Lampiran 7 Pencocokan kurva rilis urea tersalut PAA-MBA dan parafin
S = 11.64151396 r = 0.99771002
Waktu menit K
o n
s e
n tr
a s
i U
re a
p p
m
0.0 40.0
80.0 120.0
160.0 200.0
240.0 0.0
80 .00
16 0.0
24 0.0
32 0.0
40 0.0
48 0.0
Residuals
X Axis units Y
A x
is u
n it
s
0.0 66.0
132.0 198.0
264.0 -28
.83 -14
.41 0.0
14 .41
28 .83
Exponential Association: y=a1-exp-bx Coefficient Data:
a = 4.20E+02
b = 5.01E-02
Exponential Association: y=a1-exp-bx Chi Square History:
It 0: 80393
It 1: 37138.9
It 2: 997.434
It 3: 949.038
It 4: 948.678
It 5: 948.677
It 6: 948.677
Parameter Histories: Parameter History: a
It 0: 4.21E+02
It 1: 3.52E+02
It 2: 4.18E+02
It 3: 4.20E+02
It 4: 4.20E+02
It 5: 4.20E+02
It 6: 4.20E+02
Parameter History: b It 0:
1.67E-02 It 1:
3.91E-02 It 2:
5.16E-02 It 3:
4.99E-02 It 4:
5.01E-02 It 5:
5.01E-02 It 6:
5.01E-02 Exponential Association: y=a1-exp-bx
Covariance Matrix: 0.287736
-6.74E-05 -6.74E-05
5.22E-08 Exponential Association: y=a1-exp-bx
Residual Table: 5.551724
5 -1.66066
10 -11.3661
15 -12.6104
30 24.02342
60 1.953782
120 -5.44551
180 -4.01444
240 0.41958
Exponential Association: y=a1-exp-bx Standard Error: 11.6415310
Correlation Coefficient: 0.9977100
35
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 20 Mei 1984. Pendidikan sarjana ditempuh di program studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Kimia pada Program Pascasarjana IPB.
Penulis bekerja sebagai analis dan asisten peneliti pada Laboratorium Kimia Terpadu IPB.
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pupuk urea banyak digunakan untuk pertanian karena kandungan urea yang cukup tinggi dibanding pupuk lain, yaitu sekitar 45. Menurut Suherman et
al. 2011, pemanfaatan pupuk urea secara konvensional belum efisien, sekitar 20 sampai dengan 70 pupuk urea hilang ke lingkungan. Masalah ini disebabkan
tingginya kecepatan pelepasan urea dalam tanah dan pengaruh lain seperti dekomposisi urea, penguapan urea sebagai amonia, penanganan pupuk, dan juga
penyimpanannya. Pelepasan urea yang tidak terkendali juga menyebabkan polusi lingkungan. Hasil dari dekomposisi urea berupa nitrat dan amonia menyebabkan
pencemaran serius pada lingkungan. Menurut Savci 2012, tingginya kadar nitrat pada lingkungan dapat menyebabkan methemoglobinemia, efek karsinogenik, dan
eutrofikasi perairan. Evaporasi amonia menyebabkan hujan asam yang merusak vegetasi.
Masalah ketidakefisienan ini dapat ditangani melalui pengendalian pelepasan urea sehingga lebih lambat atau terkendali. Pupuk ini dalam
aplikasinya dikenal dengan istilah pupuk lepas lambat slow release fertilizerSRF atau pupuk lepas terkontrol controlled release fertilizerCRF.
Istilah pupuk lepas lambat dan pupuk lepas terkontrolterkendali secara definisi sama saja Trenkel 2010. Umumnya istilah pupuk lepas lambat merujuk ke
pupuk yang mempunyai mekanisme lepas lambat melalui proses dekomposisi secara mikrobial contohnya urea-formaldehida, sedangkan pupuk lepas
terkontrol merujuk kepada pupuk tersalut atau terenkapsulasi. Shaviv 2005 membuat definisi, pupuk lepas lambat adalah pupuk yang dapat lepas
dibandingkan pupuk biasa tanpa perlakuan di pasaran, sedangkan pupuk lepas terkontrol adalah pupuk yang diketahui laju, pola, dan lama lepas pupuk, serta
dapat dikontrol dalam proses pembuatannya.
Salah satu cara untuk membuat pupuk lepas lambat adalah dengan penyalutan terhadap pupuk. Bahan penyalut yang umum digunakan adalah
polimer, contohnya polimer hidrofilik. Ciri utama polimer hidrofilik adalah tingginya daya pembengkakan polimer. Polimer hidrofilik yang banyak digunakan
di bidang pertanian adalah poliakrilamida dan poliakrilat, terutama sebagai superabsorben melalui modifikasi kopolimerisasi cangkok dan taut-silang, seperti
penelitian Hua et al.
2009 menggunakan komposit poliakrilat dan Mas’ud et al. 2013 menggunakan komposit poliakrilamida. Polimer dipilih sebagai bahan
penyalut karena tidak dipengaruhi secara signifikan oleh kondisi tanah seperti pH, salinitas, tekstur, aktivitas mikrobiologi, potensial redoks, kekuatan ionik air
tanah, tetapi lebih bergantung pada suhu dan permeabilitas. Suhu aplikasi pupuk biasanya pada suhu kamar, sedangkan permeabilitas diatur oleh jumlah atau
komposisi penyalut Trenkel 2010.
Penelitian terkait pupuk lepas lambat umumnya terbagi menjadi dua tipe, tipe pertama yaitu pupuk sebagai inti tersalut polimer dan tipe kedua yaitu pupuk
tersimpan dalam matriks polimer. Contoh tipe pertama ditemukan pada penelitian Abraham 1997 berupa urea granul tersalut polimer hidrofobik dan hidrofilik.
Selain itu juga penelitian Subbarao et al. 2013 tentang pupuk kalium oksida
2 tersalut polimer hidrofilik. Contoh tipe kedua ditemukan pada penelitian Hekmat
et al. 2009 tentang matriks poliakrilamida yang diperkaya pupuk amonium nitrat, penelitian Liang et al. 2009 tentang kopolimer jerami tercangkok
poliakrilat sebagai matriks yang diperkaya urea, demikian pula Talaat et al. 2008 tentang hidrogel dari pati tercangkok akrilonitril yang dikompositkan dengan
campuran pupuk.
Teknik yang digunakan untuk menghasilkan pupuk lepas lambat,
diantaranya dengan menggunakan granulator panci miring, drum berputar, teknik lapik teralir. Penelitian terkait teknik pembuatan pupuk lepas lambat diantaranya
penelitian Tzika et al. 2003 tentang penyalutan pupuk granul menggunakan teknik lapik teralir dan penelitian Hoeung et al.2011 membuat campuran pupuk
dan zeolit menggunakan granulator panci miring. Penelitian lain dari Abraham 1997 menggunakan teknik penyalutan pupuk simultan dengan polimerisasi
radikal dalam reaktor sehingga polimer yang terbentuk langsung terdeposisi pada permukaan pupuk. Polimerisasi radikal tersebut tidak terkendali, demikian pula
proses penyalutan dengan prinsip deposisi permukaan perlu dikendalikan agar salutan yang terbentuk sempurna. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
membuat pupuk urea granul lepas lambat melalui reaksi polimerisasi yang dirancang dalam sistem terkendali.
Penyalut dua lapis digunakan pada urea lepas lambat ini. Lapisan dalam adalah
polimer hidrofilik
sebagai membran
semipermeabel berfungsi
mengendalikan pelepasan urea dan lapisan luar berupa penyalut hidrofobik berfungsi untuk mengurangi penetrasi air. Polimer hidrofilik yang digunakan yaitu
poliakrilamida dan poliakrilat, masing-masing tertaut silang dengan N,N- metilena-bis akrilamida MBA. Parafin 20 digunakan sebagai penyalut kedua
sehingga pupuk diharapkan lepas lambat. Menurut Trenkel 2010, pola pelepasan pupuk diharapkan berpola sigmoidal dan laju pelepasannya sesuai dengan
kebutuhan tanaman. Oleh karena itu, pola dan kinetika pelepasan urea dari pupuk lepas lambat ditentukan dengan pendekatan model sigmoidal dan model
eksponensial.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan membuat pupuk urea granul lepas lambat melalui penyalutan ganda dengan polimer hidrofilik dan parafin melalui reaksi
polimerisasi yang dirancang dalam sistem terkendali. Pupuk urea lepas lambat ditentukan pola dan kinetika pelepasan urea dalam air dan tanah.
Hipotesis Penelitian
Pupuk granul urea lepas lambat dalam tanah menunjukkan pola pelepasan sigmoidal.
3
2 METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk urea granul, akrilamida, asam akrilat, parafin, N,N-metilena-bis akrilamidaMBA p.a Merck,
benzoil peroksidaBPO p.a Merck, p-dimetilaminobenzaldehidaDMAB p.a Merck, kloroform CHCl
3
p.a Merck, etanol 99 p.a Merck, HCl p.a Merck, dan tanah berpasir sandy loam.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah reaktor polimerisasi yang dirancang dalam sistem kendali otomatis, penangas air, pengaduk magnet,
kondensor, chiller, radas penguap putar, oven, neraca digital, termometer, ayakan 1,5 mm dan 2 mm, radas uji pelepasan pupuk urea, mikrokontroler ATtiny2313
AVR 8 bit, indikator-kontroler suhu Emko ESM-4410, sensor termokopel tipe K, spektrofotometer ultraviolet-tampak UV-Vis 1700 Shimadzu, instrumen
spektroskopi inframerah Fourier Transform Infrared FTIR IRPrestige-21 Shimadzu, Scanning Electron Microscope SEM Carl Zeiss EVO Puslitbang
Hutan Bogor, dan alat-alat gelas lain.
Metode penelitian ini terdiri atas penyalutan, pencirian, dan uji pelepasan
urea sesuai dengan diagram alir pada Lampiran 1. Penyalutan urea terdiri atas penyalutan dengan polimer hidrofilik dan parafin. Pencirian terdiri atas
pengukuran daya pembengkakkan, persen penyalutan, spektroskopi inframerah, dan pemayaran SEM. Pelepasan urea dilakukan dalam air dan tanah. Urea yang
digunakan berbentuk granul dengan ukuran 1,5
– 2 mm dan telah dikeringkan di oven pada suhu 80
o
C selama 2 jam.
Penyalutan Penyalutan Pupuk Urea Granul dengan Polimer
Percobaan pendahuluan yang dilakukan, yaitu polimerisasi monomer dalam pelarut kloroform CHCl
3 .
Metode polimerisasi adalah modifikasi metode Abraham 1997 dengan penggunaan inisiator
azo-bis isobutironitril AIBN diganti dengan benzoil peroksidaBPO, jumlah resep bahan, dan proses reaksi
dirancang dalam sistem yang lebih terkontrol. Sintesis polimerisasi dilakukan untuk penentuan suhu polimerisasi, waktu penyalutan-polimerisasi, dan observasi
lain untuk perancangan sistem penyalutan terkontrol. Polimerisasi dilakukan dengan mencampurkan 1,06 g monomer akrilamida atau asam akrilat, 0,1 g
MBA penaut silang, 0,05 g BPO inisiator, dan 15 g pupuk urea granul ke dalam labu reaksi yang berisi 56 mL CHCl
3
. Labu tersebut dipasangkan
kondensor, lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 40
o
C, 50
o
C, 60
o
C, dan suhu maksimal yaitu titik didih kloroform yaitu 61
o
C. Setelah didapatkan
4 suhu polimerisasi, lalu dilakukan penyalutan dengan polimer pada granul urea
pada suhu tersebut. Pengambilan contoh dilakukan pada beberapa butir granul urea pada beberapa titik dalam labu pada waktu reaksi 15, 30, 45 menit kemudian
urea tersebut direndam air untuk melihat kelarutan dan salutan yang terbentuk. Selanjutnya dilakukan reaksi penyalutan terkontrol, yang dimulai dengan
pembuatan dua larutan terpisah dalam vial 10 mL, larutan pertama merupakan campuran 1,06 g monomer akrilamida atau asam akrilat dan 0,1 g MBA dalam 8
mL CHCl
3
dan larutan kedua adalah 0,05 g BPO dalam 8 mL CHCl
3
. Kedua
larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu reaksi yang telah berisi 15 g pupuk urea dalam 40 mL CHCl
3
secara terkontrol
,
kemudian dipasang pada sistem yang terdiri atas penangas air, kondensor, dan pengaduk. Reaksi dikontrol selama
waktu yang telah ditetapkan dari uji pendahuluan sebelumnya. Penyalutan Lanjut dengan Parafin Modifikasi Al-Zahrani 2000
Modifikasi dilakukan pada tahap pelapisan. Pupuk urea tersalut polimer disalut parafin sebanyak 20 terhadap bobot pupuk. Penyalutan dengan parafin
dilakukan dengan melarutkan 0,5 gram parafin padat dalam pelarut 4 mL CHCl
3
hangat, kemudian dituangkan ke dalam pupuk 15 gram pupuk tersalut polimer. Pelarut kloroform tersebut diuapkan dengan radas penguap putar pada suhu 60
o
C pada tekanan rendah, putaran tidak terlalu cepat sekitar 40 rpm, kemudian
dikeringkan di oven pada suhu 60
o
C. Hal ini dilakukan berulang kali hingga komposisi parafin mencapai 20.
Pencirian Kandungan Urea dan Persen Penyalutan
Pupuk urea tersalut ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian dimasukkan ke dalam kasa stainless steel 100 mesh. Kasa tersebut ditimbang, kemudian direndam
ke dalam akuades 1 L hingga kadar urea tetap. Kasa tersebut diangkat dan dikeringkan di dalam oven suhu 60
o
C, kemudian kasa tersebut ditimbang. Kandungan urea dan persen penyalutan diperoleh dari perhitungan data timbangan
kering sebelum dan sesudah perendaman. Daya Pembengkakan Penyalut Polimer
Uji daya pembengkakan swelling dilakukan pada deposit polimer yang telah direndam dan dibilas dengan akuades. Sejumlah 0,05 gram deposit polimer
tersebut dimasukkan ke dalam kasa stainless steel 100 mesh, kasa berisi deposit tersebut ditimbang, kemudian direndam dalam akuades 100 mL selama 24 jam.
Kasa tersebut diangkat, ditiriskan, dan dilap hingga permukaan luar kering. Kasa tersebut ditimbang. Daya pembengkakan diperoleh dari hasil perhitungan data
timbangan sebelum dan sesudah penyerapan air maksimal. Pencirian dengan SEM
Pencirian morfologi
penyalut menggunakan
Scanning Electron
Microscope SEM. Sejumlah tertentu urea tersalut dipotong melintang. Potongan contoh tersebut ditempelkan pada tempat contoh specimen holder, contoh
kemudian dimasukkan ke dalam specimen chamber dan dilakukan pemayaran.
5
Pencirian dengan Spektroskopi Inframerah
Analisis gugus fungsi menggunakan spektroskopi inframerah Fourier Transform Infrared FTIR. Contoh yang akan dianalisis adalah bahan pereaksi
polimerisasi dan polimer penyalut pupuk. Deposit polimer diperoleh dengan menghancurkan pupuk tersalut, kemudian dimasukkan ke dalam kasa stainless
steel 100 mesh, lalu direndam dalam akuades, kemudian dibilas dengan akuades, dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60
o
C. Metode analisis spektroskopi IR yang digunakan adalah metode Diffuse Reflectance Spectroscopy. Campuran 100
mg KBr dan 2 mg contoh tersebut digerus hingga tercampur homogen. Campuran tersebut kemudian dimasukkan pada mangkuk mikro dan ditekan hingga padat,
kemudian ditempatkan pada holder contoh lalu dipayar pada kisaran bilangan
400−4000 cm
-1
dengan fungsi apodisasi Happ-Genzel.
Uji Pelepasan Urea Penentuan Kadar Urea dengan Metode DMAB Abraham 1997
Penentuan kadar urea dilakukan dengan membuat larutan standar urea dan pereaksi warna urea terlebih dahulu. Larutan standar urea dibuat dari 0,5 g urea
yang dilarutkan dalam 100 mL akuades, kemudian dibuat menjadi deret konsentrasi 40, 120, 200, 280, 360, 400, dan 500 ppm. Pereaksi pewarna urea
dibuat dari 2 g p-dimetilaminobenzaldehida DMAB dilarutkan dalam 100 mL etanol 99 dan 10 mL HCl pekat. Penentuan kadar urea, masing-masing
sebanyak 3 mL standar, contoh, dan blangko ditambahkan 2 mL pereaksi pewarna urea. Campuran dikocok sampai homogen dan didiamkan selama 10
menit kemudian ditentukan absorbansinya pada panjang gelomban
g λ 420 nm dengan spektrofotometer.
Pelepasan Urea yang Telah Tersalut Dalam Air Modifikasi Suherman dan
Anggoro 2011
Pelepasan urea dalam media air statis rilis difusi ditentukan dengan metode modifikasi Suherman 2011, modifikasi dilakukan pada kantong kasa
untuk menahan urea tersalut sehingga mudah diangkat ketika dilakukan pengambilan contoh. Sebanyak 0,5 g pupuk urea yang telah disalut polimer
ditempatkan dalam kantong kasa stainless steel berpori 100 mesh yang diikatkan dengan tali di ujungnya Gambar 1. Kantong tersebut direndam dalam 1 L
akuades dalam wadah plastik. Selang waktu tertentu, kantong diangkat dan akuades tersebut diambil 5 mL ke dalam tabung vial untuk ditentukan kadar urea
dengan metode DMAB. Selang waktu pengambilan contoh akuades tersebut adalah 5 menit, 10 menit , 15 menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam,
6 jam, 1 hari, hingga hari kadar urea telah mencapai kesetimbangan atau 100 lepas. Pengambilan contoh menit ke-5, 10, dan 15 didahului dengan pengadukkan
magnet stirrer, selanjutnya contoh diambil langsung. Setelah kadar urea tidak naik lagi, kantong kasa tersebut diangkat dan digoyang keras, kemudian direndam
kembali dalam akuades, dibiarkan 15 menit, lalu akuades tersebut diambil untuk penentuan persen salutan.
6
Gambar 1 Radas uji pelepasan urea dalam air
Pelepasan Urea Tersalut dalam Media Tanah Modifikasi Zheng et al. 2009
Pelepasan urea secara dinamis dalam media tanah melalui pencucian dengan air leaching dilakukan dengan metode modifikasi Zheng et al. 2009,
modifikasi pada kolom tanah sehingga pembengkakan polimer tidak menghambat aliran air tanah. Modifikasi dilakukan pada posisi penempatan pupuk. Setting
radas uji seperti ditunjukkan Gambar 2. Tanah dimasukkan ke dalam kolom sebanyak 13 gram setinggi 5 cm, kemudian dimasukkan tanah yang sudah
dicampur 0,5 g pupuk. Setelah itu, diatasnya ditambahkan lagi sebanyak 13 gram tanah. Awalnya, air dari tangki penyimpanan ke kolom hingga seluruh tanah
dalam kolom basah dan air menggenang setinggi 5 cm di atas permukaan tanah, kemudian air dialirkan 85 mLjam atau 1 tetes tiap 3 detik. Larutan yang telah
melewati tanah dalam tabung dikumpulkan pada waktu 0, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, hingga hari ketika konsentrasinya mencapai
kesetimbangan maksimum. Sebanyak sebanyak 10 mL larutan tersebut ditimbang dan ditentukan kadar urea dengan metode DMAB.
Gambar 2 Radas uji pelepasan urea dalam tanah tercuci
Kasa berisi pupuk
Tangki penyimpanan air
Tampungan larutan leaching
7
Prosedur Analisis Data Penentuan pola dan kinetika laju pelepasan urea.
Hasil uji pelepasan urea dihubungkan terhadap waktu sehingga menghasilkan pola kurva pelepasan urea. Kurva tersebut dicocokkan dengan
model matematis menggunakan perangkat lunak Curve Expert 1.4. Model sigmodal digunakan, diantaranya Morgan
–Mercer–Flodin MMF, Logistic, Richards, dan Gompertz relation. Penentuan kinetika laju pelepasan urea
ditentukan juga dengan model eksponensial pertumbuhan Growth exponential assosiation 2, sesuai dengan Persamaan 1. Model eksponensial ini sesuai dengan
model matematis pelepasan pupuk menurut Zheng et al. 2009 pada Persamaan 2.
1 2
Keterangan: Ct = kadar nitrogen dalam waktu tertentu t.
C
∞
= kadar nitrogen saat kesetimbangan r
= laju pelepasan urea
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyalutan
Uji pendahuluan dilakukan untuk mencari metode penyalutan. Penyalutan dilakukan secara simultan dengan proses polimerisasi monomer dengan penaut
silang. Monomer yang akan digunakan adalah akrilamida dan asam akrilat. Penaut silang yang digunakan adalah N,N-metilena-bis akrilamida MBA. Kloroform
dipilih sebagai pelarut karena sifatnya yang dapat melarutkan pereaksi tetapi tidak melarutkan urea. Polimerisasi dilakukan menggunakan inisiator benzoil peroksida
BPO pada suhu 40
o
C, namun tidak terbentuk agregat polimer. BPO terdekomposisi pada suhu 38
– 80
o
C Moad et al. 2006. Oleh karena itu, polimerisasi dengan BPO dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, dari 40
o
C sampai suhu maksimal yang bisa dicapai yaitu titik didih kloroform 61
o
C. Sejumlah besar deposit yang diduga polimer terbentuk pada titik didih kloroform
yaitu suhu 61
o
C Gambar 3. Oleh karena itu, desain sistem reaktor disusun sedemikian rupa untuk proses refluks. Deposit yang dihasilkan dalam proses
tersebut tidak larut dalam pelarut kloroform dan air, sedangkan monomer dan bahan lain yang dipakai bersifat larut dalam kloroform dan air. Hal ini mendukung
telah terbentuknya polimer yang cenderung terdeposit.
Polimer yang dibentuk melalui proses modifikasi taut silang akan membentuk rantai yang berinterkoneksi Gambar 4. Modifikasi polimer dengan
penaut silang berguna untuk menjadikan polimer lebih stabil dan membentuk struktur mirip jaring yang berguna untuk tujuan penyalutan Abraham 1997.
8 Polimerisasi yang terjadi adalah polimerisasi radikal. Proses polimerisasi tersebut
berlangsung secara acak atau tidak terkontrol sehingga dapat terjadi perbedaan nyata pada keterulangan polimer yang dihasilkan. Proses ini simultan dengan
deposisi polimer pada permukaan granul urea. Proses deposisi ini perlu dikendalikan agar terbentuk penyalutan yang efektif dan sempurna. Proses
pengendalian dilakukan pada pemberian bahan pereaksi dan pengadukkan.
Gambar 3 Deposit polimer tanpa urea
CH
2
CH COX
CO CH
2
CH COX
CH
2
CH CO
NH CH
2
NH CH
2
CH COX
CH
2
CH COX
CH
2
C H
X C
H
2
CH C
O N
H C
H
2
C H
C O
N H
C H
2
C H
C O
C H
2
CH CH C
H C
CH CH C
O O
CH CH
CH C
CH CH
C O
O
t
o Monomer
M A
PO
N
2
Monomer Akrilamida O Monomer Asam akrilat
Gambar 4 Struktur polimer penyalut Pembentukkan selubung diamati dengan pengambilan contoh granul dari
labu reaksi pada menit ke –15 , 30, 45, dan 60. Granul tersebut direndam dalam air
dan dibiarkan hingga larut. Granul yang larut meninggalkan deposit penyalut. Pembentukkan selubung ini menunjukkan penyalutan urea dengan polimer bertaut
9 silang dapat terjadi, baik pada poliakrilamida dan poliakrilat. Pembentukkan
deposit pada menit ke-15 berupa serpihan. Selubung sempurna terbentuk pada menit ke 45, baik berbasis monomer akrilamida maupun asam akrilat, tetapi
proses dilanjutkan hingga menit ke 60 untuk menyempurnakan reaksi polimerisasi Gambar 5. Selubung kosong yang terbentuk dalam perendaman air terlihat
transparan dan dipegang tidak berisi. Selubung berbasis akrilamida tampak sedikit mengembang dalam air, bila dibandingkan dengan selubung berbasis akrilat.
Proses penyalutan untuk rancangan sistem penyalutan dilakukan dalam waktu 60 menit 1 jam dengan pelarut kloroform.
Gambar 5 Deposit polimer penyalut urea pada waktu reaksi penyalutan: a 15 menit, b 45 menit, c 60 menit
Metode penyalutan dilakukan secara terkendali dalam sistem reaktor yang dirancang untuk efektifitas polimerisasi simultan penyalutan. Kendali dilakukan
oleh sistem elektronik kontroler yang mengatur komponen kompresor penyalur bahan pereaksi, pengaduk, penangas air, dan reaktor-kondensor Gambar 6.
Sistem elektronik kontroler terdiri atas mikrokontroler ATTiny 2313 AVR 8 bit dan kontroler suhu dengan termokopel tipe K. Sistem ini digunakan untuk
mengatur waktu reaksi, pemberian pereaksi, pengadukkan, dan suhu reaksi.
Pengaduk
Kontroler suhu Mikrokontroler
Kompresor
Penangas cairan Bahan Pereaksi
REAKTOR sistem refluks
Sensor suhu Komputer
Gambar 6 Rangkaian komponen reaktor polimerisasi-penyalutan
10 Rancangan alat reaksi atau reaktor polimerisasi-penyalutan dibuat
berintegrasi untuk mendukung program yang telah direncanakan Gambar 7. Rancangan reaktor tersebut dikembangkan di laboratorium Gambar 8. Reaktor
disusun dari komponen yang tahan pelarut organik terutama menggunakan selang teflon. Reaktor berupa labu reaksi dipanaskan dengan penangas air sehingga
diharapkan suhu lebih seragam dan stabil dibanding dengan pemanas kontak elemen langsung. Penangas air terhubung pada kontroler suhu melalui termokopel
tipe K dengan kendali suhu melalui elemen pemanas. Penangas air juga tersusun atas pengaduk magnet dan pompa air yang berfungsi untuk konveksi sehingga
suhu lebih merata. Pengaduk magnet yang sama juga digunakan untuk mengaduk bahan dalam reaktor menggunakan medan magnet yang menembus hingga ke
reaktor. Pengaduk tidak hanya berputar rotasi tetapi mengalami revolusi sehingga pengadukkan lebih efektif. Penyalur bahan reaksi disusun dari aerator yang
difungsikan sebagai kompresor untuk menekan pereaksi dalam vial menuju reaktor melalui selang teflon. Komponen selanjutnya adalah kondensor
dihubungkan dengan mesin chiller. Sakelar pemicu reaksi dan komputer disiagakan untuk mengendalikan program atau merubah program bila terjadi
kesalahan reaksi yang diakibatkan mikrokontroler.
Gambar 7 Rancangan sistem reaktor polimerisasi-penyalutan
11
Gambar 8 Reaktor polimerisasi-penyalutan Kontrol dan tahapan reaksi mengikuti algoritma program yang merupakan
fungsi waktu Gambar 9. Program dimulai dari penyalaan berurutan semua komponenalat yang terintegrasi dengan mikrokontroler. Setelah itu, dilanjutkan
dengan menghidupkan kompresor untuk mendorong pereaksi berupa monomer, penaut silang, dan inisiator sebanyak 13 dari total bahan digunakan dalam reaksi
berdasarkan percobaan pendahuluan. Proses berlanjut dengan pengadukkan, namun tidak terus menerus, tetapi dipasang berputar dengan ritme tertentu,
dengan waktu putar dan waktu henti yang sama yaitu dua detik. Dalam percobaan pendahuluan sebelumnya, selubung penyalut terbentuk sempurna pada waktu 3 x
15 menit. Oleh karena itu, tahap sub-reaksi polimerisasi dari 13 bahan pereaksi direncanakan dalam waktu 15 menit dengan perputaran pengaduk nyala-henti
berulang. Reaksi ini berulang sebanyak 3 siklus, dengan tambahan satu siklus tanpa pereaksi sehingga total siklus ada empat. Siklus tanpa pereaksi ini untuk
menyempurnakan reaksi dan pembilasan saluran pereaksi. Total waktu yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 60 menit atau 1 jam.
Gambar 9 Rancangan program reaksi polimerisasi-penyalutan
12 Pengadukkan dalam reaktor berlangsung dengan perputaran sesaat dan
berhenti secara berulang. Hal ini memberikan gerak percepatan yang terbentuk tiap saat sehingga diharapkan dapat memberikan pengadukkan efektif dan waktu
diam bagi polimer untuk terdeposisi pada urea granul. Pengadukkan menggunakan pengaduk magnet magnetic stirrer, bukan pengaduk mesin, agar
granul tidak rusak karena perputaran yang kuat Abraham 1997. Pemberian semua bahan polimerisasi di awal menyebabkan pelarut menjadi kental dan akan
terbentuk deposit dalam jumlah besar sehingga mengganggu perputaran stirrer dan deposit polimer yang menyelubungi urea tidak merata. Polimer yang terbentuk
juga tidak efektif menyalut karena deposit polimer yang terbentuk juga menempel pada dinding labu reaksi membentuk agregat besar Gambar 10. Oleh karena itu,
pemberian bahan pereaksi dikendalikan secara bertahap.
a b
Gambar 10 Deposit polimer pada labu reaksi: a Reaksi langsung, b Reaksi sistem terkendali
Setelah proses sintesis penyalutan dengan polimer, granul urea selanjutnya dilapisi dengan parafin. Pupuk tersalut yang dihasilkan adalah pupuk urea granul
tersalut ganda dengan poliakrilamida bertaut silang MBA PAM-MBA dan parafin dan juga pupuk urea granul tersalut ganda dengan poliakrilat bertaut silang
MBA PAA-MBA dan parafin Gambar 11. Selain itu, pupuk urea juga disalut dengan parafin saja untuk mempelajari pengaruh salutan parafin sendiri terhadap
pelepasan urea. Parafin digunakan untuk menutup keretakkan atau lubang pada penyalut polimer yang tidak tertutup dengan sempurna Abraham 1997. Parafin
bersifat hidrofobik sehingga diharapkan juga mampu menghalangi penetrasi air. Parafin terlarut pada kloroform diuapkan dengan penguap radas putar pada
tekanan rendah, sehingga kloroform menguap meninggalkan deposit parafin pada permukaan granul pupuk.
a b
c
a b
c Gambar 11 Granul urea: a Tidak tersalut, b Tersalut PAM-MBA dan parafin,
c Tersalut PAA-MBA dan parafin
13
Pencirian Pemayaran SEM
Pemayaran dengan SEM terhadap potongan melintang urea tersalut polimer dan parafin menunjukkan morfologi lapisan penyalut tampak menyerupai
serat atau susunan jarum yang saling menyangga, baik pada lapisan penyalut PAM-MBA dan parafin Gambar 12 dan lapisan penyalut PAA-MBA dan parafin
Gambar 13. Rerata tebal lapisan penyalut granul urea tersalut PAM-MBA dan parafin adalah 243 µm, sedangkan pada penyalut granul urea tersalut PAA-MBA
dan parafin adalah 143 µm. Tebal lapisan ini berbanding terbalik dengan persen penyalutnya, walaupun tebal lapisan penyalut PAM-MBA dan parafin lebih besar
dibandingkan penyalut PAA-MBA dan parafin tetapi persen penyalutan PAM- MBA dan parafin lebih kecil dibandingkan dengan PAA-MBA dan parafin.
Persen penyalutan PAM-MBA dan parafin yaitu 17,81, sedangkan persen penyalutan dengan PAA-MBA yaitu 19,69. Hal ini menunjukkan lapisan
penyalut PAM-MBA lebih mengembang dibandingkan PAA-MBA.
L2 L1
Mag = 750 X
Gambar 12 Pemayaran SEM potongan melintang granul urea tersalut PAM- MBA dan parafin
L1
Mag = 750 X
Gambar 13 Pemayaran SEM potongan melintang granul urea tersalut PAA- MBA dan parafin
14
Analisis Spektroskopi Inframerah
Analisis spektroskopi inframerah dilakukan untuk mencirikan spektrum bahan dan deposit penyalut granul urea setelah polimerisasi. Spektrum inframerah
pada Gambar 14 menunjukkan perbedaan antara bahan monomer sebelah kiri dan setelah dipolimerisasikan sebelah kanan. Spektrum IR penyalut granul urea
berbeda dengan spektrum monomer sebagai bahan pereaksi terbanyak dan juga berbeda dibandingkan dengan bahan pereaksi lainnya. Bahan penyalut ini
terpisahkan dari bahan pereaksinya melalui perlakuan pencucian sebelum dianalisis spektroskopi IR. Oleh karena itu, spektrum IR yang tampak bukanlah
spektrum hasil pencampuran secara fisik bahan pereaksi. Hal ini menunjukkan terjadi perubahan struktur secara kimia.
a
c d
e f
ilangan gelom ang cm
-
ilangan gelom ang cm
-
ilangan gelom ang cm
-
ilangan gelom ang cm
-
ilangan gelom ang cm
-
ilangan gelom ang cm
-
Gambar 14 Spektrum IR: a akrilamida, b PAM-MBA, c asam akrilat, d PAA-MBA, e MBA, f BPO
Spektrum antara penyalut urea dibandingkan pada Gambar 15. Perbedaan struktur asam akrilat dan akrilamida hanya pada gugus fungsi yang mengikat atom
C karbonil, pada asam akrilat atom C karbonil mengikat –OH, sedangkan
akrilamida mengikat -NH
2
. Spektrum deposit PAA-MBA dicirikan dengan serapan vibrasi ulur yang lebar dan kuat dari gugus fungsi O-H pada bilangan
15 gelombang 3400-2400 cm
-1
, sedangkan spektrum deposit PAM-MBA dicirikan secara dominan dengan serapan vibrasi ulur yang kuat dari gugus fungsi N-H pada
bilangan gelombang 3500-3100 cm
-1
. Spektrum deposit penyalut PAM-MBA menunjukkan serapan kuat vibrasi ulur C=O amida pada bilangan gelombang
1662 cm
-1
vibrasi ulur, sedangkan pada spektrum deposit PAA-MBA menunjukkan serapan kuat vibrasi ulur C=O karboksilat pada bilangan gelombang
1708 cm
-1
. Spektrum deposit PAA-MBA memperlihatkan serapan kuat vibrasi ulur C-O karboksilat pada bilangan gelombang 1227 cm
-1
, serapan ini tidak terlihat pada spektrum deposit PAM-MBA. Spektrum deposit PAM-MBA
memperlihatkan serapan medium vibrasi ulur C-N amida primer pada bilangan gelombang 1416 cm
-1
, PAA-MBA juga menunjukkan serapan tersebut pada bilangan gelombang 1400 cm
-1
yang diduga berasal dari kontaminasi urea yang tidak tercuci bersih Pavia 2001.
ilangan gelom ang cm
-
N-
O- -O kar oksilat
O kar oksilat O amida
Keterangan: Spektrum deposit penyalut PAM-MBA
Spektrum deposit penyalut PAA-MBA
Gambar 15 Spektrum IR tumpuk antara deposit penyalut pupuk urea Spektrum pada Gambar 16 memperlihatkan terjadi berkurangnya serapan
medium vibrasi ulur C=C dari spektrum akrilamida pada bilangan gelombang 1614 cm
-1
ke poliakrilamida pada bilangan gelombang 1601 cm
-1
. Demikian pula hilangnya serapan C=C pada bilangan gelombang 1636 cm
-1
dari spektrum akrilat ke poliakrilat. Kedua hal ini menunjukkan polimerisasi telah terjadi. Gugus ini
akan berkurang atau hilang saat polimerisasi karena mengalami reaksi adisi. Spektrum ini juga menunjukkan muncul serapan baru pada bilangan gelombang
1532 cm
-1
pada spektrum poliakrilamida dan 1532 cm
-1
pada spektrum poliakrilat, spektrum ini menunjukkan vibrasi tekuk N-H amida primer dan sekunder. Serapan
16 ini menunjukkan taut-silang dengan telah terjadi dengan masuknya N,N-metilena-
bis akrilamida MBA yang mempunyai gugus fungsi N-H amida sekunder ke dalam rantai polimer. Vibrasi tekuk N-H amida primer sulit terlihat pada
akrilamida karena saling menimpa dengan gugus C=O, sehingga serapan N-H amida sekunder dapat digunakan untuk mengidentifikasi masuknya MBA pada
akrilamida yang mempunyai gugus N-H amida pula.
cm
-
cm
-
a cm
-
d cm
-
c
a b
c d
Gambar 16 Spektrum IR pada bilangan gelombang 1500-1750 cm
-1
: a akrilami- da, b poliakrilamida, c akrilat, d poliakrilat
Kandungan urea, persen penyalutan, dan daya pembengkakan polimer
Kandungan urea pada pupuk urea granul urea tanpa penyalut adalah 100, sedangkan urea tersalut PAM-MBA dan parafin sebesar 82,19 atau
persen penyalutan sebesar 17,81 bb dan urea tersalut PAA-MBA dan parafin sebesar 80,39 atau persen penyalutan sebesar 19,69 bb. Komposisi penyalut
ini termasuk besar. Secara umum, bahan penyalut antara 3 sampai dengan 16 terhadap total berat Trenkel 2010. Daya pembengkakan swelling polimer
penyalut poliakrilamida sebesar 6,61 kali, sedangkan pada poliakrilat sebesar 4,28 kali. Daya pembengkakan ini merupakan ciri polimer hidrofilik bertaut silang
sebagai hidrogel Mahdavinia et al. 2009. Daya pembengkakan penyalut lebih kecil daripada pembengkakan polimer hidrogel pada umumnya yang rata-rata 30
kali karena jumlah penaut-silang yang tinggi. Semakin tinggi derajat penaut- silang, maka akan menurunkan pembengkakan hidrogel Zheng et al. 2009.
Pelepasan Urea Tersalut dan Kinetikanya
Pelepasan urea ditentukan dalam media air yang statis untuk menentukan kinetika laju pelepasannya. Hasil analisis pelepasan urea air ditunjukkan pada
Lampiran 2. Hasil uji pelepasan urea dalam air menunjukkan urea tersalut parafin, urea tersalut PAM-MBA dan parafin, urea tersalut PAA-MBA dan parafin
mencapai kesetimbangan maksimum atau lepas-tercuci mendekati 100 dalam waktu 30 menit, sedangkan urea tanpa penyalut dalam 10 menit Gambar 17.
Urea tersalut PAA-MBA dan parafin menunjukkan pelepasan yang paling lambat. Pelepasan urea yang telah tersalut juga dilakukan dalam media tanah berpasir
17 yang dicuci dengan air dan hasil analisis urea ditunjukkan pada Lampiran 3. Hasil
uji pelepasan urea dalam tanah menunjukkan urea tanpa penyalut sudah lepas- tercuci mendekati 100 pada menit ke-30, urea tersalut parafin dalam satu hari,
urea tersalut PAM-MBA dan parafin dalam waktu satu jam, sedangkan pada urea tersalut PAA-MBA dan parafin dalam satu hari Gambar 18. Laju pelepasan urea
tersalut dengan parafin saja ternyata cukup untuk memberikan efek penghambatan laju pelepasan urea mendekati urea tersalut PAA-MBA dan parafin. Hal ini
menunjukkan penghambatan pelepasan urea dipengaruhi terutama oleh salutan parafin karena sifat parafin yang hidrofobik, sedangkan penyalut polimer
poliakrilamida dan poliakrilat merupakan polimer hidrofilik. Penyalut yang digunakan
adalah polimer
hidrofilik yang
mempunyai karakteristik
pembengkakan polimer. Penyalut pupuk lepas lambat umumnya menggunakan polimer hidrofobik, berbeda pupuk lepas lambat dengan prinsip matriks berbasis
gel yang bersifat hidrofilik Trenkel 2010.
Urea tanpa penyalut menunjukkan pelepasan cepat yang dikenal dengan istilah burst release. Urea tersalut PAM-MBA juga menunjukkan pelepasan urea
lebih cepat mendekati urea tanpa penyalut. Hal ini karena polimer penyalut PAM- MBA mempunyai daya pembengkakan swelling besar yang dapat menyebabkan
lapisan penyalut parafin retak karena tidak elastis dan juga pembesaran pori pada penyalut polimer. Pelepasan urea tersalut PAM-MBA dan parafin juga lebih cepat
daripada urea tersalut PAA-MBA dan parafin walaupun mempunyai struktur yang mirip. Hal ini disebabkan daya pembengkakan pada penyalut poliakrilamida 6,61
kali lebih besar daripada poliakrilat sebesar 4,28 kali. Sifat pembengkakan ini merupakan karakteristik utama bahan poliakrilamida dan poliakrilat yang memang
digunakan sebagai hidrogel atau superabsorben Mahdavinia et al. 2009. Selain itu, pelepasan cepat tersebut disebabkan persen penyalutan PAM-MBA yang lebih
kecil, yaitu 17,81, dibandingkan persen penyalutan dengan PAA-MBA yaitu 19,69.
Gambar 17 Pelepasan urea dalam air
18
Gambar 18 Pelepasan urea dalam tanah
Pelepasan urea dalam air didekati dengan baik menggunakan model pertumbuhan ekponensial jenis asosiasi tipe dua pada perangkat lunak Curve
Expert 1.4. Persamaan matematis ini untuk mempelajari kinetika laju pelepasan urea. Pendekatan model eksponensial ini yang diadaptasikan dari pertumbuhan
populasi pada lingkungan dengan sumber daya terbatas. Model persamaannya adalah:
1 Nilai y adalah interpretasi dari Ct, x interpretasi dari waktu t, nilai
koefisien a setara dengan nilai C
∞
pada persamaan berikut. 2
Nilai r laju pelepasan diperoleh melalui pendekatan nilai koefisien b, yaitu mengalikan koefisien a dan b dengan asumsi nilai laju pelepasan tetap.
Berdasarkan model persamaan di atas, pencocokan kurva curve fitting dilakukan dengan model eksponensial pertumbuhan pada sumber daya terbatas Lampiran 4
– 7 sehingga menghasilkan persamaan sesuai dengan Gambar 19. Pencocokan kurva dengan model pertumbuhan eksponensial dapat mendekati titik hubungan
waktu-konsentrasi dengan baik, terlihat dari semua nilai koefisien korelasi yang di atas 0,99. Nilai koefisien persamaan ini disajikan dalam Tabel 2. Pengolahan nilai
ini menghasilkan laju pelepasan urea dalam air pada urea tidak tersalut, urea tersalut parafin, urea tersalut PAM-MBA dan parafin, dan urea tersalut PAA-
MBA dan parafin berturut-turut adalah 234,25 ppmmenit, 23,84 ppmmenit, 38,63 ppmmenit, 21,04 ppmmenit.
19
r = 0.99615511
Waktu menit K
o n
s e
n tr
a s
i U
re a
p p
m
0.0 40.0
80.0 120.0
160.0 200.0
240.0 0.0
80 .00
16 0.0
24 0.0
32 0.0
40 0.0
48 0.0
, r = 0.996
Urea tersalut parafin
r = 0.99955257
Waktu menit K
o n
s e
n tr
a s
i U
re a
p p
m
0.0 40.0
80.0 120.0
160.0 200.0
240.0 0.0
80 .00
16 0.0
24 0.0
32 0.0
40 0.0
48 0.0
, r = 0.999
Urea tanpa penyalut
r = 0.99742693
Waktu menit K
o n
s e
n tr
a s
i U
re a
p p
m
0.0 40.0
80.0 120.0
160.0 200.0
240.0 0.0
80 .00
16 0.0
24 0.0
32 0.0
40 0.0
48 0.0
, r = 0.997
Urea tersalut PAM-MBA dan parafin
r = 0.99771002
Waktu menit K
o n
s e
n tr
a s
i U
re a
p p
m
0.0 40.0
80.0 120.0
160.0 200.0
240.0 0.0
80. 00
160 .00
240 .00
320 .00
400 .00
480 .00
, r = 0.998
Urea tersalut PAA-MBA dan parafin
Gambar 19 Pencocokan model eksponensial terhadap pelepasan urea dalam air
Tabel 1 Parameter kinetika pelepasan urea
Koefisien Urea
Tanpa Penyalut
Salut Parafin Salut PAM-
MBA Salut PAA-
MBA a = C
∞
ppm 486
422 395
420 b
4,82.10
-1
5,65.10
-2
9,78.10
-2
5,01.10
-2
r ppmmenit 234,25
23,84 38,63
21,04 Berdasarkan data di atas, pengaruh penyalutan terhadap pelepasan difusi
pupuk memberikan pelambatan 11 kali yaitu pada urea tersalut PAA-MBA dan parafin, berbeda tipis dengan urea tersalut parafin saja, yaitu sebesar 10 kali.
Penyalutan dengan polimer hidrofilik tidak berbeda signifikan dengan parafin pada penelitian ini. Hal ini sesuai kajian sebelumnya, salutan hidrofobik efektif
digunakan pada pupuk lepas lambat Trenkel 2010. Kecepatan lepas urea dalam air statis pelepasan difusi lebih cepat dibandingkan dengan pelepasan urea
tercuci dalam tanah leaching. Hal ini terjadi karena ada interaksi pupuk dengan tanah, ada proses absorbsi dan deabsorbsi berulang antara urea dan tanah sehingga
menyebabkan laju pelepasan yang lambat dalam tanah Liang et al. 2009
.
Uji pelepasan urea pada penelitian ini menunjukkan pelepasan paling lambat dalam air adalah 20 menit menurut hasil perhitungan, sedangkan dalam tanah
selama satu hari. Hasil penelitian urea granul lepas lambat Abraham 1997 dengan penyalut ganda berupa PAM-MBA, polistirena 4, dan parafin 4
mempunyai akumulasi persen urea lepas hingga hari ke-14 sebesar 80,43 dan urea tanpa penyalut sebesar 91,00. Penelitian Jagadeeswaran et al. 2005
membuat urea lepas lambat berupa urea terabsorbsi dalam komposit hidrogel akrilat-carboxymethylcellulose dan montmorillonite. Pupuk tersebut mempunyai
waktu lepas urea dalam air rilis lebih lama dibandingkan urea tersalut hasil penelitian ini, yaitu untuk mencapai konsentrasi kesetimbanganmaksimum dalam
20 72 menit, sedangkan dalam tanah, mencapai konsentrasi maksimum dalam 0,5
jam, dibandingkan dengan urea biasa tanpa perlakuan selama 0,17 jam. Pelepasan urea dalam tanah diharapkan sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Pola kurva kebutuhan nutrisi tanaman terhadap waktu ditunjukkan Gambar 20 a. Oleh karena itu, pola pelepasan urea yang sesuai adalah yang membentuk pola
sigmoidal sesuai dengan Gambar 20 b Trenkel 2010.
a
b Gambar 20 Kurva: a Pola kebutuhan nutrisi tanaman dan b pelepasan pupuk
sigmoidal Sumber: Lammel 2005 dan Shaviv 2005 dalam Trenkel 2010
Pencocokan pola kurva dilakukan pada kurva pelepasan urea tercuci dalam tanah dengan beberapa pendekatan model sigmoidal menggunakan perangkat
lunak Curve Expert 1.4 Tabel 1. Model sigmoidal yang digunakan terdiri atas Morgan-Mercer-Flodin MMF, Logistic, Richards, dan Gompertz relation dengan
persamaan seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1. Urea tanpa penyalut tidak dapat didekati sama sekali dengan menggunakan keempat model tersebut dengan
model sigmoidal dalam perangkat lunak Curve Expert 1.4. Urea tersalut parafin menunjukkan kecocokkan dengan model Logistic dengan koefisien korelasi
0,991. Urea tersalut PAM-MBA dan parafin menunjukkan kecocokkan dengan dua model sigmoidal, yaitu Richards dan Gompertz relation dengan koefisien
korelasi 0,999. Demikian pula dengan urea tersalut PAA-MBA dan parafin menunjukkan kecocokkan dengan dua model sigmoidal, yaitu MMF dan Logistic
dengan koefisien korelasi masing-masing 0,999 dan 0,986. Pendekatan model ini
21 menunjukkan bahwa penyalutan pupuk dapat memberikan pengaruh pelepasan
urea berpola sigmoidal. Penyalutan ganda dengan polimer dan parafin memberikan pendekatan pola sigmoidal yang lebih baik dibandingkan dengan
parafin saja.
Tabel 2 Pencocokan model sigmoidal terhadap pelepasan urea dalam tanah Urea
Model Tanpa
penyalut Tidak ada model sigmoidal yang cocok
Tersalut parafin
S = 4.84969802 r = 0.99085013