Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Tipe Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat.

(1)

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA

BERBAGAI TIPE TEGAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN

GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT

WARDATUR RIZQIYAH

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul: Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Tipe Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Wardatur Rizqiyah

NIM E44090008

 *Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB


(3)

ABSTRAK

WARDATUR RIZQIYAH. Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Tipe Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh CAHYO WIBOWO.

Makrofauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah melalui proses imobilisasi dan humifikasi. Makrofauna tanah berperan dalam proses fragmentasi, serta memberikan fasilitas lingkungan (mikrohabitat) yang lebih baik bagi proses dekomposisi lebih lanjut yang dilakukan oleh kelompok mesofauna dan mikrofauna tanah serta berbagai jenis bakteri dan fungi. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menghitung keanekaragaman makrofauna tanah yang terdapat pada berbagai tipe tegakan Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian menunjukan bahwa kelimpahan tertinggi terdapat pada tegakan agathis rapat sebesar 282 individu. Kelimpahan makrofauna tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Perubahan pada lingkungan akan berdampak pada keberadaan makrofauna tanah baik secara langsung atau tidak langsung. Hasil perhitungan indeks diversitas menunjukan bahwa tegakan campuran memiliki keanekaragaman tertinggi (DMg = 3.26, H’ = 2.16 dan E = 0.63). Ordo

Geopilomorpha dan Oligochaeta adalah ordo yang paling sering ditemukan pada setiap tipe tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

Kata kunci: makrofauna tanah, keanekaragaman, kelimpahan

ABSTRACT

WARDATUR RIZQIYAH. The Diversity of Soil macrofauna in Various Types of Forest Stands in Gunung Walat Educational Forest, Sukabumi, West Java. Supervised by CAHYO WIBOWO.

Soil macrofauna is part of soil biodiversity which is very important to physical, chemical, and soil biology characteristic improvement through immobilization and humification process. Soil macrofauna contribute in fragmentation process, and also to support environment facility (microhabitats) which is better to further decomposition process which is done by group of soil mesofauna and soil microfauna also many types of bacteria and fungi. The purposes of this research are to identify and calculate soil macrofauna diversity which located on many stand types at Gunung Walat Educational Forest. This research shows us that the highest abundance is located on dense of Agathis stand for about 282 individuals. Abundance of soil macrofauna might be influenced by surrounding environment condition. Environmental changes might cause on soil macro fauna existence directly or indirectly. The calculation of biodiversity index result indicates that mixed stand has the highest diversity (DMg = 3.26, H’ = 2.16 dan E = 0.63). The Geopilomorpha and Oligochaeta order is the most often found in every types of stand at Gunung Walat Educational Forest.


(4)

KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA

BERBAGAI TIPE TEGAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN

GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT

WARDATUR RIZQIYAH

Skripsi

sebagai salah satu untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Tipe Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat.

Nama Wardatur Rizqiyah

NIM E44090008

Disetujui oleh

Dr Ir Cahyo Wibowo, MSc FTrop Pembimbing

Diketahui oleh

セ Pro! DJ; イセ イ セセ ヲ ィセゥ@ Wijayanto, MS , :' . . k・ィA セ Departemen


(6)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Tipe Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat.

Nama : Wardatur Rizqiyah NIM : E44090008

Disetujui oleh

Dr Ir Cahyo Wibowo, MSc FTrop Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen


(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni sampai Juli 2013 ini adalah makrofauna tanah, dengan judul Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Tipe Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Cahyo Wibowo, MScFTrop selaku pembimbing, dan Ibu Dr Ir Noor Farikhah Haneda, MS yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga atas do’a dan kasih sayangnya, dan penulis ucapkan terima kasih kepada teman satu bimbingan (Sylvia Dewi Wulandari) atas kerjasamanya serta teman-teman SVK 46 atas bantuan dan do’anya.

Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pegawai Hutan Pendidikan Gunung Walat yang bersedia memberikan ilmu-ilmunya kepada penulis, sehingga membantu dalam proses pengumpulan data

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013


(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR Ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan 2

1.4 Manfaat 2

2 METODE 2

2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 2

2.2 Alat dan Bahan Penelitian 3

2.3 Metode Pengumpulan Data 3

2.4 Metode Kerja 3

2.5 Analisis Data 5

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 7

 3.1 Kondisi Umum Lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat 7 3.2 Makrofauna Tanah (Non Insekta) 8 3.2.1 Komposisi dan Kelimpahan Makrofauna Tanah (non insekta) 8 3.2.2 Biodiversitas Makrofauna Tanah (non insekta) 13 3.2.3 Nilai Kesamaan Komunitas (Similarity index) 15 3.2.4 Frekuensi ditemukananya Makrofauna Tanah 16 3.2.5 Hubungan Faktor Lingkungan dengan Keanekaragaman

Makrofauna Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat 17

3.2.6 Analisis Tanah (warna dan tekstur tanah) pada setiap Plot 18

SIMPULAN DAN SARAN 19

DAFTAR PUSTAKA 21


(9)

DAFTAR TABEL

1 Kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) di seluruh tegakan 9 2 Kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) berdasarkan penutupan

tajuk di semua tegakan 10

3 Kelimpahan makrofauna tanah yang ditemukan di tanah dan serasah 12 4 Biodiversitas makrofauna tanah (non insekta) untuk seluruh tegakan 13 5 Biodiversitas makrofauna tanah (non insekta) di tegakan pinus tak

terbakar dan pinus pasca terbakar 14

6 Biodiversitas makrofauna tanah (non insekta) berdasarkan

penutupan tajuk pada seluruh tegakan 14 7 Biodiversitas makrofauna tanah (non insekta) yang ditemukan di

tanah dan serasah 15

8 Nilai kesamaan komunitas antar tegakan berdasarkan tipe tegakan 16 9 Frekuensi Makrofauna tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat 16 10 Korelasi faktor lingkungan dengan keanekaragaman (Diversity

index) 18

11 Analisis warna dan tekstur tanah pada setiap plot 19

DAFTAR GAMBAR

1 Sebaran plot pengambilan sampel makrofauna tanah (non insekta) di

kawasan HPGW 3

2 Sketsa lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat 7 3 (a) Pheretima sp., (b) Perionyx sp.3, (c) Mecistocephalidae sp.1, (d)

Oxyopidae sp., (e) Dysderidae sp., (f) Prygodesmidae sp.,


(10)

       

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang disebut mega biodiversity

setelah Brazil dan Madagaskar. Arief (2001) menyatakan bahwa, diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia, dan setiap spesies tersebut terdiri dari ribuan plasma nutfah dalam kombinasi yang cukup unik sehingga terdapat aneka gen dalam individu. Salah satu sumber keanekaragaman hayati adalah fauna tanah. Fauna tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin 2006). Organisme sebagai bioindikator kualitas tanah bersifat sensitif terhadap perubahan, mempunyai respon spesifik dan ditemukan melimpah di dalam tanah (Primack 1998). Salah satu tipe organisme tanah adalah fauna tanah yang termasuk ke dalam kelompok makrofauna tanah (ukuran >2 mm) yang terdiri dari milipida, isopoda, insekta, moluska dan annelida (Wood 1989).

Penelitian dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) mengkaji tentang keanekaragman dan kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) pada berbagai tipe tegakan. Makrofauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Peran tersebut terjadi melalui proses imobilisasi dan humifikasi. Makrofauna tanah berperan dalam proses fragmentasi, serta memberikan fasilitas lingkungan (mikrohabitat) yang lebih baik bagi proses dekomposisi lebih lanjut yang dilakukan oleh kelompok mesofauna dan mikrofauna tanah serta berbagai jenis bakteri dan fungi.

Keberadaan dan keanekaragaman makrofauna tanah (non insekta) dapat digunakan untuk menduga kualitas tanah. Namun informasi tersebut belum memadai di Hutan Pendidikan Gunung Walat, oleh sebab itu penelitian mengenai keanekaragaman makrofauna tanah (non insekta) di HPGW diharapkan dapat memberikan informasi kepada pengelola HPGW dalam hal pemenuhan data penduga kualitas tanah di lokasi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa sajakah spesies makrofauna tanah (non insekta) yang terdapat di Hutan Pendidikan Gunung Walat?

2. Bagaimana keanekaragaman makrofauna tanah (non insekta) antara tegakan pinus tak terbakar dengan pinus pasca terbakar?

3. Bagaimana keanekaragaman makrofauna tanah (non insekta) antara tegakan dengan penutupan tajuk yang rapat dan jarang?

4. Bagaimana perbedaan indeks keanekaragaman makrofauna tanah (non insekta) antara yang terdapat pada lapisan tanah (0–10 cm) dengan lapisan serasah?


(11)

        2

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian adalah:

1. Mengidentifikasi berbagai makrofauna tanah (non insekta) yang terdapat di berbagai tipe tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

2. Menghitung kelimpahan, keanekaragaman, kakayaan dan kemerataan spesies makrofauna tanah (non insekta) yang terdapat di berbagai tipe tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

1.4Manfaat

Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah memperoleh informasi mengenai keberadaan makrofauan tanah (non insekta) di Hutan Pendidikan Gunung Walat sebagai referensi yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan bagi para pengguna hutan pendidikan tersebut dan memberi gambaran kepada pihak HPGW mengenai tindakan yang diperlukan dalam menangani tanah/lahan di HPGW.

2

METODE

2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini terdiri dari kegiatan pengambilan data dan identifikasi makrofauna tanah. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2013 yang berlokasi di areal Hutan Pendidikan Gunung Walat. Pengambilan sampel makrofauna tanah dilakukan pada delapan tipe tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Identifikasi makrofauna tanah tersebut dilakukan di Laboratorium Entomologi Hutan Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

2.2Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: sarung tangan, pinset, bak berukuran 30 x 40 cm, kamera, GPS, penggaris, tabung sampel, plastik kiloan, cangkul, label, cawan petri, thermometer tanah, trashbag, mikroskop dan densiometer.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: tegakan agathis (Agathis loranthifolia), tegakan pinus (Pinus merkusii), tegakan pinus bekas terbakar, tegakan campuran (agathis, pinus dan puspa), tanah komposit (humus, serasah, tanah) dari tegakan tersebut dan alkohol 70%.


(12)

       

3

2.3Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Proses pengumpulan data primer melalui pengukuran langsung di lapangan seperti pengambilan makrofauna tanah (non insekta), pengukuran suhu tanah, pengukuran kerapatan tajuk dan pengukuran ketebalan serasah. Proses pengumpulan data sekunder melalui informasi yang telah tersedia dari data profil lokasi penelitian seperti data letak dan luas, kondisi iklim, topografi, dan sejarah pengelolaan hutan. Data ini diperoleh dari pihak Hutan Pendidikan Gunung Walat melalui wawancara dengan petugas lapangan dan dari studi pustaka berbagai literatur, jurnal, laporan dan arsip-arsip yang terkait.

2.4Metode Kerja

2.4.1 Penentuan Plot Pengamatan

Plot pengamatan dipilih di delapan tipe tegakan yaitu tegakan agathis rapat, agathis jarang, pinus rapat, pinus jarang, campuran rapat, campuran jarang, pinus pasca terbakar rapat, dan pinus pasca terbakar jarang di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Adapun kriteria penutupan tajuk menurut Arief (2001) yaitu bertajuk rapat (>70%), sedang (40–70%) dan jarang (<40%). Selain itu penentuan penutupan tajuk juga ditentukan dari pengamatan visual pada masing-masing plot. Plot pengamatan dibuat sejumlah tiga plot yang ditentukan secara purposive sampling

pada tegakan bertajuk jarang dan tegakan bertajuk rapat pada masing-masing tipe tegakan sehingga total plot berjumlah 24. Tiap plot berukuran 40 cm x 40 cm dan ditempatkan pada lokasi yang memiliki serasah paling tebal di masing-masing tipe tegakan. Plot yang telah dibuat kemudian ditandai dengan GPS agar dapat dipetakan dan memperjelas posisi masing. Plot pengamatan masing-masing tegakan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Sebaran plot pengambilan sampel makrofauna tanah (non insekta) di kawasan HPGW

2.4.2 Pengambilan Makrofauna Tanah (non insekta)

Prosedur pengamatan dan pengambilan makrofauna tanah pada masing-masing plot dilakukan dengan cara seluruh serasah yang berada di dalam plot


(13)

        4

pengamatan dipindahkan ke dalam trashbag bening secara cepat. Lapisan tanah (0–10 cm) pada plot juga dipindahkan ke dalam trashbag bening yang lain dengan cepat. Masing-masing trashbag tersebut kemudian diberi label yang berisi keterangan tempat ditemukannya (tanah/serasah), nomor plot, dan lokasi pengambilan plot.

Seluruh makrofauna tanah (non insekta) yang berada di dalam serasah dan laipsan tanah kemudian dikumpulkan dengan hand sorting method dan dibantu dengan pinset. Makrofauna tanah (non insekta) yang terambil dimasukan ke dalam tabung sampel yang berisi alkohol 70% dan telah diberi label seperti pelabelan pada trashbag bening. Makrofauna tanah (non insekta) yang telah dimasukan ke dalam alkohol tersebut, dipastikan benar-benar mati kemudian difoto dan dilakukan pengukuran panjang tubuh makrofauna tanah tersebut.

2.4.3Pengukuran Faktor Lingkungan Makrofauna Tanah (non insekta)

Pengukuran faktor lingkungan makrofauna tanah (non insekta) terdiri dari pengukuran suhu tanah dan kerapatan tajuk. Suhu tanah diukur dengan menggunakan termometer tanah. Pengukuran suhu tanah ini dilakukan tiga kali ulangan tiap lima menit. Pengukuran kerapatan tajuk menggunakan densiometer, dengan cara pengamat membawa densiometer ke titik pusat plot sampel, kemudian mengarahkan densiometer ke empat arah (utara, selatan, barat dan timur).

2.4.4Identifikasi Makrofauna Tanah

Seluruh makrofauna tanah (non insekta) yang tertangkap dari serasah dan bahan tanah diidentifikasi sampai tingkat famili. Identifikasi terhadap spesies makrofauna tanah yang terkumpul dapat dilakukan dengan memanfaatkan informasi dari spesimen yang terkumpul, foto dan gambar spesimen. Identifikasi ini dilakukan di Laboratorium Entomologi Hutan Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Buku identifikasi makrofauna tanah yang digunakan ialah yang ditulis oleh Shepard et al. (1987), Borror et al. (1996) dan Subiyanto et al. [tahun terbit tidak diketahui].

2.5Analisis Data

Analisis data yang dilakukan adalah analisis indeks kekayaan spesies

Margalef (Richness Index), indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Diversity Index), indeks kemerataan Pielou (Eveness Index), kelimpahan makrofauna tanah, indeks kesamaan komunitas (Similarity Index) antar tipe tegakan, dan frekuensi ditemukannya suatu spesies. Analisis data tersebut dilakukan dengan menggunakan softwere Diversity.


(14)

       

5

2.5.1Nilai Kekayaan Spesies Margalef (Richness Index)

Nilai kekayaan spesies digunakan untuk mengetahui keanekaragaman spesies berdasarkan jumlah spesies pada suatu ekosistem. Indeks yang digunakan adalah indeks kekayaan spesies Margalef.

DMg = (S-1) lnN Keterangan:

DMg = indeks kekayaan spesies Margalef

S = jumlah spesies yang ditemukan N = jumlah individu seluruh spesies

Indeks kekayaan spesies Margalef merupakan indeks yang menunjukkan kekayaan spesies suatu komunitas, dimana besarnya nilai ini dipengaruhi oleh banyaknya spesies dan jumlah individu pada areal tersebut. Nilai dari indeks kekayaan spesies Margalef ini digunakan untuk membandingkan tingkat kekayaan spesies pada 2 atau lebih komunitas.

2.5.2Nilai Keanekaragaman Shannon-Wiener (Diversity Index)

Nilai keanekaragaman spesies merupakan nilai yang mengkombinasikan antara kekayaan spesies dan kemerataan spesies. Indeks yang digunakan adalah indeks keanekaragaman spesies Shannon-Wiener.

H’ = - ∑ ln Pi = Keterangan:

H’ = indeks keanekaragaman spesies Shannon-Wiener

ni = jumlah individu spesies ke-i N = jumlah individu seluruh spesies

2.5.3Nilai Kemerataan Pielou (Evenness Index)

Indeks kemerataan Pielou menunjukkan derajat kemerataan kelimpahan setiap spesies. Indeks kemerataan Pielou (Evenness Index) dinyatakan dengan:

E = H' lnS Keterangan:

E = indeks kemerataan spesies Pielou

H’ = indeks keanekaragaman spesies Shannon-Wiener

S = jumlah spesies yang ditemukan

Nilai E berkisar antara 0–1. Nilai yang mendekati 0 menunjukan bahwa terdapat spesies yang dominan dalam komunitas. Jika nilai mendekati 1 menunjukan seluruh spesies memiliki tingkat kemerataan spesies yang hampir sama atau tidak terdapat dominasi suatu spesies tertentu.


(15)

        6

2.5.4Nilai Kesamaan Komunitas (Similarity Index) antar Tipe Tegakan

Similarity index menunjukan tingkat kesamaan komunitas antar 2 tipe tegakan yang berbeda. Nilai kesamaan komunitas (Similarity index) antar tipe tegakan diperoleh denganrumus Jaccard.

CJ = J

J

Keterangan:

CJ = indeks kesamaan Jaccard

J = jumlah spesies yang ditemukan pada habitat a dan b a = jumlah spesies yang ditemukan pada habitat a b = jumlah spesies yang ditemukan pada habitat b

Similarity index Jaccard (CJ) berkisar antara 0–1, yang apabila mendekati nilai 1 menujukkan bahwa tingkat kesamaan komunitas antar habitat tinggi, dan apabila mendekati nilai 0 menunjukkan bahwa tingkat kesamaan spesies antar habitat rendah (Magurran 1998).

2.5.5Kelimpahan Makrofauna Tanah

Kelimpahan adalah menggambarkan banyaknya jumlah individu yang menempati suatu lokasi. Kelimpahan spesies yang digunakan untuk analisis data penelitian adalah mengacu pada jumlah individu suatu spesies yang ditemukan pada lokasi tertentu.

2.5.6Frekuensi ditemukannya Makrofauna Tanah

Frekuensi suatu spesies makrofauna tanah menunjukan keseringan ditemukannya spesies makrofauna tanah tertenutu pada suatu tempat. Frekuensi ditemukannya spesies makrofauna tanah dapat dihitung dengan rumus.

F = Jumlah plot ditemukan suatu spesies Jumlah seluruh plot penelitian

2.5.7 Analisis Tekstur Tanah

Analisis tekstur tanah yang dilakukan yaitu menentukan tekstur dan warna tanah. Warna tanah ditentukan dengan menggunakan buku Munsell Soil Color Chart dan tekstur tanah dilakukan dengan teknik rabaan.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Umum Lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) adalah hutan tanaman yang dibangun sejak tahun 1951/1952 dengan spesies tanaman damar (Agathis


(16)

       

7

loranhtifolia). Penutupan hutan di HPGW saat ini telah mencapai lebih dari 95% dengan berbagai spesies tanaman, yaitu damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), kayu afrika (Maesopsis eminii), mahoni (Swietenia macrophylla), rasamala (Altingia excelsa), sonokeling (Dalbergia latifolia), Gliricidae sp., sengon (Paraserianthes falcataria), meranti (Shorea sp.), dan akasia (Acacia mangium). Berdasarkan SK Menhut No. 188/Menhut-II/2005 menetapkan fungsi hutan kawasan HPGW sebagai Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) dan pengelolaannya diserahkan kepada Fakultas Kehutanan IPB. Tujuan khusus tersebut sebagai hutan pendidikan dan pelatihan.

Kawasan HPGW terletak 2.4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (desa Segog). Secara Geografis HPGW berada pada 106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan 6°54'23''LS sampai 6°55'35''LS. Secara administrasi pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, sedangkan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi. Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomang) seluas 120 ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 ha.

Gambar 2 Sketsa lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat

Tanah HPGW adalah kompleks dari Podsolik, Latosol dan Litosol dari batu endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian barat daya terdapat areal peralihan dengan spesies batuan karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping). Tanah di areal HPGW memiliki tingkat kemasaman (pH) sekitar 5–5.5. Hampir seluruh kawasan berada pada ketinggian lebih dari 500 m dpl, hanya lebih kurang 10% dari bagian selatan berada di bawah ketinggian tersebut.

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim di HPGW termasuk iklim tipe B dengan nilai Q 18.42% yaitu daerah basah dengan vegetasi masih hutan hujan tropika. Berdasarkan data curah hujan tahun 1999 sampai dengan 2004, distribusi curah hujan HPGW DAS Cipeureu, Sukabumi rata-rata tertinggi jatuh pada bulan Desember yaitu sebesar 453.4 mm dan curah hujan rata-rata terendah jatuh pada bulan Juli dan Agustus dengan nilai masing-masing yaitu sebesar 53.18 mm dan 53.52 mm. Selanjutnya untuk nilai rata-rata bulan basah diperoleh sebesar 289.56 mm dan rata-rata bulan kering sebesar 53.35 mm.


(17)

        8

3.2 Makrofauna Tanah (Non Insekta)

3.2.1 Komposisi dan Kelimpahan Makrofauna Tanah (non insekta)

Kelimpahan dan komposisi makrofauna tanah (non insekta) dari empat tegakan terdiri dari 11 ordo dan 30 morfospesies dengan total kelimpahan 730. Contoh makrofauna tanah (non insekta) yang terdapat di seluruh tegakan tersaji pada Gambar 3 dan kelimpahan makrofauna tanah di seluruh tegakan disajikan pada Tabel 1.

Gambar 3 (a) Pheretima sp., (b) Perionyx sp.3, (c) Mecistocephalidae sp.1, (d) Oxyopidae sp., (e) Dysderidae sp., (f) Prygodesmidae sp.

(g) Spirobolidae sp., (h) Scolopendridae sp., (i) Cylistidae sp.

Tabel 1 menunjukan bahwa jumlah total individu yang ditemukan pada tegakan agathis adalah 282 ind/, pada tegakan pinus terdapat 150 individu dan pada tegakan campuran terdapat 185 individu. Tegakan agathis merupakan tegakan yang memiliki kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) tertinggi. Tegakan agathis memiliki akumulasi ketebalan serasah dan penutupan tajuk yang tertinggi daripada tegakan yang lainnya. Kondisi tersebut diduga yang menyebabkan kelimpahan pada tegakan tersebut tinggi.

Kelimpahan makrofauna tanah diduga sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya, sehingga faktor ini harus benar-benar diperhatikan. Perubahan pada lingkungan akan berdampak pada keberadaan makrofauna tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Terjadinya kebakaran diduga akan berdampak pada menurunnya kelimpahan jumlah individu makrofauna tanah

a b c

d e

g h i


(18)

       

9

spesies tertentu. Kondisi tersebut terlihat pada Tabel 1 yang menunjukan bahwa tegakan pinus tak terbakar memiliki kelimpahan yang lebih tinggi daripada tegakan pinus terbakar.

Data kelimpahan dan komposisi makrofauna tanah (non insekta) dari delapan tegakan yang dibedakan berdasarkan penutupan tajuk disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukan bahwa kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) pada tegakan rapat lebih tinggi daripada tegakan jarang. Tingginya kelimpahan makrofauna tanah pada tegakan rapat ini diduga disebabkan oleh penutupan tajuk yang lebih rapat. Kondisi tersebut menyebabkan sinar matahari yang masuk ke dalam tegakan menjadi lebih sedikit dan tanah lebih lembab sehingga kelimpahan makrofauna tanah akan meningkat. Kualitas dan kuantitas makanan yang cukup akan meningkatkan jumlah individu makrofauna tanah (non insekta).

Tabel 1 Kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) di seluruh tegakan

Ordo Famili Morfospesies Kelimpahan (ind)

4)

A1)2) P1)2) C1)2) PK1)2)

Oligochaeta Megascolacidae Perionyx sp.1 56 48 54 32

Perionyx sp.2 29 4 18 10

Perionyx sp.3 0 0 1 21

Pheretima sp. 0 0 11 26

Metaphire sp. 1 0 0 0

Enchytraeidae Enchytraeidae sp.1 108 37 24 1

Enchytraeidae sp.2 8 0 26 8

Hirudinea Hirudinea Hirudinea sp.1 2 0 1 0

Hirudinea sp.2 1 0 0 0

Araneae Araneidae Araneidae sp.1 0 0 2 1

Araneidae sp.2 0 0 1 0

Dysderidae Dysderidae sp.1 0 0 0 1

Oxyopidae Oxyopidae sp. 3 0 2 1

Thomisidae Thomisidae sp. 0 3 0 0

Lycosidae Lycosidae sp. 3 0 0 0

Salticidae Salticidae sp. 2 0 0 0

Opiliones Phalangiidae Phalangiidae sp. 1 0 0 0

Isopoda Trachelipodidae Trachelipodidae sp. 20 0 3 0

Cylistidae Cylistidae sp. 0 3 8 5

Oniscidae Oniscidae sp.1 0 2 0 0

Oniscidae sp.2 5 3 0 0

Polydesmida Dalodesmidae Dalodesmida sp.1 10 11 3 1

Dalodesmida sp.2 7 1 1 0

Pyrgodesmidae Pyrgodesmidae sp. 0 0 2 0

Scolopendromorpha Scolopendridae Scolopendridae sp. 0 5 0 0

Spirobolida spirobolidae Spirobolidae sp. 0 0 0 1

Geophilomorpha Mecistocephalidae Mecistocephalidae sp.1 18 33 26 4

Mecistocephalidae sp.2 7 0 0 0

Mollusca Mollusca Mollusca sp. 1 0 1 0

Trombidiformis Trombididae Trombididae sp. 0 0 1 1

Total 282 150 185 113

A = tegakan agathis, P = tegakan tak terbakar pinus, C = tegakan campuran (agathis, pinus dan puspa), PK = tegakan pinus pasca terbakar, 1) = gabungan makrofauna tanah yang ditemukan di tanah dan serasah, 2) = gabungan makrofauna tanah ditegakan rapat dan jarang, 4) = makrofauna tanah (non insekta) di 6 plot, ukuran 1 plot (40 x 40 cm).


(19)

        10

Tabel 2 Kelimpahan makrofauan tanah (non insekta) berdasarkan penutupan tajuk di semua tegakan

Ordo Famili Morfospesies Kelimpahan (ind)

5)

AR1) AJ1) PR1) PJ1) CR1) CJ1) PKR1) PKJ1)

Oligochaeta Megascolacidae Perionyx sp.1 30 26 0 48 38 16 28 4

Perionyx sp.2 29 0 1 3 18 0 0 10

Perionyx sp.3 0 0 0 0 0 1 0 21

Pheretima sp. 0 0 0 0 11 0 18 8

Metaphire sp. 0 1 0 0 0 0 0 0

Enchytraeidae Enchytraeidae sp.1 97 11 29 8 0 24 0 1

Enchytraeidae sp.2 3 5 0 0 26 0 8 0

Hirudinea Hirudinea Hirudinea sp.1 2 0 0 0 1 0 0 0

Hirudinea sp.2 0 1 0 0 0 0 0 0

Araneae Araneidae Araneidae sp.1 0 0 0 0 1 1 1 0

Araneidae sp.2 0 0 0 0 0 1 0 0

Dysderidae Dysderidae sp.1 0 0 0 0 0 0 1 0

Oxyopidae Oxyopidae sp. 3 0 0 0 1 1 0 1

Thomisidae Thomisidae sp. 0 0 3 0 0 0 0 0

Lycosidae Lycosidae sp. 3 0 0 0 0 0 0 0

Salticidae Salticidae sp. 2 0 0 0 0 0 0 0

Opiliones Phalangiidae Phalangiidae sp. 0 1 0 0 0 0 0 0

Isopoda Trachelipodidae Trachelipodidae sp. 20 0 0 0 3 0 0 0

Cylistidae Cylistidae sp. 0 0 3 0 8 0 5 0

Oniscidae Oniscidae sp.1 0 0 0 2 0 0 0 0

Oniscidae sp.2 5 0 2 1 0 0 0 0

Polydesmida Dalodesmidae Dalodesmidae sp.1 4 6 11 0 3 0 0 1

Dalodesmidae sp.2 7 0 1 0 1 0 0 0


(20)

       

11

Ordo Famili Morfospesies Kelimpahan (ind)

5)

AR1) AJ1) PR1) PJ1) CR1) CJ1) PKR1) PKJ1)

Scolopendromorpha Scolopendridae Scolopendridae sp. 0 0 5 0 0 0 0 0

Spirobolida Spirobolidae Spirobolidae sp. 0 0 0 0 0 0 1 0

Geophilomorpha Mecistocephalidae Mecistocephalidae sp.1 14 4 30 3 16 10 3 1

Mecistocephalidae sp.2 7 0 0 0 0 0 0 0

Mollusca Mollusca Mollusca sp. 1 0 0 0 0 1 0 0

Trombidiformis Trombididae Trombididae sp. 0 0 0 0 1 0 0 1

Total 227 55 85 65 128 57 65 48

AR = tegakan agathis rapat, AJ = tegakan agathis jarang, PR = tegakan tak terbakar pinus rapat, PJ = tegakan pinus tak terbakar jarang, CR = tegakan campuran (agathis, pinus dan puspa) rapat, CJ = tegakan campuran (agathis, pinus dan puspa) jarang, PKR = tegakan pinus pasca terbakar rapat, PKJ = tegakan pinus pasca terbakar jarang, 1) = gabungan makrofauna tanah yang ditemukan di tanah dan serasah, 5) = makrofauna tanah (non insekta) di 3 plot, ukuran 1 plot (40 x 40 cm).


(21)

        12

Tabel 3 Kelimpahan makrofauna tanah yang ditemukan di tanah dan serasah

Ordo Famili Morfospesies Kelimpahan (ind)

6)

Tanah2)3) Serasah2)3)

Oligochaeta Megascolacidae Perionyx sp.1 171 19

Perionyx sp.2 61 0

Perionyx sp.3 22 0

Pheretima sp. 37 0

Metaphire sp. 0 1

Enchytraeidae Enchytraeidae sp.1 165 5

Enchytraeidae sp.2 31 11

Hirudinea Hirudinea Hirudinea sp.1 3 0

Hirudinea sp.2 0 1

Araneae Araneidae Araneidae sp.1 1 2

Araneidae sp.2 0 1

Dysderidae Dysderidae sp. 0 1

Oxyopidae Oxyopidae sp. 3 3

Thomisidae Thomisidae sp. 2 1

Lycosidae Lycosidae sp. 0 3

Salticidae Salticidae sp. 2 0

Opiliones Phalangiidae Phalangiidae sp. 1 0

Isopoda Trachelipodidae Trachelipodidae sp. 18 5

Cylistidae Cylistidae sp. 0 16

Oniscidae Oniscidae sp.1 0 2

Oniscidae sp.2 1 7

Polydesmidae Dalodesmidae Delodesmida sp.1 16 9

Delodesmida sp.2 9 0

Pyrgodesmidae Pyrgodesmidae sp. 2 0

Scolopendromorpha Scolopendridae Scolopendridae sp. 5 0

Spirobolida spirobolidae Spirobolidae sp. 0 1

Geophilomorpha Mecistocephalidae Mecistocephalidae sp.1 74 7

Mecistocephalidae sp.2 4 3

Mollusca Mollusca Mollusca sp. 1 1

Trombidiformis Trombididae Trombididae sp. 0 2

Total 629 101

2) = gabungan makrofauna tanah ditegakan rapat dan jarang, 3) = gabungan makrofauna tanah yang ditemukan pada tegakan agathis, pinus, campuran (agathis, pinus, puspa) dan pinus pasca terbakar, 6) = makrofauna tanah (non insekta) di 24 plot, ukuran 1 plot (40 x 40 cm).

Penyebaran makrofauna tanah dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok utama, yaitu penyebaran secara horizontal (permukaan tanah/serasah) dan secara vertikal (dalam tanah) (Solihin 2000). Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi perbedaan antara kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) yang terdapat pada lapisan tanah (0–10 cm) dengan yang terdapat pada lapisan serasah. Tabel 3 menunjukan bahwa kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) pada lapisan tanah (0–10 cm) lebih tinggi daripada yang ditemukan pada lapisan serasah. Lapisan tanah (0–10 cm) didominasi oleh ordo Oligochaeta (cacing tanah) dan

Geophilomorpha (kelabang). Hal tersebut diduga yang menyebabkan tingginya kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) pada laipsan tanah. Oligochaeta

adalah spesies makrofauna tanah yang menyukai tempat/tanah lembab yang tidak terkena matahari langsung. Kelembaban ini penting untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuhnya (Khairuman dan Amri 2009).

Kelimpahan dan komposisi makrofauna tanah (non insekta) dapat dilihat juga berdasarkan tempat ditemukannya yaitu di tanah dan di serasah. Data kelimpahan dan komposisi makrofauna tanah (non insekta) berdasarkan tempat


(22)

       

13

ditemukannya yaitu di tanah dan di serasah Hutan Pendidikan Gunung Walat disajikan pada Tabel 3.

3.2.2 Biodiversitas Makrofauna Tanah (non insekta)

Keanekaragaman yang telah dianalisis pada penelitian ini adalah nilai kekayaan spesies, nilai keanekaragaman dan nilai kemerataan spesies. Kekayaan spesies (richness) makrofauna tanah (non insekta) mengacu pada banyaknya spesies yang ditemukan pada suatu ekosistem. Jumlah total spesies dalam suatu komunitas (S) tergantung pada ukuran sampel dan waktu.

Hasil perhitungan nilai indeks diversitas yang disajikan pada Tabel 4 menunjukan bahwa tegakan campuran memiliki keanekaragaman tertinggi (DMg = 3.26, H’ = 2.16 dan E = 0.63). Hal ini diduga oleh komposisi vegetasi yang heterogen pada tegakan tersebut. Menurut Sugiyarto et al. (2007) keanekaragaman fauna tanah dipengaruhi oleh variasi makanan yang tersedia di lingkungan. Keanekaragaman makrofauna tanah menurun pada tegakan agathis dan pada tegakan pinus dibandingkan dengan tegakan agathis. Tegakan pinus memiliki tingkat keanekaragam yang terendah dengan nilai (DMg = 2.00, H’ = 1.77 dan E = 0.50). Hal ini diduga karena jumlah serasah yang berada pada tegakan pinus lebih sedikit dan jarang ditemukannya tumbuhan bawah di sekitar tegakan. Ketiga tegakan tersebut memiliki nilai E mendekati 1, hal ini menunjukan bahwa setiap spesies pada ekosistem tersebut memiliki tingkat penyebaran spesies yang hampir sama atau tidak ada spesies yang mendominasi pada masing-masing tegakan.

Whelan (1995) menyatakan bahwa organisme-organisme tanah sangat dipengaruhi oleh adanya kebakaran. Ada beberapa faktor yang menyebabkan matinya organisme tanah terutama makrofauna tanah karena kebakaran yaitu denaturasi protein, inaktivasi termal enzim yang lebih cepat daripada yang dapat dibentuk, suplai oksigen yang tidak cukup, efek temperatur yang berbeda pada reaksi metabolis yang saling terkait dan efek temperatur terhadap struktur membrane (Whelen 1995).

Tabel 4 Biodiversitas makrofauna tanah (non insekta) untuk seluruh tegakan

Keterangan Tegakan

4)

Agathis1)2) Pinus1)2) Campuran1)2)

S 18.00 11.00 18.00

H' 2.01 1.77 2.16

DMg 3.01 2.00 3.26

E 0.59 0.52 0.63

S = jumlah morfospesies yang ditemukan, H’= indeks keanekaragaman individu spesies Shannon-Wiener, DMg = indeks kekayaan spesies Margalef, E = indeks kemerataan spesies Pielou, 1) = gabungan makrofauna tanah yang ditemukan di tanah dan serasah, 2) = gabungan makrofauna tanah di tegakan rapat dan jarang, 4) = makrofauna tanah di 6 plot.

Tabel 5 menunjukan bahwa terjadi peningkatan keanekaragaman makrofauna tanah setelah terjadi kebakaran pada tegakan pinus. Tegakan pinus tak terbakar memiliki nilai keanekaragaman (H’= 1.77, DMg= 2.00 dan E= 0.52) dan meningkat pada tegakan pasca terbakar dengan nilai keanekaragaman (H’=1.96, DMg=2.75 dan E=0.58). Nilai Keanekaragaman makrofauna tanah pada tegakan pinus tak terbakar lebih rendah daripada pada tegakan pinus pasca


(23)

        14

terbakar. Hal ini diduga dengan adanya kebakaran akan memunculkan abu dilantai hutan yang menimbulkan peningkatan unsur hara dan pH tanah. Hal tersebut diduga menjadi penyebab meningkatnya keanekaragaman makrofauna tanah. Spesies-spesies yang terdapat pada tegakan setelah terbakar adalah Perionyx sp.3,

Araneidae sp.1, Dysderidae sp., Oxyopidae sp., dan Spirobolidae sp.

Tabel 5 Biodiversitas makrofauna tanah (non insekta) di tegakan pinus tak terbakardan pinus pasca terbakar

Keterangan Tegakan pinus

4)

Tak terbakar1)2) Pasca terbakar1)2)

S 11.00 14.00

H' 1.77 1.96

DMg 2.00 2.75

E 0.52 0.58

S = jumlah morfospesies yang ditemukan, H’= indeks keanekaragaman individu spesies Shannon-Wiener, DMg = indeks kekayaan spesies Margalef, E = indeks kemerataan spesies Pielou, 1) = gabungan makrofauna tanah yang ditemukan di tanah dan serasah, 2) = gabungan makrofauna tanah di tegakan rapat dan jarang, 4) = makrofauna tanah di 6 plot, ukuran 1 plot (40 x 40 cm).

Tabel 6 Biodiversitas makrofauna tanah (non insekta) berdasarkan penutupan tajuk pada seluruh tegakan

Keterangan Tegakan

5)

AR AJ PR PJ CR CJ PKR PKJ

S 15.00 8.00 9.00 6.00 13.00 9.00 8.00 9.00

H' 1.93 1.55 1.59 0.94 1.97 1.50 1.51 1.60

DMg 2.58 1.75 1.80 1.20 2.47 1.98 1.68 2.07

E 0.57 0.45 0.47 0.28 0.58 0.44 0.44 0.47

S = jumlah morfospesies yang ditemukan, H’= indeks keanekaragaman individu spesies Shannon-Wiener, DMg = indeks kekayaan spesies Margalef, E = indeks kemerataan spesies Pielou, 5) = makrofauna tanah di 3 plot, ukuran 1 plot (40 x 40 cm).

Hasil penelitian Sugiyarto (2000) menjelaskan bahwa diversitas makrofauna tanah berkorelasi negatif dengan tingkat penetrasi cahaya matahari. Berdasarkan hasil penelitian kelimpahan dan keanekaragaman pada setiap tegakan yang memiliki penutupan tajuk rapat memiliki kecenderungan nilai kelimpahan dan keanekaragaman yang lebih tinggi daripada tegakan yang memiliki penutupan tajuk jarang. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 yang menunjukan tingkat keanekaragaman makrofauna tanah akan meningkat seiring dengan peningkatan penutupan tajuk. Keanekaragaman tertinggi dijumpai pada tegakan campuran rapat (H’ = 1.97)

Indeks kekayaan spesies tertinggi ditemukan pada tegakan agathis rapat. Selain itu, jumlah spesies dan kelimpahan individu tertinggi juga ditemukan pada tegakan agathis rapat. Hal tersebut diduga disebabkan oleh penutupan tajuk yang tinggi (95.7%), ketebalan serasah (3.7 cm) dan kondisi hujan sehari sebelum pengambilan makrofauna tanah (non insekta) yang menjadikan kelembaban tanah meningkat dan suhu tanah menurun. Kondisi tersebut diduga disenangi oleh sebagian besar makrofauna tanah. Nilai kemerataan spesies pada setiap tegakan mendekati 0 sehingga dapat dikatakan bahwa sebaran kelimpahan individu pada setiap morfospesies tidak merata. Salah satu contoh ordo yang memiliki kelimpahan tertinggi yaitu ordo Oligochaeta. Ordo ini hampir mendominasi pada


(24)

       

15

setiap tegakan. Cacing tanah merupakan kelompok hewan invertebrata yang banyak dijumpai pada tempat-tempat yang lembab di seluruh dunia (Brata 2009).

Hasil analisis data indeks keanekaragaman, indeks kekayaan dan indeks kemerataan spesies makrofauna tanah (non insekta) berdasarkan tempat ditemukannya (lapisan tanah dan serasah) tersaji pada Tabel 7. Di lapisan tanah terdapat 21 morfospesies dengan 629 individu, sedangkan pada lapisan serasah terdapat 21 morfospesies dengan 101 individu. Hasil analisis menunjukan bahwa nilai keanekaragaman pada lapisan serasah lebih tinggi daripada lapisan tanah (0–10 cm). Nilai biodiversitas pada lapisan tanah (0–10 cm) yaitu (H’=2.09, DMg=3.10 dan E=0.61) dan pada lapisan serasah yaitu (H’=2.60, DMg=4.33 dan E=0.76). Secara umum nilai keanekaragaman makrofauna tanah pada lapisan serasah lebih tinggi daripada keanekaragaman makrofauna tanah pada lapisan tanah (0–10 cm). Tersediannya makanan yang cukup berupa serasah dan tumbuhan bawah diduga menyebabkan tingginya keanekaragaman makrofauna tanah (non insekta) pada lapisan serasah, sedangkan pada lapisan bawahnya (0–10 cm) kehidupan makrofauna tanah dibatasi oleh kondisi lingkungan, seperti terbatasnya ketersediaan oksigen, minimnya bahan makanan, sinar matahari serta kondisi tanah yang kurang mendukung.

Tabel 7 Biodiversitas makrofauna tanah (non insekta) yang ditemukan di tanah dan serasah

Keterangan Tegakan

6)

Tanah Serasah

S 21.00 21.00

H' 2.09 2.60

DMg 3.10 4.33

E 0.61 0.76

S = jumlah morfospesies yang ditemukan, H’= indeks keanekaragaman individu spesies Shannon-Wiener, DMg = indeks kekayaan spesies Margalef, E = indeks kemerataan spesies Pielou, 6) = makrofauna tanah (non insekta) di 24 plot.

3.2.3 Nilai Kesamaan Komunitas (Similarity index)

Hasil analisis data untuk mengetahui tingkat kesamaan spesies makrofauna tanah antara tipe tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan menggunakan rumus kesamaan Jaccard dapat disajikan pada Tabel 8. Hasil analisis data untuk mengetahui tingkat kesamaan komunitas antara tipe tegakan di HPGW dapat menggunakan rumus kesamaan Jaccard dapat disajikan pada Tabel 8 dan 9. Hasil analisis indeks kesamaan komunitas Jaccard memperlihatkan bahwa nilai kesamaan makrofauna tanah antar tipe tegakan berbeda satu sama lain. Tingkat kesamaan antar tegakan dapat dikatakan rendah, dikarenakan nilai indeks kesamaan komunitas (Jaccard index) mendekati nol. Kondisi vegetasi dan faktor lingkungan yang berbeda menyebabkan kelimpahan dan keanekaragaman yang berbeda pada setiap tipe tegakan. Kebakaran yang terjadi pada tegakan juga menyebabkan tingkat kesamaan komunitas antar tegakan menjadi rendah.


(25)

        16

Tabel 8 Nilai kesamaan antar tegakan berdasarkan tipe tegakan

Tegakan Similarity Index

A vs P 0.32

P vs C 0.32

A vs C 0.44

P vs PK 0.32

A= tegakan agathis, P= tegakan pinus tak terbakar, C= tegakan campuran (agathis, pinus, puspa), , PK= tegakan pinus pasca terbakar, vs= versus.

3.2.4 Frekuensi ditemukananya Makrofauna Tanah

Frekuensi yaitu menunjukan seringnya makrofauna tanah (non insekta) yang ditemukan di plot penelitian. Data frekuensi ditemukannya makrofauna tanah pada lapisan taah (0–10 cm) dan lapisan serasah disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Frekuensi Makrofauna tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat

Morfospesies Frekuensi (%)6)

Tanah Serasah

Dalodesmidae sp.1 16.67 20.83

Dalodesmidae sp.2 16.67 0.00

Mollusca sp. 4.17 4.17

Mecistochepalidae sp.1 66.67 16.67

Mecistochepalidae sp.2 4.17 4.17

Hirudinea sp.1 8.33 0.00

Hirudinea sp.2 0.00 4.17

Salticidae sp. 4.17 0.00

Trachelipodidae sp. 12.50 8.33

Lycosidae sp. 0.00 4.17

Oniscidae sp.1 0.00 4.17

Oniscidae sp2. 4.17 8.33

Phalangiidae sp. 4.17 0.00

Araneidae sp.1 4.17 8.33

Araneidae sp.2 0.00 4.17

Thomisidae sp. 8.33 4.17

Scolopendridae sp. 8.33 0.00

Pyrgodesmidae sp. 4.17 0.00

Cylistidae sp. 0.00 16.67

Trombididae sp. 0.00 8.33

Dysderidae sp. 0.00 4.17

Spirobolidae sp. 0.00 4.17

Oxyopidae sp. 12.50 12.50

Perionyx sp.1 41.67 8.33

Perionyx sp.2 25.00 0.00

Perionyx sp.3 8.33 0.00

Pheretima sp. 25.00 0.00

Metaphire sp. 0.00 4.17

Enchytraeidae sp.1 45.83 16.67

Enchytraeidae sp.2 29.17 8.33

6) = makrofauna tanah (non insekta) di 24 plot.

3.2.4.1 Lapisan Tanah (0–10 cm)

Pada lapisan tanah (0–10cm) ditemukan 21 spesies morfospesies. Spesies

Mecistochepalidae sp.1 merupakan spesies yang paling sering ditemukan dengan FR = 66.67%. Ordo yang sering ditemukan pada lapisan tanah ini adalah ordo


(26)

       

17

Oligochaeta (cacing tanah). Cacing tanah sering ditemukan di plot pengamatan karena cocoknya kondisi lingkungan untuk pertumbuhan cacing tanah seperti pH tanah 5–5.5 dan suhu tanah 19.7–23 0C. Menurut Lee (1985) dalam Brata (2009) kebutuhan lingkungan tanah atau media tempat hidup cacing tanah tersebut adalah kecukupan dan kesesuaian pakan, kelembaban, temperatur, pH dan konsentrasi elektrolit, aerasi media, perlindungan cahaya serta tektur tanah. Menurut Khairuman dan Amri (2009), idealnya suhu untuk kehidupan cacing tanah adalah 15–25 0C, jika melebihi angka tersebut bisa dipastikan pertumbuhan dan kenyamanan hidup cacing tanah bakal terganggu.

Spesies cacing tanah yang terdapat di Indonesia kebanyakan tergolong ke dalam famili Megascolacidae. Cacing tanah (Perionyx sp. dan Pheretima sp.) sering ditemukan pada setiap plot pengamatan dengan frekuensi 25%. Suin (1997) menyatakan bahwa cacing tanah (Pheretima sp.) banyak ditemukan di pulau Jawa, baik di dataran rendah, rumput, maupun dataran tinggi. Minnich (1997) dalam Soedarmo (1995) mengemukakan bahwa Pheretima sp. adalah spesies cacing yang mempunyai adaptasi yang mengagumkan. Ada beberapa spesies makrofauna tanah yang hanya ditemukan pada lapisan tanah saja, diantaranya yaitu Dalodesmidae sp.2, Hirudinea sp.1, Salticidae sp.,

Scolopendridae sp., Pyrgodesmidae sp., Perionyx sp.2, Perionyx sp.3 dan

Pheretima sp.

3.2.4.2Lapisan Serasah

Serasah merupakan salah satu habitat yang digunakan oleh makrofauna tanah terutama yang ada di permukaan atau dekat permukaan tanah. Kondisi serasah sangat berpengaruh terhadap keberadaan makrofauna tanah. Makrofauna tanah (non insekta) yang sering ditemukan pada lapisan serasah yaitu

Dalodesmidae sp. (20.83%), Mecistocephalidae sp. (16.67%), Cylistidae sp. (16.67%), dan Oxyopidae sp. (12.50%). Spesies makrofauna tanah yang hanya ditemukan pada lapisan serasah, diantaranya yaitu Hirudinea sp2, Lycocidae sp,

Oniscidae sp.1, Oniscidae sp.2, Araneae sp.2, Cylistidae sp., Trombididae sp.,

Dysderidae sp., Spirobolidae sp., dan Metaphire sp. Kelas crustaceae ditemukan hampir merata pada semua tipe tegakan. Hal ini diduga karena melimpahnya serasah sebagai tempat berlindung dan sekaligus menjadi bahan makanan.

3.2.5 Hubungan Faktor Lingkungan dengan Keanekaragaman Makrofauna Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat

Kehidupan oganisme tidak tersendiri, tetapi berinteraksi dengan faktor lainnya, seperti faktor fisika dan faktor kimia dari lingkungan tempatnya hidup. Adanya interaksi itu sangat menentukan penyebaran dan kepadatan hewan tersebut (Suin 2006). Makrofauna tanah akan melimpah pada habitat yang mampu menyediakan faktor-faktor yang dapat mendukung kehidupan makrofauna tanah seperti ketersediaan makanan, suhu yang optimal, dan ada atau tidaknya musuh alami.

Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah, sehingga suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah (Suin 2006). Suhu tanah yang terdapat di plot pengamatan berkisar 19–23 0C, kondisi kondisi tersebut


(27)

        18

diduga cocok sebagai tempat hidup makrofauna tanah (non insekta) hal ini dilihat dari kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) yang ada.

Cahaya masuk ke dalam tanah pada kedalaman 1–2 cm. Aktivitas makrofauna tanah akan terhambat dengan cahaya yang berlebihan terutama sinar ultra violet (Buliyansih 2005). Penutupan tajuk yang semakin rapat diduga memiliki kecenderungan untuk semakin meningkatnya kelimpahan makrofauna tanah.

Makrofauna tanah juga dipengaruhi oleh kehadiran vegetasi dan spesies vegetasi (Wallwork 1970). Tegakan campuran memiliki nilai keanekaragaman yang tetinggi yaitu H’= 2.16, hal ini diduga bahwa keanekaragaman makrofauna tanah secara tidak langsung dipengaruhi oleh keanekaragaman vegetasi karena semakin tinggi keanekaragaman vegetasi akan meningkatkan variasi pakan untuk makrofauan tanah, sehingga makrofauna tanah yang ada semakin beragam. Biasanya keanekaragaman yang semakin meningkat akan diikuti dengan kelimpahan yang menurun karena akan ada persaingan untuk memperoleh pakan sehingga relung ekologi semakin menyempit. Data korelasi antara faktor lingkungan (suhu tanah, penutupan tajuk, dan ketebalan serasah) dengan nilai keanekaragaman spesies makrofauna tanah (non insekta) pada semua plot dapat disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Hubungan faktor lingkungan dengan keanekaragaman (Diversity Index)

\ Faktor lingkungan

7)

Diversity Index

Suhu Penutupan tajuk Ketebalan serasah H'

Agathis rapat 20.00 95.70 3.70 1.93

Agathis jarang 21.00 66.50 1.50 1.55

Pinus rapat 19.70 86.00 3.00 1.59

Pinus jarang 19.80 67.60 1.50 0.94

Campuran rapat 20.00 87.70 2.50 1.97

Campuran jarang 20.00 65.80 2.00 1.50

Pinus terbakar rapat 21.00 92.50 2.70 1.51

Pinus terbakar jarang 23.00 62.90 2.30 1.60

7) = nilai rata-rata dari 24 plot.

3.2.6 Analisis Tanah (warna dan tekstur tanah) pada setiap Plot

Tanah memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda. Salah satunya adalah warna dan tekstur tanah. Ordo Oligochaeta (cacing tanah) merupakan salah satu makrofauna tanah yang mempunyai kelimpahan tertinggi pada setiap tipe tegakan. Jenis-jenis cacing tanah local atau asli (native) biasanya ditemukan hidup pada berbagai jenis tanah, baik tanah bertekstur halus, tanah liat, tanah liat berdebu, maupun lempung berdebu. Namun jarang ditemukan pada tanah berpasir (Khairuman dan Amri 2009). Hasil penelitian menunjukan bahwa kelimpahan tertinggi makrofauna tanah adalah cacing tanah dengan memiliki tekstur tanah liat, liat berpasir ringan, liat berdebu dan lempung ringan. Data analisis tanah (warna dan tekstur tanah) pada setiap plot disajikan pada Tabel 11.


(28)

       

19

Tabel 11 Analisis warna dan tekstur tanah pada setiap plot

Tegakan Plot Warna tanah Tekstur tanah

Agathia rapat 1 Yellowishh red Clay

2 Dark reddish brown Silty clay

3 Dark reddish brown Clay

Agathis jarang 1 Reddish brown Clay

2 Very dusky red Clay

3 Very dark brown Clay

Pinus tak terbakar rapat 1 Dark reddish brown Silty clay loam

2 Dark reddish brown Clay

3 Dark yellowish brown Silty clay

Pinus tak terbakar jarang 1 Dark yellowish brown Sandy clay loam

2 Dark reddish brown Sandy loam

3 Very dark brown Sandy clay

Campuran rapat 1 Dark yellowish brown Clay

2 Strong brown Clay

3 Dark reddish brown Silty clay

Campuran jarang 1 Dark yellowish brown Clay

2 Dark reddish gray Clay

3 Dark reddish brown Silty clay

Pinus pasca terbakar rapat 1 Dark yellowish brown Sandy clay loam

2 Dark yellowish brown Sandy clay

3 Dark yellowish brown Sandy clay

Pinus pasca terbakar jarang 1 Strong brown Clay

2 Dark brown Clay

3 Dark yellowish brown Sandy clay

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki komposisi makrofauna tanah (non insekta) yang terdiri dari 11 ordo, 19 famili dan 30 morfospesies. Kelimpahan tertinggi dijumpai pada tegakan agathis dengan kelimpahan sebesar 282 individu. Jika dilihat dari penutupan tajuk, tegakan yang memiliki penutupan tajuk lebih rapat akan cenderung memiliki kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) yang lebih tinggi. Kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) yang dijumpai pada lapisan tanah (0–10 cm) lebih tinggi daripada yang dijumpai pada lapisan serasah. Ordo

Geopilomorpha dan Oligochaeta adalah ordo yang paling sering ditemukan pada setiap tipe tegakan. Tingkat keragaman makrofauna tanah (non insekta) tertinggi ditemukan pada tegakan campuran. Vegetasi yang semakin bervariasi diduga akan menghasilkan keanekaragaman makrofauna tanah (non insekta) yang tinggi, dan dengan ketebalan serasah yang semakin tinggi maka keanekaragaman makrofauna tanah cenderung meningkat. Kondisi kebakaran yang terjadi pada tegakan pinus, diduga dapat mengubah komposisi spesies dan menurunkan kelimpahan


(29)

        20

makrofauna tanah. Nilai kemerataan komunitas pada setiap tegakan mendekati nol (0), hal tersebut menunjukan bahwa setiap tegakan memiliki tingkat kelimpahan dan keanekaragaman makrofauna tanah (non insekta) yang berbeda satu sama lain.

Saran

Keanekaragaman makrofauna tanah (non inisekta) dapat digunakan untuk menduga kualitas tanah. Analisis tanah baik fisik maupun kimia juga diperlukan karena diduga akan berkaitan dengan keberadaan dan keanekaragaman makrofauna tanah (non insekta) tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Biologi Pertanian Pupuk Kandang, Pupuk Organik dan insektisida. Bandung (ID): Penerbit Alumni.

Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Jakarta (ID): Kanisius.

Borror DJ, Triplehorn, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Seranggaedisi ke 6. Partosoedjono S, penerjemah; Brotowidjoyo MD, editor. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari: An Introduction To The Study of Insects.

Brata B. 2009. Cacing Tanah. Bogor (ID): IPB Pr.

Buliyansih A. 2005. Penilaian dampak kebakaran terhadap makrofauna tanah dengan metode Forest Health Monitoring (FHM) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Khairuman, Amri K. 2009. Mengeruk Untung dari Beternak Cacing. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.

Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. London(ID): Croom Helm Ltd.

Primack BR, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata P. 1998. Biologi Konservasi. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.

Shepard BM, Borrion JA, Litsinger. 1987. Friend of The Rice Farmer: Helpful Insect, Spiders, and Pathogens. Filipina (PH): International Rice Research Institute.

Soedarmo. 1995. Peningkatan kualitas fisik Podsolik Merah Kuning (hapludult) gajrung dan latosol (dystropept) darmaga dengan pemanfaatan cacing tanah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Solihin. 2000. Keanekaragaman binatang tanah pada berbagai tegakan hutan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Subyanto, Achmad S. [tahun terbit tidak diketahui]. Kunci Determinasi Serangga. Christina LS, editor. Yogyakarta (ID): Kanisius.


(30)

       

21

Sugiyarto. 2000. Keanekaragaman makrofauna tanah pada berbagai tingkat umur tegakan sengon di RPH Jatirejo Kabupaten Kediri. Biodiversitas 1(2):47-53.

Sugiyarto. 2007. Preferensi berbagai spesies makrofauna tanah terhadap sisa bahan organik tanaman pada intensitas cahaya berbeda. Biodiversitas

7(4):96-100.

Suin NM. 2006. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Wallwork JB. 1970. Ecology of Soil Animals. London (ID): Mc Graw-Hill.

Whelan RJ. 1995. The Ecology of Fire. New York (ID): Cambridge University Pr. Wood M. 1989. Soil Biology. New York (ID): Chapman and Hall.


(31)

        22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 21 Desember 1990 dari ayah Utsman dan ibu Juariyah. Penulis adalah putri ketiga dari empat bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari MAN 8 Cakung, Jakarta Timur dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (BEM-E) Divisi Human Resources and Development pada tahun 2010/2011 dan Himpunan Profesi Tree Grower Community pada tahun 2011/2012. Selain itu, penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan oleh beberapa organisasi tingkat perguruan tinggi. Bulan Februari sampai dengan bulan April 2013, penulis mengikuti Praktek Kerja Profesi di PT SBA Wood Industries Palembang, Sumatera Selatan.

Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis, antara lain: Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional BEM FMIPA ITS 2012, Mahasiswa Berprestasi Bidang Ekstrakurikuler Institut Pertanian Bogor 2012, dan finalis Mahasiswa Berprestasi (MAPRESI) Tingkat Departemen Silvikultur 2011.


(1)

 

Oligochaeta (cacing tanah). Cacing tanah sering ditemukan di plot pengamatan karena cocoknya kondisi lingkungan untuk pertumbuhan cacing tanah seperti pH tanah 5–5.5 dan suhu tanah 19.7–23 0C. Menurut Lee (1985) dalam Brata (2009) kebutuhan lingkungan tanah atau media tempat hidup cacing tanah tersebut adalah kecukupan dan kesesuaian pakan, kelembaban, temperatur, pH dan konsentrasi elektrolit, aerasi media, perlindungan cahaya serta tektur tanah. Menurut Khairuman dan Amri (2009), idealnya suhu untuk kehidupan cacing tanah adalah 15–25 0C, jika melebihi angka tersebut bisa dipastikan pertumbuhan dan kenyamanan hidup cacing tanah bakal terganggu.

Spesies cacing tanah yang terdapat di Indonesia kebanyakan tergolong ke dalam famili Megascolacidae. Cacing tanah (Perionyx sp. dan Pheretima sp.) sering ditemukan pada setiap plot pengamatan dengan frekuensi 25%. Suin (1997) menyatakan bahwa cacing tanah (Pheretima sp.) banyak ditemukan di pulau Jawa, baik di dataran rendah, rumput, maupun dataran tinggi. Minnich (1997) dalam Soedarmo (1995) mengemukakan bahwa Pheretima sp. adalah spesies cacing yang mempunyai adaptasi yang mengagumkan. Ada beberapa spesies makrofauna tanah yang hanya ditemukan pada lapisan tanah saja, diantaranya yaitu Dalodesmidae sp.2, Hirudinea sp.1, Salticidae sp., Scolopendridae sp., Pyrgodesmidae sp., Perionyx sp.2, Perionyx sp.3 dan Pheretima sp.

3.2.4.2Lapisan Serasah

Serasah merupakan salah satu habitat yang digunakan oleh makrofauna tanah terutama yang ada di permukaan atau dekat permukaan tanah. Kondisi serasah sangat berpengaruh terhadap keberadaan makrofauna tanah. Makrofauna tanah (non insekta) yang sering ditemukan pada lapisan serasah yaitu Dalodesmidae sp. (20.83%), Mecistocephalidae sp. (16.67%), Cylistidae sp. (16.67%), dan Oxyopidae sp. (12.50%). Spesies makrofauna tanah yang hanya ditemukan pada lapisan serasah, diantaranya yaitu Hirudinea sp2, Lycocidae sp, Oniscidae sp.1, Oniscidae sp.2, Araneae sp.2, Cylistidae sp., Trombididae sp., Dysderidae sp., Spirobolidae sp., dan Metaphire sp. Kelas crustaceae ditemukan hampir merata pada semua tipe tegakan. Hal ini diduga karena melimpahnya serasah sebagai tempat berlindung dan sekaligus menjadi bahan makanan.

3.2.5 Hubungan Faktor Lingkungan dengan Keanekaragaman Makrofauna Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat

Kehidupan oganisme tidak tersendiri, tetapi berinteraksi dengan faktor lainnya, seperti faktor fisika dan faktor kimia dari lingkungan tempatnya hidup. Adanya interaksi itu sangat menentukan penyebaran dan kepadatan hewan tersebut (Suin 2006). Makrofauna tanah akan melimpah pada habitat yang mampu menyediakan faktor-faktor yang dapat mendukung kehidupan makrofauna tanah seperti ketersediaan makanan, suhu yang optimal, dan ada atau tidaknya musuh alami.

Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah, sehingga suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah (Suin 2006). Suhu tanah yang terdapat di plot pengamatan berkisar 19–23 0C, kondisi kondisi tersebut


(2)

 

diduga cocok sebagai tempat hidup makrofauna tanah (non insekta) hal ini dilihat dari kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) yang ada.

Cahaya masuk ke dalam tanah pada kedalaman 1–2 cm. Aktivitas makrofauna tanah akan terhambat dengan cahaya yang berlebihan terutama sinar ultra violet (Buliyansih 2005). Penutupan tajuk yang semakin rapat diduga memiliki kecenderungan untuk semakin meningkatnya kelimpahan makrofauna tanah.

Makrofauna tanah juga dipengaruhi oleh kehadiran vegetasi dan spesies vegetasi (Wallwork 1970). Tegakan campuran memiliki nilai keanekaragaman yang tetinggi yaitu H’= 2.16, hal ini diduga bahwa keanekaragaman makrofauna tanah secara tidak langsung dipengaruhi oleh keanekaragaman vegetasi karena semakin tinggi keanekaragaman vegetasi akan meningkatkan variasi pakan untuk makrofauan tanah, sehingga makrofauna tanah yang ada semakin beragam. Biasanya keanekaragaman yang semakin meningkat akan diikuti dengan kelimpahan yang menurun karena akan ada persaingan untuk memperoleh pakan sehingga relung ekologi semakin menyempit. Data korelasi antara faktor lingkungan (suhu tanah, penutupan tajuk, dan ketebalan serasah) dengan nilai keanekaragaman spesies makrofauna tanah (non insekta) pada semua plot dapat disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Hubungan faktor lingkungan dengan keanekaragaman (Diversity Index)

\ Faktor lingkungan

7)

Diversity Index

Suhu Penutupan tajuk Ketebalan serasah H'

Agathis rapat 20.00 95.70 3.70 1.93

Agathis jarang 21.00 66.50 1.50 1.55

Pinus rapat 19.70 86.00 3.00 1.59

Pinus jarang 19.80 67.60 1.50 0.94

Campuran rapat 20.00 87.70 2.50 1.97

Campuran jarang 20.00 65.80 2.00 1.50

Pinus terbakar rapat 21.00 92.50 2.70 1.51

Pinus terbakar jarang 23.00 62.90 2.30 1.60

7) = nilai rata-rata dari 24 plot.

3.2.6 Analisis Tanah (warna dan tekstur tanah) pada setiap Plot

Tanah memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda. Salah satunya adalah warna dan tekstur tanah. Ordo Oligochaeta (cacing tanah) merupakan salah satu makrofauna tanah yang mempunyai kelimpahan tertinggi pada setiap tipe tegakan. Jenis-jenis cacing tanah local atau asli (native) biasanya ditemukan hidup pada berbagai jenis tanah, baik tanah bertekstur halus, tanah liat, tanah liat berdebu, maupun lempung berdebu. Namun jarang ditemukan pada tanah berpasir (Khairuman dan Amri 2009). Hasil penelitian menunjukan bahwa kelimpahan tertinggi makrofauna tanah adalah cacing tanah dengan memiliki tekstur tanah liat, liat berpasir ringan, liat berdebu dan lempung ringan. Data analisis tanah (warna dan tekstur tanah) pada setiap plot disajikan pada Tabel 11.


(3)

 

Tabel 11 Analisis warna dan tekstur tanah pada setiap plot

Tegakan Plot Warna tanah Tekstur tanah

Agathia rapat 1 Yellowishh red Clay

2 Dark reddish brown Silty clay

3 Dark reddish brown Clay

Agathis jarang 1 Reddish brown Clay

2 Very dusky red Clay

3 Very dark brown Clay

Pinus tak terbakar rapat 1 Dark reddish brown Silty clay loam

2 Dark reddish brown Clay

3 Dark yellowish brown Silty clay

Pinus tak terbakar jarang 1 Dark yellowish brown Sandy clay loam

2 Dark reddish brown Sandy loam

3 Very dark brown Sandy clay

Campuran rapat 1 Dark yellowish brown Clay

2 Strong brown Clay

3 Dark reddish brown Silty clay

Campuran jarang 1 Dark yellowish brown Clay

2 Dark reddish gray Clay

3 Dark reddish brown Silty clay

Pinus pasca terbakar rapat 1 Dark yellowish brown Sandy clay loam

2 Dark yellowish brown Sandy clay

3 Dark yellowish brown Sandy clay

Pinus pasca terbakar jarang 1 Strong brown Clay

2 Dark brown Clay

3 Dark yellowish brown Sandy clay

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki komposisi makrofauna tanah (non insekta) yang terdiri dari 11 ordo, 19 famili dan 30 morfospesies. Kelimpahan tertinggi dijumpai pada tegakan agathis dengan kelimpahan sebesar 282 individu. Jika dilihat dari penutupan tajuk, tegakan yang memiliki penutupan tajuk lebih rapat akan cenderung memiliki kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) yang lebih tinggi. Kelimpahan makrofauna tanah (non insekta) yang dijumpai pada lapisan tanah (0–10 cm) lebih tinggi daripada yang dijumpai pada lapisan serasah. Ordo Geopilomorpha dan Oligochaeta adalah ordo yang paling sering ditemukan pada setiap tipe tegakan. Tingkat keragaman makrofauna tanah (non insekta) tertinggi ditemukan pada tegakan campuran. Vegetasi yang semakin bervariasi diduga akan menghasilkan keanekaragaman makrofauna tanah (non insekta) yang tinggi, dan dengan ketebalan serasah yang semakin tinggi maka keanekaragaman makrofauna tanah cenderung meningkat. Kondisi kebakaran yang terjadi pada tegakan pinus, diduga dapat mengubah komposisi spesies dan menurunkan kelimpahan


(4)

 

makrofauna tanah. Nilai kemerataan komunitas pada setiap tegakan mendekati nol (0), hal tersebut menunjukan bahwa setiap tegakan memiliki tingkat kelimpahan dan keanekaragaman makrofauna tanah (non insekta) yang berbeda satu sama lain.

Saran

Keanekaragaman makrofauna tanah (non inisekta) dapat digunakan untuk menduga kualitas tanah. Analisis tanah baik fisik maupun kimia juga diperlukan karena diduga akan berkaitan dengan keberadaan dan keanekaragaman makrofauna tanah (non insekta) tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Biologi Pertanian Pupuk Kandang, Pupuk Organik dan insektisida. Bandung (ID): Penerbit Alumni.

Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Jakarta (ID): Kanisius.

Borror DJ, Triplehorn, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga edisi ke 6. Partosoedjono S, penerjemah; Brotowidjoyo MD, editor. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari: An Introduction To The Study of Insects. Brata B. 2009. Cacing Tanah. Bogor (ID): IPB Pr.

Buliyansih A. 2005. Penilaian dampak kebakaran terhadap makrofauna tanah dengan metode Forest Health Monitoring (FHM) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Khairuman, Amri K. 2009. Mengeruk Untung dari Beternak Cacing. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.

Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. London(ID): Croom Helm Ltd.

Primack BR, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata P. 1998. Biologi Konservasi. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.

Shepard BM, Borrion JA, Litsinger. 1987. Friend of The Rice Farmer: Helpful Insect, Spiders, and Pathogens. Filipina (PH): International Rice Research Institute.

Soedarmo. 1995. Peningkatan kualitas fisik Podsolik Merah Kuning (hapludult) gajrung dan latosol (dystropept) darmaga dengan pemanfaatan cacing tanah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Solihin. 2000. Keanekaragaman binatang tanah pada berbagai tegakan hutan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Subyanto, Achmad S. [tahun terbit tidak diketahui]. Kunci Determinasi Serangga. Christina LS, editor. Yogyakarta (ID): Kanisius.


(5)

 

Sugiyarto. 2000. Keanekaragaman makrofauna tanah pada berbagai tingkat umur tegakan sengon di RPH Jatirejo Kabupaten Kediri. Biodiversitas 1(2):47-53.

Sugiyarto. 2007. Preferensi berbagai spesies makrofauna tanah terhadap sisa bahan organik tanaman pada intensitas cahaya berbeda. Biodiversitas 7(4):96-100.

Suin NM. 2006. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Wallwork JB. 1970. Ecology of Soil Animals. London (ID): Mc Graw-Hill.

Whelan RJ. 1995. The Ecology of Fire. New York (ID): Cambridge University Pr. Wood M. 1989. Soil Biology. New York (ID): Chapman and Hall.


(6)

 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 21 Desember 1990 dari ayah Utsman dan ibu Juariyah. Penulis adalah putri ketiga dari empat bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari MAN 8 Cakung, Jakarta Timur dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (BEM-E) Divisi Human Resources and Development pada tahun 2010/2011 dan Himpunan Profesi Tree Grower Community pada tahun 2011/2012. Selain itu, penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan oleh beberapa organisasi tingkat perguruan tinggi. Bulan Februari sampai dengan bulan April 2013, penulis mengikuti Praktek Kerja Profesi di PT SBA Wood Industries Palembang, Sumatera Selatan.

Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis, antara lain: Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional BEM FMIPA ITS 2012, Mahasiswa Berprestasi Bidang Ekstrakurikuler Institut Pertanian Bogor 2012, dan finalis Mahasiswa Berprestasi (MAPRESI) Tingkat Departemen Silvikultur 2011.