BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri dan transportasi mengakibatkan meningkatnya
kebutuhan bahan bakar. Meskipun Indonesia penghasil minyakbumi,peningkatan kebutuhan tersebut dapat saja menimbulkan krisis bahan bakar pada masa
mendatang, . sementara cadangan minyak yang ada semakin berkurang. Bahan bakar ini menimbulkan pencemaran udara karena mengandung belerang dan juga
memberikan emisi green house gas seperti gas CO dan CO
2
yang tinggi. Jika tingkat penggunaan bahan bakar fosil masih terus seperti sekarang cadangan
sumber energi bahan bakar fosil dunia khususnya minyak bumi, diperkirakan hanya akan cukup untuk 10-15 tahun lagi. Karena itu diperlukan bahan pengganti
yang bersumber dari bahan yang dapat diperbarukan seperti minyak nabati maupun lemak hewan. Alamsyah, 2006.
Akhir-akhir ini dunia sangat prihatin terhadap pemanasan global maupun polusi
udara.Penggunaan energi
berbasis bahan
fosil minyak
tanah,batubara,sangat merugikan kepada manusia , misalnya dapat memberikan emisi nitrogen oksida NO2, belerang oksida SO
x
, CO
2
, partikel-partikel halus maupun logam-logam berat
Berdasarkan pengukuran satu abad yang lampau suhu udara global telah naik 0,56
C.Kenaikan ini disebut dengan perubahan iklim global ataupun pemanasan global. Gas CO
2
yang terdapat di udara memberikan pemantulan pemanasan kebumi sehingga suhu bumi akan naik dan diprediksi suhu akan naik
1,5 C-5,8
C. Pengaruh pemanasan global ini berdampak pada perpindahan daerah pertanian, pergeseran lokasi penyakit tropis, pencairan es di kutub maupun
menaiknya permukaaan air laut 9 - 88 cm pada tahun 2040. Karena itu maka perlu penggunaan bahan bakar yang bersifat tidak menaikkan CO
2
di udara. Bahan fosil
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan CO
2
yang sangat lambat berubah kembali menjadi bahan fosil.Karena itu disebut bahan tak terpebarukan unrenewable. Sumber energi
seperti minyak atau lemak dapat diupakai untuk bahan bakar yang lebih rendah efek pemanasan globalnya, CO
2
yang dihasilkan lebih mudah berubah menjadi lemak atau minyak kembali, melalui fotosintesis. Karena itu kedua bahan itu
digolongkan dalam energirenewable. Gupta dan Dermibas, 2010.
Telah dilaporkan bahwa biodiesel mempunyai keuntungan menghasilkan CO
2
lebih rendah daripada bahan bakar solar, demikian juga biodiesel lebih ramah lingkungan daripada solar. Karena itu bahan ini menjadi solusi energi alternatif
untuk Green Material. Gerpen,2005
Sebagai bahan alternatif energi telah dicoba menghasilkan metil ester disebut FAME dalam penggunaannya disebut biodiesel. Bahan bakar ini ramah
lingkungan, tidak mempunyai efek terhadap kesehatan yang dapat dipakai orang sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dapat menurunkan emisi bila
dibandingkan dengan minyak diesel Hambali, 2007. Biodiesel terbuat dari minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kelapa, minyak biji jarak pagar,
minyak kemiri, yang potensial untuk menghasilkan bahan bakar minyak Nurcholis,2007. Dari beberapa bahan baku tersebut di Indonesia yang punya
prospek untuk diolah menjadi biodiesel adalah jarak pagar dan kelapa sawit. Penggunaan secara langsung minyak nabati kurang baik pada mesin, karena
minyak nabati memiliki berat molekul yang besar, jauh lebih besar dari biodiesel metil ester, sehingga menghasilkan senyawa yang dapat menghasilkan
kerusakan pada mesin, karena membentuk deposit pada injektor, disamping itu memiliki viskositas yang tinggi sehingga pompa penginjeksi bahan bakar di dalam
mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan atomization yang baik
ketika minyak nabati disemprotkan kedalam kamar pembakaran sehingga hasil dari injeksi tidak berwujud kabut yang mudah menguap melainkan tetesan bahan
bakar yang sulit terbakar. Beberapa saran diusulkan untuk mengganti mesin– mesin kendaraan bermotor komersial jika akan menggunakan minyak nabati
Universitas Sumatera Utara
secara langsung pengganti bahan bakar solar. Cara lain dapat dibuat dengan mengubah karakteristik minyak nabati sehingga sedapat mungkin menyerupai
solar yaitu menjadikan metil ester asam lemak Suradjaja, 2005. Proses konversi minyak nabati kedalam bentuk metil ester asam lemak
FAME = Fatty Acid Methyl Ester pada umumnya dilakukan dengan esterifikasi maupun transesterifikasi. Transesterifikasi minyak nabati dengan campuran
metanol dikatalisis oleh NaOH dan KOH menghasilkan FAME dan gliserol Marchetti, 2007. Proses transesterifikasi menggunakan katalis asam dengan
kosolven dimetil eter telah juga dilaporkan Guan, dkk, 2009. Katalis CaO dipakai pada transesterifikasi minyak nabati telah dilaporkan Liu, 2005 dan
Bangun, 2009. Penggunaan kosolven dietil eter-metanol untuk reaksi transesterifikasi minyak jarak Ricinus Castor Oil dikatalisis oleh MgO dan CaO
pada 65°C, hasil optimum didapat dengan perbandingan minyak : methanol adalah 1:12. Penggunaan CaO sebagai katalis basa mempunyai banyak
keuntungan, seperi tingginya aktifitas, kondisi reaksi yang ringan, masa hidup katalis yang panjang dan biaya katalis yang rendah Bangun, 2009.
Beberapa faktor terkait dengan reaksi adalah lama reaksi, selain dari jenis pelarut, katalis, suhu reaksi maupun konsentrasi. Konsentrasi reaksi pada transesterifikasi
ini perlu dipelajari dangan memvariasi konsentrasi katalis asam sulfonat polistrena untuk mendapat gambaran konversi minyak menjadi metil ester.
1.2 Batasan Masalah