknya dapat dimanfaatkan untuk usahatani sawah nya sendiri tentunya akan membantu pengurangan biaya produksi dan akan menambah pendapaan petani. Sementara untuk memenuhi kebutuan kapur yang membutuhkan biaya tertinggi diperlukan pengganti kapur dolomite untuk yang ada disekitar usahatani padi di desa Batubi Jaya, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna. Layak atau tidaknya suatu usahatani dapat ditentukan dengan tingkat keuntungan yang dapat dicapai, nilai RC adalah tingkat keuntungan, sementara BC merupakan tambahan penerimaan atau keuntungan akibat penerapan teknologi Swastika, 2004, Hidayah dan Susanto, 2008. Ditinjau dari aspek agribisnis, produktifitas yang dihasilkan harus diukur dari tingkat perolehan pendapatan yang dicapai. Oleh karena itu setiap pengelolaan usaha pertanian harus berorientasi kepada pasar. Hasil analisis finansial untuk menentukan kelayakan varietas padi yang diuji di sajikan pada Tabel 6. Hasil analisis usahatani padi sawah dengan menggunakan varietas Inpago 8, inpari 13, inpari 32, inpago 5 dan inpari 31 belum layak dikembangkan secara agribisnis, hanya varietas inpago yang menguntungkan, namun sebenarnya belum layak dikembangkan di wilayah sentra produksi padi di desa Batubi Jaya, kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna. Analisis Titik Impas . Analisis titik impas adalah suatu titik dimana terjadi keseimbangan antara Dua alternatif yang berbeda sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan, usaha ini tidak memperoleh untung dan tidak menderita kerugian Sigit Prabawa, 2013. Titik impas break even point pada kegiatan usahatani padi sawah bukaan baru di desa Batubi Jaya, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, adalah varietas inpago 8 pada harga jual Rp.4.590,-kg ; varietas inpari 13 adalah Rp. 8.312,-inpari 32 RP.10.500,-kg dan Inpari 31 dengan harga 19.950,-kg, jumlah volume produksi yang harus dihasilkan agar tercapai BEP untuk tanaman 116 padi sawah di Desa Batubi Jaya, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna dengan menggakan varietas inpago adalah 3,37 tha, inpari 13, inpari 32 dan inpari 31 adalah 3,325 tha. Tabel 4. Analisis usahatani kajian uji adaptasi beberapa varietas unggul baru padi sawahbukaan baru di Provinsi Kepulauan Riau Uraian Varietas Inpago 8 Inpari 13 Inpara 32 Inpago 5 Inpari 31 Benih Pupuk - Urea - SP36 - KCl - Pupuk Kandang - Dolomit - Pestisida 250.000 1.200.000 1.050.000 1.050.000 5.000.000 7.000.000 1.600.000 250.000 1.200.000 1.050.000 1.050.000 5.000.000 7.000.000 1.600.000 250.000 1.200.000 1.050.000 1.050.000 5.000.000 7.000.000 1.600.000 250.000 1.200.000 1.050.000 1.050.000 5.000.000 7.000.000 1.600.000 250.000 1.200.000 1.050.000 1.050.000 5.000.000 7.000.000 1.600.000 Jumlah biaya 1 17.150.000 17.150.000 17.150.000 17.150.000 17.150.000 Tenaga Kerja HKP - Penyemprotan - Penyemaian - Penanaman - Penyiangan - Upah panen 400.000 150.000 1.000.000 500.000 1.000.000 400.000 150.000 1.000.000 500.000 750.000 400.000 150.000 1.000.000 500.000 750.000 400.000 150.000 1.000.000 500.000 0,00 400.000 150.000 1.000.000 500.000 750.000 Jumlah biaya 2 3.050.000 2.800.000 2.800.000 2.050.000 2.800.000 Jumlah biaya 1 2 20.200.000 19.950.000 19.950.000 19.200.000 19.950.000 Produksi Kg 4.400,00 2.400,00 1.900,00 0,00 1000,00 Harga Jual 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 Penerimaan 24.000.000 14.400.000 11.400.000 0,00 6.000.000 Keuntunganlaba Rp 3.800.000 -5.550.000 -8.850.000 -19.200.000 13.950.000 RC 1,19 0,72 0,57 0,00 0,300 BC 0,19 0,28 0,57 0,00 0,69 BEP Break Even Point Harga 4.590,00 8.312.5 10.500 0.00 19.950 Keterangan : - Harga benih : 15.000kg - Harga Dithane M 45 Rp.50.000kg - Harga pupuk Urea Rp. 7000k - Harga Decis Rp.130.000liter - Harga pupuk SP36 Rp.8000kg upah tenaga kerja - Pria Rp.50.000HKP - Wanita Rp.40.000HKW - Harga Gabah kering panen Rp.6.000kg KESIMPULAN Hasil Pengkajian dapat disimpulkan bahwa tinggi tanaman dan jumlah anakan saat generative memperlihatkan perbedaan yang nyata. tanaman tertinggi pada VUB Inpago 8 dan anakan poduktif tertinggi pada inpari 32. Produksi gabah kering panen tertinggi pada Inpago 8 dengan total produksi 4,4 tha. Secara ekonomis ke 5 VUB yang diuji belum layak dikembangkan, karena hanya memiliki BC ratio 0,19. Akan tetapi apabila petani di desa Batubi Jaya Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna ingin mengembangkan padi sawah perlu dicari teknologi dengan biaya produksinya rendah. Titik impas harga di daerah kajian adalah Rp.4.590,-kg varietas inpago 8; Rp. 8.312,-varietas Inpari 13 ; RP.10.500,-kg inpari 32 dan 19.950,-kg Inpari 31, titik impas produksi adalah 3,37 tha varietas inpago, 3,325 tha inpari 13, inpari 32 dan inpari 31. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih kepada Badan Litbang Pertanian yang telah mendanai kegiatan ini dan staf LPTP kepulauan Riau yang telah berparstisipasi dalam kegiatan ini 117 DAFTAR PUSTAKA Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2011. Kajian Kelayakan Potensi Sumberdaya Lahan untuk Pengembangan Pertanian di Provinsi Kepuluan Riau. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian-Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. BPS. 2014. Kabupaten Natuna dalam Angka. Bada Pusat Statistik Kabupaten Natuna. Hidayah dan A N. Susanto. 2008. Analisis Kelayakan Finasial Teknologi Usahatani Kacang Hijau Setelah Padi sawah di Desa Waekasar, Kecamatan Mako, Kabupaten Buru, Maluku. Jurnal Budidaya Pertanian vol. 4 1 :54-63 p. Pinem R. 2008. Kebijakan perbenihan padi menunjang P2BN. Prosiding Seminar Aprisiasi Hasil Penelitian Padi Menunjang P2BN. Buku 1. Balai Besar Penelitian Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.2008. p.1-8. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia, Skala 1 : 1.000.000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Sahrul Hadi Nasution, Zulfawilman , dan Dahono. 2015. Zona Agro ekologi Padi sawah dan jagung. Kabupaten Natuna. Laporan LPTP kepulauan Riau.unpublikassi Soil Survey Staff. 2014. Keys to Soil Taxonomy. Twelfth Edition, 2014. Natural Resources Conservation Service-United States Department of Agricultural, Washington DC.362 p. Sigit Prabawas. 2013. Analisis-Titik Impas.http:abe.fp.unila.ac.idwpontentuploads sites10201309P05-Analisis Titik-Impas.pdf. di upload April 2014. Swastika, DKS. 2004. Beberapa Teknik Analisis Dalam Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 7 1 :90-103 P Yusuf A., T. Marbun, A. Jamil, D. Harnowo. 2011. Produksi Benih Bermutu Beberapa Vareiats Unggul Padi Tingkat Kelompok Tani dengan Penerapan PTT di Lokasi Primatani Kabupaten Madina. Dalam Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi. Buku 1. Ed. Kasdi Subagyono et all. Pp 290-296. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian, 2012 118 KERAGAAN EMPAT VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH IRIGASI DALAM KEGIATAN PERBANYAKAN BENIH DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR SUMATERA SELATAN PERFORMANCE OF FOUR NEW SUPERIOR PADDY VARIETY IN THE ACTIVITIES OF SEED PROPAGATION IN EAST OGAN KOMERING ULU DISTRICT SOUTH SUMATERA PROVINCE Waluyo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Sumatera Selatan Jl. Kol.H. Burlian KM 6 Palembang. Tlp : 0711 410155; Fax: 0711411845 e_mail: waluyo240yahoo.com ABSTRAK Kegiatan keragaan empat varietas unggul padi sawah irigasi kegiatan pengkajian varietas unggul baru VUB bertujuan untuk melihat keragaan,hasil dan penyediaan benih padi bermutu dan penyebaran varietas unggul baru di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur OKUT. Kegiatan dilaksanakan di desa Karang Sari, kecamatan Belitang III Kabupaten OKUT MK 2014 dengan memberdayakan Gapoktan Tani Maju dengan melibatkan dua kelompok tani dengan luas tanam 20 ha. Adapun varietas yang diusahakan Inpari 6, Inpari 15, Inpari 20, dan Inpari 22. keragaan dari empat varietas yang ditanam menunjukkan pertumbuhan dan hasil yang sangat baik dengan potensi hasil sampai 5,2- 6,9 tha. Hasil diperoleh varietas Inpari 6 6,9 tha dan diikuti oleh varietas Inpari 22, Inpari 20 dan Inpari 15 masing-masing sebesar 6,4 tha, 5,6 tha dan 5,2 tha. Usaha perbenihan VUB memperoleh keuntungan Rp 21.520.000,- ha, dengan BC ratio 2,32. dan memberikan keuntungan lebih tinggi dari pada usahatani konsumsi dengan selisih keuntungan sebesar Rp 6.055.000,-ha Kata Kunci : Keragaan VUB, perbanyakan benih, sawah irigasi. ABSTRACT Four superior variety of rice propagation irrigation in rice field seed activity in the district Ogan Komering Ulu Timur South Sumatra. Activity performance of some varieties of paddy irrigation assessment activities of new varieties VUB aims to see the performance, yield and quality of rice seed supply and deployment of new varieties in Ogan Komering Ulu Timur OKUT. The activities carried out in the village of Karang Sari, district Belitang OKUT District III MK in 2014 to empower Gapoktan Maju involving two groups of farmers with planting area of 20 ha. The cultivated varieties Inpari 6, Inpari 15, Inpari 20, and 22. Inpari the performance of the four varieties grown show growth and excellent results with a potential yield of up to 5,2- 6,9 t ha. Results obtained Inpari 6 6.9 t ha and was followed by Inpari 22 Inpari Inpari 20 and 15 respectively of 6.4 t ha, 5.6 t ha and 5.2 t ha. VUB seed business profit of Rp 21.520.000, - ha, with B C ratio of 2.32. and provide a higher profit than on-farm consumption by a margin of profit of Rp 6.055.000, - ha. Keywords : new varieties performances, seed multiplication, irrigated paddy field PENDAHULUAN Varietas unggul merupakan salah satu teknologi yang berperan penting dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas produk pertanian. Kontribusi nyata varietas unggul terhadap peningkatan produksi padi nasional antara lain tercermin dari pencapaian swasembada beras pada tahun 1984 Badan Litbang Pertanian, 2011. Disamping itu teknik budidaya yang dikenal dengan model pengelolaan tanaman terpadu dengan komponen utama antara lain penggunaan benih unggul, varietas unggul yang adaptif, tanam bibit muda 15-20 hari, jumlah bibit per lubang 1-3 batang, pemupukan berdasarkan bagan warna daun, dan pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah, dapat meningkatkan produktivitas padi sawah hingga 20 Badan Litbang Pertanian, 2007. Benih sering menjadi masalah dalam usaha tani padi sawah, yang disebabkan antara lain terbatasnya ketersediaan benih sumber, kurangnya produsen atau penangkar benih local, tingginya resiko dan rendahnya keuntungan usaha perbenihan, dan kecendrungan petani menggunakan benih seadanya. Ilyas 2003 menyatakan bahwa permasalahan yang dihadapi industri perbenihan tanaman pangan adalah menjaga kesinambungan produksi karena minimnya orientasi bisnis untuk mensuplai 119 seluruh petani dengan benih berharga murah. Wahyuni 2005 menyatakan bahwa rendahnya efisiensi produksi industri perbenihan disebabkan oleh rendahnya produksi benih, tingginya persentase ketidak lulusan benih dalam uji dilaboratorium yang disebabkan oleh pengendaliaaan mutu yang tidak efektif, dan pembatalan oleh penangkar karena harga calon benih yang tidak menarik. Sementara ditingkat petani, beberapa penyebab rendahnya penggunaan benih padi bersertifikat antara lain benih padi secara tradisional telah tersedia di tangan petani dalam bentuk gabah hasil panen dari pertanaman sebelumnya. Pengunaan benih padi bersertifikat oleh petani tahun 2008 sebesar 53,20 dan pada tahun 2009 diperkirakan penggunaan benih padi bersertifikat meningkat menjadi 62,89 Sinar tani, 2010. Di Sumsel Penggunaan varietas unggul padi bersertitifikat sekitar 70, yang didominasi varietas Ciherang sedangkan varietas lainnya sekitar 30 BPSB, 2012. Secara umum selama ini petani telah menanam varietas unggul yang memiliki keunggulan dalam produktivitas serta secara ekonmis menguntungkan usahatani. Keunggulan varietas tersebut diantaranya adalah pertumbuhan tanaman seragam sehingga panen menjadi serempak, rendeman giling lebih tinggi, mutu hasil lebih tinggi dan sesuai dengan selera konsumen, toleransii terhadap hama dan penyakit dan mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan sehingga dapat memperkecil pengunaan inputSuryana dan Prayogo, 1997. Penggunaan varietas unggul baru merupakan salah satu perbaikan teknis budidaya yang erat dengan kaitannya dengan peningkatan produksivitas padi sawah. Persyaratan yang harus diperhatikan dalam penggunaan varietas unggul baru adalah percobaan dengan kondisi setempat, sehingga dapat diharapkan memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan petani. Untuk mempercepat adopsi teknologi produksi padi perlu dilakukan demplot pengenalan beberapa varietas unggul baru dengan penerapan PTT Badan Litbang Pertanian, 2007. Pengkajian ini bertujuan untuk untuk melihat keragaan hasil empat varietas unggul baru dan analisis usahatani penyediaan benih varietas unggul baru di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur OKUT. METODOLOGI Kegiatan produksi benih padi VUB Inpari 6, Inpari 15, Inpari 20, dan Inpari 22 dilaksanakan menggunakan lahan petani atau anggota Kelompok Tani desa Karang Sari , kecamatan Belitang III, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur OKUT. Penanaman dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan September 2014. Untuk prosesing benih dan uji laboratorium dilaksanakan pada bulan Oktober- Novemberi 2014, dengan luasan lahan20 hektar melibatkan 40 petani. Benih padi yang diproduksi adalah benih padi VUB yang prospektif untuk dikembangkan petani meliputi Inpari 6, Inpari 15, Inpari 20, dan Inpari 22. Sedangkan varietas Mekongga sebagai pembanding. Semua benih berasal dari Balai Besar Penelitian Padi Balitpa Sukamandi, sedangkan varietas Ciherang dari penangkar kelompok Tani. Penanaman dilakukan dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu, yaitu 1 Sistem tanam pindak legowo 4:1, 2 umur bibit 20 hari setelah semai HSS, 3 jumlah bibit 1-3lubang, pemupukan urea 200 kgha, phonska 200 kgha dan ditambah SP-36 100 kgha, 5 pengendalian hama dan penyakit serta gulma. Parameter yang diamati pada pengkajian ini meliputi karakteristik wilayah, data produksi, sarana produksi dan tenaga kerja serta dan kelayakan finansial usahatani padi meliputi pendapatan bersih dan nilai BC Ratio menggunakan metoda input-output analisis Malian, 2004. RAVC B C ratio = ---------------- TVC Dimana : BC ratio = Nisbah pendapatan terhadap biaya P = Harga jual padi Rpkg TVC = Biaya total Rphamusim RAVC = Q x P – TVC Q = Total produksi padi kghamusim, dengan keputusan : BC Ratio 1, usahatani secara ekonomi menguntungkan BC Ratio = 1, usahatani secara ekonomi berada pada titik impas BC Ratio 1, usahatani secara ekonomi tidak menguntungkan 120 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi wilayah pengkajian Kabupaten OKU Timur merupakan salah satu daerah penghasil beras terbesar di Sumatera Selatan. Hal ini di dukung oleh adanya Bendungan Perjaya dan jaringan irigasi yang memadai. Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur potensial dalam hal produksi dan luas areal tanaman bahan makanan setelah kondisi pemekaran. Petani banyak yang mengandalkan jaringan irigasi ini walaupun terdapat juga usaha pertanian perladangan dan sawah tadah hujan. Desa Karang Sari merupakan berada dalam wilayah kerja penyuluh pertanian WKPP Kecamatan Belitang III. Tata guna lahan di desa Karang Sari sebagai lahan sawah 271,02 ha, topografi datar 2, terletak pada ketinggian 40,3 m dpl dan rata-rata curah hujan 2600 mmtahun . Tanah di desa Karang Sari memiliki karakterisik antara lain berwarna hitam kelabu sampai coklat tua karena bahan organiknya sudah berkurang, berstruktur remah dan tekstur lempung berpasir, kandungan unsur hara sedang dan pH tanah agak masam. Kondisi tanah tersebut memerlukan perbaikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan hasil padi. Penambahan bahan organik berupa pupuk kandangkompos dapat menambah unsur hara, memperbaiki sifat fisik tanah dan dapat mengikat unsur hara mikro yang berlebihan Buckman dan Brady, 1982. Berdasarkan hasil analisis tanah, beberapa sifat tanah dan ciri tanah yang optimal untuk mendukung pertumbuhan tanaman padi adalah :1 pH antara 5,5-6,5, 2 tekstur tanah lempung, berdrainase baik, 3 tipe mineral liat 1:1 dan bahan induk kaya akan hara, 4 kandungan bahan organik sedang, 5 ketersediaan hara dan mikro cukup Makarim, 2004. Lokasi pengkajian mempunyai potensi sebagai kawasan usaha perbenihan padi karena telah memenuhi persyaratan antara lain : 1 merupakan hamparan persawahan beririgasi teknis yang mencangkup luasan 348,61 ha dengan pola tanam padi-padi, 2 mudah dijangkau dan tersedia kelembagaan pendukung kegiatan perbenihan padi, 3 petani dan instansi terkait bersikap kooperatif terhadap kegiatan penangkaran benih padi VUB. Ditinjau dari segi aksebilitas wilayah lokasi desa ini cukup baik dan terbuka, dicirikan antara lain tersedianya dukungan sarana dan prasarana tranportasi yang memadai. Keragaan Komponen Hasil Kegiatan benih sumber padi VUB di desa Karang Sari disajikan pada tabel 1. Diketahui bahwa tanaman tertinggi dicapai oleh varietas Inpari 6dengan tinggi tanaman 106 cm dan terendah varietas Inpari 20 dengan tinggi tanaman 97 cm, rata-rata panjang malai bervariasi dengan panjang malai antara 22,1 sampai 28,4 cm. Panjang malai terbesar dicapai varietas Inpari 6 28,4 cm dan panjang malai terendah varietas Inpari 22 22,1 cm. Jumlah anakan anatara 22 - 30 batang per rumpun, dimana jumlah anakan terbanyak diperoleh diperoleh oleh varietas Inpari 6dengan jumlah anakan 30,0 batang dan terendah pada varietas Inpari 20sebanyak 22,0 batang perumpun, sedangkan produksi tertinggi dicapai pada varietas inpari 66,9 tha dan terendah diperoleh pada varietas Inpari 20 dengan hasil 5,2 tha. Seperti disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Keragaan komponen hasil dan hasil rata-rata padi VUB benih padi kelas SS di desa Karang Sari Kecamatan Belitang III Parameter Inpari 6 Inpari 15 Inpari 20 Inpari 22 Mekongga Tinggi Tanaman Cm 106,0 105,0 97,0 101,0 105,0 Jumlah anakanBatang 30,0 23,0 22,0 27,0 25,0 Panjang malai cm 28,4 25,8 24,4 22,1 24,2 Jumlah gabahmalai 235 181 176 190 180 Hasil tonha 6,9 5,6 5,2 6,4 5,9 Sumber : Hasil analisis data primer, 2014. Analisis usahatani perbenihan padi Pada kegiatan perbenihan memerlukan biaya lebih tinggi dibandingkan dengan petani konsumsi sebesar Rp 2.415.000,- karena pada kegiatan penangkar benih ada proses prosesing benih setelah panen. Untuk kegiatan pengolahan tanah sampai tanam upah yang dikeluarkan besarnya sama. Nilai penerimaan usahatani sangat ditentukan oleh jumlah hasil panen output yang diperoleh dari kegiatan usahatani dan harga output persatuan. Untuk mengetahui apakah dengan menjadi mitra penangkar benih, petani berhasil dalam mengelola usahatani, maka dalam analisis digunakan pula data petani biasa sebagai pembanding. Hasil 121 analisis rata-rata pendapatan usahatani padi sawah per hektar di kabupaten OKUT dalam satu musim tanam antar petani penangkar dan non penangkar petani konsumsi disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis usaha perbenihan padi dan usahatani padi di Desa Karang Sari Kecamatan Belitang III, Kabupaten OKU Timur, Tahun 2014. Uraian Usaha perbenihan padi Usahatani padi konsumsi Biaya bahan Rp 1.955.000 1.755.000 Biaya tenaga kerja Rp 4.910.000 4.610.000 Biaya prosesing Rp 2.415.000 - Total Biaya 9.280.000 6.365.000 Produksi kg gkp 5900 5900 Produksi akhir kg gkg 4400 - Penerimaan Rp 30.800.000 21.830.000 Pendapatan Rp 21.520.000 15.465.000 BC 2,32 2,45 Berdasarkan hasil analisis antara usahatani penangkar dengan usahatani konsumsi menunjukkan bahwa penerimaan usahatani penagkar sebesar Rp 30.800.000,- lebih tinggi dari usahatani konsumsi, sebesar Rp 21.830.000,- dengan produksi padi yang sama, yaitu 5900 kg gkp. Demikian juga pendapatan petani penangkar lebih besar dibandingkan dengan petani komsumsi. Pada petani penangkar maupun petani konsumsi untuk luasan lahan satu hektar dapat menghasilkan 5900 kgha gabah kering panen GKP, dengan keuntungan sebesar Rp 21.520.000,- Sedangkan petani konsumsi dengan keuntungan sebesar Rp 15.465.000,-. Selisih keuntungan penjualan padi untuk konsumsi dengan untuk benih sebesar Rp.6.055.000,-ha. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan petani penangkar lebih tinggi daripada petani biasa. Peningkatan hasil keuntungan ini diakibatkan petani penangkar menjual benih padi dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani konsumsi dengan menjual hasil panennya dalam bentuk gabah kering panen, dengan harga jual lebih rendah dibandingkan dengan harga jual benih, disajikan pada Lampiran 1 . Hasil panen yang tinggi diikuti pula oleh mutu produk yang baik, sehingga harga komoditi akan menyesuaikan kualitas yang baik tersebut. Bagi petani penangkar, selain berupaya meningkatkan produksi agar terjadi peningkatan keuntungan, juga dituntut untuk mengikuti pemeriksaan lapangan yang dijalankan petani penangkar benih melalui BPSB sebanyak 3-4 kali. KESIMPULAN 1. Keragaan VUB perbenihan padi dan hasil cukup beragam. Hasil GKP tertinggi diperoleh varietas Inpari 6 sebesar 6,9 tha, diikuti oleh varietas Inpari 22, Inpari 20 dan Inpari 15 masing-masing sebesar 6,4 tha, 5,6 tha dan 5,2 tha. 2. Usaha perbenihan VUB memperoleh keuntungan Rp 21.520.000,- ha, dengan BC ratio 2,32. dan memberikan keuntungan lebih tinggi dari pada usahatani konsumsi dengan selisih keuntungan sebesar Rp 6.055.000,-ha 3. Kendala kelompok perbenihan padi diantaranya modal, pembinaan dan pendampingan dalam penangkaran perbenihan padi. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami ucapkan kepada Badan Litbang Pertanian yang telah membiayai kegiatan melalui Dana APBN Tahun 2014, dengan judul Produksi Benih Sumber Padi Di Provinsi Sumatera Selatan. 122 DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Pedoman Umum, Unit Produksi Unit Pengelola Benih Sumber. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, Jakarta. Buckman. H and Brady. NC. 1982. The Nature and Properties of Soil. The Macmillan Company, New York. Badan litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan tanaman Terpadu PTT padi sawah irigasi. Badan Litbang Pertanian Jakarta Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Lahan Menurut Penggunaan di Sumatera Selatan. 64 p. Makarim AK. 2004. Teknik identifikasi wilayah sesuai untuk pengembangan varietas unggul tipe baru. Makalah pelatihan pemasyarakatan dan pengembangan padi VUTB. Sukamandi, 31 Maret-3 April 2004 Malian AH. 2004. Analisis ekonomi usahatani dan kelayakan finansial teknologi pada skala pengkajian. Makalah disajikan dalam pelatihan Analisis Finansial dan Ekonomi bagi Pengembangan Sistem dan Usahatani Agribisnis Wilayah, Bogor, 29 November- 9 Desember 2004. Nugraha U.S dan B. Sayaka. 2004. Industri dan Kelembagaan Perbenihan Padi. Dalam Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Penyunting F. Kasryno., E. Pasandaran dan A.M. Fagi. Badan Peneltian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta Sinar Tani.2010. dalam http:www.sinartani.com,mimbarpenyuluhproses-benih padi- bersertifikat- dan-penggunaaan nya-para-petani-1265599338.htm Suryana dan U.H. Prajogo, 1997. Subsid Benih dan Dampak nya Terhadap Peningkatan Produksi Pangan. Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian. Analisi kebijakaan Antisipatif dan Responsif. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Wahyuni,S. 2005. Teknologi Produksi benih bermutu. Makalah di sampaikan pada Lokakarya Pengembangan Jaringan Alih Teknologi Produksi dan Distribusi Benih Sumber. Balitpa Sukamandi. 21-22 123 Lampiran 1. Analisis Kelayakan Usahatani Benih Padi, di Desa Karang Sari Kecamatan Belitang III, Kabupaten OKU Timur, Tahun 2014. I. Usahatani Penangkaran Benih Padi II. Usahatani padi konsumsi Selisih I – II Satuan Jumlah Nilai Rp.000 satuan Jumlah Nilai Rp.000 Nilai Rp.000 Biaya Usahatani A. Sarana produksi xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxxx xxxxxx xxxxx xxxxxxxx xxxxxxx 1. Benih Kg 25 375.000 Kg 25 275.000 2. Pupuk Urea Kg 100 200.000 Kg 100 200.000 3. Pupuk NPK Ponska Kg 200 540.000 Kg 200 540.000 4. SP-36 Kg 100 260.000 Kg 100 260.000 5. PestisidaRodentisid a xxxxxxx xxxxxxx 500.000 xxxxx xxxxxx 400.000 6. Herbisida xxxxxxx xxxxxxx 80.000 xxxxxx xxxxxx 80.000 Sub total xxxxxxx xxxxxxx 1.955.000 xxxxx xxxxxx 1.755.000 B. Biaya Tenaga Kerja xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxxx xxxxx 1. Pengolahan lahan bajak dan garu borongan 600.000 600.000 2. Perbaikan pematang tamping galeng 400.000 400.000 3. Aplikasi Herbisida Pra Tumbuh 100.000 100.000 4. Pembuatan pesemaian 200.000 200.000 5. Cabut bibit, menarik atajale, tanam 680.000 680.000 6. Pemupukan, pengairan, penyiangan, pengendalian OPT 500.000 400.000 7. Rouging 5 OH 60.000 300.000 -- -- - -- 8. Panen 2.230.000 2.230.000 Sub total xxxxxxx xxxxxxx 4.910.000 xxxxxxx xxxxxxx 4.610.000 C. Biaya prosesing GKG ke benih xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx xxxxx xxxxxx xxxxxxxx xxxxxxx 1. Penjemuran box dryer Rp 150kg 4460 kg 669.000 -- -- -- -- 2. Blower 600.000 -- -- -- -- 3. Biaya Sertifikasi Rp 7kg 3122 21.845 -- -- -- -- 4. Biaya pembelian glangsing dan plastik kantong 937.500 -- -- -- -- 5. Pengemasan dan stapel 187.500 -- -- -- -- Sub total biaya Pemrosesan gabah menjadi benih padi xxxxxxx xxxxxxx 2.415845 xxxxxx xxxxxxx -- -- Total biaya sub total A+B+C xxxxxxx xxxxxxx 9.260.845 xxxxxx xxxxxxx 6.360.000 Penerimaan Usahatani xxxxxxx xxxxxxx 21.854.000 xxxxxx xxxxxxx 15.610.000 xxxxxxxx Produksi gabah Kg GKP xxxxxxx 5900 Kg GKP xxxxxxx 5900 Produksi akhir Kg Benih xxxxxxx 4400 Kg GKg xxxxxxx Harga jual RpKg Benih xxxxxxx 7000 RpKG GKP xxxxxxx 3700 Keuntungan Rp.000 xxxxxxx 21.520.000 Rp.000 xxxxxxx 15.465.000 6.055.000,- Keuntungan relatif usahatani penangkaran benih padi dibandingkan usahatani padi = baris terakhir kolom terakhir. 124 PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PANEN PADI DAN TRANSFORMASI KELEMBAGAAN KASUS DI KECAMATAN SELUMA SELATAN, KABUPATEN SELUMA – BENGKULU DEVELOPMENT OF RICE HARVEST TECHNOLOGY AND INSTITUTIONSTRANSFORMATION CASE IN SOUTH SELUMA SUBDISTRICT, SELUMA – BENGKULU Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu e-mail : erhr94yahoo.co.id ABSTRAK Penerapan teknologi pertanian merupakan salah satu faktor pendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani. Teknologi pertanian memerlukan kelembagaan pendukung agar dapat diterapkan secara berkelanjutan. Oleh karena itu perkembangan teknologi selalu mentransformasi kelembagaan pendukungnya. Salah satu teknologi yang terus berkembang adalah teknologi panen padi. Suatu penelitian tentang perkembangan teknologi panen dan transformasi kelembagaan para pemanen padi telah diteliti dengan mengambil latar pada daerah irigasi di Kecamatan Seluma Selatan, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, pada bulan Agustus 2016. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1 perkembangan teknologi panen padi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, 2 transformasi kelembagaan pemanen padi. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan melibatkan 4 orang informan kunci melalui pendekatan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi panen berkembang dari teknik mengetam padi menggunakan ani-ani menuju penggunaan sabit, dari perontokkan padi dengan cara manual ke cara mekanis. Perkembangan teknologi panen tersebut dipengaruhi oleh serangkaian faktor yang kompleks yaitu faktor teknis, sosial budaya, politik, dan ekonomi. Perkembangan teknologi telah mentransformasi kelembagaan pemanen dari kelembagaan yang berbasis budaya – komunitas menuju basis ekonomi – individual. Kata Kunci: teknologi, kelembagaan, transformasi, panen. ABSTRACT The application of agricultural technology is one driving factor increased productivity and farming efficiency. Agricultural technology requires institutional support to be implemented in a sustainable manner. Therefore, the development of technology has always transform institution. One evolving technology is the technology of rice harvesting. A study about harvesting technology development and institutional transformation of the rice harvester has been investigated by taking a background in irrigation area in the district of South Seluma, Bengkulu province, in August 2016. This study aims to analyze: 1 the development of the rice harvesting technology and factors that influence it, 2 institutional transformation of rice harvester. Data were collected through interviews with 4 key informants through qualitative analysis approach. The results showed that harvesting technology evolved from paddy harvest techniques using ani-ani to the use of the sickle, of manual rice thresher to mechanical means. Harvesting technology development is influenced by a complex set of factors that are technical factor, socio-cultural, political, and economic. Technological developments have transformed the harvester institutional from institution which cultural community-based to individual- based economic. Keywords: technology, institutional, transformation, harvest. 125 PENDAHULUAN Pembangunan pertanian yang dilakukan sejak Rejim Orde Baru mulai awal 1970-an telah menyebabkan berbagai inovasi teknologi masuk dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pertanian dan pedesaan, khususnya bagi petani padi. Pembangunan pertanian yang dimotori pemerintah dilaksanakan dengan cara revolusioner untuk mengejar swasembada pangan nasional melalui berbagai program pembangunan seperti Program BIMAS Bimbingan Massal. Program BIMAS yang dilaksanakan sejak tahun 1969 sampai 1981 didukung oleh tiga unsur yaitu PPL memberikan informasi dan mendorong adopsi Panca Usahatani, KUD menyalurkan bibit unggul, pupuk dan pesitisida, dan BRI Unit Desa menyediakan kredit bagi petani. Program BIMAS telah berhasil meningkatkan produksi padi sebesar 39 di Jawa, sedangkan di luar Jawa sebesar 41 dalam 12 tahun 1968 – 1979. Pada tahun 1984, FAO memberikan penghargaan kepada Presiden Soeharto atas prestasi Indonesia dalam swasembada beras Soemardjan dan Breazale, 1993. Program BIMAS membuat petani padi mulai bersinggungan dengan teknologi baru dan akhirnya meninggalkan cara-cara lama dalam usaha pertanian padi. Salah satu teknologi yang terus berkembang pada komunitas petani padi adalah teknologi panen cara panen dan merontok padi. Menurut Sulistiaji 2007, cara panen padi di Indonesia terus berkembang dari cara panen tradisional menggunakan ani-ani yang kemudian digantikan dengan sabit, dan cara perontokan padi manual menggunakan tenaga manusia menuju penggunaan mesin perontok. Masuknya teknologi baru akan merubah teknologi yang lama. Schumpeter 1944 dalam Fauzi, 2011 menyebut perkembangan teknologi seperti ini sebagai fenomena the process of creative destruction proses penghancuran yang kreatif. Perkembangan teknologi panen pada gilirannya akan mendorong transformasi kelembagaan pemanen padi yang semakin efisien. Kelembagaan sendiri dimaknai sebagai keseluruhan pola-pola ideal, organisasi, dan aktivitas yang berpusat di sekeliling kebutuhan manusia Anantanyu, 2011.Kelembagaan memfasilitasi hubungan kerjasama dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi untuk mencapai tujuan bersama Hayami dan Kikuchi, 1987. Efisiensi merupakan kata kunci perkembangan teknologi dan transformasi kelembagaan. Sebagai contoh, Susilowati 2005 menyatakan bahwa terdapat berbagai bentuk kelembagaan pengupahan dalam kegiatan panen padi di Jawa, yaitu bawon, kedokan, upah harian, upah borongan, dan sambatan. 3 Perubahan sistem sambatan menuju sistem bawon, dan kemudian menjadi sistem upah harianborongan didorong untuk meningkatkan efisiensi tenaga kerja pemanen. Penggunaan inovasi teknologi panen memang terbukti dapat meningkatkan efisiensi hasil dan penggunaan tenaga kerja. Menurut International Rice Research Institute IRRI, diperkirakan tingkat kehilangan pascapanen padi sebesar 5-16 terjadi pada saat panen pemanenan, perontokan dan pembersihan, sedangkan 5-21 terjadi pada proses pascapanen pengeringan, penyimpanan dan penggilingan Ditjen P2HP, 2007 dalam Herawati, 2008. Menurut BPPSDMP 2015, penggunaan teknologi perontokan padi yang berbeda akan mempengaruhi kehilangan hasil gabah. Penggunaan power thresher menghasilkan tingkat kehilangan hasil terkecil yaitu hanya 0,34-1,54, diikuti oleh iles atau injak-injak 3,99, pukul 4,54, dan bantinggebot 4,45-12,3. Sementara itu, panen padi dengan sabit akan menghilangkan peluang pekerjaan sampai 58 dibandingkan dengan menggunakan ani-ani Winarno, 2003. Hal ini karena perubahan teknologi panen, akan merubah pengorganisasian kerja para pemanen. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis: 1 perkembangan teknologi panen padi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan selanjutnya 2 menganalisis transformasi kelembagaan pemanen padi yang menyertainya. 3 Bawon adalah upah natura yang diberikan pemilik lahan kepada buruh tani khususnya untuk kegiatan panen yang merupakan bagian tertentu dari hasil panen.Sistem kedokan memberikan hak panen kepada para pengedok pekerja tanpa dibayar dalam kegiatan tertentu ketika bersawah untuk membatasi jumlah pemanen.Sambatan adalah sistem saling membantu secara bergiliran atau pertukaran tenaga kerja. 126 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Kecamatan Seluma Selatan Kabupaten Seluma pada bulan Agustus 2016. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara melibatkan empat orang informan kunci yaitu ketua KTNA Kecamatan Seluma Selatan, Koorluh BPP Seluma Selatan, ketua kelompok pemanen padi, dan buruh panen padi. Data yang dikumpulkan meliputi sejarah budidaya padi di Kecamatan Seluma Selatan, perkembangan teknologi panen, dan perubahan kelembagaan pemanen. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif menggunakan Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman, 1992. HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Wilayah Kecamatan Seluma Selatan 4 Kecamatan Seluma Selatan adalah salah satu dari 14 kecamatan yang ada di Kabupaten Seluma.Kecamatan ini terdiri atas 9 desa dan 3 kelurahan, dengan luas wilayah 7.446 ha Gambar 1 dan didiami oleh berbagai etnis. Penduduk lokal adalah etnis Serawai yang merupakan penduduk asli dari 9 desa yaitu Desa Pasar Seluma, Tanjung Seru, Tanjung Seluai, Tanjungan, Sengkuang, Tangga Batu, Padang Genting, Padang Merbau, dan Sukarami. Selain penduduk lokal, terdapat juga etnis Jawa dan Sunda yang mulai datang sebagai transmigran sejak tahun 1970. Mereka umumnya menempati tiga kelurahan yaitu Rimbo Kedui, Padang Rambun, dan Sidomulyo. Selain ketiga etnis tersebut, terdapat juga etnis lainnya seperti etnis Batak dan Minang yang datang kemudian. Jumlah penduduk Kecamatan Seluma Selatan pada tahun 2014 sebanyak 11.561 jiwa dengan sex ratio 1,2. Gambar 1.Peta wilayah Provinsi Bengkulu BPS Provinsi Bengkulu, 2013. Kecamatan Seluma Selatan diklasifikasikan ke dalam wilayah pedesaan. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian Tahun 2013, terdapat 3.760 RTP Rumah Tangga Pertanian, 39 diantaranya adalah RTP padi sawah. Daerah Kecamatan Seluma Selatan termasuk sentra beras di Kabupaten Seluma karena 11 dari 12 desakelurahannya masuk dalam wilayah pelayanan Daerah Irigasi Air Seluma. Oleh karena itu, usahatani padi dengan segala dinamika teknologi dan kelembagaannya tidak dapat dilepaskan dari sistem penghidupan masyarakat di kecamatan ini. 4 Profil wilayah Kecamatan Seluma Selatan bersumber dari Kecamatan Seluma Selatan Dalam Angka Tahun 2015 BPS Kabupaten Seluma, 2015. Kec. Seluma 127 Usahatani Padi di Kecamatan Seluma Selatan Kegiatan usahatani padi telah dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Seluma Selatan pada lahan kering dan lahan rawa sebelum irigasi Air Seluma digunakan pada tahun 1982. Petani menanam padi dengan tujuan untuk pemenuhan subsistensi pangan keluarga. Budidaya padi dilakukan masyarakat lokal dengan teknologi yang sederhana pada awalnya. Penggunaan input usahatani dan teknik budidaya dipelajari petani secara turun-temurun. Varietas yang digunakan adalah padi Randai yang berumur dalam sekitar 6 bulan. Bibit padi sebanyak 50 kgha terlebih dahulu disemai selama 30 hari sebelum ditanam di rawa. Jarak tanam padi sekitar 30 x 40 cm. Padi mulai ditanam pada bulan Juni dan dipanen pada bulan Januari tahun berikutnya. Petani juga menanam padi pada lahan kering dengan cara ditugal. Hama yang sering menyerang tanaman padi adalah walang sangit, tikus, dan babi hutan. Teknik budidaya padi di Kecamatan Seluma Selatan mulai berkembang sejak datangnya para transmigran dari Jawa pada awal tahun 1970-an yang mulai memperkenalkan teknik membajak sawah pada lahan sawah dengan memanfaatkan ternak sapi. Teknik pertanian padi tradisional kemudian mulai berkembang ke arah intensifikasi pertanian sejak dibangunnya irigasi dan pencetakan sawah irigasi dalam kurun waktu 1976 – 1982. Jenis padi lokal yang berumur dalam mulai berganti dengan varietas padi unggul berumur genjah seperti PB-8, IR-64 dan Ciherang, yang mengakibatkan indeks pertanaman meningkat. Teknologi budidaya tradisional yang bersifat self-sufficient telah bergeser ke arah teknik budidaya modern yang menyebabkan petani akhirnya begitu tergantung dengan input usahatani seperti pupuk dan pestisida anorganik dari pasar. Intensifikasi teknologi budidaya padi telah membawa peningkatan produksi padi di satu sisi, namun di sisi lain juga menyebabkan perubahan kelembagaan masyarakat pertanian. Nilai-nilai gotong royong dan kekuatan kelompok-kelompok informal yang berbasis pada modal sosial petani semakin melemah seiring dengan proses intensifikasi dan mekanisasi pertanian yang berbasis pada modal ekonomi. Secara umum, perubahan teknologi budidaya dan dampaknya terhadap kelembagaan petani terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Dampak penerapan teknologi budidaya padi terhadap transformasi kelembagaan di Kecamatan Seluma Selatan. Kegiatan usahatani Teknologi budidaya padi Dampak inovasi Tradisional Modern Kegiatan usahatani Transformasi Kelembagaan 1. Pengelolaan air - Irigasi teknis Meningkatkan indeks pertanaman Gotong royong memudar 2. Penyuluhan - PPL Intensifikasi teknologi budidaya Formalitas peran penyuluh 3. Organisasi petani Informal Formal Teknologi semakin cepat terdifusi Kelompok tani menjadi agen pembangunan 4. Penggunaan benih Benih lokal Benih unggul Umur tanaman semakin genjah Penangkaran benih lokal menghilang 5. Pengolahan tanah Tenaga manusia, TOT Traktor Efisiensi tenaga kerja, mekanisasi Perubahan kelembagaan tanam dan upah panen 6. Penanaman Gotong royong Upahan Efisiensi tenaga kerja 7. Pemakaian pupuk dan pestisida - Pupuk dan pestisida anorganik Intensifikasi budidaya Pasar saprodi muncul dan berkembang 8. Panen Penggunaan ani-ani, sistem iles , gebot Penggunaan sabit, mesin perontok Efisiensi tenaga kerja, mekanisasi pertanian Perubahan kelembagaan panen 9. Pemberasan Lumbung padi kiang, lesung Penggilingan padiRMU Mekanisasi Munculnya penggilingan padi, hilangnya lumbung padi 10. Hasil panen Subsistensi pangan keluarga Kelebihan produksi dijual - Kelembagaan pasar menguat Sumber: Data primer 2016. 128 Perkembangan Teknologi Panen 1. Alat pemotong padi ani-ani dan sabit Ani-ani adalah alat pemotong padi tradisional yang sudah digunakan sejak lama di Kecamatan Seluma Selatan. Petani memakai ani-ani untuk mengetam padi lokal dengan cara memotong malainya. Kegiatan panen umumnya dilakukan oleh kaum wanita secara bersama-sama. Tenaga panen berasal dari kerabat dekat dengan sistem bawon. Besarnya bawon adalah 7:1 dalam 7 bagian hasil panen, dikeluarkan 1 bagian untuk pemanen. Panen dilakukan tidak sekaligus karena pemanen akan mengetam terlebih dahulu malai padi yang sudah masak. Biasanya panen dilakukan sampai 3 kali dalam waktu 2-3 minggu. Malai diangkut dan dijemur setelah panen, sebelum disimpan di dalam lumbung. Perontokan gabah dan pemberasan dilakukan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan petani. Perontokan gabah dilakukan dengan cara diinjak-injak di-iles atau dengan cara dipukul. Pemberasan dilakukan dengan cara gabah ditumbuk dengan lesung. Sabit adalah teknologi yang lebih modern untuk memanen padi. Padi dipanen sekaligus dan langsung dirontok di lahan. Alat perontok gabah yang digunakan akan menentukan panjang batang padi yang disabit Sulistiaji, 2007. Apabila perontokan gabah dengan cara di-iles, batang padi dipotong pendek jerami plus malai + 30 cm. Apabila dirontok dengan cara dibanting, menggunakan pedal thresher atau power thresher, maka batang padi dipotong lebih panjang + 70 cm. Praktek panen dengan sabit mulai dilakukan oleh para transmigran sejak tahun 1984 sampai dengan saat ini, setelah masuknya varietas padi unggul. Tinggi tanaman padi unggul seperti varietas PB-8 yang lebih pendek dengan tangkai malai yang juga lebih pendek dibandingkan padi varietas lokal, akan menyulitkan pemanenan dengan menggunakan ani-ani. Penggunaan sabit menyebabkan terjadinya efisiensi tenaga kerja panen. Menurut Umar 2013, dengan ani-ani dibutuhkan kurang lebih 127 jam panen per hektar, sedangkan sabit hanya membutuhkan sekitar 80 jamha. Umumnya pemanen padi saat ini terdiri atas 10-15 orang penyabit sekaligus pengangkut padi dan perontok gabah.

2. Teknologi perontokan gabah teknik manual dan mekanis

Terdapat dua cara perontokan gabah yaitu cara manual dan cara mekanis yang telah dipraktekkan petani padi sawah di Kecamatan Seluma Selatan. Perontokan gabah dengan cara diinjak iles, dipukul, dibantingdigebukdisabet gebot, dan pedal thresher termasuk kategori manual karena digerakkan oleh tenaga manusia. Sementara penggunaan power thresher termasuk dalam cara mekanis karena digerakkan oleh mesin. Iles merupakan cara perontokan gabah yang paling tradisional dan telah dipraktekkan secara turun-temurun oleh penduduk lokal. Padi yang telah dipanen diletakkan di atas wadah tikar, terpal, kemudian diinjak-injak agar gabah terlepas dari tangkainya. Saat ini petani di Kecamatan Seluma Selatan tidak lagi mempraktekkan cara ini. Perontokkan gabah dengan cara dipukul adalah teknik yang sudah lebih maju. Tumpukan malai padi dipukul dengan pelepah daun kelapa agar gabah terlepas dari tangkainya. Cara ini juga sudah ditinggalkan sejak masuknya cara panen dengan teknik gebot. Teknik gebot dilakukan dengan cara batang tanaman padi yang telah disabit dipukulkan ke alat gebot yang terbuat dari kayubambu berkali-kali agar gabahnya rontok. Teknik gebot diperkenalkan sekitar tahun 1984 oleh para transmigran. Pedal thresher dapat digolongkan sebagai perkakas walaupun bukan alat panen mekanis. Padi dirontokkan dengan gigi perontok yang digerakkan dengan pedal sehingga lebih efisien tenaga kerja. Pedal thresher diperkenalkan oleh pemerintah melalui Dinas Pertanian seiring dengan program intensifikasi padi pada sekitar tahun 1986. Penggunaan pedal thresher diperkirakan kemudian mulai ditinggalkan oleh para petani sejak diperkenalkan power thresher sejak tahun 1992 oleh Dinas Pertanian. Pertimbangan utama pemanen menggunakan power thresher adalah efisiensi tenaga kerja. Dari penjelasan tentang penerapan teknologi panen pemotongan dan perontokan padi di Kecamatan Seluma Selatan di atas, nampak bahwa Teknologi panen pemotongan dan perontokan padi di Kecamatan Seluma Selatan berkembang terutama karena dorongan efisiensi ekonomi kelompok pemanen sesuai dengan kondisi lingkungan yang dihadapi petani. Jalur perubahan trajektori teknologi panen secara sederhana disajikan pada Tabel 2. 129 Tabel 2.Trajektori teknologi panen padi di Kecamatan Seluma Selatan. Penggunaan teknologi panen Tahun awal digunakan Jumlah tenaga kerja Waktu panen merontok padi per hektar Agen inovasi Pemotongan padi 1. Ani-ani Tidak diketahui - 2-3 minggu Tidak diketahui 2. Sabit 1984 10-15 orang 1-1,5 hari Transmigran Perontokkan gabah 1. Iles Tidak diketahui - Sesuai kebutuhan Tidak diketahui 2. Gebot 1984 10-15 orang 2-3 orang per kelompok 3 hari Transmigran 3. Pedal thresher 1986 2 hari Pemerintah 4. Power thresher 1992 10-15 orang perontok padi 4 orang 0,5 hari Pemerintah Sumber: Data primer 2016. Tabel 2 menunjukkan bahwa teknologi panen padi terus berubah secara linier dari cara tradisional ke arah modern, dari penggunaan tenaga kerja manusia manual menuju tenaga kerja mesin mekanis. Para pemanen ingin meningkatkan hasil bawondengan cara mempersingkat waktu memotong dan merontok padi. Penggunaan teknologi panen yang lebih majuakan meningkatkan jumlah bawon yang diterima oleh tenaga pemanen dengan waktu kerja yang sama. Waktu panen yang dibutuhkan untuk memanen 1 ha lahan sawah adalah sekitar 2 hari dengan menggunakan sabit + power thresher, lebih cepat dibandingkan dengan sabit + pedal thresher 3 hari atau sabit + gebot 4 hari, dengan tenaga kerja pemanen 10-15 orang. Dari penjelasan di atas, jelas bahwa perubahan teknologi panen padi di Kecamatan Seluma Selatan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang kompleks yang meliputi aspek teknis, sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Aspek teknis terkait dengan penggunaan varietas unggul baru yang lebih praktis dipanen dengan sabit. Aspek sosial-budaya yaitu masuknya transmigran yang membawa teknologi panen padi yang lebih maju. Aspek politik yaitu menguatnya peran pemerintah melalui program intensifikasi teknologi padi. Sementara itu aspek ekonomi terkait dengan efisien tenaga kerja pemanen. Transformasi Kelembagaan Panen Perubahan teknologi panen menyebabkan proses panen padi semakin cepat, sehingga mobilitas pemanen dalam memanen padi juga semakin tinggi. Perubahan teknologi panen selanjutnya telah mempengaruhi pranata sosial atau nilai-nilai yang mengatur kelembagaan dan pengorganisasian kerja pemanen. Cara memanen padi pada awalnya diorganisasikan secara kolektif oleh komunitas pedesaan di Kecamatan Seluma Selatan. Kolektivitas ini diikat oleh sistem kekerabatan antara petani padi dengan pemanen. Petani mengundang kerabatnya beramai-ramai dalam kegiatan panen dengan sistem bawon. Hal ini juga akan terjadi ketika sang kerabat memanen padi miliknya. Pertukaran tenaga kerja dalam proses panen menjadi semacam asuransi sosial yang menjamin keluarga besar tetap memiliki padi di lumbung kiang. Asuransi sosial ini semakin meluas sejak para transmigran dari Jawa masuk ke wilayah Seluma Selatan tahun 1970-an. Para transmigran yang membutuhkan beras ikut juga membawon padi pada penduduk lokal di sekitar lokasi transmigrasi. Penanaman padi lokal sekali setahun membuat petani tidak menjual padinya. Budidaya padi di lahan rawa atau di lahan kering semata-mata dilakukan petani dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan subsistensi pangan keluarga. Tidaklah mengherankan jika padi dapat disimpan oleh penduduk lokal sampai 4 tahun di dalam kiang sebelum di-iles dan ditumbuk menjadi beras. Petani mulai mengalami kesulitan untuk mengetam “padi pendek” padi varietas unggul ketika teknologi berubah akibat intensifikasi pertanaman padi di lahan sawah irigasi pada pertengahan tahun 1980-an. Transmigran memperkenalkan penggunaan sabit dan teknik gebot yang lebih praktis secara teknis dan lebih efisien secara ekonomis. Transmigran yang telah mempunyai ketrampilan dan pengalaman menggunakan sabit dan gebot dari daerah asal, memiliki kinerja hasil yang lebih baik dalam memanen padi. Penduduk lokal akhirnya juga lebih senang mengajak transmigran daripada