Studi Pengaruh Pencampuran Biodesel Jarak Pagar Dengan Solar Terhadap Perubahan Karakteristik Fisikanya

(1)

STUDI PENGARUH PENCAMPURAN BIODIESEL JARAK

PAGAR DENGAN SOLAR TERHADAP PERUBAHAN

KARAKTERISTIK FISIKANYA

T E S I S

OLEH

SITI SALEHA LUBIS

057026010 / FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(2)

STUDI PENGARUH PENCAMPURAN BIODIESEL JARAK

PAGAR DENGAN SOLAR TERHADAP PERUBAHAN

KARAKTERISTIK FISIKANYA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

Dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh :

SITI SALEHA LUBIS

057026010 / FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(3)

Judul Tesis : STUDI PENGARUH PENCAMPURAN BIODIESEL JARAK PAGAR DENGAN SOLAR TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIKANYA

Nama Mahasiswa : SITI SALEHA LUBIS

Nomor Pokok : 057026010

Program Studi : Ilmu Fisika

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Dr. Marhaposan Situmorang ) Ketua

( Drs. H. Muhammad Syukur, MS ) Anggota

Ketua Program Studi Direktur Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana

(Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 10 September 2007

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Marhaposan Situmorang

Anggota : 1. Drs. H. Muhammad Syukur, MS 2. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc

3. Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS

4. Drs. Ferdinan Sinuhaji, M.Si 5. Drs. Asmuni, M.Sc


(5)

ABSTRAK

Biodiesel adalah suatu sumber energi alternatif bahan bakar yang didapat dari minyak nabati setelah melalui proses esterifikasi - transesterifikasi. Biodiesel yang diteliti berasal dari tumbuhan jarak pagar (Jatropa curcas). Kemudian dilakukan pencampuran biodiesel dengan solar untuk mengetahui karakterisasi fisisnya seperti viskositas, densitas, flash point dan nilai kalor. Hasil yang diperoleh dianalisa dan dibandingkan pada hasil penelitian dari berbagai sumber. Diskusi/pembahasan juga dilakukan terhadap persentase yang optimal dari pencampuran yang akan digunakan ke mesin. Seperti yang diperoleh pada pencampuran biodiesel sawit dengan solar yakni sekitar 30 %. Karakteristik fisika yang diperoleh pada hasil pencampuran biodiesel jarak pagar dengan solar dalam penelitian ini adalah viskositas 3,6 – 4,8 cSt, densitas 0,82 – 0,87 g/ml, titik nyala 78 – 160 0C dan nilai kalor 53,67 – 42,05 MJ/kg. Kata Kunci :Biodiesel, jarak pagar, esterifikasi-transesterifikasi


(6)

ABSTRACT

Biodiesel is a source of fuel alternative energy derived from vegetable oil through transesterification esterification process. The biodiesel observed is gained from Jatropha Curcas plant and then biodiesel is mixed with diesel to know the physical characteristics such as viscosity, density, flashpoint and caloric value. The result gained is discussed by comparing it to results of several researches result from several sources. The discussion is also made on optimal percentage of blending to be used with machine. As was achieved for blending of palm oil biodiesel with diesel will be 30 %. The result of physical characteristics of mixing jatropha curcas with diesel in our research is viscocity 3,6 – 4,8 cSt, density 0,82 – 0,87 g/ml, flash point 78 – 160 0C and heating value 53,67 – 42,05 MJ/kg.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Karunia yang diberikanNya kepada penulis sehingga tesis yang diberi judul “Studi Pengaruh Pencampuran Biodiesel Jarak Pagar Dengan Solar Terhadap Perubahan Karakteristik Fisikanya” dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Tesis ini merupakan tugas akhir pada Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Umum Fisika.

Dengan segala kemampuan yang ada penulis mencoba untuk membuat yang terbaik dalam tesis ini, akan tetapi penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tesis ini.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatra Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Dr. Eddy Marlianto, M.Sc selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika.

4. Bapak Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika.

5. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak Drs. H. Muhammad Syukur, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing atas arahan dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Seluruh Dosen Staf Pengajar pada Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Fisika USU, yang telah banyak mencurahkan ilmunya selama masa perkuliahan.

8. Seluruh Staf Administrasi Sekolah Pascasarjana dan “Bang Mulkan” yang telah dengan penuh kesabaran memberikan pelayanan terbaik di Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Fisika.

9. Rekan-rekan angkatan 2005: Adat Siagian, Ahmad Faisal, Awan Maghfirah, Ebenezer, Faridah Nuriana, Kaston Sijabat, M. Rais, Petrus Purba, S.K Kurniawan, Tri Chandra, dan Yasnima Eriani, atas kerja sama dan kebersamaan dalam mengatasi berbagai masalah selama perkuliahan bersama penulis.


(8)

Secara khusus penulis ingin menyampaikan terima kasih dan sayang yang mendalam kepada Ayahanda Drs. Muchtar Lubis, Ibunda Siti Anna, Suami Tercinta Drs. Rustam Effendi yang senantiasa memberikan dorongan dengan penuh kesabaran dan serta mendoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan Studi ini. Terlebih lagi terima kasih dan sayang yang teramat dalam kepada Anak-anakku tercinta (Reza, Nisa, Ami, Nasrul dan si kecil Robi) yang berkorban untuk selalu ditinggalkan selama penulis mengikuti studi.

Medan, September 2007


(9)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Siti Saleha Lubis 2. Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 3 Juli 1970 3. Pekerjaan : Guru

4. Agama : Islam

5. Orang Tua

Ayah : Drs. Muchtar Lubis Ibu : Siti Anna Nasution

6. Alamat : Jl. Pasar Baru No. 17 Tembung 7. Pendidikan

SD : Negeri No. 16 Padang Sidempuan, tahun 1976 - 1982 SMP : Negeri 4 Padang Sidempuan, tahun 1982 - 1985 SMA : Negeri 4 Padang Sidempuan, tahun 1985 - 1988 D-3 Fisika : FMIPA UI, tahun 1988 - 1992

S1- Fisika : IKIP Medan, tahun 1993 - 1996

S2 – Fisika : Universitas Sumatera Utara, tahun 2005 – 2007

Medan, September 2007


(10)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Kata Pengantar ... iii

Riwayat Hidup ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Gambar ... viii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Lampiran ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Tujuan Penelitian ... 4

1.3.Batasan Masalah ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

1.5.Lokasi Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sumber Alternatif Energi Tambahan ... 7

2.2 Biodiesel ... 8

2.3 Biodiesel Jarak Pagar ... 14

2.4 Proses Pembuatan Biodiesel dari Pohon Jarak ... 15

2.5 Karakteristik Biodiesel... 19

2.6 Pembakaran Bahan Bakar Pada Motor Bakar Diesel... 21

2.7 Pencampuran Biodiesel... 26

2.8 Penyimpanan dan Penanganan Biodiesel... 26

2.9 Viskositas ... 27

2.10 Densitas (Rapat Massa) ... 31

2.11 Titik Nyala (flash point)... 31

2.12 Nilai Kalor... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Prosedur Penelitian ... 33

3.2 Sampel... 34

3.3 Pengujian Viskositas ... 35

3.4 Pengujian Densitas ... 36

3.5 Pengujian Titik Nyala (Flash Point) ... 37


(11)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 41 4.1.1 Hasil Pengujian Viskositas Campuran Biodiesel

Jarak Pagar – Solar ... 41 4.1.2 Hasil Pengujian Densitas Campuran Biodiesel

Jarak Pagar – Solar ... 42 4.1.3 Hasil Pengujian Titik nyala Campuran Biodiesel

Jarak Pagar – Solar ... 43 4.1.4 Hasil Pengujian Nilai Kalor Campuran Biodiesel

Jarak Pagar – Solar ... 44 4.1.5 Hasil Penelitian yang di Peroleh dari Beberapa

Sumber / Artikel Ilmiah ... 45 4.2 Pembahasan ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 51 5.2. Saran... 52


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Diagram Alir Pembuatan Biodiesel ... 17

Gambar 2.2. Aliran laminer cairan kental ... 28

Gambar 3.1. Diagram Alir Prosedur Penelitian ... 33

Gambar 4.1. Grafik Viskositas dan Komposisi campuran ... 42

Gambar 4.2. Grafik Densitas dan Komposisi campuran... 43

Gambar 4.3. Grafik Titik Nyala dan Komposisi campuran ... 44


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kualitas Biodiesel ... 18 Tabel 2.2. Data Karakteristik Mutu Solar. ... 23 Tabel 3.1. Variasi Komposisi Biodiesel ... 35


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pengujian Viskositas Dan Komposisi Campuran ... 54

Lampiran 2. Hasil Pengujian Densitas Campuran Biodiesel Jarak – Solar ... 55

Lampiran 3. Hasil Pengujian Titik Nyala Campuran Biodiesel Jarak –Solar 56 Lampiran 4. Hasil Pengujian Nilai Kalor ... 57

Lampiran 5. Hasil Pengujian Viskositas Campuran Biodiesel Jarak –Solar Setelah 30 Hari ... 58

Lampiran 6. Hasil Pengujian Densitas Campuran Biodiesel Jarak – Solar Setelah 30 Hari ………... 59

Lampiran 7. Hasil Pengujian Titik Nyala Campuran Biodiesel Jarak – Solar Setelah 30 Hari ... 60

Lampiran 8. Hasil Pengujian Nilai Kalor Campuran Biodiesel Jarak – Solar Setelah 30 Hari ... 61

Lampiran 9. Spesifikasi Biodiesel Jarak Pagar ... 62

Lampiran 10. Kualitas Biodiesel Hasil Proses Estrans ... 63

Lampiran 11. Karakteristik Biodiesel ... 64

Lampiran 12. Sifat Bahan Bakar Biodiesel Jatropha ... 65

Lampiran 13. Data Karakteristik Biodiesel Sawit dan Jarak Dalam Berbagai Komposisi ... 66


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat berdampak pada makin meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi dan aktivitas industri. Hal ini tentu saja menyebabkan kebutuhan akan bahan bakar cair juga semakin meningkat. Menurut data automotive Diesel Oil, konsumsi bahan bakar minyak di Indonesia sejak tahun 1995 telah melebihi produksi dalam negeri. Diperkirakan dalam waktu 10-15 tahun ke depan, cadangan minyak Indonesia akan habis. Perkiraan ini terbukti dengan seringnya terjadi kelangkaan BBM di beberapa daerah di Indonesia. Atas dasar itulah manusia mulai mencari sumber-sumber energi alternatif yang keterbatasan kuantitasnya tidak terbatas (dapat diperbaharui) dan ramah lingkungan.

Biodiesel dapat dibuat dengan mengekstraksi minyaknya dari suatu tumbuh-tumbuhan seperti minyak yang berasal dari tanaman jarak pagar (jatropha curcas). Minyak jarak merupakan minyak hasil olahan biji tanaman jarak. Tanaman jarak ini umumnya tumbuh di negara-negara beriklim tropis maupun subtropis.

Indonesia sebagai negara tropis memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat dikembangkan sebagai bahan baku untuk produksi energi alternatif untuk mengganti bahan bakar minyak, baik berupa Bio Ethanol sebagai pengganti premium maupun biodiesel sebagai pengganti solar. Saat ini di Indonesia telah dikembangkan bahan


(16)

bakar alternatif biodiesel dari minyak jarak pagar (jatropha curcas). Minyak jarak berpotensi dapat menghemat pemakaian BBM sekitar 100.000 barel/hari (Suara Merdeka, 24 Oktober 2005). Pengembangan minyak dari tanaman jarak melalui pendekatan ilmiah di Indonesia dipelopori oleh Dr. Robert Manurung dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan fokus ekstraksi minyak dari tanaman jarak. Sejak tahun 2004 yang lalu. Penelitian ini mendapat dukungan dari Mitsubishi Research Institut (Miri) dan New Energy and Industrial Technologi Development Organization (NEDO) dari Jepang (Kompas, 12/5/2005). Setelah dirilis di ITB kemudian diikuti IPB dan selanjutnya diikuti oleh Lembaga Pemerintah Pusat yaitu BPPT dan oleh Pemerintah Daerah seperti Pemprov NTT, Pemprov NTB, Pemkab Purwakarta, Pemkab Indramayu serta oleh BUMN seperti PT. Pertamina, PT. PLN, dan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), semua saling bekerja sama untuk pengembangan minyak jarak sebagai bahan bakar minyak alternatif ini. Setidaknya ada satu optimisme peluang pasar minyak jarak ini cukup terbuka dengan munculnya pernyataan Direktur Utama Pertamina yang menyebutkan bahwa pertamina siap menampung minyak jarak dari masyarakat untuk diproses lebih lanjut sebagai biodiesel (www.pertamina.com,18/8/2005) Bahkan Jepang yang terikat komitmen protokol Kyoto bersiap-siap membeli produk energi alternatif dari minyak jarak ini (Republika, 18/5/2005). Tujuan utama pengembangan Biodiesel ini adalah lingkungan karena bahan bakar ini bersih, tidak ada sulfur dan gas buangnya tidak berbahaya bagi manusia dan dapat diperbaharui. Biodiesel mempuyai sifat pembakaran yang sangat mirip dengan minyak solar, sehingga dapat digunakan pada


(17)

mesin berbasis bahan bakar solar tanpa adanya modifikasi pada mesin. Untuk mendapatkan Biodiesel dari tanaman jarak pagar terlebih dahulu dilakukan proses estrans (esterifikasi transesterifikasi) yang bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak jarak dan meningkatkan daya pembakaran sehingga dapat digunakan sesuai standar minyak diesel untuk kenderaan bermotor. Karena minyak nabati dan bahan bakar diesel fosil mempunyai perbedaan dasar sifat – sifat fisika – kimia maka agar kinerja pada system injeksi motor diesel sempurna, dilakukan modifikasi sifat – sifat fisika – kimia minyak nabati sesuai dengan sifat – sifat fisika kimia bahan bakar diesel fosil. Caranya adalah dengan menggunakan campuran minyak nabati dengan bahan bakar diesel fosil. Untuk mengubah komposisi kimianya dilakukan proses estrans, bahan yang sudah mengalami proses ini disebut biodiesel dan biodiesel inilah yang dicampurkan kedalam solar sehingga muncul produk B – 10, B – 20 dan seterusnya.

Bila dibandingkan dengan bahan bakar diesel solar, biodiesel bersifat ramah lingkungan, dapat diperbaharui (renewable). Biodiesel bersifat ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan solar/diesel yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) rendah dan tidak menghasilkan racun.

Biodiesel dari minyak jarak dapat digunakan untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil salah satu caranya adalah dengan mencampurkan kedua bahan bakar tersebut yaitu minyak solar dengan biodiesel. Penggunaan untuk kenderaan bermesin diesel, biodiesel masih dicampur dengan solar pada persentase tertentu


(18)

dimana campuran tersebut akan memberikan variasi terhadap unjuk kerja mesin. Parameter apa saja yang berubah pada setiap persentase menjadi menarik untuk diteliti dan dihubungkan dengan unjuk kerja mesin atau ke parameter yang lain.

1.2 Tujuan Penelitian

a. Untuk memperoleh beberapa karakteristik fisika (viskositas, densitas, titik nyala dan nilai kalor) dari pencampuran biodiesel jarak pagar dan solar.

b. Membandingkan karakteristik Biodiesel dengan hasil temuan para ahli melalui artikel – artikel ilmiah

1.3 Batasan Masalah

Hal utama yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah perubahan viskositas, densitas, titik nyala dan nilai kalor dari kedua bahan bakar tersebut dan campurannya. Pencampuran yang dilakukan adalah peningkatan persentase biodiesel tiap 10 % terhadap solar murni. Sebagai contoh untuk 10 %, berarti pencampuran biodiesel 10 % dengan solar 90 %, untuk 20 % berarti pencampuran biodiesel 20 % dengan solar 80 %, serta pencampuran yang bagaimana seharusnya digunakan pada mesin diesel. kemudian di bahas menggunakan data dari artikel.


(19)

1.4 Manfaat Penelitian

a. Melihat rasio viskositas, densitas, titik nyala dan nilai kalor / beberapa variasi persentasi campuran.

b. Memahami kelebihan dan kekurangan dari masing-masing bahan bakar yang diuji yaitu : biodiesel, solar, dan campuran dari keduanya.

c. Mendapat informasi data mengenai biodiesel dan campuran biodiesel dengan solar melalui artikel-artikel ilmiah

1.5 Lokasi Penelitian

a. Pengujian Viskositas, densitas, titik nyala dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.


(20)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Konsumsi bahan bakar fosil khususnya minyak bumi dunia saat ini sangat tinggi, sedangkan produksi dari bahan bakar fosil tidak meningkat sebanding dengan konsumsi, sehingga kondisi yang terjadi saat ini adalah permintaan lebih tinggi dari penyediaan, jadi harga bahan bakar fosil terus meningkat.

Oleh karena itu, perlu bahan bakar sebagai salah satu sumber energi yang mampu diperbaharui terus dalam jangka waktu yang sangat singkat. Untuk sumber energi yang terbaharukan non bahan bakar adalah panas bumi, sinar matahari, air, dan lain-lain. Namun pengembangan teknologi sangat terbatas dan sangat mahal. Sehingga untuk investasinya sangat tinggi.

Sumber energi yang terbaharukan untuk bahan bakar adalah fuel cell , biodiesel dari macam tanaman, dan lain-lain. Pengembangan untuk bahan bakar biodiesel masih terus berjalan, terutama Indonesia.

Di Indonesia biodiesel sangat cocok untuk dikembangkan, karena kondisi iklim dari Indonesia mendukung untuk pertumbuhan dari tanam - tanaman yang dapat menghasilkan biodiesel. Penggunaan biodiesel ini juga akan bermanfaaat dalam mengurangi konsumsi bahan bakar fosil secara nasional, baik bila digunakan secara 100 % atau dengan mencampurnya dengan bahan bakar fosil lainnya.


(21)

2.1 Sumber Alternatif Energi Terbarukan

Sumber daya energi terbarukan adalah sumber – sumber energi yang output-nya akan konstan dalam rentang waktu jutaan tahun. Sumber – sumber energi yang termasuk dalam kategori terbarukan adalah sinar matahari (langsung), aliran air sungai, angin, gelombang laut, arus pasang surut, panas bumi dan biomassa. Walupun panas yang terkandung dalam bumi, gaya gravitasi bulan dan matahari, serta rotasi bumi berperan dalam pembentukan sumber – sumber energi ini, sumber energi terbarukan pada dasarnya diturunkan dari radiasi matahari.

Sejak ditemukan sumber energi yang lebih modern, yaitu bahan bakar fosil dan tenaga nuklir peranan energi terbarukan di berbagai belahan dunia, terutama di banyak negara maju mengalami penurunan. Namun sejak terjadinya krisis minyak pada era 1970-an yang dilanjutkan dengan meningkatnya kesadaran terhadap kelestarian lingkungan global, potensi energi terbarukan sebagai sumber energi alternatif kembali mendapat perhatian.

Karakteristik energi terbarukan hampir tidak memiliki kesamaan satu sama lain. Meskipun demikian, teknologi energi terbarukan mempunyai beberapa sifat umum sebagai berikut.

1. Sumber – sumber energi terbarukan tidak akan habis (khusus untuk biomassa, agar ketersediaan sumber dayanya dapat berkelanjutan, laju konsumsi dan produksinya harus dibuat seimbang).


(22)

2. Sumber energi terbarukan secara geografis bersifat tersebar (dispersed) dan umumnya di kembangkan dan di manfaatkan di lokasi sumber energi tersebut berada, mengingat pertimbangan aspek fisik dan ekonomi.

3. Sumber energi terbarukan mempunyai densitas daya dan energi yang rendah sehingga perangkat teknologi pemanfaatannya menempati lahan yang relatif luas.

4. Teknologi – teknologi energi terbarukan pada umumnya memerlukan biaya kapital tinggi tetapi biaya operasinya rendah.

5. Beberapa teknologi terbarukan bersifat modular sehingga responsif terhadap pertumbuhan permintaan dan dapat dikonstruksi dalam waktu relatif singkat. 6. Teknologi – teknologi energi terbarukan pada umumnya akrab lingkungan.

2.2 Biodiesel

Biodiesel adalah sejenis sumber energi alternatif bahan bakar yang termasuk kedalam kelompok bahan bakar nabati (BBN) yang dapat digunakan untuk menggerakkan motor diesel tanpa mengadakan modifikasi yang banyak terhadap motor diesel tersebut. Bahan bakunya bisa berasal dari berbagai sumber daya nabati, yaitu kelompok minyak dan lemak, seperti minyak sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, kacang tanah, jarak pagar hingga minyak goreng bekas.

Ditinjau dari bentuknya bahan bakar nabati bisa berbentuk padat, gas, atau cair. Seperti juga bahan bakar minyak, BBM cair adalah yang paling luas dan fleksibel dalam penggunaannya, yaitu:


(23)

- Bioetanol: dibuat dari ubi kayu atau tetes tebu yang digunakan sebagai pencampuran bensin atau secara murni untuk gasohol.

- Biodiesel-oil: produksi konversi kayu atau lignoselulosa lainnya yang diubah menjadi bentuk cair melalui proses “pirolisa eksplosif” proses pembakaran dengan udara terbatas pada tekanan tertentu dimana kayu sudah melunak, oulet terbuka sehingga terjadi ledakan yang memecahkan dinding sel kayu dan biodiesel oil keluar dengan sendirinya yang digunakan sebagai bahan bakar langsung.

- Biodiesel : digunakan untuk sebagai pengganti atau pencampur solar untuk mobil, alat pertanian, mesin industry yang bermesin diesel.

Biodiesel menjadi penting di Indonesia karena sejak tahun 2005, Indonesia telah berubah statusnya dari eksportir menjadi net importer BBM yang pada tahun 2005 defisit sekitar 100 juta liter. Ditambah lagi krisis minyak dunia yang menjadikan harga minyak dunia meningkat dari sebelumnya US$ 22/ barel menjadi US$ 72/ Barel (2006). Dampaknya, biodiesel yang semula sulit bersaing dengan BBM dari segi harga, kini bisa dimunculkan di pasar sebagai bahan bakar alternative pengganti BBM, Beberapa alasan Indonesia sudah harus mulai mengembangkan biodiesel atau BBN diantaranya:

- Harga BBM terus menigkat dan persediaannya di dalam negeri semakin menurun. Sementara konsumsi setiap tahun terus meningkat sehingga dampak negatifnya terasa di berbagai bidang kehidupan.


(24)

- Indonesia memiliki potensi lahan yang sangat luas berupa lahan kristis, lahan marginal, lahan tidur, dan lahan milik yang belum dimanfaatkan.

- Daya adaptasi tanaman jarak pagar sangat tinggi terhadap jenis tanah dan kondisi iklim yang ekstrim.

- Produksi biodiesel dari tanaman jarak pagar lebih menguntungkan karena harganya murah, ramah lingkungan, tanaman sudah dikenal sejak lama, serta potensi bahan baku dan bangsa pasar cukup besar.

- Biodiesel mempunyai pasar yang cukup besar, antara lain masyarakat luas pemakai minyak tanah, minyak residu, dan solar, seperti PLN, Pertamina, dan Industri.

Pengembangan Biodiesel di Indonesia didukung oleh pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah merupakan bagian dari kekuatan daya dukung untuk mencapai keberhasilan pengembangan biodiesel di Indonesia. Hal ini disadari benar oleh pemerintah karena biodiesel jarak pagar merupakan komoditas baru dan dalam pengembangannya akan melibatkan banyak pihak (holistik), mulai dari tingkat departemen, kelembagaan negara, pemerintah daerah, perguruan tinggi, BUMN, perusahaan, LSM, koperasi, hingga masyarakat. Oleh karena itu, seluruh instansi harus di libatkan dan diikat dengan payung hukum, yaitu kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk mendukung pengembangan bahan bakar nabati (BBN) dituangkan mulai dari peringkat hukum tertinggi (Undang – Undang Energi), secara bertingkat kepada Keppres, Inpres, Deklarasi, sampai


(25)

kepada penunjukan Tim Kerja Tingkat Nasional. Daftar urut kebijakan pemerintah tersebut, yaitu sebagai berikut.

1. Rencana Undang – Undang RI (sedang dalam proses pembahasan di DPR). Salah satu insinya adalah menekankan pada peningkatan pemanfaatan energi baru dan terbarukan.

2. Peraturan Presiden No. 5 / 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Kebijakan Ekonomi Nasional. Pokok isinya adalah pada tahun 2005 ditargetkan bahan energi terbarukan harus sudah mencapai lebih dari 5% dari kebutuhan energi nasional sedangkan BBM ditargetkan menurun sampai di bawah 20%.

3. Instruksi Presiden No. 1 / 2006 tentang penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati sebagai bahan Alternatif Pengganti BBM. Isi Inpres tersebut adalah presiden menginstruksikan kepada 15 Menteri Negara, Gubernur, dan Bupati / Walikota untuk mengambil langkah – langkah percepatan pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai bahan bakar alternatif.

4. Deklarasi bersama tanggal 12 Oktober 2005 tentang gerakan nasional penanggulangan kemiskinan dan krisis BBM melalui rehabilitasi dan reboisasi 10 juta Ha lahan kritis dengan tanaman yang menghasilkan energi pengganti BBM. Deklarasi tersebut ditandatangani oleh 30 menteri dan menteri negara, BUMN, perguruan tinggi, dan LSM yang isinya adalah mendukung, memfasilitasi, dan mengembangkan seluruh aspek yang terkait dalam pengembangan energi terbarukan.


(26)

5. Presiden menginstruksikan Menteri Kehutanan untuk memberikan izin pemanfaatan lahan hutan tidak produktif bagi pengembangan bahan energi terbarukan.

6. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor : Kep. 11/MEKON/02/2006, tentang tim koordinasi program aksi penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif. Isinya adalah memutuskan pembentukan tim koordinasi tingkat nasional penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif yang di ketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Energi Sumber Daya Mineral dan Kehutanan dengan tim pengarah 11 Menteri dan Menteri Negara.

Eksistensi dari biodiesel memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya penghematan ataupun sebagai subsitusi dari minyak diesel. Biodiesel yang merupakan minyak nabati diperoleh dari tumbuhan memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Keistimewaan tersebut dapat dilihat dari aspek ramah lingkungan dengan eksplorasi minyak bumi. Salah satu tanaman yang banyak di jumpai berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ilmuan di Institut Teknologi Bandung bahwa tanaman jarak memiliki potensi sebagian penghasil biodiesel, disamping itu tanaman jarak memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan tanaman penghasil biodiesel lainnya.


(27)

Pengembangan biodiesel masih perlu terus dilakukan meskipun harga BBM kembali normal. Hal ini perlu diteruskan karena:

- Tren kedepan konsumsi BBM ditentukan oleh pasar global yang akan terus meningkat sesuai dengan pertumbuhan penduduk dan cadangan BBM yang terus menurun.

- Harga BBM ditentukan oleh pasar global yang rentan akan pengaruh geo-politik. Pada biodiesel, harga pokok dan tingkat keuntungannya sangat jelas dan terukur sehingga di masa depan biodiesel dapat diandalkan untuk stabilitas ekonomi.

- Harga biodiesel di masa depan akan lebih murah bila diproduksi bijinya berlimpah dan teknologinya sudah efesien. Hal ini dikarenakan seluruh komponen biaya berasal dari dalam negeri.

- Produksi BBM umumnya berskala besar sedangkan BBN bisa dilakukan dengan skala kecil sehingga bisa bertahan ketika Negara mengalami guncangan ekonomi.

Selain itu emisi biodiesel jauh lebih rendah daripada emisi diesel minyak bumi. Biodiesel mempunyai karakteristik emisi seperti berikut.

1. Emisi karbon dioksida netto (CO2) berkurang 100 %.

2. Emisi sulfur dioksida berkurang 100 % 3. Emisi debu berkurang 40-60 %

4. Emisi karbon monoksida (CO) berkurang 10-50 % 5. Emisi hidrokarbon berkurang 10-50 %


(28)

6. Hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) berkurang terutama PAH yang beracun, benzofloroanthen berkurang 56%, benzapyren berkurang 71 % serta aldehida dan senyawa aromatik berkurang 13 %.

7. Meningkatkan emisi nitro oksida (NOx) sebesar 5-10 % tergantung umur

kenderaan dan modifikasi mesin.

2.3 Biodiesel Jarak Pagar

Jarak pagar telah lama dikenal masyarakat diberbagai daerah di Indonesia, yaitu sejak diperkenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942-an. Masyarakat Indonesia diperintahkan untuk menanam jarak pagar di pekarangan. Minyak jarak pagar ini dimanfaatkan sebagai bahan bakar kenderaan untuk perang pada masa itu.

Beberapa nama daerah (nama lokal) untuk tanaman jarak pagar, antara lain jarak budeg, jarak gandul, jarak cina (jawa); baklawah, nawaih (NAD); jarak kosta (Sunda); paku kare (Timor); paleng kaliki (Bugis); kalekhe paghar (Madura); jarak pager (Bali); lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman nema (Alor); jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi); dan ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku)

Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha Curcas, kandungan minyak yang paling banyak adalah pada biji tanaman jarak. Biji jarak mengandung minyak lebih dari 40 % (Wirawan, 2005). Pengolahan biji ini menjadi minyak jarak mentah (CJO) dapat dilakukan dengan cara sederhana (misalnya diblender) sehingga dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi petani. Minyak jarak mentah dimurnikan


(29)

menjadi minyak jarak murni (JO) dengan cara menghilangkan kandungan lemak dan gum didalamnya.

Minyak jarak pagar alami ini dapat digunakan langsung tanpa proses lanjutan (Manurung, 2005), misalnya untuk mengoperasikan mesin genset dan mesin pembangkit listrik, selain itu juga dapat digunakan sebagai minyak bakar, seperti untuk kompor, penghangat bibit ayam boiler dan lampu penerang. Untuk membuat biodiesel, minyak jarak murni diolah dengan teknologi estrans mengunakan etanol atau methanol (Lele, 2005), Biodiesel murni dapat digunakan sebagai pengganti minyak diesel atau solar maupun dicampur dengan solar untuk bahan bakar kenderaan bermesin diesel (Wirawan, 2005).

Keuntungan pengggunaan minyak jarak adalah dapat mencegah kebersihan lingkungan , emisi gas sulfur, Nitrogen dan karbon dari pembakaran minyak jarak yang mencemari udara dari kecil dibandingkan minyak solar dari bahan bakar fosil.

2.4 Proses Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jarak

Teknologi pengolahan biodiesel yang umum dikenal adalah transesterifikasi, teknologi tersebut cocok untuk diterapkan pada minyak sawit, minyak kelapa atau minyak sejenisnya yang tidak mudah tengik. Untuk minyak jarak atau minyak sejenisnya yang mudah tengik atau asam, lebih sesuai digunakan teknologi esterifikasi – transestenfikasi (estrans). Teknologi proses estrans adalah hasil penemuan Sudrajat, H. R Pada tahun 2003. Keunggulan dari teknologi estrans adalah


(30)

kemampuannya dalam mengatasi keasaman minyak jarak pagar sampai batas standar yang dipersyaratkan.

Dari satu siklus produksi biodiesel dengan proses estrans akan dihasilkan tiga produk yaitu crude jatropha oil (CJO), Jatropha Oil (JO) dan Biodiesel.

1. CJO (Crude Jatropha Oil) atau minyak jarak mentah

CJO adalah minyak yang belum diberi perlakuan apa-apa (masih asam). CJO berguna untuk bahan bakar langsung pengganti reside atau minyak tanah . Penggunaan CJO untuk memasak memerlukan campuran berupa minyak tanah agar viskositasnya menurun.

2. JO (Jatropha Oil) atau minyak jarak murni

JO adalah minyak yang telah melalui proses esterifikasi sehingga sifat asamnya hilang. Minyak ini dapat digunakan untuk bahan bakar otomotif putaran rendah ( genset atau alat pertanian).

3. Biodiesel

Biodiesel adalah minyak yang telah melalui proses estrans secara paripurna sehingga keasaman, viskositas, densitas dan seluruh kriteria kualitasnya telah memenuhi standar untuk otomotif. Minyak ini digunakan sebagai bahan bakar otomotif putaran tinggi (mobil).


(31)

Berikut ini dapat dilihat diagram alir proses pembuatan biodiesel

Sampingan (kayu,

CO2H2O HUTAN Proses

Kulit buah 45%

(dari buah) Biji jarak pagar

Kukus

Kupas

Tempurung biji 25% (dari biji)

Giling Pres Esterifikasi Transesterifikasi Pencucian Pemurnian

Genset dan alat pertanian Jatropha oil (bilangan

asam turun :0,60)

Crude jatropha oil Bungkil 60% (dari

daging biji)

Bahan bakar langsung

Gliserol 40% (dari lemak)


(32)

Gambar 2.1 Diagram Alir Pembuatan Biodiesel

Biodiesel yang dibuat dengan proses estrans dapat diuji kualitasnya dan hasil seluruh kriteria hasil pengujian dapat disesuaikan dengan harus memenuhi syarat kualitas biodiesel Internasional menurut ASTM

Pada Tabel 2.1 dapat dilihat kulaitas Biodiesel sesuai dengan standar ASTM. Tabel 2.1 Kualitas Biodiesel

Parameter Satuan Standar Metode

Indeks setana Min 40 ASTM D-976 Viskositas

Kinematik 40 C 0

cSt 1,9-6,0 ASTM D-445

Densitas15 C 0 g/ml 0,85-0,89c ASTM D-1298 Bilangan asam Mg

KOH/g

maks 0,80 ASTM D-664

Bilangan iod g 12/100 maks 120c

Kadar abu % (b/b) 0,01c ASTM D-482 Kadar abu sulfat % (b/b) maks 0,02 ASTM D-874 Kadar air dan

sedimen

% (v/v) maks 0,05 ASTM D-96

Residu karbon conradson

% (b/b) maks 0,05 ASTM D-189

Nila kalor kJ/g ASTM D-240 Kandugan sulfur % (b/b) maks 0,05 ASTM D-1551 Ttik tuang 0

C -15-0d ASTM D-97 Titik awan 0

C ASTM D-2500

Titik nyala 0

C min 100 ASTM D-92 Sumber : Sudradjat, dkk, 2005


(33)

Selain dapat digunakan langsung, biodiesel juga dapat dicampur dengan solar atau minyak diesel lainnya dengan tujuan untuk mengubah karakteristiknya agar sesuai dengan kebutuhan. Bahan bakar yang mnengandung biodiesel kerap dikenal “BXX” yang merujuk pada suatu jenis bahan bakar dengan komposisi XX % Biodiesel dan 1- XX % minyak diesel. Sebagi contoh, B 100 merupakan biodiesel murni sedangkan B 20 merupakan campuran dari 20 % Biodiesel dan 80 % minyak diesel.

2.5 Karakteristik Biodiesel

Biodiesel memiliki gravitasi spesifik (spesifik gravity) kira-kira 0,88 lebih berat dibandingkan gravitasi spesifik solar yaitu sekitar 0,82 – 0,87. Oleh karena perbedaan ini, maka dianjurkan untuk menuangkan biodiesel diatas solar dan bukan sebaliknya ketika akan dilakukan pencampuran secara mekanik seperti pengadukan dan sebagainya.

Biodiesel tidak mengandung nitrogen atau senyawa aromatik dan hanya mengandung kurang dari 15 ppm (part per million) sulfur. Biodiesel mengandung kira-kira 11 % Oksigen dalam persen berat yang keberadaannya mengakibatkan berkurangnya monoksida, hidroksida, partikulat dan jelaga. Kandungan energi biodiesel kira-kira 10 % lebih rendah dibandingkan dengan solar.

Kestabilan yang rendah dari suatu jenis biodiesel dapat meningkatkan kandungan asam lemak bebas, menaikkan viskositas dan terbentuknya gums dan sedimen yang dapat menyumbat saringan bahan bakar.


(34)

Biodiesel mempunyai sifat melarutkan (solvency). Hal ini dapat menimbulkan permasalahan, dimana bila digunakan pada mesin diesel sebelumnya telah lama menggunakan solar dan didalam tangki bahan bakarnya terbentuk sedimen dan kerak, maka biodiesel akan melarutkan sedimen dan kerak tersebut sehingga dapat menyumbat saluran dan saringan bahan bakar. Oleh karena itu, bila kandungan sedimen dan kerak pada tangki bahan bakar cukup tinggi, sebaiknya diganti sebelum menggunakan biodiesel. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan tidak menggunakan biodiesel murni melainkan campurannya. Sifat pelarut dari bahan bakar yang mengandung campuran biodiesel akan semakin berkurang seiring dengan berkurangnya kadar biodiesel di dalamnya.

Beberapa material seperti kuningan, tembaga, timah, dan seng dapat mengoksidasi biodiesel dan menghasilkan sedimen. Untuk mencegah hal ini, peralatan yang bersentuhan langsung dengan biodiesel sebaiknya terbuat dari stainless steel atau aluminium. Selain berekasi terhadap sejumlah material logam, biodiesel juga cenderung menyebabkan peralatan yang terbuat dari karet mengembang sehingga sebaiknya diganti dengan karet sintesis.

Biodiesel murni memiliki sifat pelumas yang sangat baik, bahkan campuran bahan bakar yang mengandung biodiesel dalam komposisi yang rendah masih memiliki sifat pelumas yang jauh lebih baik.

Seperti halnya bahan bakar diesel lainnya, biodiesel dapat berubah fasa menjadi “gel” pada temperatur yang rendah . Biodiesel memiliki temperatur titik tuang (pour point) yang lebih tinggi yaitu sekitar – 15 sampai 10 0C dibandingkan


(35)

solar, -35 0C sampai -10 0C sehingga pemakaian biodiesel murni pada daerah bertemperatur rendah kurang dianjurkan. Untuk menurunkan temperatur titik tuang biodiesel dapat dilakukan dengan mencampurkan solar, semakin besar solar dalam campuran, maka semakin rendah temperatur titik tuangnya. Biodiesel memiliki viskositas dan titik nyala yang lebih tinggi dibandingkan diesel, namun bila dilakukan pencampuran akan menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna pada mesin.

2.6Pembakaran Bahan Bakar Pada Motor Bakar Diesel

Bahan bakar yang diinjeksikan kedalam selinder berbentuk butir-butir cairan yang halus. Oleh karena udara di dalam silinder pada saat tersebut sudah bertemperatur dan bertekanan tinggi, maka butir-butir tersebut akan menguap. Penguapan butir bahan bakar itu dimulai pada bagian permukaan luarnya yaitu bagian yang terpanas. Uap bahan bakar yang terjadi itu selanjutnya bercampur dengan udara yang ada disekitarnya. Proses penguapan itu akan berlangsung terus selama temperatur sekitarnya mencukupi. Jadi proses penguapan juga terjadi secara perlahan-lahan. Demikian juga dengan proses pencampurannya dengan udara. Maka pada suatu saat dimana terjadi campuran bahan bakar-udara yang baiknya, proses penyalaan bahan bakar dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya. Sedangkan proses pembakaran didalam silinder juga terjadi secara berangsur-angsur dimana proses pembakaran awal terjadi pada temperatur yang relatif lebih rendah dan laju pembakarannya pun akan bertambah cepat. Hal itu


(36)

disebabkan karena pembakaran berikutnya berlangsung pada temperatur yang lebih tinggi.

Setiap butir bahan bakar mengalami proses tersebut diatas. Hal ini juga menunjukkan bahawa proses penyalaan bahan bakar di dalam motor diesel terjadi pada banyak tempat, yaitu di tempat-tempat dimana terdapat campuran bahan bakar – udara yang sebaik-baiknya untuk penyalaan. Sekali penyalaan dapat dilakukan, dimanapun juga baik temperatur maupun tekanan akan naik sehingga pembakaran dilanjutkan dengan lebih cepat ke semua arah. Jadi untuk

mendapatkan pembakaran yang sempurna di dalam ruang bakar silinder selamanya diperlukan 2 hal yaitu : tekanan injeksi bahan bakar dari mulut pengabut dan tahanan kompresi udara didalam ruang bakar silinder yang cukup tinggi menurut batas tahanan tertentu yang sesuai dengan spesifikasi pabrik pembuatan motor tersebut.

Pemakaian bahan – bahan diesel harus memenuhi syarat – syarat yang harus memenuhi syarat – syarat diesel. Syarat – syarat yang harus di penuhi oleh bahan bakar diesel ialah :

1. Harus dapat menyala tepat pada waktunya.

2. Harus mempunyai kesanggupan melumas katup – katup dan pompa – pompa bahan bakar

3. Harus mempunyai viskositas rendah dan bebas bahan – bahan padat agar mudah mengalir melalui saluran – saluran sempit dan mudah di kabutkan.


(37)

4. Tidak mengandung kotoran atau unsur – unsur yang merusak 5. Bebas dari air, di perbolehkan setinggi – tingginya 0,5 %. 6. Berat jenis ± 0,88 gr/ml

7. Titik api lebih dari 650C

8. Nilai pembakaran 10.000 kkal / kg

Tabel 2.2 Data Karakteristik Mutu Solar.

Limits Test Method

N o

Propertis Mi

n M ax AST M Ot her

1 Specific Gravity at 60/60 0F 0,8 2

0,8 7

D-1298

2 Color ASTM - 3,0

D-1500 3 Cetane Number, or 45 -

D-613 Alternatively calculated Cetane Index 48 -

D-976 4 Viscosity Kinematic at 100 0F 1,6 5,8

D-445

Or Viscosity SSU at 100 0secs 35 45 D-88

5 Pour Point 0C - 65 D-97

6 Sulphur Content % wt - 0,5 D-1551


(38)

/ D-1552 7 Copper Strip Corrosion (3 hrs / 50 0C) - No

.1

D-130 8 Conradson Carbon Residu % wt (on

10% vol. Botton)

- 0,1 D-189 9 Water content % wt - 0,0

5

D-95 IP 30 1

0

Sediment % wt - 0,0

1 D-473 / D-482 1 1

Ash content % wt - 0,0 1

D-974 1

2

Neutralizition Value : -

* Strong Acid Number mg KOH/gr - Nil * Total Acid Number mg KOH/gr - 0,6 1

3

Flash Point P.M.c.c.0F 15 0

D-93

Kinerja dari suatu jenis bahan bakar diesel dapat diketahui dari karakteristiknya antara lain :


(39)

- Viskositas, merupakan resistansi suatu fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, umumnya dinyatakan dalam waktu yang di perlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositasnya tinggi, maka resistansinya untuk mengalir akan semakin tinggi.

- Bilangan setana, merupakan bilangan yang menunjukkan pada kualitas dan cepat atau lambatnya suatu bahan bakar untuk menyala. Ini berarti bahan bakar tersebut akan menyala ketika diinjeksikan kedalam silinder mesin diesel dengan waktu penundaan penyalaan yang lebih singkat, demikian sebaliknya. - Titik Tuang (Pour Point), merupakan temperatur terendah minyak/bahan cair

mulai membeku atau berhenti mengalir. Titik tuang di pengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan (angka iodium), semakin tinggi ketidak jenuhan maka titik tuang semakin rendah. Titik tuang juga di pengaruhi oleh panjang rantai karbon, semakin panjang rantai karbon maka semakin tinggi titik tuang. Titik tuang perlu di ketahui khususnya pada saat menstart mesin dalam keadaan dingin.

- Kadar Residu Karbon (carbon residu), menunjukkan kadar fraksi hidrokarbon yang mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari range bahan bakar sehingga cenderung menimbulkan deposit berupa karbon yang tertinggal setelah penguapan dan pembakaran habis. Keberadaan hidrokarbon ini menyebabkan menumpuknya residu karbon dalam pembakaran yang akan mengurangi kinerja mesin.


(40)

- Kadar Air dan Sedimen, menunjukkan persentase kandungan air dan sedimen yang terkandung dalam bahan bakar. Pada temperatur yang sangat dingin, air yang terkandung dalam bahan bakar membentuk kristal dan menyumbat aliran bahan bakar.

- Titik Embun (Cloud Point), merupakan temperatur dimana mulai terlihatnya cahaya dan berwarna suram relatif terhadap cahaya sekitarnya pada permukaan minyak ketika didinginkan

- Kadar Sulfur, merupakan persentase yang menunjukkan jumlah sulfur yang terkandung dalam suatu bahan bakar. Ketika pembakaran berlangsung, sulfur yang terkandung di dalam bahan bakar juga akan ikut terbakar dan menghasilkan gas yang bersifat sangat korosif.

- Titik Nyala (Flash Point), merupakan temperatur terendah dimana suatu bahan bakar dapat terbakar dengan sendirinya (autocombust) akibat tekanan. Titik nyala yang terlalu rendah dapat menyebabkan kegagalan pada injektor bahan bakar, pembakaran yang kurang sempurna bahkan ledakan. Semakin tinggi titik nyala dari suatu bahan bakar, semakin aman penanganan dan penyimpanan.


(41)

Biodiesel yang diperoleh dari hasil estrans akan terlihat berwarna kuning bersih yang viskositasnya tidak jauh berbeda dengan minyak solar dapat di manfaatkan sebagai bahan bakar minyak solar tanpa merusak atau memodifikasi mesin caranya adalah dengan proses pencampuran Biodiesel dengan solar, spesifikasi Biodiesel yang akan dicampur atau dimanfaatkan harus sesuai dengan standart yang telah di tetapkan, karena standart tersebut dapat memastikan bahwa biodiesel yang dihasilkan dari reaksi pemrosesan bahan baku minyak nabati sempurna, artinya bebas gliserol, katalis alkohol dan asam lemak bebas, standar Internasional untuk biodiesel adalah disesuaikan dengan standar ASTM.

2.8Penyimpanan dan Penanganan Biodiesel

Penyimpanan dan penanganan biodiesel lebih mudah dibandingkan diesel. Untuk penyimpanan biodiesel disyaratkan kontainer dengan tingkat keamanan tertentu (special safety containers). Hal ini dikarenakan biodiesel memiliki titik nyala (flash point) yang lebih tinggi di bandingkan diesel sehingga tidak mudah terbakar.

Bila masa simpan bahan bakar diesel yang di rekomendasikan oleh suplier adalah sekitar 3 – 6 bulan maka untuk biodiesel murni (pure biodiesel) maupun biodiesel campuran (biodiesel blend), di rekomendasikan untuk di simpan tidak lebih dari 6 bulan. Umur produk dapat di perpanjang dengan cara menambahkan


(42)

aditif penstabil. Zat aditif ini berupa anti oksidan seperti tokoferol, betakaroten, dan BHT.

Biodiesel harus disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat sehingga kemungkinan interaksi dengan udara sangat kecil sekali. Wadah yang digunakan bisa berupa wadah plastik yang tidak tembus cahaya dan kedap udara. Hal ini untuk mencegah terjadinya oksidasi yang dapat meningkatkan bilangan peroksida biodiesel. Bilangan peroksida biodiesel (murni campuran) dapat meningkat bila produk di simpan terlalu lama, terjadi proses oksidasi akibat interaksi dengan udara atau sinar matahari. Bilangan peroksida berhubungan dengan penyimpanan sistem bahan bakar pada kendaraan serta mengurangi umur pakai pompa bahan bakar dan penyaringan. Metanol sisa (dari produksi) yang terdapat dalam biodiesel akan mengurangi titik nyala biodiesel dan juga dapat mempengaruhi pompa bahan bakar, segel (seal), dan elastomer kendaraan. Penyimpanan yang lama dengan kadar air biodiesel yang tinggi (500 ppm) mengakibatkan hidrolisis pada biodiesel sehingga akan meningkatkan bilangan asam biodiesel. Peningkatan bilangan asam mengakibatkan pH turun dari sifat korosisnya meningkat.

Biodiesel murni dan campuran harus di simpan pada suhu penyimpanan yang lebih tinggi di bandingkan titik kabut (cloud point) bahan bakar (standar titik kabut berbeda untuk setiap negara, misalnya untuk Indonesia adalah maksimun 180 0C).


(43)

2.9 Viskositas

Viskositas (kekentalan) merupakan gesekan yang dimiliki oleh fluida. Gesekan dapat terjadi diantara partikel-partikel zat cair atau gesekan antara zat cair dengan dinding permukaan tempat zat cair itu berada. Karena adanya viskositas ini supaya satu permukaan dapat meluncur di atas permukaan lainnya bila diantara permukaan permukaan ini terdapat lapisan fluida, haruslah dikerjakan gaya.

Gambar 2.2. memperlihatkan sebagian lapisan zat cair diantara dinding dalam yang bergerak dengan dinding luar yang diam. Cairan yang bersentuhan dengan dinding yang bergerak ternyata sama kecepatannya dengan kecepatan dinding tersebut. Cairan sebelah dinding yang diam juga diam.

Gambar 2.2 Aliran laminer cairan kental Secara matematis dapat ditulis :

l V A

F =η (1)

Dengan F = gaya pada permukaan zat cair (N)

η = koefisien viskositas fluida (N s/m2) A = luas cairan (m2)

V = kecepatan dinding yang bergerak (m/s) l = jarak kedua permukaan (m)


(44)

τ =

A F

(2)

dengan τ =tegangan luncur yang bekerja terhadap zat cair (N/m2)

dy dv l v

= (3) dengan

dy dv

= gradien kecepatan di tiap titik.

Maka dari persamaan (1), (2) dan (3) dapat ditulis :

l v A F

η

= (4)

dy dv

η

τ = (5)

Fluida dengan viskositas tinggi lebih sulit untuk dialirkan dibandingkan dengan fluida dengan viskositas rendah, viskositas rendah akan mengalir dengan kecepatan lebih rendah, untuk menurunkan harga viskositas minyak tumbuhan sehingga mendekati viskositas solar dilakukan proses kimia transesterifikasi. Kecepatan alir bahan bakar melalui injektor akan mempengaruhi derajat atomisasi bahan bakar di dalam ruang bakar, selain itu viskositas bahan bakar juga berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan bahan bakar tersebut bercampur dengan udara. Dengan demikian viskositas bahan bakar yang tinggi tidak diharapkan pada bahan bakar mesin diesel.


(45)

Viskositas dinamik disebut juga viskositas absolute, viskositas gas meningkat terhadap suhu, tetapi viskositas cairan berkurang dengan naiknya suhu. Untuk tekanan-tekanan yang biasa, viskositas tidak tergantung pada tekanan dan tergantung pada suhu saja, untuk tekanan yang sangat besar gas-gas dan kebanyakan cairan menunjukkan variasi viskositas yang tidak menentu terhadap tekanan.

Viskositas kinematik merupakan perbandingan antara viskositas dinamik (absolute) dengan densitas (rapat massa) fluida.

ρ μ

υ = (6) Dimana:

υ = viskositas kinematik (St) μ = viskositas dinamik( poise)

p = rapat massa (kg/m ) 3

Viskositas kinematik berubah terhadap suhu dalam jangka yang lebih sempit dari viskositas dinamik. Satuan viskositas dinamik (absolute) adalah poise ( P), atau senti poise (cP). Satuan viskositas kinematik adalah Stoke (St), atau Senti Stoke (cSt) . 1 P = 100 cP; 1 St = 100 cSt.

Satuan Internasional untuk viskositas dinamik adalah Ns/m sama dengan kg/ms, sedangkan untuk viskositas kinetik adalah m/s . Dengan demikian diperoleh hubungan :

2 2


(46)

1 St = 10−4 m / s dan 1 cSt = 102 −6 m2/s

2.10 Densitas (Rapat Massa)

Kerapatan sutau fluida (ρ) dapat didefenisikan sebagai massa per satuan volume.

V m

=

ρ (7) Dengan:

ρ = rapat massa ( kg/ m ) 3

m = massa (kg) v = volume ( m ) 3

2.11 Titik nyala (flash point)

Titik nyala adalah suhu terendah dimana cairan tersebut dapat terbakar ketika bereaksi dngan udara. Pada temperatur ini uap akan terus terbakar walaupun sumber nyala api tidak ada lagi. Temperatur yang lebih tinggi, atau titik api didefenisikan sebagai temperatur pada saat uap terus terbakar setelah dinyalakan. titik nyala sering digunakan sebagai salah satu parameter untuk mendeskripsikan karakterisktik dari bahan bakar. Tetapi juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan cairan non bahan bakar.


(47)

Bensin dibuat untuk mesin yang dibantu oleh busi. Bahan bakar biasanya dicampur terlebih dahulu dengan udara sebelum masuk ke ruang bakar. Ketika di ruang bakar,barulah dinyalakan dengan suhu diatas titik nyalanya.

Solar dirancang untuk mesin dengan kompresi tinggi. Udara dimampatkan sampai bersuhu diatas titik nyala dari solar. Kemudian bahan bakar tersebut diinjeksikan sebagai semprotan bertekanan tinggi. Pada mesin diesel tidak ada sumber nyala api,oleh karena itu mesin diesel membutuhkan titik nyala yang tinggi, tetapi untuk titik nyala yang terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan, sementara apabila titik nyala terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya denotasi yaitu ledakan-ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar dapat masuk ruang bakar.

2.12 Nilai Kalor

Nilai kalor atau heating value adalah jumlah energi yang dilepaskan pada proses pembakaran per satuan volume atau persatuan massanya. Nilai kalor bahan bakar menentukan jumlah konsumsi bahan bakar tiap satuan waktu. Makin tinggi nilai kalor bahan bakar menunjukkan bahan bakar tersebut semakin sedikit pemakaian bahan bakar. Tidak ada standar khusus yang menentukan nilai kalor minimal yang harus di miliki oleh bahan bakar mesin diesel. Nilai kalor diperoleh dari hasil pembakaran sempurna 1 kg bahan bakar sampai bahan bakar tersebut seimbang dengan lingkungannya.


(48)

Nilai kalor bahan bakar ditentukan berdasarkan hasil pengukuran dengan kalorimeter dilakukan dengan membakar bahan bakar dan udara pada temperatur normal, sementara itu dilakukan pengukuran jumlah kalor yang terjadi sampai temperatur dari gas hasil pembakaran turun kembali ke temperatur normal.


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram alir prosedur penelitian

Berikut ini adalah prosedur penelitian pencampuran biodiesel jarak pagar dengan solar. Biodiesel Solar

Pencampuran Volume

Pengujian Karakteristik Fisika

Viskositas Densitas Titik nyala Nilai Kalor

Data

Penyimpanan 30 Hari

Pengujian kembali karakteristik Fisika

Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram Alir Prosedur Penelitian Data

Hasil / Pembahasan dengan merujuk pada perolehan hasil dari beberapa artikel ilmiah


(50)

3.2 Sampel

Sampel yang diuji adalah bahan bakar biodiesel jarak pagar, solar dan campuran keduanya. Biodiesel jarak pagar yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari pusat penelitian surfactant dan bioenergy research center – SBRC – IPB kampus IPB Baranangsiang.Komposisi perbandingan biodiesel jarak – solar yang diuji adalah biodiesel 100 0/0, solar 100 0/0, biodiesel 90 0/0, dan solar 10 0/0 (B90),

biodiesel 80 0/0 dan solar 20 0/0 (B80), biodiesel 70 0/0 dan solar 30 0/0 (B70),

biodiesel 60 0/0 dan solar 40 0/0 (B60), biodiesel 50 0/0 dan solar 50 0/0 (B50),

biodiesel 40 0/0 dan solar 600/0 (B40), biodiesel 30 0/0 dan solar 70 0/0 (B30), biodiesel

20 0/0dan solar 80 0/o (B20), biodiesel 10 0/0 dan solar 90 0/0 (B10). Biodiesel jarak –

solar dicampur dan diaduk dengan menggunakan alat pengaduk magnetic, setelah dicampur dalam berbagai komposisi, campuran biodiesel-solar tersebut dikarakterisasi secara fisis, kemudian sampel-sampel tersebut dicampur dalam wadah tertutup untuk menghindari oksidasi dengan maksud sebulan kemudian kembali diuji karakterisasinya untuk mengetahui apakah ada pengaruh terhadap waktu penyimpanan campuran biodiesel-solar.

Biodiesel yang tersedia adalah 10 liter, maka dibuat total IX percobaan (1 sampel) adalah 2200 ml, maka komposisi campurannya dapat dilihat pada tabel berikut:


(51)

Tabel 3.1 Variasi Komposisi Biodiesel

% (Persentase) Biodiesel (ml) Solar (ml)

B.10 220 1980 B.20 440 1760 B.30 660 1540 B.40 880 1320 B.50 1100 1100 B.60 1320 880 B.70 1540 660 B.80 1760 440 B.90 1980 220

3.3 Pengujian Viskositas

Tujuan pengujian viskositas adalah untuk mengukur lamanya waktu aliran minyak untuk melewati batas yang telah dikalibrasi pada alat viskositas kinetik pada suhu 40 0C.

Peralatan yang digunakan ; - Viskometer Ostwalt - stopwatch

- beaker glass kapasitas 5 liter - magnet stirrer

- termometer - statif/klep - balon pipet


(52)

Prosedur kerja :

1. Masukkan paraffin cair kedalam beaker glass 5 liter dan magnet stirrer panaskan diatas hot plate sampai suhu 40 0C.

2. Pasang thermometer pada setiap statip,masukkan kedalam beaker glass. 3. Masukkan sampel kedalam viscometer sampai tanda garis.

4. Masukkan viscometer yang berisi sampel kedalam beaker glass, dengan cara viscometer digantung pada statip.

5. Hisap statip sampai tanda garis dengan balon pipet, setelah itu dilepas sambil dilihat stopwatch nya sampai garis batas bawah.

6. Catat hasilnya,ulangi sampai 3 kali ulangan.

7. Untuk semua sampel berikut cuci viscometer dengan N-Hexan.

3.4. Pengujian densitas

Tujuan pengujian densitas adalah untuk mendapatkan perbandingan berat zat cair dengan volum pada suhu tertentu.

Peralatan yang digunakan adalah : - Piknometer 50 ml

- Beaker glass - Tissue - Water bath


(53)

Prosedur kerja

1. Isi piknometer yang telah kering dengan sampel (yang telah dicairkan). 2. Tempatkan pada water bath selama 30 menit pada suhu 25 0c.

3. Atur volum minyak sampai tanda batas dan tutup.

4. Kosongkan piknometer bilas beberapa kali dengan alkohol kemudian dengan petroleum eter,biarkan kering sempurna (sampai hilang bau petroleum eter) dan timbang (B).

5. Hitung berat aquadest pada suhu 25 0C(X) = ( A-B) sebanyak 3 kali.

3.5 Pengujian titik nyala (flash point)

Tujuan adalah untuk mengetahui titik nyala bahan bakar pada temperatur terendah.

Peralatan yang digunakan :

- thermometer khusus AOCS - sentrifus

- Pensky-martens close up tester, ASTM design D-93-00 - lampu sepertus

- gas dan tungku gas - stirrer (pengaduk)


(54)

1. Ambil 100 ml biodiesel,masukkan ke dalam wadah contoh Pansky-Martens. 2. Tutup wadah dan dikunci,pasang pengaduk dengan kecepatan 100 rpm. 3. Pasang thermometer 300 0C masukkan kira-kira 5 cm.

4. Nyalakan api gas,tiap-tiap kenaikan suhu 10o C uji dengan menyuluti api pada mulut wadah contoh.

5. Titik nyala ditentukan saat mulut wadah contoh menyala (ada letupan) meupakan titik nyala contoh.

6. Kemudian lihat thermometer penunjuk suhu dan ini merupakan suhu titik nyala contoh.

3.6. Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar

Tujuan untuk menentukan nilai kalor bahan bakar campuran biodisel jarak – solar.

Peralatan yang di gunakan - Kalorimeter

- Tabung bom

- Tabung gas oksigen

- Alat ukur tekanan gas oksigen

- Termometer dengan pembacaan hingga 1/100 0C - Pengaduk air


(55)

- Elektromotor pengaduk - Pengatur penyala - Kawat penyala

- Tabung tempat bahan – bahan yang akan diukur - Gelas ukur untuk mengukur jumlah air pendingin Prosedur kerja

1. Bersihkan tabung bom dari sisa pengujian sebelumnya.

2. Timbang bahan bakar yang akan diukur dengan timbangan, sebesar 0,15 gram. 3. Ukur volume bahan bakar tersebut.

4. Siapkan kawat untuk penyala dengan menggulungnya dan memasangnya pada tangkai penyala yang terpasang pada penutup bom.

5. Tempatkan cawan berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala.

6. Tutup bom dengan kuat setelah di pasang ring-O dengan memutar penutup tersebut.

7. Isikan oksigen kedalam bom dengan tekanan 30 bar. 8. Tempatkan bom yang telah terpasang didalam kalorimeter. 9. Masukkan air pendingin sebanyak 1250 ml.

10.Tutup kalorimeter dengan alat penutupnya.

11.Hidupkan pengaduk air pendingin selama 5 (lima) menit sebelum penyalaan di lakukan.

12.Baca dan catat temperatur air pendingin.


(56)

14.Air pendingin terus diaduk selama 5 (lima) menit setelah penyalaan berlangsung.

15.Baca dan catat kembali temperatur akhir air pendingin. 16.Matikan pengaduk.

17.Peralatan disiapkan kembali untuk pengujian berikutnya.

18.Lakukan pengukuran untuk suatu bahan bakar yang diuji/diukur.

19.Hasil pengujian adalah harga rata – rata dari pengukuran yang di lakukan.

Rumus – rumus yang di gunakan

Temperatur air dingin sebelum penyalaan T1

Temperatur air pendingin setelah penyalaan T2

Panas jenis bom kalorimeter cv = 73529,6 (J/gr.0C)

Kenaikan temperatur akibat kawat penyala– 0.05 0C Kenaikan temperatur adalah : (Δt−0,05) 0C


(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Pengujian Viskositas Campuran Biodiesel Jarak Pagar dengan- Solar

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh hasil pengujian viskositas, densitas mulai dari B-10 sampai B-100 dapat dilihat pada lampiran 1. Pengukuran viskositas dilakukan tiga kali percobaan dan diambil dirata-ratanya untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Solar yang dipakai sebagai campuran dengan biodiesel juga diuji viskositasnya untuk mengetahui apakah sesuai dengan standar solar untuk bahan bakar. Pada Gambar 4.1 menunjukan Grafik viskositas terhadap komposisi campuran, dalam grafik terlihat hubungan yang linier karena semakin banyak komposisi biodiesel dalam campuran semakin tinggi viskositas. Setelah di simpan 30 hari (1 bulan) terlihat juga nilai viskositas yang hampir sama (tidak berubah) sehingga tidak ada perubahan karakteristik/proses kimia campuran bila campuran boidiesel disimpan selama 30 hari (1 bulan). Data viskositas setelah penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 5.


(58)

100 K o m p o s i s i S o l a r ( % ) 0 0

1 2 3 4 5 6

0 10K o m p o s i s i J a r a k P a g a r ( % )20 30 40 50 60 70 80 90 100

Vi

sko

si

tas (

cSt)

Campuran sebelum disimpan Campuran sesudah disimpan

Gambar 4.1 Grafik Viskositas dan Komposisi campuran

4.1.2 Hasil Pengujian Densitas Campuran Biodiesel Jarak Pagar dengan Solar

Untuk Densitas atau rapat massa (massa persatuan volum) dilakukan pengukuran dalam berbagai komposisi campuran yakni dari B-10 sampai B-100. Perhitungan Densitas yaitu pertama diukur massa alat ukur sebelum diisi biodiesel, massa biodiesel jarak di ukur dari massa alat ukur sesudah diisi biodiesel dikurangi massa alat ukur sebelum diisi massa biodiesel. Untuk mendapatkan nilai Densitas yaitu massa biodiesel jarak pervolum alat ukur. Pada Gambar 4.2 terlihat grafik yang menunjukkan hubungan densitas dengan persentasi campuran.Grafik yang di peroleh adalah grafik yang linier, karena pada setiap komposisi nilai keseluruhan berada di


(59)

sekitar 0,8 gr/ml.Setelah campuran biodiesel disimpan selama 30 hari terlihat nilai densitas yang hampir tidak berubah sehingga baik sebelum ataupun sesudah penyimpanan grafik yang di tunjukkan adalah grafik linier.

Data-data yang diperoleh dapat di lihat pada lampiran 2 dan setelah sampel di simpan dalam Lampiran 6.

100 K o m p o si s i S o l a r ( % ) 0 0

0.2 0.4 0.6 0.8 1

0 10K o m p o s i s i a r a k P a g a r ( % )20 30 40 50 60 70 80 90 100

Den

sit

as (

g

r/ml)

Campuran sebelum disimpan Campuran sesudah disimpan

Gambar 4.2 Grafik Densitas dan Komposisi campuran

4.1.3 Hasil Pengujian Titik nyala Campuran Biodiesel Jarak Pagar dengan Solar

Pengujian flash point adalah untuk mengetahui titik nyala bahan bakar. Titik nyala campuran biodiesel yang tertera pada tabel dalam Lampiran 3 dapat di lihat langsung pada saat pengamatan yakni sewaktu ada letupan. Angka yang tertera pada


(60)

termometer menunjukkan angka titik nyala/flash point bahan bakar. Pada Gambar 4.3 terlihat grafik yang menyatakan hubungan titik nyala dengan komposisi campuran. Karena biodiesel memiliki titik nyala yang lebih tinggi dari diesel/solar berarti semakin banyak komposisi biodiesel dalam campuran maka semakin tinggi titik nyalanya. Setelah campuran biodiesel disimpan selama 30 hari terlihat nilai titik nyala yang hampir tidak berubah dengan nilai titik nyala saat sebelum campuran disimpan. Data yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 7.

100 K o m p o si s i S o l a r ( % ) 0 0

50 100 150 200

0 10K o m p o s i s i J a r a k P a g a r ( % )20 30 40 50 60 70 80 90 100

T

it

ik n

(

0 C)

yala

Campuran sebelum disimpan Campuran sesudah disimpan

Gambar 4.3 Grafik Titik nyala dan Komposisi campuran

4.1.4 Hasil Pengujian Nilai Kalor Campuran Biodiesel Jarak Pagar – Solar

Pengukuran pengujian nilai kalor di lakukan dengan alat Bomb Calorimeter. Dari hasil penelitian dan dari hasil perhitungan untuk menentukan nilai


(61)

kalor dari rumus didapat hasil seperti pada tabel Lampiran 4 dan hubungan komposisi biodiesel dengan nilai kalor di tunjukkan dalam Gambar 4.4. Dari grafik terlihat semakin banyak komposisi biodiesel semakin kecil nilai kalor bahan bakar. Begitu juga dengan nilai kalor campuran setelah disimpan selama 30 hari terlihat nilai kalor yang tidak berubah. Hasilnya juga dapat dilihat melalui grafik dan data yang diperoleh terdapat pada Lampiran 8.

100 K o m p o si s i S o l a r ( % ) 0 0

10 20 30 40 50 60

0 K o m p o s i s i J a r a k P a g a r ( % )10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

T

it

ik n

yala (

0 C)

Campuran sebelum disimpan Campuran sesudah disimpan


(62)

4.1.5 Hasil penelitian yang di peroleh dari beberapa sumber / artikel ilmiah

a. Hasil penelitian spesifikasi biodiesel jarak menurut sumber Manurung (2005) dan Lele (2005). Hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 9.

b. Hasil penelitian kualitas biodiesel hasil proses estrans menurut sumber Sudrajat dkk, 2005. Hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 10.

c. Hasil penelitian karakterisik biodiesel menurut artikel ilmiah dari polytechnic institute, Departement of Chemical Engineering University of

Conabry, Guinea. Hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 11.

d. Hasil penelitian sifat bahan bakar biodiesel jatropha menurut artikel D. Ramesh – Institute Tamil Nadu Agricultural University. Coimbatore,Tamil, India. Hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 12.

e. Hasil penelitian biodiesel jenis lain yaitu dari biodiesel sawit sebagai bahan perbandingan biodiesel jarak terhadap unjuk kerja mesin. Hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 13

4.2 Pembahasan

Dari hasil penelitian yang dilakukan untuk pengujian karakteristik fisika dari campuran biodiesel jarak dengan solar diperoleh bahwa :

1. Pengujian Viskositas Biodiesel Jarak Pagar – Solar

Viskositas solar yang sesuai dengan standar untuk bahan bakar mesin diesel adalah sudah disesuaikan dengan standart ASTM yaitu berada dalam rentang


(63)

viskositas 1,6 – 5,8 cSt pada suhu 100 oF. Viskositas solar yang diuji adalah sebesar 3,55 cSt. Sedangkan viskositas biodiesel jarak pagar hasil proses estrans menurut sumber (Sudrajat dkk, 2005) pada suhu 40 oC adalah 1,9 – 6,0 cSt. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biodiesel jarak pagar (B-100) memiliki nilai viskositas 4,9 cSt pada suhu 40 0C. Ini berarti bahwa viskositas yang digunakan dalam penelitian sesuai dengan standar biodiesel untuk bahan bakar. Untuk campuran biodiesel jarak – solar nilai viskositas campuran seharusnya berada dalam rentang nilai viskositas solar dan viskositas biodiesel agar nantinya dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel. Dari data yang diperoleh (pada tabel viskositas) mulai dari B-10 sampai B-90, nilai viskositas campuran adalah 3,6-4,8 cSt, berarti masih berada dalam rentang nilai viskositas solar dan biodiesel. Semakin banyak kadar biodiesel dalam campuran, semakin tinggi nilai viskositas kenaikan nilai viskositas dan hubungannya dengan komposisi campuran dapat dilihat melalui Gambar 4.1. Sampel yang telah melalui proses penyimpanan selama 30 hari memiliki angka-angka yang tidak jauh berbeda dengan sebelum penyimpanan, angka-angka tersebut menyatakan bahwa proses penyimpanan selama 30 hari tidak mempengaruhi karakteristik fisis biodiesel campuran. Karena viskositas solar 3,55 cSt dan viskositas campuran 3,6 - 4,8 cSt maka selayaknya agar dapat digunakan pada mesin diesel adalah viskositas dengan kadar biodiesel yang lebih kecil dibanding solar misalnya 10, 20, dan B-30 atau viskositas campuran mendekati viskositas solar. Campuran ini lebih digunakan untuk bahan bakar diesel, karena biodiesel memiliki daya pelumasan lebih baik dari pada solar pada umumnya dengan demikian berdampak positif pada


(64)

keawetan mesin pengguna. Viskositas yang terlalu tinggi dapat mempersulit proses pembentukan buti-butir cairan / kabut saat penyemprotan / atomisasi. Atomisasi yang kurang baik akan menurunkan daya mesin. Hal ini menyebabkan terjadinya pembentukan deposit yang berlebihan pada ruang bakar dan bagian-bagian motor yang bersentuhan dengan hasil pembakaran. Pembakaran menjadi tidak sempurna kecuali penggunaan kadar biodiesel yang tinggi terlebih dahulu dilakukan modifikasi pada mesin, sebaliknya viskositas yang terlalu rendah akan dapat mengakibatkan kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar.

2. Pengujian Densitas Biodiesel Jarak Pagar – Solar

Biodiesel lebih berat dibanding dengan solar, ini bisa dilihat dari data untuk standar ASTM D – 1298 adalah 0,85 – 0,89 g/ml, sedangkan densitas solar menurut standar ASTM adalah 0,82 – 0,87 g/ml. Densitas solar yang diuji dalam penelitian adalah 0,8211 g/ml. Untuk campuran biodiesel jarak – solar rentang nilai dapat dilihat dari Lampiran 2, bahwa campuran tersebut masih sesuai dengan standar untuk bahan bakar yaitu sesuai dengan standar bahan bakar solar yakni nilai densitas antara 0,82 sampai dengan 0,87 g/ml. Densitas merupakan ukuran dari berat jenis cairan diukur dari massa per volum. Pengujian densitas untuk mengetahui bagaimana bahan bakar berhubungan dengan kekentalan bahan bakar. Semakin tinggi konsentrasi campuran, semakin tinggi nilai densitas dan semakin tinggi pula viskositas campuran bahan bakar. Sehubungan dengan standar ASTM 1999 untuk biodiesel, biodiesel seharusnya mempunyai berat jenis tidak lebih dari 0,9 pada suhu 15 oC. Jika bahan bakar


(65)

biodiesel mempunyai berat jenis lebih dari 0,9 kemungkinan merupakan hasil dari reaksi yang tidak sempurna dan seharusnya tidak digunakan untuk mesin diesel. Jika bahan bakar dengan densitas lebih dari 0,9 digunakan dalam mesin diesel yang tidak dimodifikasi, bahan bakar dapat meningkatkan keausan mesin dan menyebabkan kerusakan pada mesin, demikian juga dengan densitas campuran biodiesel – solar seharusnya tidak boleh melebihi densitas biodiesel atau densitas solar tetapi nilainya berada dalam rentang nilai keduanya untuk mengantisipasi agar mesin menjadi awet. Angka-angka pada tabel sebelum penyimpanan tidak jauh berbeda dengan angka-angka setelah sample disimpan, jadi untuk densitas penyimpanan sampel sampai 30 hari (1 bulan) tidak ada pengaruh terhadap data yang diperoleh. Hubungan densitas dengan komposisi dapat dilihat melalui Gambar 4.2.

3. Pengujian titik nyala/flash point campuran biodiesel jarak pagar – solar Titik nyala bahan bakar solar menurut ASTM adalah 150 oF atau sekitar 65,5

o

C dan titik nyala solar pada saat penelitian adalah 67 oC. Titik nyala biodiesel lebih tinggi dibanding solar yakni sekitar 191 oC menurut sumber (Sudradjat dkk, 2005). Menurut ASTM adalah min 100 oC, sedangkan hasil penelitian untuk B-100 titik nyala adalah 160oC. Untuk pencampuran biodiesel jarak – solar pada saat B-10 nilai titik nyala berada diatas nilai titik nyala solar. Semakin banyak komposisi biodiesel dalam campuran semakin tinggi nilai titik nyala. Ini disebabkan pada biodiesel mengandung banyak oksigen dibanding solar. Biodiesel memiliki titik nyala lebih tinggi dibanding solar yang memiliki titik nyala yang terlampau rendah, atas dasar


(66)

itulah bila dilakukan pencampuran biodiesel dengan solar akan meningkatkan titik nyala sehingga pembakaran didalam ruang bakar mesin diesel menjadi sempurna. Titik nyala yang terlampau rendah dapat menyebabkan kegagalan pada injektor bahan bakar, pembakaran yang kurang sempurna bahkan ledakan, semakin tinggi titik nyala dari suatu bahan bakar, semakin aman penanganan dan penyimpanannya. Nilai titik nyala sebelum dan sesudah penyimpanan tidak diperoleh perbedaan yang signifikan. Jadi penyimpanan sampel hingga 1 bulan tidak begitu mempengaruhi karakteristik biodiesel atau campuran biodiesel. Perbedaan yang tidak menyolok ini dapat dilihat melalui Gambar 4.3.

4. Pengujian nilai kalor bahan bakar.

Tidak ada standar khusus yang ditetapkan oleh standar ASTM untuk pengukuran nilai kalor bahan bakar. Jika makin tinggi nilai kalor bahan bakar, makin sedikit pemakaiannya. Nilai kalor biodiesel jarak pagar (B-100) dari hasil penelitian ini adalah sebesar 41,98 MJ/kg. Nilai kalor campuran mulai B-10 sampai B-90 adalah 53,67 – 42,05 MJ/kg. Berarti semakin banyak komposisi biodiesel campuran semakin kecil nilai kalornya. Penurunan nilai kalor ini dicantumkan dalam Gambar 4.4 ini menandakan bahwa solar memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dibandingkan dengan biodiesel.

Nilai kalor bahan bakar menyatakan pemakaian energi yang dikonsumsi oleh mesin diesel yang disebut konsumsi bahan bakar spesifik. Makin tinggi kandungan biodiesel makin rendah nilai kalornya dan menimbulkan konsumsi bahan bakar yang


(67)

lebih tinggi. Nilai kalor selama penyimpanan 1 bulan terlihat angka yang tidak jauh berbeda, jadi proses penyimpanan tidak begitu mempengaruhi nilai kalor.

5. Hasil Temuan Para Ahli Mengenai Karakteristik Biodiesel Jarak Pagar.

Dari Lampiran 9 sampai Lampiran 12 terlihat angka-angka untuk viskositas masih berada dalam rentang yang disyaratkan oleh standar ASTM yaitu berkisar 1,6 – 5,8 cSt agar standar tersebut layak digunakan ke mesin. Begitu juga dengan densitas dan titik nyala angka tersebut masih sesuai dengan standar, jadi umumnya karakteristik biodiesel yang diperoleh dari hasil estrans, baik yang dilakukan peneliti maupun dilakukan peneliti lain, angka yang didapat tentu berbeda tetapi perbedaan tersebut masih sesuai dengan standar yang ditetapkan.

6. Perbandingan Data Biodiesel Sawit dan Biodiesel Jarak Pagar.

Lampiran 13 menunjukkan perbedaan karakteristik antara biodiesel sawit dengan biodiesel jarak, menurut peneliti biodiesel sawit terhadap unjuk kerja mesin yang diambil dari artikel (Azhar Abdul Aziz, 2004) dari University Technology Malaysia bahwa campuran 30 % biodiesel sawit yang dievaluasi dalam mesin dan lulus tes lintas jalan raya ISO 8178 – CI 8 - Mode ditemukan bahwa daya rem puncak menurun 9 %, konsumsi bahan bakar spesifik meningkat 30 % hingga 14 % dan mengurangi emisi karbon monoksida, dan hidrokarbon, berarti pemakaian optimal pada mesin untuk sawit adalah sekitar 30 % biodiesel (Biodiesel-30). Dari data untuk


(68)

biodiesel sawit B-30 angkanya tidak jauh berbeda dengan biodiesel jarak B-30 dan mungkin pada biodiesel jarak persentase yang memungkinkan digunakan ke mesin juga berkisar pada B-30 atau lebih kecil dari B-30.


(69)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Karakteristik fisika yang diperoleh dari pencampuran biodiesel dengan solar

yaitu Viskositas dan Densitas menunjukkan hubungan yang linier, semakin besar komposisi biodiesel dalam campuran semakin tinggi nilai Viscositas, Densitas dan Titik Nyala, tetapi tidak untuk Nilai Kalor, semakin tinggi kadar biodiesel dalam campuran, maka makin rendah Nilai Kalor. Pengujian kembali karakteristik fisika dilakukan setelah campuran biodiesel disimpan selama 1 bulan, namun tidak terjadi perubahan karakteristik.

2. Hasil pengujian karakteristik biodiesel menurut Peneliti-peneliti lain juga berada pada batas-batas angka yang ditetapkan oleh standar. Campuran biodiesel jarak yang optimum ke mesin adalah sekitar 30 %. Ini sesuai dengan penelitian terhadap biodiesel sawit.

3. Biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel karena selain untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil, biodiesel merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan. Namun kekurangan biodiesel tidak dapat digunakan langsung 100 % karena dapat menimbulkan kerak atau kotoran yang dapat menyumbat pipa saluran pembakaran mesin diesel, kecuali jika sebelum pemakaian dilakukan modifikasi mesin.


(70)

5.2 Saran

Karena dalam penelitian ini pengujian yang dilakukan hanya untuk beberapa parameter saja dari pencampuran (blending) biodiesel jarak dan solar. Maka dalam hal ini peneliti berharap bagi peneliti-peneliti selanjutnya untuk meneliti parameter lainnya terutama ada baiknya diteliti bagaimana unjuk kerja bahan bakar biodiesel jarak pagar ini pada mesin sebagai sasaran yang terakhir.


(71)

Hasil Pengujian Viskositas Dan Komposisi Campuran

% Percobaan I Percobaan II Percobaan III Waktu Rata-rata Viscositas

Biodiesel (s) (s) (s) (s) (cSt)

B.10 36.50 36.5 36.5 36.50 3.6500 B.20 37.50 37.4 37.1 37.33 3.7333 B.30 38.60 38.8 38.5 38.63 3.8633 B.40 40.00 40.2 40.1 40.10 4.0100 B.50 42.00 41.5 41.6 41.60 4.1700 B.60 43.30 43.3 43.2 43.27 4.3267 B.70 44.70 44.8 47.8 45.77 4.5767 B.80 46.20 46.1 46.2 46.17 4.6167 B.90 48.10 48.0 48.2 48.10 4.8100 B.100 49.20 49.4 49.1 49.23 4.9233


(72)

Lampiran 2

Hasil Pengujian Densitas Campuran Biodiesel Jarak – Solar

% Biodiesel Massa Alat Ukur (gr) Volum Alat Ukur (ml) Massa Total Pengukuran ( gr) Massa M. Jarak (gr) Faktor Koreksi (gr/ml) Densitas (gr/ml) Densitas

(kg/m3)

B.10 42.6730 49.5590 83.7039 41.0309 0.0009 0.8270 827.0203 B.20 42.6730 49.5590 83.8982 41.2252 0.0009 0.8309 830.9408 B.30 42.6730 49.5590 84.1569 41.4839 0.0009 0.8362 836.1609 B.40 42.6730 49.5590 84.4245 41.7515 0.0009 0.8416 841.5605 B.50 42.6730 49.5590 84.6302 41.9572 0.0009 0.8457 845.7111 B.60 42.6730 49.5590 84.8687 42.1957 0.0009 0.8505 850.5236 B.70 42.6730 49.5590 85.0642 42.3912 0.0009 0.8545 854.4683 B.80 42.6730 49.5590 85.2708 42.5978 0.0009 0.8586 858.6371 B.90 42.6730 49.5590 85.6733 43.0003 0.0009 0.8668 866.7588 B.100 42.6730 49.5590 85.9449 43.2719 0.0009 0.8772 872.2691


(73)

Lampiran 3

Hasil Pengujian Titik Nyala Campuran Biodiesel Jarak –Solar

% Biodiesel Flash Point (0C)

B.10 78

B.20 83

B.30 89

B.40 92

B.50 96

B.60 98

B.70 107 B.80 125 B.90 140 B.100 160


(74)

Lampiran 4

Hasil Pengujian Nilai Kalor

No % Biodiesel ΔT

(oC)

Nilai Kalor (MJ/kg)

1 B.10 7.30 53.67

2 B.20 7.15 52.20

3 B.30 7.05 51.83

4 B.40 6.91 50.73

5 B.50 6.20 45.58

6 B.60 5.90 43.38

7 B.70 6.01 44.19

8 B.80 5.80 42.64

9 B.90 5.72 42.05


(75)

Lampiran 5

Hasil Pengujian Viskositas Campuran Biodiesel Jarak –Solar Setelah 30 Hari.

% Biodiesel

Percobaan I (s)

Percobaan II (s)

Percobaan III (s)

Waktu Rata-rata

(s)

Viscositas (cSt)

B.10 36.1 36.4 36.3 36.27 3.627 B.20 37.6 37.3 37.3 37.40 3.740 B.30 38.0 38.2 38.1 38.10 3.810 B.40 38.9 40.1 40.1 39.70 3.970 B.50 41.9 41.8 41.7 41.80 4.180 B.60 42.8 42.5 42.4 42.57 4.257 B.70 44.1 44.2 44.1 44.13 4.413 B.80 46.0 46.3 46.2 46.17 4.617 B.90 47.8 47.5 47.4 47.57 4.757 B.100 49.3 49.4 49.2 49.30 4.930


(76)

Lampiran 6

Hasil Pengujian Densitas Campuran Biodiesel Jarak – Solar Setelah 30 Hari.

% Biodiesel Massa Alat Ukur (gr) Volum Alat Ukur (ml) Massa Total Pengukuran ( gr) Massa M. Jarak (gr) Faktor Koreksi (gr/ml) Densitas (gr/ml) Densitas

(kg/m3)

B.10 42.6730 49.5590 83.6324 40.9594 0.0009 0.82647 826.47 B.20 42.6730 49.5590 83.8557 41.1827 0.0009 0.83008 830.08 B.30 42.6730 49.5590 84.0273 41.3543 0.0009 0.83354 833.54 B.40 42.6730 49.5590 84.3921 41.7191 0.0009 0.84090 840.90 B.50 42.6730 49.5590 84.5837 41.9107 0.0009 0.84477 844.77 B.60 42.6730 49.5590 84.7226 42.0496 0.0009 0.84847 848.47 B.70 42.6730 49.5590 85.0021 42.3291 0.0009 0.85321 853.21 B.80 42.6730 49.5590 85.2534 42.5804 0.0009 0.85828 858.28 B.90 42.6730 49.5590 85.7321 43.0591 0.0009 0.86794 867.94 B.100 42.6730 49.5590 85.9785 43.3055 0.0009 0.87291 872.91


(77)

Lampiran 7

Hasil Pengujian Titik Nyala Campuran Biodiesel Jarak – Solar Setelah 30 Hari.

% Biodiesel Flash Point (0C)

B.10 78 B.20 82 B.30 89 B.40 92 B.50 96 B.60 98 B.70 106 B.80 124 B.90 139 B.100 160


(78)

Lampiran 8

Hasil Pengujian Nilai Kalor Campuran Biodiesel Jarak – Solar Setelah 30 Hari

No % Biodiesel ΔT

(oC)

Nilai Kalor (MJ/kg)

1 B.10 7.29 53.60

2 B.20 7.15 52.20

3 B.30 7.00 51.47

4 B.40 6.91 50.80

5 B.50 6.20 45.58

6 B.60 5.85 43.01

7 B.70 6.00 44.11

8 B.80 5.80 42.64

9 B.90 5.70 41.91


(79)

Lampiran 9

Spesifikasi Biodiesel Jarak Pagar

No Parameter Biodiesel Jarak Pagar

1 Densitas (g/cm3) 0.79 2 Titik Nyala (0C) 191 3 Viskositas (mm2/s) 4.84


(80)

Lampiran 10

Kualitas Biodiesel Hasil Proses Estrans

No Parameter Biodiesel Jarak Pagar

1 Viskositas Kinematik (cSt) 5.863 2 Densitas (g/ml) 0.8848

3 Titik Nyala (0C) 191


(81)

Lampiran 11

Karakteristik Biodiesel

No Parameter Biodiesel Jatropha

1 Viskositas Kinematis (cSt) 4.8 2 Densitas (g/ml) 0.87


(82)

Lampiran 12

Sifat Bahan Bakar Biodiesel Jatropha

No Parameter Biodiesel Jatropha Diesel

1 Densitas (g/ml) 0.865 0.41 2 Viskositas (cSt) 5.2 4.5 3 Nilai Kalor (MJ/kg) 39.2 42.0


(83)

Lampiran 13

Data Karakteristik Biodiesel Sawit Dalam Berbagai Komposisi No Parameter Viskositas

(cSt)

Densitas (g/ml)

Titik Nyala (0C)

Nilai Kalor (MJ/Kg)

1 B.10 3.17 0.819 72 48.30

2 B.20 3.31 0.824 76 54.55

3 B.30 3.46 0.829 80 54.92

4 B.40 3.55 0.835 86 52.35

5 B.50 3.80 0.842 90 45.88

6 B.60 3.96 0.846 96 43.89

7 B.70 4.26 0.853 100 43.67

8 B.80 4.32 0.856 108 42.06

9 B.90 4.48 0.861 140 30.51


(84)

Data Karakteristik Biodiesel Jarak Dalam Berbagai Komposisi

No Parameter Viskositas

(cSt)

Densitas (g/ml)

Titik Nyala (0C)

Nilai Kalor (MJ/kg)

1 B.10 3.65 0.827 78 53.67

2 B.20 3.73 0.830 83 52.20

3 B.30 3.86 0.836 89 51.83

4 B.40 4.01 0.841 92 50.73

5 B.50 4.17 0.845 96 45.58

6 B.60 4.32 0.850 98 43.38

7 B.70 4.57 0.854 107 44.19

8 B.80 4.61 0.858 125 42.64

9 B.90 4.81 0.866 140 42.05


(1)

Lampiran 11

Karakteristik Biodiesel

No Parameter Biodiesel Jatropha

1 Viskositas Kinematis (cSt) 4.8


(2)

Lampiran 12

Sifat Bahan Bakar Biodiesel Jatropha

No Parameter Biodiesel Jatropha Diesel

1 Densitas (g/ml) 0.865 0.41

2 Viskositas (cSt) 5.2 4.5

3 Nilai Kalor (MJ/kg) 39.2 42.0


(3)

Lampiran 13

Data Karakteristik Biodiesel Sawit Dalam Berbagai Komposisi No Parameter Viskositas

(cSt)

Densitas (g/ml)

Titik Nyala (0C)

Nilai Kalor (MJ/Kg)

1 B.10 3.17 0.819 72 48.30

2 B.20 3.31 0.824 76 54.55

3 B.30 3.46 0.829 80 54.92

4 B.40 3.55 0.835 86 52.35

5 B.50 3.80 0.842 90 45.88

6 B.60 3.96 0.846 96 43.89

7 B.70 4.26 0.853 100 43.67

8 B.80 4.32 0.856 108 42.06

9 B.90 4.48 0.861 140 30.51


(4)

Data Karakteristik Biodiesel Jarak Dalam Berbagai Komposisi No Parameter Viskositas

(cSt)

Densitas (g/ml)

Titik Nyala (0C)

Nilai Kalor (MJ/kg)

1 B.10 3.65 0.827 78 53.67

2 B.20 3.73 0.830 83 52.20

3 B.30 3.86 0.836 89 51.83

4 B.40 4.01 0.841 92 50.73

5 B.50 4.17 0.845 96 45.58

6 B.60 4.32 0.850 98 43.38

7 B.70 4.57 0.854 107 44.19

8 B.80 4.61 0.858 125 42.64

9 B.90 4.81 0.866 140 42.05


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz, Azhar, 2004, “Performance of Palm Oil – Based Biodiesel Fuell in a Single Cylinder Direct Injection Engine”, University Technology Malaysia. Andi Nuralamsyah, 2006, Biodiesel Jarak Pagar, “Bahan Bakar Alternatif yang

Ramah Lingkungan”, Swadaya, Jakarta.

Arismunandar, dkk, 1979, “Motor Diesel Putaran Tinggi”, Pradnya Paramita, Jakarta. Culp, Archie W, Jr, PhD, 1979, “Principles of Energi Conversation”, Mc Graw – Hill

Book Company.

Daryanto, Drs, 2005, “Motor Diesel Pada Mobil”, CV Yrama Didya, Bandung.

Gafar, A, etc, 2001, “Experience in Palm Biodiesel Application for Transpotation”, Proc. Internasional Biodiesel Workshop.

Hambali, Elriza, dkk, 2006, “Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel”, Penebar Swadaya, Jakarta.

Lele, S, 2005, “Trans – Esterification Biodiesel Process”, www.sulele.com “Low Blends” of Biodiesel. A Guide to Different Blend Levels, www.biodisel.org Manurung, Robert. Dr. Ir, 2005, “Artikel Tentang Minyak Jarak Pengganti Solar,

Penebar Swadaya, Jakarta..

Nurcholis, Muhammad, 2007, “Jarak Pagar & Pembuatan Biodiesel”, Kanisius, Bogor.

Pakpahan, Agus, 2001, “Palm Biodiesel, Its Potency, Technology, Business Prospect and Environtmental Implications in Indonesia”, Proc. International Blodiesel Workshop.

Ramesh. D, 2004, “Production of Biodiesel from Jatropha Curcas Oil by Using Pilot Biodiesel Plant”, University Coimbature, Tamil Nadu, India.

Soerawidjaja, Tatang H, 2002, “Mengapa Indonesia perlu mengembangkan dan menggunakan Biodiesel?”, Pusat Penelitian Material dan Energi.


(6)

Sudradjat. H.R, 2003, “Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar”, “Solusi Hasilkan Biodiesel Berkualitas Tinggi”, Swadaya, Bogor.

Team Wape, 2006, “Warta Pertamina”, Edisi No:5/thn XII. Wirawan, 2005, “Biodiesel Bahan Bakar Nabati”, Jakarta.