66.0 66.0 66.0 Urea lepas lambat dengan penyalutan poliakrilamida, poliakrilat, dan parafin

Lampiran 7 Pencocokan kurva rilis urea tersalut PAA-MBA dan parafin S = 11.64151396 r = 0.99771002 Waktu menit K o n s e n tr a s i U re a p p m 0.0 40.0

80.0 120.0

160.0 200.0 240.0 0.0 80 .00 16 0.0 24 0.0 32 0.0 40 0.0 48 0.0 Residuals X Axis units Y A x is u n it s

0.0 66.0

132.0 198.0 264.0 -28 .83 -14 .41 0.0 14 .41 28 .83 Exponential Association: y=a1-exp-bx Coefficient Data: a = 4.20E+02 b = 5.01E-02 Exponential Association: y=a1-exp-bx Chi Square History: It 0: 80393 It 1: 37138.9 It 2: 997.434 It 3: 949.038 It 4: 948.678 It 5: 948.677 It 6: 948.677 Parameter Histories: Parameter History: a It 0: 4.21E+02 It 1: 3.52E+02 It 2: 4.18E+02 It 3: 4.20E+02 It 4: 4.20E+02 It 5: 4.20E+02 It 6: 4.20E+02 Parameter History: b It 0: 1.67E-02 It 1: 3.91E-02 It 2: 5.16E-02 It 3: 4.99E-02 It 4: 5.01E-02 It 5: 5.01E-02 It 6: 5.01E-02 Exponential Association: y=a1-exp-bx Covariance Matrix: 0.287736 -6.74E-05 -6.74E-05 5.22E-08 Exponential Association: y=a1-exp-bx Residual Table: 5.551724 5 -1.66066 10 -11.3661 15 -12.6104 30 24.02342 60 1.953782 120 -5.44551 180 -4.01444 240 0.41958 Exponential Association: y=a1-exp-bx Standard Error: 11.6415310 Correlation Coefficient: 0.9977100 35 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 20 Mei 1984. Pendidikan sarjana ditempuh di program studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Kimia pada Program Pascasarjana IPB. Penulis bekerja sebagai analis dan asisten peneliti pada Laboratorium Kimia Terpadu IPB. 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pupuk urea banyak digunakan untuk pertanian karena kandungan urea yang cukup tinggi dibanding pupuk lain, yaitu sekitar 45. Menurut Suherman et al. 2011, pemanfaatan pupuk urea secara konvensional belum efisien, sekitar 20 sampai dengan 70 pupuk urea hilang ke lingkungan. Masalah ini disebabkan tingginya kecepatan pelepasan urea dalam tanah dan pengaruh lain seperti dekomposisi urea, penguapan urea sebagai amonia, penanganan pupuk, dan juga penyimpanannya. Pelepasan urea yang tidak terkendali juga menyebabkan polusi lingkungan. Hasil dari dekomposisi urea berupa nitrat dan amonia menyebabkan pencemaran serius pada lingkungan. Menurut Savci 2012, tingginya kadar nitrat pada lingkungan dapat menyebabkan methemoglobinemia, efek karsinogenik, dan eutrofikasi perairan. Evaporasi amonia menyebabkan hujan asam yang merusak vegetasi. Masalah ketidakefisienan ini dapat ditangani melalui pengendalian pelepasan urea sehingga lebih lambat atau terkendali. Pupuk ini dalam aplikasinya dikenal dengan istilah pupuk lepas lambat slow release fertilizerSRF atau pupuk lepas terkontrol controlled release fertilizerCRF. Istilah pupuk lepas lambat dan pupuk lepas terkontrolterkendali secara definisi sama saja Trenkel 2010. Umumnya istilah pupuk lepas lambat merujuk ke pupuk yang mempunyai mekanisme lepas lambat melalui proses dekomposisi secara mikrobial contohnya urea-formaldehida, sedangkan pupuk lepas terkontrol merujuk kepada pupuk tersalut atau terenkapsulasi. Shaviv 2005 membuat definisi, pupuk lepas lambat adalah pupuk yang dapat lepas dibandingkan pupuk biasa tanpa perlakuan di pasaran, sedangkan pupuk lepas terkontrol adalah pupuk yang diketahui laju, pola, dan lama lepas pupuk, serta dapat dikontrol dalam proses pembuatannya. Salah satu cara untuk membuat pupuk lepas lambat adalah dengan penyalutan terhadap pupuk. Bahan penyalut yang umum digunakan adalah polimer, contohnya polimer hidrofilik. Ciri utama polimer hidrofilik adalah tingginya daya pembengkakan polimer. Polimer hidrofilik yang banyak digunakan di bidang pertanian adalah poliakrilamida dan poliakrilat, terutama sebagai superabsorben melalui modifikasi kopolimerisasi cangkok dan taut-silang, seperti penelitian Hua et al. 2009 menggunakan komposit poliakrilat dan Mas’ud et al. 2013 menggunakan komposit poliakrilamida. Polimer dipilih sebagai bahan penyalut karena tidak dipengaruhi secara signifikan oleh kondisi tanah seperti pH, salinitas, tekstur, aktivitas mikrobiologi, potensial redoks, kekuatan ionik air tanah, tetapi lebih bergantung pada suhu dan permeabilitas. Suhu aplikasi pupuk biasanya pada suhu kamar, sedangkan permeabilitas diatur oleh jumlah atau komposisi penyalut Trenkel 2010. Penelitian terkait pupuk lepas lambat umumnya terbagi menjadi dua tipe, tipe pertama yaitu pupuk sebagai inti tersalut polimer dan tipe kedua yaitu pupuk tersimpan dalam matriks polimer. Contoh tipe pertama ditemukan pada penelitian Abraham 1997 berupa urea granul tersalut polimer hidrofobik dan hidrofilik. Selain itu juga penelitian Subbarao et al. 2013 tentang pupuk kalium oksida 2 tersalut polimer hidrofilik. Contoh tipe kedua ditemukan pada penelitian Hekmat et al. 2009 tentang matriks poliakrilamida yang diperkaya pupuk amonium nitrat, penelitian Liang et al. 2009 tentang kopolimer jerami tercangkok poliakrilat sebagai matriks yang diperkaya urea, demikian pula Talaat et al. 2008 tentang hidrogel dari pati tercangkok akrilonitril yang dikompositkan dengan campuran pupuk. Teknik yang digunakan untuk menghasilkan pupuk lepas lambat, diantaranya dengan menggunakan granulator panci miring, drum berputar, teknik lapik teralir. Penelitian terkait teknik pembuatan pupuk lepas lambat diantaranya penelitian Tzika et al. 2003 tentang penyalutan pupuk granul menggunakan teknik lapik teralir dan penelitian Hoeung et al.2011 membuat campuran pupuk dan zeolit menggunakan granulator panci miring. Penelitian lain dari Abraham 1997 menggunakan teknik penyalutan pupuk simultan dengan polimerisasi radikal dalam reaktor sehingga polimer yang terbentuk langsung terdeposisi pada permukaan pupuk. Polimerisasi radikal tersebut tidak terkendali, demikian pula proses penyalutan dengan prinsip deposisi permukaan perlu dikendalikan agar salutan yang terbentuk sempurna. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan membuat pupuk urea granul lepas lambat melalui reaksi polimerisasi yang dirancang dalam sistem terkendali. Penyalut dua lapis digunakan pada urea lepas lambat ini. Lapisan dalam adalah polimer hidrofilik sebagai membran semipermeabel berfungsi mengendalikan pelepasan urea dan lapisan luar berupa penyalut hidrofobik berfungsi untuk mengurangi penetrasi air. Polimer hidrofilik yang digunakan yaitu poliakrilamida dan poliakrilat, masing-masing tertaut silang dengan N,N- metilena-bis akrilamida MBA. Parafin 20 digunakan sebagai penyalut kedua sehingga pupuk diharapkan lepas lambat. Menurut Trenkel 2010, pola pelepasan pupuk diharapkan berpola sigmoidal dan laju pelepasannya sesuai dengan kebutuhan tanaman. Oleh karena itu, pola dan kinetika pelepasan urea dari pupuk lepas lambat ditentukan dengan pendekatan model sigmoidal dan model eksponensial. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan membuat pupuk urea granul lepas lambat melalui penyalutan ganda dengan polimer hidrofilik dan parafin melalui reaksi polimerisasi yang dirancang dalam sistem terkendali. Pupuk urea lepas lambat ditentukan pola dan kinetika pelepasan urea dalam air dan tanah. Hipotesis Penelitian Pupuk granul urea lepas lambat dalam tanah menunjukkan pola pelepasan sigmoidal. 3 2 METODE Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk urea granul, akrilamida, asam akrilat, parafin, N,N-metilena-bis akrilamidaMBA p.a Merck, benzoil peroksidaBPO p.a Merck, p-dimetilaminobenzaldehidaDMAB p.a Merck, kloroform CHCl 3 p.a Merck, etanol 99 p.a Merck, HCl p.a Merck, dan tanah berpasir sandy loam. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah reaktor polimerisasi yang dirancang dalam sistem kendali otomatis, penangas air, pengaduk magnet, kondensor, chiller, radas penguap putar, oven, neraca digital, termometer, ayakan 1,5 mm dan 2 mm, radas uji pelepasan pupuk urea, mikrokontroler ATtiny2313 AVR 8 bit, indikator-kontroler suhu Emko ESM-4410, sensor termokopel tipe K, spektrofotometer ultraviolet-tampak UV-Vis 1700 Shimadzu, instrumen spektroskopi inframerah Fourier Transform Infrared FTIR IRPrestige-21 Shimadzu, Scanning Electron Microscope SEM Carl Zeiss EVO Puslitbang Hutan Bogor, dan alat-alat gelas lain. Metode penelitian ini terdiri atas penyalutan, pencirian, dan uji pelepasan urea sesuai dengan diagram alir pada Lampiran 1. Penyalutan urea terdiri atas penyalutan dengan polimer hidrofilik dan parafin. Pencirian terdiri atas pengukuran daya pembengkakkan, persen penyalutan, spektroskopi inframerah, dan pemayaran SEM. Pelepasan urea dilakukan dalam air dan tanah. Urea yang digunakan berbentuk granul dengan ukuran 1,5 – 2 mm dan telah dikeringkan di oven pada suhu 80 o C selama 2 jam. Penyalutan Penyalutan Pupuk Urea Granul dengan Polimer Percobaan pendahuluan yang dilakukan, yaitu polimerisasi monomer dalam pelarut kloroform CHCl 3 . Metode polimerisasi adalah modifikasi metode Abraham 1997 dengan penggunaan inisiator azo-bis isobutironitril AIBN diganti dengan benzoil peroksidaBPO, jumlah resep bahan, dan proses reaksi dirancang dalam sistem yang lebih terkontrol. Sintesis polimerisasi dilakukan untuk penentuan suhu polimerisasi, waktu penyalutan-polimerisasi, dan observasi lain untuk perancangan sistem penyalutan terkontrol. Polimerisasi dilakukan dengan mencampurkan 1,06 g monomer akrilamida atau asam akrilat, 0,1 g MBA penaut silang, 0,05 g BPO inisiator, dan 15 g pupuk urea granul ke dalam labu reaksi yang berisi 56 mL CHCl 3 . Labu tersebut dipasangkan kondensor, lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 40 o C, 50 o C, 60 o C, dan suhu maksimal yaitu titik didih kloroform yaitu 61 o C. Setelah didapatkan 4 suhu polimerisasi, lalu dilakukan penyalutan dengan polimer pada granul urea pada suhu tersebut. Pengambilan contoh dilakukan pada beberapa butir granul urea pada beberapa titik dalam labu pada waktu reaksi 15, 30, 45 menit kemudian urea tersebut direndam air untuk melihat kelarutan dan salutan yang terbentuk. Selanjutnya dilakukan reaksi penyalutan terkontrol, yang dimulai dengan pembuatan dua larutan terpisah dalam vial 10 mL, larutan pertama merupakan campuran 1,06 g monomer akrilamida atau asam akrilat dan 0,1 g MBA dalam 8 mL CHCl 3 dan larutan kedua adalah 0,05 g BPO dalam 8 mL CHCl 3 . Kedua larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu reaksi yang telah berisi 15 g pupuk urea dalam 40 mL CHCl 3 secara terkontrol , kemudian dipasang pada sistem yang terdiri atas penangas air, kondensor, dan pengaduk. Reaksi dikontrol selama waktu yang telah ditetapkan dari uji pendahuluan sebelumnya. Penyalutan Lanjut dengan Parafin Modifikasi Al-Zahrani 2000 Modifikasi dilakukan pada tahap pelapisan. Pupuk urea tersalut polimer disalut parafin sebanyak 20 terhadap bobot pupuk. Penyalutan dengan parafin dilakukan dengan melarutkan 0,5 gram parafin padat dalam pelarut 4 mL CHCl 3 hangat, kemudian dituangkan ke dalam pupuk 15 gram pupuk tersalut polimer. Pelarut kloroform tersebut diuapkan dengan radas penguap putar pada suhu 60 o C pada tekanan rendah, putaran tidak terlalu cepat sekitar 40 rpm, kemudian dikeringkan di oven pada suhu 60 o C. Hal ini dilakukan berulang kali hingga komposisi parafin mencapai 20. Pencirian Kandungan Urea dan Persen Penyalutan Pupuk urea tersalut ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian dimasukkan ke dalam kasa stainless steel 100 mesh. Kasa tersebut ditimbang, kemudian direndam ke dalam akuades 1 L hingga kadar urea tetap. Kasa tersebut diangkat dan dikeringkan di dalam oven suhu 60 o C, kemudian kasa tersebut ditimbang. Kandungan urea dan persen penyalutan diperoleh dari perhitungan data timbangan kering sebelum dan sesudah perendaman. Daya Pembengkakan Penyalut Polimer Uji daya pembengkakan swelling dilakukan pada deposit polimer yang telah direndam dan dibilas dengan akuades. Sejumlah 0,05 gram deposit polimer tersebut dimasukkan ke dalam kasa stainless steel 100 mesh, kasa berisi deposit tersebut ditimbang, kemudian direndam dalam akuades 100 mL selama 24 jam. Kasa tersebut diangkat, ditiriskan, dan dilap hingga permukaan luar kering. Kasa tersebut ditimbang. Daya pembengkakan diperoleh dari hasil perhitungan data timbangan sebelum dan sesudah penyerapan air maksimal. Pencirian dengan SEM Pencirian morfologi penyalut menggunakan Scanning Electron Microscope SEM. Sejumlah tertentu urea tersalut dipotong melintang. Potongan contoh tersebut ditempelkan pada tempat contoh specimen holder, contoh kemudian dimasukkan ke dalam specimen chamber dan dilakukan pemayaran. 5 Pencirian dengan Spektroskopi Inframerah Analisis gugus fungsi menggunakan spektroskopi inframerah Fourier Transform Infrared FTIR. Contoh yang akan dianalisis adalah bahan pereaksi polimerisasi dan polimer penyalut pupuk. Deposit polimer diperoleh dengan menghancurkan pupuk tersalut, kemudian dimasukkan ke dalam kasa stainless steel 100 mesh, lalu direndam dalam akuades, kemudian dibilas dengan akuades, dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 o C. Metode analisis spektroskopi IR yang digunakan adalah metode Diffuse Reflectance Spectroscopy. Campuran 100 mg KBr dan 2 mg contoh tersebut digerus hingga tercampur homogen. Campuran tersebut kemudian dimasukkan pada mangkuk mikro dan ditekan hingga padat, kemudian ditempatkan pada holder contoh lalu dipayar pada kisaran bilangan 400−4000 cm -1 dengan fungsi apodisasi Happ-Genzel. Uji Pelepasan Urea Penentuan Kadar Urea dengan Metode DMAB Abraham 1997 Penentuan kadar urea dilakukan dengan membuat larutan standar urea dan pereaksi warna urea terlebih dahulu. Larutan standar urea dibuat dari 0,5 g urea yang dilarutkan dalam 100 mL akuades, kemudian dibuat menjadi deret konsentrasi 40, 120, 200, 280, 360, 400, dan 500 ppm. Pereaksi pewarna urea dibuat dari 2 g p-dimetilaminobenzaldehida DMAB dilarutkan dalam 100 mL etanol 99 dan 10 mL HCl pekat. Penentuan kadar urea, masing-masing sebanyak 3 mL standar, contoh, dan blangko ditambahkan 2 mL pereaksi pewarna urea. Campuran dikocok sampai homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian ditentukan absorbansinya pada panjang gelomban g λ 420 nm dengan spektrofotometer. Pelepasan Urea yang Telah Tersalut Dalam Air Modifikasi Suherman dan Anggoro 2011 Pelepasan urea dalam media air statis rilis difusi ditentukan dengan metode modifikasi Suherman 2011, modifikasi dilakukan pada kantong kasa untuk menahan urea tersalut sehingga mudah diangkat ketika dilakukan pengambilan contoh. Sebanyak 0,5 g pupuk urea yang telah disalut polimer ditempatkan dalam kantong kasa stainless steel berpori 100 mesh yang diikatkan dengan tali di ujungnya Gambar 1. Kantong tersebut direndam dalam 1 L akuades dalam wadah plastik. Selang waktu tertentu, kantong diangkat dan akuades tersebut diambil 5 mL ke dalam tabung vial untuk ditentukan kadar urea dengan metode DMAB. Selang waktu pengambilan contoh akuades tersebut adalah 5 menit, 10 menit , 15 menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, 1 hari, hingga hari kadar urea telah mencapai kesetimbangan atau 100 lepas. Pengambilan contoh menit ke-5, 10, dan 15 didahului dengan pengadukkan magnet stirrer, selanjutnya contoh diambil langsung. Setelah kadar urea tidak naik lagi, kantong kasa tersebut diangkat dan digoyang keras, kemudian direndam kembali dalam akuades, dibiarkan 15 menit, lalu akuades tersebut diambil untuk penentuan persen salutan. 6 Gambar 1 Radas uji pelepasan urea dalam air Pelepasan Urea Tersalut dalam Media Tanah Modifikasi Zheng et al. 2009 Pelepasan urea secara dinamis dalam media tanah melalui pencucian dengan air leaching dilakukan dengan metode modifikasi Zheng et al. 2009, modifikasi pada kolom tanah sehingga pembengkakan polimer tidak menghambat aliran air tanah. Modifikasi dilakukan pada posisi penempatan pupuk. Setting radas uji seperti ditunjukkan Gambar 2. Tanah dimasukkan ke dalam kolom sebanyak 13 gram setinggi 5 cm, kemudian dimasukkan tanah yang sudah dicampur 0,5 g pupuk. Setelah itu, diatasnya ditambahkan lagi sebanyak 13 gram tanah. Awalnya, air dari tangki penyimpanan ke kolom hingga seluruh tanah dalam kolom basah dan air menggenang setinggi 5 cm di atas permukaan tanah, kemudian air dialirkan 85 mLjam atau 1 tetes tiap 3 detik. Larutan yang telah melewati tanah dalam tabung dikumpulkan pada waktu 0, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, hingga hari ketika konsentrasinya mencapai kesetimbangan maksimum. Sebanyak sebanyak 10 mL larutan tersebut ditimbang dan ditentukan kadar urea dengan metode DMAB. Gambar 2 Radas uji pelepasan urea dalam tanah tercuci Kasa berisi pupuk Tangki penyimpanan air Tampungan larutan leaching 7 Prosedur Analisis Data Penentuan pola dan kinetika laju pelepasan urea. Hasil uji pelepasan urea dihubungkan terhadap waktu sehingga menghasilkan pola kurva pelepasan urea. Kurva tersebut dicocokkan dengan model matematis menggunakan perangkat lunak Curve Expert 1.4. Model sigmodal digunakan, diantaranya Morgan –Mercer–Flodin MMF, Logistic, Richards, dan Gompertz relation. Penentuan kinetika laju pelepasan urea ditentukan juga dengan model eksponensial pertumbuhan Growth exponential assosiation 2, sesuai dengan Persamaan 1. Model eksponensial ini sesuai dengan model matematis pelepasan pupuk menurut Zheng et al. 2009 pada Persamaan 2. 1 2 Keterangan: Ct = kadar nitrogen dalam waktu tertentu t. C ∞ = kadar nitrogen saat kesetimbangan r = laju pelepasan urea 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Penyalutan Uji pendahuluan dilakukan untuk mencari metode penyalutan. Penyalutan dilakukan secara simultan dengan proses polimerisasi monomer dengan penaut silang. Monomer yang akan digunakan adalah akrilamida dan asam akrilat. Penaut silang yang digunakan adalah N,N-metilena-bis akrilamida MBA. Kloroform dipilih sebagai pelarut karena sifatnya yang dapat melarutkan pereaksi tetapi tidak melarutkan urea. Polimerisasi dilakukan menggunakan inisiator benzoil peroksida BPO pada suhu 40 o C, namun tidak terbentuk agregat polimer. BPO terdekomposisi pada suhu 38 – 80 o C Moad et al. 2006. Oleh karena itu, polimerisasi dengan BPO dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, dari 40 o C sampai suhu maksimal yang bisa dicapai yaitu titik didih kloroform 61 o C. Sejumlah besar deposit yang diduga polimer terbentuk pada titik didih kloroform yaitu suhu 61 o C Gambar 3. Oleh karena itu, desain sistem reaktor disusun sedemikian rupa untuk proses refluks. Deposit yang dihasilkan dalam proses tersebut tidak larut dalam pelarut kloroform dan air, sedangkan monomer dan bahan lain yang dipakai bersifat larut dalam kloroform dan air. Hal ini mendukung telah terbentuknya polimer yang cenderung terdeposit. Polimer yang dibentuk melalui proses modifikasi taut silang akan membentuk rantai yang berinterkoneksi Gambar 4. Modifikasi polimer dengan penaut silang berguna untuk menjadikan polimer lebih stabil dan membentuk struktur mirip jaring yang berguna untuk tujuan penyalutan Abraham 1997. 8 Polimerisasi yang terjadi adalah polimerisasi radikal. Proses polimerisasi tersebut berlangsung secara acak atau tidak terkontrol sehingga dapat terjadi perbedaan nyata pada keterulangan polimer yang dihasilkan. Proses ini simultan dengan deposisi polimer pada permukaan granul urea. Proses deposisi ini perlu dikendalikan agar terbentuk penyalutan yang efektif dan sempurna. Proses pengendalian dilakukan pada pemberian bahan pereaksi dan pengadukkan. Gambar 3 Deposit polimer tanpa urea CH 2 CH COX CO CH 2 CH COX CH 2 CH CO NH CH 2 NH CH 2 CH COX CH 2 CH COX CH 2 C H X C H 2 CH C O N H C H 2 C H C O N H C H 2 C H C O C H 2 CH CH C H C CH CH C O O CH CH CH C CH CH C O O t o Monomer M A PO N 2 Monomer Akrilamida O Monomer Asam akrilat Gambar 4 Struktur polimer penyalut Pembentukkan selubung diamati dengan pengambilan contoh granul dari labu reaksi pada menit ke –15 , 30, 45, dan 60. Granul tersebut direndam dalam air dan dibiarkan hingga larut. Granul yang larut meninggalkan deposit penyalut. Pembentukkan selubung ini menunjukkan penyalutan urea dengan polimer bertaut 9 silang dapat terjadi, baik pada poliakrilamida dan poliakrilat. Pembentukkan deposit pada menit ke-15 berupa serpihan. Selubung sempurna terbentuk pada menit ke 45, baik berbasis monomer akrilamida maupun asam akrilat, tetapi proses dilanjutkan hingga menit ke 60 untuk menyempurnakan reaksi polimerisasi Gambar 5. Selubung kosong yang terbentuk dalam perendaman air terlihat transparan dan dipegang tidak berisi. Selubung berbasis akrilamida tampak sedikit mengembang dalam air, bila dibandingkan dengan selubung berbasis akrilat. Proses penyalutan untuk rancangan sistem penyalutan dilakukan dalam waktu 60 menit 1 jam dengan pelarut kloroform. Gambar 5 Deposit polimer penyalut urea pada waktu reaksi penyalutan: a 15 menit, b 45 menit, c 60 menit Metode penyalutan dilakukan secara terkendali dalam sistem reaktor yang dirancang untuk efektifitas polimerisasi simultan penyalutan. Kendali dilakukan oleh sistem elektronik kontroler yang mengatur komponen kompresor penyalur bahan pereaksi, pengaduk, penangas air, dan reaktor-kondensor Gambar 6. Sistem elektronik kontroler terdiri atas mikrokontroler ATTiny 2313 AVR 8 bit dan kontroler suhu dengan termokopel tipe K. Sistem ini digunakan untuk mengatur waktu reaksi, pemberian pereaksi, pengadukkan, dan suhu reaksi. Pengaduk Kontroler suhu Mikrokontroler Kompresor Penangas cairan Bahan Pereaksi REAKTOR sistem refluks Sensor suhu Komputer Gambar 6 Rangkaian komponen reaktor polimerisasi-penyalutan 10 Rancangan alat reaksi atau reaktor polimerisasi-penyalutan dibuat berintegrasi untuk mendukung program yang telah direncanakan Gambar 7. Rancangan reaktor tersebut dikembangkan di laboratorium Gambar 8. Reaktor disusun dari komponen yang tahan pelarut organik terutama menggunakan selang teflon. Reaktor berupa labu reaksi dipanaskan dengan penangas air sehingga diharapkan suhu lebih seragam dan stabil dibanding dengan pemanas kontak elemen langsung. Penangas air terhubung pada kontroler suhu melalui termokopel tipe K dengan kendali suhu melalui elemen pemanas. Penangas air juga tersusun atas pengaduk magnet dan pompa air yang berfungsi untuk konveksi sehingga suhu lebih merata. Pengaduk magnet yang sama juga digunakan untuk mengaduk bahan dalam reaktor menggunakan medan magnet yang menembus hingga ke reaktor. Pengaduk tidak hanya berputar rotasi tetapi mengalami revolusi sehingga pengadukkan lebih efektif. Penyalur bahan reaksi disusun dari aerator yang difungsikan sebagai kompresor untuk menekan pereaksi dalam vial menuju reaktor melalui selang teflon. Komponen selanjutnya adalah kondensor dihubungkan dengan mesin chiller. Sakelar pemicu reaksi dan komputer disiagakan untuk mengendalikan program atau merubah program bila terjadi kesalahan reaksi yang diakibatkan mikrokontroler. Gambar 7 Rancangan sistem reaktor polimerisasi-penyalutan 11 Gambar 8 Reaktor polimerisasi-penyalutan Kontrol dan tahapan reaksi mengikuti algoritma program yang merupakan fungsi waktu Gambar 9. Program dimulai dari penyalaan berurutan semua komponenalat yang terintegrasi dengan mikrokontroler. Setelah itu, dilanjutkan dengan menghidupkan kompresor untuk mendorong pereaksi berupa monomer, penaut silang, dan inisiator sebanyak 13 dari total bahan digunakan dalam reaksi berdasarkan percobaan pendahuluan. Proses berlanjut dengan pengadukkan, namun tidak terus menerus, tetapi dipasang berputar dengan ritme tertentu, dengan waktu putar dan waktu henti yang sama yaitu dua detik. Dalam percobaan pendahuluan sebelumnya, selubung penyalut terbentuk sempurna pada waktu 3 x 15 menit. Oleh karena itu, tahap sub-reaksi polimerisasi dari 13 bahan pereaksi direncanakan dalam waktu 15 menit dengan perputaran pengaduk nyala-henti berulang. Reaksi ini berulang sebanyak 3 siklus, dengan tambahan satu siklus tanpa pereaksi sehingga total siklus ada empat. Siklus tanpa pereaksi ini untuk menyempurnakan reaksi dan pembilasan saluran pereaksi. Total waktu yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 60 menit atau 1 jam. Gambar 9 Rancangan program reaksi polimerisasi-penyalutan 12 Pengadukkan dalam reaktor berlangsung dengan perputaran sesaat dan berhenti secara berulang. Hal ini memberikan gerak percepatan yang terbentuk tiap saat sehingga diharapkan dapat memberikan pengadukkan efektif dan waktu diam bagi polimer untuk terdeposisi pada urea granul. Pengadukkan menggunakan pengaduk magnet magnetic stirrer, bukan pengaduk mesin, agar granul tidak rusak karena perputaran yang kuat Abraham 1997. Pemberian semua bahan polimerisasi di awal menyebabkan pelarut menjadi kental dan akan terbentuk deposit dalam jumlah besar sehingga mengganggu perputaran stirrer dan deposit polimer yang menyelubungi urea tidak merata. Polimer yang terbentuk juga tidak efektif menyalut karena deposit polimer yang terbentuk juga menempel pada dinding labu reaksi membentuk agregat besar Gambar 10. Oleh karena itu, pemberian bahan pereaksi dikendalikan secara bertahap. a b Gambar 10 Deposit polimer pada labu reaksi: a Reaksi langsung, b Reaksi sistem terkendali Setelah proses sintesis penyalutan dengan polimer, granul urea selanjutnya dilapisi dengan parafin. Pupuk tersalut yang dihasilkan adalah pupuk urea granul tersalut ganda dengan poliakrilamida bertaut silang MBA PAM-MBA dan parafin dan juga pupuk urea granul tersalut ganda dengan poliakrilat bertaut silang MBA PAA-MBA dan parafin Gambar 11. Selain itu, pupuk urea juga disalut dengan parafin saja untuk mempelajari pengaruh salutan parafin sendiri terhadap pelepasan urea. Parafin digunakan untuk menutup keretakkan atau lubang pada penyalut polimer yang tidak tertutup dengan sempurna Abraham 1997. Parafin bersifat hidrofobik sehingga diharapkan juga mampu menghalangi penetrasi air. Parafin terlarut pada kloroform diuapkan dengan penguap radas putar pada tekanan rendah, sehingga kloroform menguap meninggalkan deposit parafin pada permukaan granul pupuk. a b c a b c Gambar 11 Granul urea: a Tidak tersalut, b Tersalut PAM-MBA dan parafin, c Tersalut PAA-MBA dan parafin 13 Pencirian Pemayaran SEM Pemayaran dengan SEM terhadap potongan melintang urea tersalut polimer dan parafin menunjukkan morfologi lapisan penyalut tampak menyerupai serat atau susunan jarum yang saling menyangga, baik pada lapisan penyalut PAM-MBA dan parafin Gambar 12 dan lapisan penyalut PAA-MBA dan parafin Gambar 13. Rerata tebal lapisan penyalut granul urea tersalut PAM-MBA dan parafin adalah 243 µm, sedangkan pada penyalut granul urea tersalut PAA-MBA dan parafin adalah 143 µm. Tebal lapisan ini berbanding terbalik dengan persen penyalutnya, walaupun tebal lapisan penyalut PAM-MBA dan parafin lebih besar dibandingkan penyalut PAA-MBA dan parafin tetapi persen penyalutan PAM- MBA dan parafin lebih kecil dibandingkan dengan PAA-MBA dan parafin. Persen penyalutan PAM-MBA dan parafin yaitu 17,81, sedangkan persen penyalutan dengan PAA-MBA yaitu 19,69. Hal ini menunjukkan lapisan penyalut PAM-MBA lebih mengembang dibandingkan PAA-MBA. L2 L1 Mag = 750 X Gambar 12 Pemayaran SEM potongan melintang granul urea tersalut PAM- MBA dan parafin L1 Mag = 750 X Gambar 13 Pemayaran SEM potongan melintang granul urea tersalut PAA- MBA dan parafin 14 Analisis Spektroskopi Inframerah Analisis spektroskopi inframerah dilakukan untuk mencirikan spektrum bahan dan deposit penyalut granul urea setelah polimerisasi. Spektrum inframerah pada Gambar 14 menunjukkan perbedaan antara bahan monomer sebelah kiri dan setelah dipolimerisasikan sebelah kanan. Spektrum IR penyalut granul urea berbeda dengan spektrum monomer sebagai bahan pereaksi terbanyak dan juga berbeda dibandingkan dengan bahan pereaksi lainnya. Bahan penyalut ini terpisahkan dari bahan pereaksinya melalui perlakuan pencucian sebelum dianalisis spektroskopi IR. Oleh karena itu, spektrum IR yang tampak bukanlah spektrum hasil pencampuran secara fisik bahan pereaksi. Hal ini menunjukkan terjadi perubahan struktur secara kimia. a c d e f ilangan gelom ang cm - ilangan gelom ang cm - ilangan gelom ang cm - ilangan gelom ang cm - ilangan gelom ang cm - ilangan gelom ang cm - Gambar 14 Spektrum IR: a akrilamida, b PAM-MBA, c asam akrilat, d PAA-MBA, e MBA, f BPO Spektrum antara penyalut urea dibandingkan pada Gambar 15. Perbedaan struktur asam akrilat dan akrilamida hanya pada gugus fungsi yang mengikat atom C karbonil, pada asam akrilat atom C karbonil mengikat –OH, sedangkan akrilamida mengikat -NH 2 . Spektrum deposit PAA-MBA dicirikan dengan serapan vibrasi ulur yang lebar dan kuat dari gugus fungsi O-H pada bilangan 15 gelombang 3400-2400 cm -1 , sedangkan spektrum deposit PAM-MBA dicirikan secara dominan dengan serapan vibrasi ulur yang kuat dari gugus fungsi N-H pada bilangan gelombang 3500-3100 cm -1 . Spektrum deposit penyalut PAM-MBA menunjukkan serapan kuat vibrasi ulur C=O amida pada bilangan gelombang 1662 cm -1 vibrasi ulur, sedangkan pada spektrum deposit PAA-MBA menunjukkan serapan kuat vibrasi ulur C=O karboksilat pada bilangan gelombang 1708 cm -1 . Spektrum deposit PAA-MBA memperlihatkan serapan kuat vibrasi ulur C-O karboksilat pada bilangan gelombang 1227 cm -1 , serapan ini tidak terlihat pada spektrum deposit PAM-MBA. Spektrum deposit PAM-MBA memperlihatkan serapan medium vibrasi ulur C-N amida primer pada bilangan gelombang 1416 cm -1 , PAA-MBA juga menunjukkan serapan tersebut pada bilangan gelombang 1400 cm -1 yang diduga berasal dari kontaminasi urea yang tidak tercuci bersih Pavia 2001. ilangan gelom ang cm - N- O- -O kar oksilat O kar oksilat O amida Keterangan: Spektrum deposit penyalut PAM-MBA Spektrum deposit penyalut PAA-MBA Gambar 15 Spektrum IR tumpuk antara deposit penyalut pupuk urea Spektrum pada Gambar 16 memperlihatkan terjadi berkurangnya serapan medium vibrasi ulur C=C dari spektrum akrilamida pada bilangan gelombang 1614 cm -1 ke poliakrilamida pada bilangan gelombang 1601 cm -1 . Demikian pula hilangnya serapan C=C pada bilangan gelombang 1636 cm -1 dari spektrum akrilat ke poliakrilat. Kedua hal ini menunjukkan polimerisasi telah terjadi. Gugus ini akan berkurang atau hilang saat polimerisasi karena mengalami reaksi adisi. Spektrum ini juga menunjukkan muncul serapan baru pada bilangan gelombang 1532 cm -1 pada spektrum poliakrilamida dan 1532 cm -1 pada spektrum poliakrilat, spektrum ini menunjukkan vibrasi tekuk N-H amida primer dan sekunder. Serapan 16 ini menunjukkan taut-silang dengan telah terjadi dengan masuknya N,N-metilena- bis akrilamida MBA yang mempunyai gugus fungsi N-H amida sekunder ke dalam rantai polimer. Vibrasi tekuk N-H amida primer sulit terlihat pada akrilamida karena saling menimpa dengan gugus C=O, sehingga serapan N-H amida sekunder dapat digunakan untuk mengidentifikasi masuknya MBA pada akrilamida yang mempunyai gugus N-H amida pula. cm - cm - a cm - d cm - c a b c d Gambar 16 Spektrum IR pada bilangan gelombang 1500-1750 cm -1 : a akrilami- da, b poliakrilamida, c akrilat, d poliakrilat Kandungan urea, persen penyalutan, dan daya pembengkakan polimer Kandungan urea pada pupuk urea granul urea tanpa penyalut adalah 100, sedangkan urea tersalut PAM-MBA dan parafin sebesar 82,19 atau persen penyalutan sebesar 17,81 bb dan urea tersalut PAA-MBA dan parafin sebesar 80,39 atau persen penyalutan sebesar 19,69 bb. Komposisi penyalut ini termasuk besar. Secara umum, bahan penyalut antara 3 sampai dengan 16 terhadap total berat Trenkel 2010. Daya pembengkakan swelling polimer penyalut poliakrilamida sebesar 6,61 kali, sedangkan pada poliakrilat sebesar 4,28 kali. Daya pembengkakan ini merupakan ciri polimer hidrofilik bertaut silang sebagai hidrogel Mahdavinia et al. 2009. Daya pembengkakan penyalut lebih kecil daripada pembengkakan polimer hidrogel pada umumnya yang rata-rata 30 kali karena jumlah penaut-silang yang tinggi. Semakin tinggi derajat penaut- silang, maka akan menurunkan pembengkakan hidrogel Zheng et al. 2009. Pelepasan Urea Tersalut dan Kinetikanya Pelepasan urea ditentukan dalam media air yang statis untuk menentukan kinetika laju pelepasannya. Hasil analisis pelepasan urea air ditunjukkan pada Lampiran 2. Hasil uji pelepasan urea dalam air menunjukkan urea tersalut parafin, urea tersalut PAM-MBA dan parafin, urea tersalut PAA-MBA dan parafin mencapai kesetimbangan maksimum atau lepas-tercuci mendekati 100 dalam waktu 30 menit, sedangkan urea tanpa penyalut dalam 10 menit Gambar 17. Urea tersalut PAA-MBA dan parafin menunjukkan pelepasan yang paling lambat. Pelepasan urea yang telah tersalut juga dilakukan dalam media tanah berpasir 17 yang dicuci dengan air dan hasil analisis urea ditunjukkan pada Lampiran 3. Hasil uji pelepasan urea dalam tanah menunjukkan urea tanpa penyalut sudah lepas- tercuci mendekati 100 pada menit ke-30, urea tersalut parafin dalam satu hari, urea tersalut PAM-MBA dan parafin dalam waktu satu jam, sedangkan pada urea tersalut PAA-MBA dan parafin dalam satu hari Gambar 18. Laju pelepasan urea tersalut dengan parafin saja ternyata cukup untuk memberikan efek penghambatan laju pelepasan urea mendekati urea tersalut PAA-MBA dan parafin. Hal ini menunjukkan penghambatan pelepasan urea dipengaruhi terutama oleh salutan parafin karena sifat parafin yang hidrofobik, sedangkan penyalut polimer poliakrilamida dan poliakrilat merupakan polimer hidrofilik. Penyalut yang digunakan adalah polimer hidrofilik yang mempunyai karakteristik pembengkakan polimer. Penyalut pupuk lepas lambat umumnya menggunakan polimer hidrofobik, berbeda pupuk lepas lambat dengan prinsip matriks berbasis gel yang bersifat hidrofilik Trenkel 2010. Urea tanpa penyalut menunjukkan pelepasan cepat yang dikenal dengan istilah burst release. Urea tersalut PAM-MBA juga menunjukkan pelepasan urea lebih cepat mendekati urea tanpa penyalut. Hal ini karena polimer penyalut PAM- MBA mempunyai daya pembengkakan swelling besar yang dapat menyebabkan lapisan penyalut parafin retak karena tidak elastis dan juga pembesaran pori pada penyalut polimer. Pelepasan urea tersalut PAM-MBA dan parafin juga lebih cepat daripada urea tersalut PAA-MBA dan parafin walaupun mempunyai struktur yang mirip. Hal ini disebabkan daya pembengkakan pada penyalut poliakrilamida 6,61 kali lebih besar daripada poliakrilat sebesar 4,28 kali. Sifat pembengkakan ini merupakan karakteristik utama bahan poliakrilamida dan poliakrilat yang memang digunakan sebagai hidrogel atau superabsorben Mahdavinia et al. 2009. Selain itu, pelepasan cepat tersebut disebabkan persen penyalutan PAM-MBA yang lebih kecil, yaitu 17,81, dibandingkan persen penyalutan dengan PAA-MBA yaitu 19,69. Gambar 17 Pelepasan urea dalam air 18 Gambar 18 Pelepasan urea dalam tanah Pelepasan urea dalam air didekati dengan baik menggunakan model pertumbuhan ekponensial jenis asosiasi tipe dua pada perangkat lunak Curve Expert 1.4. Persamaan matematis ini untuk mempelajari kinetika laju pelepasan urea. Pendekatan model eksponensial ini yang diadaptasikan dari pertumbuhan populasi pada lingkungan dengan sumber daya terbatas. Model persamaannya adalah: 1 Nilai y adalah interpretasi dari Ct, x interpretasi dari waktu t, nilai koefisien a setara dengan nilai C ∞ pada persamaan berikut. 2 Nilai r laju pelepasan diperoleh melalui pendekatan nilai koefisien b, yaitu mengalikan koefisien a dan b dengan asumsi nilai laju pelepasan tetap. Berdasarkan model persamaan di atas, pencocokan kurva curve fitting dilakukan dengan model eksponensial pertumbuhan pada sumber daya terbatas Lampiran 4 – 7 sehingga menghasilkan persamaan sesuai dengan Gambar 19. Pencocokan kurva dengan model pertumbuhan eksponensial dapat mendekati titik hubungan waktu-konsentrasi dengan baik, terlihat dari semua nilai koefisien korelasi yang di atas 0,99. Nilai koefisien persamaan ini disajikan dalam Tabel 2. Pengolahan nilai ini menghasilkan laju pelepasan urea dalam air pada urea tidak tersalut, urea tersalut parafin, urea tersalut PAM-MBA dan parafin, dan urea tersalut PAA- MBA dan parafin berturut-turut adalah 234,25 ppmmenit, 23,84 ppmmenit, 38,63 ppmmenit, 21,04 ppmmenit. 19 r = 0.99615511 Waktu menit K o n s e n tr a s i U re a p p m 0.0 40.0

80.0 120.0

160.0 200.0 240.0 0.0 80 .00 16 0.0 24 0.0 32 0.0 40 0.0 48 0.0 , r = 0.996 Urea tersalut parafin r = 0.99955257 Waktu menit K o n s e n tr a s i U re a p p m 0.0 40.0

80.0 120.0

160.0 200.0 240.0 0.0 80 .00 16 0.0 24 0.0 32 0.0 40 0.0 48 0.0 , r = 0.999 Urea tanpa penyalut r = 0.99742693 Waktu menit K o n s e n tr a s i U re a p p m 0.0 40.0

80.0 120.0

160.0 200.0 240.0 0.0 80 .00 16 0.0 24 0.0 32 0.0 40 0.0 48 0.0 , r = 0.997 Urea tersalut PAM-MBA dan parafin r = 0.99771002 Waktu menit K o n s e n tr a s i U re a p p m 0.0 40.0

80.0 120.0

160.0 200.0 240.0 0.0

80. 00

160 .00 240 .00 320 .00 400 .00 480 .00 , r = 0.998 Urea tersalut PAA-MBA dan parafin Gambar 19 Pencocokan model eksponensial terhadap pelepasan urea dalam air Tabel 1 Parameter kinetika pelepasan urea Koefisien Urea Tanpa Penyalut Salut Parafin Salut PAM- MBA Salut PAA- MBA a = C ∞ ppm 486 422 395 420 b 4,82.10 -1 5,65.10 -2 9,78.10 -2 5,01.10 -2 r ppmmenit 234,25 23,84 38,63 21,04 Berdasarkan data di atas, pengaruh penyalutan terhadap pelepasan difusi pupuk memberikan pelambatan 11 kali yaitu pada urea tersalut PAA-MBA dan parafin, berbeda tipis dengan urea tersalut parafin saja, yaitu sebesar 10 kali. Penyalutan dengan polimer hidrofilik tidak berbeda signifikan dengan parafin pada penelitian ini. Hal ini sesuai kajian sebelumnya, salutan hidrofobik efektif digunakan pada pupuk lepas lambat Trenkel 2010. Kecepatan lepas urea dalam air statis pelepasan difusi lebih cepat dibandingkan dengan pelepasan urea tercuci dalam tanah leaching. Hal ini terjadi karena ada interaksi pupuk dengan tanah, ada proses absorbsi dan deabsorbsi berulang antara urea dan tanah sehingga menyebabkan laju pelepasan yang lambat dalam tanah Liang et al. 2009 . Uji pelepasan urea pada penelitian ini menunjukkan pelepasan paling lambat dalam air adalah 20 menit menurut hasil perhitungan, sedangkan dalam tanah selama satu hari. Hasil penelitian urea granul lepas lambat Abraham 1997 dengan penyalut ganda berupa PAM-MBA, polistirena 4, dan parafin 4 mempunyai akumulasi persen urea lepas hingga hari ke-14 sebesar 80,43 dan urea tanpa penyalut sebesar 91,00. Penelitian Jagadeeswaran et al. 2005 membuat urea lepas lambat berupa urea terabsorbsi dalam komposit hidrogel akrilat-carboxymethylcellulose dan montmorillonite. Pupuk tersebut mempunyai waktu lepas urea dalam air rilis lebih lama dibandingkan urea tersalut hasil penelitian ini, yaitu untuk mencapai konsentrasi kesetimbanganmaksimum dalam 20 72 menit, sedangkan dalam tanah, mencapai konsentrasi maksimum dalam 0,5 jam, dibandingkan dengan urea biasa tanpa perlakuan selama 0,17 jam. Pelepasan urea dalam tanah diharapkan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pola kurva kebutuhan nutrisi tanaman terhadap waktu ditunjukkan Gambar 20 a. Oleh karena itu, pola pelepasan urea yang sesuai adalah yang membentuk pola sigmoidal sesuai dengan Gambar 20 b Trenkel 2010. a b Gambar 20 Kurva: a Pola kebutuhan nutrisi tanaman dan b pelepasan pupuk sigmoidal Sumber: Lammel 2005 dan Shaviv 2005 dalam Trenkel 2010 Pencocokan pola kurva dilakukan pada kurva pelepasan urea tercuci dalam tanah dengan beberapa pendekatan model sigmoidal menggunakan perangkat lunak Curve Expert 1.4 Tabel 1. Model sigmoidal yang digunakan terdiri atas Morgan-Mercer-Flodin MMF, Logistic, Richards, dan Gompertz relation dengan persamaan seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1. Urea tanpa penyalut tidak dapat didekati sama sekali dengan menggunakan keempat model tersebut dengan model sigmoidal dalam perangkat lunak Curve Expert 1.4. Urea tersalut parafin menunjukkan kecocokkan dengan model Logistic dengan koefisien korelasi 0,991. Urea tersalut PAM-MBA dan parafin menunjukkan kecocokkan dengan dua model sigmoidal, yaitu Richards dan Gompertz relation dengan koefisien korelasi 0,999. Demikian pula dengan urea tersalut PAA-MBA dan parafin menunjukkan kecocokkan dengan dua model sigmoidal, yaitu MMF dan Logistic dengan koefisien korelasi masing-masing 0,999 dan 0,986. Pendekatan model ini 21 menunjukkan bahwa penyalutan pupuk dapat memberikan pengaruh pelepasan urea berpola sigmoidal. Penyalutan ganda dengan polimer dan parafin memberikan pendekatan pola sigmoidal yang lebih baik dibandingkan dengan parafin saja. Tabel 2 Pencocokan model sigmoidal terhadap pelepasan urea dalam tanah Urea Model Tanpa penyalut Tidak ada model sigmoidal yang cocok Tersalut parafin S = 4.84969802 r = 0.99085013