Hubungan Lingkungan Rumah dan Status Imunisasi Terhadap Kejadian Kasus Campak pada Anak dan Balita di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

(1)

KABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH

AMANDA YULIANA HARAHAP 111021073

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

2

HUBUNGAN LINGKUNGAN RUMAH DAN STATUS IMUNISASI TERHADAP KEJADIAN KASUS CAMPAK PADA BALITA

DI DESA HUTAIMBARU KECAMATAN BARUMUN KABUPATEN PADANG LAWAS

TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

AMANDA YULIANA HARAHAP NIM. 111021073

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

(4)

ii ABSTRAK

Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus dan dapat mendatangkan komplikasi serius serta sangat potensial untuk menimbulkan wabah. Di Indonesia, secara nasional selama tahun 2004 frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak menempati urutan kedua setelah DBD dengan jumlah kasus sebanyak 2.818 dan 44 kematian atau CFR 1,56%. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan penyebaran penyakit campak.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara lingkungan rumah dan status imunisasi terhadap kejadian Campak di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.

Jenis penelitian bersifat survei deskriptif dengan design Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang berada di desa Hutaimbaru sebanyak 78 Kepala keluarga, dengan jumlah 316 jiwa. Adapun sampel penelitian adalah keluarga yang mempunyai anak balita dan anak usia sekolah yaitu 40 Kepala Keluarga. Analisis data menggunakan analisa univariat dan bivariat menggunakan uji chi – square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan ventilasi dengan penyakit campak (p = 0,011) dan ada hubungan antara status imunisasi dengan penyakit campak (p = 0,0001). Sedangkan variabel kepadatan hunian dan pencahayaan tidak berhubungan dengan penyakit campak di Desa Hutaimbaru.

Disarankan kepada Masyarakat Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas untuk perlu memperhatikan kondisi lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan, serta pentingnya kesadaran masyarakat untuk membawa anak mereka imunisasi. Imunisasi Campak sebaiknya pada usia 6-59 bulan dan untuk seluruh anak SD kelas 1 sampai kelas 6.

Kata Kunci : Campak, Lingkungan Rumah, Status Imunisasi


(5)

more serious complication, very potential to cause to spread epidemic. In Indonesia, for 2004 nationally, the frequency existing an extra-ordinance occurrence of the Measles itself got on the second rank following DHF with total cases noted 2,818 and caused 44 death or CFR rate of 1.56%. The environment is known as one of factors that it may increase spreading out the measles.

The objective of this study is to determine the correlations of the house environmental and the immunisation stated against the occurrence of measles at

Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas for 2013. This study adopted a descriptive survey method with Cross sectional design. The population to this research involved all families living around Desa Hutaimbaru 78 households, the population is 316 people. The sample on this research taken such as family with kids as children five years old and in school aged, included 40 households. Analyzed by uni-variant and bi-variant analysis using Chi Square test.

The result of study indicated that there is a correlation on available ventilation with the measles (p = 0.011) and there is correlations between the measles immunisation stated with the measles disease (p = 0.0001). Regarding variable on crowded in people density and about lighting by ventilation has no correlation with the measles on the area.

It is suggestible to the local community living around Desa Hutaimbaru, urged to improve the condition of houses environment, to recondition the environmental around at least fulfill the health requirement, still the authority should encourage the parents bring those kids to have immunization in measles preferable while age 6-59 months old and to all kids as going school to SD grade 1 through 6.


(6)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT., yang tidak pernah berhenti mencurahkan cinta dan kasih sayang-Nya dan shalawat kepada Rasulullah SAW. Adapun judul skripsi penulis berjudul “Hubungan Lingkungan Rumah dan Status Imunisasi Terhadap Kejadian Kasus Campak pada Anak dan Balita di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013”.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan pengetahuan penulis sebagai manusia dengan segala kekurangan dan kekhilafan. Selama penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan moril dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes. dan Bapak Dr.dr Wirsal Hasan MPH., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktunya dengan keikhlasan hati untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Selanjutnya tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A.(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, MS., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Evi Naria, M.Kes., selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan di Fakulatas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus menjadi Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

4. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes., selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 5. dr. Taufik Ashar, MKM,. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah banyak

memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.


(7)

7. Seluruh Dosen dan Staf Kantor Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya di Departemen Kesehatan Lingkungan..

8. Kepala Desa Hutaimbaru Sibuhuan dan Kepala Puskesmas Tanjung Botung yang telah memberikan izin tempat penelitian skripsi ini.

Secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih yang begitu besar dan tidak terhingga kepada :

1. Ayahanda Aiptu Addalin Harahap dan Ibunda Rosmiwati Hasibuan, serta adikku Guntur Mulia Harahap dan Sahabat Della Tasiya yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan, do’a dan cinta kasih sayangnya dalam memberikan motivasi dan dukungan agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

2. Rekan – rekan seperjuangan Mahasiswa/i Fakultas Kesehatan Masyarakat baik Ekstensi Angkatan Tahun 2011 maupun Mahasiswa/i Peminatan Kesehatan Lingkungan (khususnya Yulia Aswita, Astri Yosephin, Dina Rizka, Kezia, dll.), The_Lunkers Family (khususnya Asrul Hamonangan, Ahmad Fauzi, Amrin Zulmi, Mhd. Ali Wardhana & Mhd. Rizky Ramadhan Pasaribu, dll.), serta semua pihak yang telah membantu penulis selama pendidikan dan proses penyusunan skripsi ini yang tidak dapat sebutkan satu persatu.

3. Teman Terbaik dalam hidup Ali Abar SH, terima kasih untuk semangat dan motivasinya.

Sudikiranya Allah Yang Maha Esa akan membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah penulis terima selama ini.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini dengan harapan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.

Medan, ____ Januari 2014


(8)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Amanda Yuliana Harahap

Tempat/ tanggal lahir : Tanjung Morawa, 01 Juli 1990

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Bersaudara : 2 orang

Alamat Rumah : Lingkungan VII Pekan Dolok Masihul Serdang Bedagai.

Riwayat Pendidikan Formal :

1. Tahun 1996-2001 : SDN Negeri 163094 Tebing Tinggi 2. Tahun 2001-2004 : SMP Negeri 3 Tebing Tinggi 3. Tahun 2004-2007 : SMA Negeri 4 Tebing Tinggi

4. Tahun 2007-2010 : Politeknik Kesehatan Jurusan Keperawatan Medan 5. Tahun 2011-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


(9)

LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 6

1.3.Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1.Tujuan Umum ... 6

1.3.2.Tujuan Khusus ... 6

1.4.Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Lingkungan pemukiman dan Hubungan dengan Kesehatan ... 8

2.1.1. Pengertian Kesehatan Lingkungan ... 8

2.1.2. Pengertian Lingkungan Pemukiman ... 8

2.1.3. Sanitasi Rumah ... 10

2.1.4. Rumah Sehat ... 10

2.2. Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal ... 11

2.3. Pengertian Campak ... 13

2.4. Penyebab Penyakit Campak ... 14

2.5. Sifat Virus Campak ... 15

2.6. Cara Penularan Penyakit Campak ... 15

2.7. Distribusi Penyakit Campak ... 16

2.8. Determinan Penyakit Campak ... 17

2.8.1. Faktor Host ... 17

2.8.2. Faktor Lingkungan ... 18

2.9. Gejala Klinis Penyakit Campak ... 22

2.9.1. Stadium Kataral (Prodonal) ... 22


(10)

viii

2.9.3. Stadium Konvalensi (penyembuhan) ... 23

2.10. Komplikasi Penyakit Campak ... 23

2.10.1. Bronchopneumonia ... 23

2.10.2. Otitis Media Akut ... 23

2.10.3. Ensefailitis ... 24

2.10.4. Enteritis ... 24

2.11. Pencegahan Penyakit Campak ... 24

2.11.1. Pencegahan Tingkat Awal (Primaordial Preventation) .... 24

2.11.2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Preventation) ... 24

2.11.3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Preventation) ... 25

2.11.4. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertier Preventation)... 25

2.12. Kerangka Konsep ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN... 27

3.1. Jenis Penelitian ... 27

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.3. Populasi dan Sampel ... 27

3.3.1. Populasi ... 27

3.3.2. Sampel ... 27

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 27

3.4.1. Data Primer ... 27

3.4.2. Data Sekunder ... 28

3.5. Definisi Operasional ... 28

3.5.1. Kepadatan Hunian ... 28

3.5.2. Ventilasi ... 28

3.5.3. Pencahayaan ... 28

3.5.4. Status Imunisasi ... 29

3.5.5. Penyakit Campak ... 29

3.6. Metode Analisa Data ... 30

3.6.1. Metode Univariat ... 30

3.6.2. Analisa Bivariat ... 30

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 31

4.1. Gambaran Geografis Penelitian ... 31

4.2. Karakteristik Responden ... 32

4.3. Kepadatan Hunian ... 34

4.4. Ventilasi ... 35

4.5. Pencahayaan ... 35

4.6. Status Imunisasi ... 35


(11)

4.9. Hubungan Ventilasi dengan penyakit Campak di Desa Hutaimbaru

Kec. Barumun Kab. Padang Lawas tahun 2013 ... 37

4.10.Hubungan Pencahayaan dengan penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kec.Barumun Kab. Padang Lawas tahun 2013 ... 38

4.11.Hubungan Status Imunisasi dengan Penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kec. Barumun Kab. Padang Lawas tahun 2013 ... 39

BAB V. PEMBAHASAN ... 40

5.1. Karakteristik Responden ... 40

5.2. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian Penyakit Campak Di Desa Hutaimbaru Kec. Barumun Kab. Padang Lawas tahun 2013 ... 41

5.3. Hubungan Ventilasi dengan Kejadian Penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kec. Barumun Kab. Padang Lawas ... 42

5.4. Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian Penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kec. Barumun Kab. Padang Lawas tahun 2013 43 5.5. Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kec. Barumun Kab. Padang Lawas Tahun 2013 ... 44

5.6. Kejadian Penyakit Campak ... 45

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

6.1. Kesimpulan ... 47

6.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49


(12)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Pendidikan dan Pekerjaan di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang

Lawas Tahun 2013 ... 32 Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Anggota Keluarga di Desa Hutaimbaru Kecamatan

Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013 ... 33 Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Balita dalam Keluarga di Desa Hutaimbaru

Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013 ... 33 Tabel 4.4 Distribusi Jumlah Anak Usia Sekolah (6-11 tahun) dalam Keluarga

di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013 ... 34 Tabel 4.5 Distribusi Kepadatan Hunian Rumah di Desa Hutaimbaru Kecamatan

Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013 ... 34 Tabel 4.6 Distribusi Keberadaan Ventilasi Desa Hutaimbaru Kecamatan

Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013 ... 35 Tabel 4.7 Distribusi Pencahayaan Rumah di Desa Hutaimbaru Kecamatan

Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013 ... 35 Tabel 4.8 Distribusi Status Imunisasi Balita dan Anak Usia Sekolah dalam

Keluarga di Desa Hutaimbaru tahun 2013 ... 36 Tabel 4.9 Distribusi Penyakit Campak pada Balita dan Anak Usia Sekolah

dalam Keluarga di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun

Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013 ... 36 Tabel 4.10 Hasil Analisis Chi-squre antara Hubungan Kepadatan Hunian dengan

Penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun

Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013 ... 37 Tabel 4.11 Hasil Analisis Chi-square antara Hubungan Ventilasi dengan Penyakit

Campak di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013 ... 38 Tabel 4.12 Hasil Analisis Chi-square antara Hubungan Pencahayaan dengan

Penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun

Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013 ... 38 Tabel 4.13 Hasil Analisis Chi-square antara Status Imunisasi dengan Penyakit

Campak di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten

Padang Lawas Tahun 2013 ... 39


(13)

(14)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Kuesioner ... 52

2. Lembar Hasil Statistik ... 54

3. Master Tabel... 65

4. Lampiran Gambar ... 66

5. Surat Hasil Penelitian ... 70

6. Kepmenkes RI No.829/Menkes/SK/II/1999) ... 72


(15)

virus dan dapat mendatangkan komplikasi serius serta sangat potensial untuk menimbulkan wabah. Di Indonesia, secara nasional selama tahun 2004 frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak menempati urutan kedua setelah DBD dengan jumlah kasus sebanyak 2.818 dan 44 kematian atau CFR 1,56%. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan penyebaran penyakit campak.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara lingkungan rumah dan status imunisasi terhadap kejadian Campak di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.

Jenis penelitian bersifat survei deskriptif dengan design Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang berada di desa Hutaimbaru sebanyak 78 Kepala keluarga, dengan jumlah 316 jiwa. Adapun sampel penelitian adalah keluarga yang mempunyai anak balita dan anak usia sekolah yaitu 40 Kepala Keluarga. Analisis data menggunakan analisa univariat dan bivariat menggunakan uji chi – square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan ventilasi dengan penyakit campak (p = 0,011) dan ada hubungan antara status imunisasi dengan penyakit campak (p = 0,0001). Sedangkan variabel kepadatan hunian dan pencahayaan tidak berhubungan dengan penyakit campak di Desa Hutaimbaru.

Disarankan kepada Masyarakat Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas untuk perlu memperhatikan kondisi lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan, serta pentingnya kesadaran masyarakat untuk membawa anak mereka imunisasi. Imunisasi Campak sebaiknya pada usia 6-59 bulan dan untuk seluruh anak SD kelas 1 sampai kelas 6.


(16)

iii ABSTRACT

Measles is an infectious disease highly marked by virus and it may result in a more serious complication, very potential to cause to spread epidemic. In Indonesia, for 2004 nationally, the frequency existing an extra-ordinance occurrence of the Measles itself got on the second rank following DHF with total cases noted 2,818 and caused 44 death or CFR rate of 1.56%. The environment is known as one of factors that it may increase spreading out the measles.

The objective of this study is to determine the correlations of the house environmental and the immunisation stated against the occurrence of measles at

Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas for 2013. This study adopted a descriptive survey method with Cross sectional design. The population to this research involved all families living around Desa Hutaimbaru 78 households, the population is 316 people. The sample on this research taken such as family with kids as children five years old and in school aged, included 40 households. Analyzed by uni-variant and bi-variant analysis using Chi Square test.

The result of study indicated that there is a correlation on available ventilation with the measles (p = 0.011) and there is correlations between the measles immunisation stated with the measles disease (p = 0.0001). Regarding variable on crowded in people density and about lighting by ventilation has no correlation with the measles on the area.

It is suggestible to the local community living around Desa Hutaimbaru, urged to improve the condition of houses environment, to recondition the environmental around at least fulfill the health requirement, still the authority should encourage the parents bring those kids to have immunization in measles preferable while age 6-59 months old and to all kids as going school to SD grade 1 through 6.

Keywords : measles, house environment, measles immunisation stated


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi - tingginya dapat terwujud. Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan antara, lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan hidup (Depkes RI, 2009).

Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan semua rakyat sehat adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan yang berarti setiap upaya program harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma Sehat”, yaitu pembangunan kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif) dibandingkan upaya penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Menurut Undang - undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, paradigma sehat lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Salah satu upaya tersebut dilaksanakan melalui program imunisasi (Kemenkes RI,2009).

Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di indonesia dan masih sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa ( KLB ). Penyakit campak


(18)

2

dikenal juga sebagai morbili atau measles, merupakan penyakit yang sangat menular yang disebabkan karena virus, campak biasanya banyak menyerang kelompok umur anak – anak ( balita dan anak usia sekolah ) karena kondisi tubuhnya yang masih labil sehingga rentan akan suatu penyakit. Penyebab penyakit campak adalah

paramyxoviridae jenis morbillivirus yang mudah mati karena panas dan cahaya. Cara penularan penyakit virus adalah penularan dari orang ke orang melalui percikan ludah dan transmisi melalui udara dengan penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret hidung atau tenggorokan dari orang – orang yang terinfeksi (Depkes RI, 2009). Campak adalah penyakit yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah. Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi Campak. Tanpa program imunisasi Campak Attack Rate 93,5 per 100.000 jiwa. Kasus Campak dengan gizi buruk akan meningkatkan Case Fatalityn Rate (CFR). Masalah kematian Campak di dunia yang dilaporkan pada tahun 2002 sebanyak 777.000 jiwa. Dari jumlah itu 202.000 diantaranya berasal dari negara ASEAN serta 15% kematian Campak tersebut berasal dari Indonesia (Depkes RI, 2009).

Insiden Campak di Benua Eropa berdasarkan data Eurosurveillance pada tahun 2002 yaitu, Germany 5,6 per 100.000 penduduk, Italia 8,79 per 100.000 penduduk, Spanyol 0,20 per 100.000 penduduk dan Denmark 0,60 per 100.000 penduduk Di negara-negara berkembang penyakit Campak merupakan penyakit endemis.Di India insiden Campak tahun 2002 sebanyak 39,1 per 100.000 penduduk, di China terdapat 47,7 per 100.000 penduduk, di Malaysia terdapat 2,27 per 100.000 penduduk (Eurosurveillance, 2003).


(19)

Indonesia termasuk salah satu dari 47 negara dengan kasus campak terbesar di dunia. Berdasarkan rekomendasi dari WHO, bagi Negara yang masih banyak di temukan kasus campak, maka diharapkan untuk melaksanakan kampanye campak. Program imunisasi campak di Indonesia dimulai sejak tahun 1982. Dan pada tahun 1991 berhasil dicapai status imunisasi dasar lengkap atau Universal Child Imunization (UCI) secara nasional. Sejak tahun 2000 imunisasi kesempatan kedua diberikan kepada anak sekolah kelas I – VI secara bertahap yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian imunisasi campak secara rutin kepada anak sekolah dasar kelas I SD (BIAS). Untuk mempercepat tercapainya perlindungan campak pada anak, sejak tahun 2005 sampai agustus 2007 dilakukan kegiatan crash program campak terhadap anak usia 6 – 59 bulan (Kemenkes RI,2010).

Di Indonesia, secara nasional selama tahun 2004 frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak menempati urutan kedua setelah DBD. KLB Campak Tahun 2004 terjadi sebanyak 97 kali dengan jumlah kasus sebanyak 2.818 dan 44 kematian atau CFR 1,56% (Bambang, 2008).

Penyakit Campak sampai tahun 2006 masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di propinsi Sumatera Utara. Selama tahun 2006 terjadi 2.428 kasus Campak. Kasus penyakit Campak banyak diderita anak-anak usia 12 tahun ke bawah. Data profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2008, di Kabupaten Langkat terdapat 130 kasus dan mencapai puncaknya pada bulan Agustus hingga daerah tersebut ditetapkan sebagai daerah KLB Campak. Kabupaten Batu Bara terdapat 47 kasus dan diKecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas terdapat 169 kasus Campak (Dinkes Sumut, 2010).


(20)

4

Pada tahun 2005 – 2007 telah dilaksanakan 5 kali kampanye campak di Indonesia. Sejak dilakukan kegiatan ini, Angka kematian penderita campak diharapkan menurun sehingga upaya program pemberantasan campak dari tahap reduksi mulai diarahkan kepada tahap eliminasi dengan penguatan strategi imunisasi dan surveilans berbasis kasus individu (case based) (Dinkes Sumut, 2010).

Hal ini pernah dialami di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun, didapatkan 7 penderita campak pada tahun 2012. Jarak puskesmas Tanjung Botung ke Dinas Kesehatan daerah Kabupaten Padang Lawas sekitar 3 km dan jarak Puskesmas Tanjung Botung ke lokasi KLB (desa Hutaimbaru) berjarak 4 km. Akses ke lokasi KLB dapat ditempuh dengan kendaraan roda 2 atau roda 4 dengan lama perjalanan 20 menit karena jalan yang bergelombang dan tidak rata. Lingkungan kurang bersih, berdebu, dan banyak genangan air dilingkungan sekitar rumah penduduk.

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan penyebaran penyakit campak. Visi Indonesia sehat adalah terciptanya lingkungan kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat, terwujutnya perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa adanya hambatan baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi, tersedianya pelayanan kesehatan bermutu, dan meningkatnya derajat kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat dapat ditingkatkan secara optimal (Depkes RI, 2009).

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi penyebaran penyakit yaitu kepadatan hunian yaitu misalnya luas ruang tidur 8 m2 dan tidak dianjurkan lebih dari 2 orang dalam ruang tidur. Ventilasi yaitu dengan luas penghawan alamiah yang


(21)

permanen minimal 10 % dari luas lantai, dan pencahayaan alam atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal 60 lux, dapat digunakan untuk membaca normal dan tidak menyilaukan. Selain itu cakupan imunisasi campak yang rendah menjadi salah satu faktor terjadinya Campak, imunisasi Campak di berikan pada bayi usia 9 – 11 bulan (Dinkes Sumut, 2010).

Wilayah Desa Hutaimbaru yang sulit dijangkau dari puskesmas dikarenakan masyarakat tidak semuanya mempunyai kendaraan, sehingga wilayah ini terkesan terpencil dibanding daerah lainnya. Wilayah Desa Hutaimbaru yang luas dan kepadatan penduduk kecil di tandai jarak antar rumah yang berjauhan dan berkelompok antara 6 – 10 rumah dengan kondisi rumah tidak permanen dan semi permanen, serta masih menggunakan sarana mandi bersama, Kondisi ini mengakibatkan warga masyarakat yang jauh dari posyandu malas berkunjung ke posyandu untuk mengimunisasi anaknya (Dinkes Sumut,2010).

Kelompok umur tertinggi yang menderita campak berada pada kelompok 1 – 4 tahun dan 5 – 9 tahun. Sehingga dapat di analisi mengenai cakupan imunisai campak minimal 4 tahun yang lalu ( 2008 kebawah ). Cakupan imuniasi campak di desa Hutaimbaru masih rendah yaitu pada tahun 2009 mencapai 79%, pada tahun 2010 hanya mencapai target 71%, pada tahun 2011 mencapai 77%, 80 % pada tahun 2012 dan tahun 2013 baru mencapai 56 % pertanggal 2 Agustus 2013 (Kemenkes, 2013).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah adalah bagaimana Hubungan Lingkungan rumah dan Status Imunisasi terhadap kejadian


(22)

6

Campak, dilihat dari kondisi lingkungan rumah dan status imunisasi pada balita dan anak usia sekolah yang masih rendah di di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya hubungan antara lingkungan rumah dan status imunisasi terhadap kejadian Campak di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui Kepadatan Hunian, Ventilasi dan Pencahayaan di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.

2. Mengetahui status imunisasi Campak pada balita dan anak usia sekolah di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.

3. Mengetahui kejadian Campak pada balita dan anak usia sekolah di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.

4. Mengetahui hubungan Kepadatan Hunian dengan kejadian penyakit campak pada balita dan anak usia sekolah di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.

5. Mengetahui hubungan Ventilasi dengan kejadian penyakit campak pada balita dan anak usia sekolah di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.


(23)

6. Mengetahui hubungan Pencahayaan dengan kejadian penyakit campak pada balita dan anak usia sekolah di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.

7. Mengetahui hubungan Status Imunisasi Campak pada balita dan anak usia sekolah dengan kejadian penyakit Campak di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan dan kemampuan penulis dalam usaha menerapkan disiplin ilmu di bidang kesehatan masyarakat dalam bentuk tulisan ilmiah.

2. Sebagai bahan tambahan informasi data tentang penderita Campak bagi petugas pemberantasan penyakit menular untuk menyusun rencana kebutuhan tenaga, peralatan dan obat-obatan yang akan diajukan kedinas kesehatan Padang Lawas. 3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut sebagai


(24)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lingkungan Pemukiman dan Hubunganya dengan Kesehatan 2.1.1 Pengertian Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotoran atau limbah dan sebagianya. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup didalamnya (Azwar, 1979).

Al Slamet Riyadi mengemukakan bahwa defenisi lingkungan adalah tempat pemukiman segala sesuatunya dimana mikroorganisme itu hidup berserta segala keadaan dan kondisinya yang secara langsung maupun tidak langsung dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.

2.1.2 Pengertian Lingkungan Pemukiman

Pemukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup yang digunakan sebagai tempat tinggal dari sekelompok manusia yang saling berinter - aksi serta berhubungan setiap hari dalam rangka untuk mewujudkan masyarakat yang tenteram, aman dan damai. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi


(25)

sebagai hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan (Depkes RI, 1999).

Pemukiman adalah suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung, termasuk juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rokhani serta keadaan sosialnya, baik untuk keluarga maupun individu. Pemukiman atau perumahan sangat berhubungan dengan kondisi ekonomi sosial, pendidikan, tradisi atau kebiasaan, suku, geografi dan kondisi lokal. Selain itu lingkungan perumahan atau pemukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menentukan kualitas lingkungan perumahan tersebut antara lain fasilitas pelayanan, perlengkapan, peralatan yang dapat menunjang terselenggaranya kesehatan fisik, kesehatan mental, kesehatan sosial bagi individu dan keluarganya (Sarudji, 2010).

Menurut WHO Penyehatan lingkungan tempat pemukiman adalah segala upaya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan tempat pemukiman beserta lingkungannya dan pengaruhnya terhadap manusia. Hubungan Pemukiman dan Kesehatan adalah Kondisi- kondisi ekonomi, sosial, pendidikan, tradisi/kebiasaan, suku, geografi dan kondisi lokal sangat terkait dengan pemukiman/perumahan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi atau yang dapat menentukan kualitas lingkungan perumahan / pemukiman antara lain : fasilitas pelayanan, perlengkapan, peralatan yang dapat menunjang terselenggaranya keadaan fisik, kesehatan mental, kesejahteraan sosial bagi individu dan keluarganya (Kusnoputranto, 1996).


(26)

10

2.1.3 Sanitasi Rumah

Pengertian Sanitasi yang dikemukakan oleh Elher dan Stell adalah usaha – usaha pengawasan yang ditujukan terhadap faktor – faktor lingkungan yang dapat merupakan mata rantai penularan penyakit. Sedangkan pendapat lain Sanitasi merupakan usaha – usaha pengawasan yang ada dalam lingkungan fisik yang memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan fisik, mental, dan kesejahteraan sosial (Kusnoprutanto, 1996).

Rumah adalah tempat berlindung dari pengaruh keadaan alam sekitarnya ( misalnya hujan, matahari, dan lain – lain ) serta merupakan tempat untuk beristirahat setelah bertugas memenuhi kebutuhan sehari – hari. Dari pengertian tersebut sanitasi rumah adalah usaha pengawasan terhadap suatu tempat yang dipakai untuk berlindung dan beristirahat terhadap faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan penghuninya (Sarudji, 2010).

2.1.4 Rumah Sehat

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan rumah sebagai tempat untuk tumbuh dan berkembang, baik secara jasmani, rohani dan sosial. Artinya dalam rumah diperlukan segala fasilitas untuk tumbuh dan berkembang. Fasilitas tersebut harus ada didekat rumah seperti sekolah, toko, pasar, tempat kerja, fasilitas air bersih, sanitasi dan lain – lain (Wahyuningsih, 1999).

Rumah sehat adalah tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun mental. APHA (American Public Health Association) telah merumuskan 4


(27)

fungsi pokok dari rumah sebagai tempat tinggal yang sehat bagi setiap manusia dan keluarga selama masa hidupnya yang meliputi : (Wahyuningsih, 1999)

1. Rumah adalah tempat memenuhi kebutuhan jasmani (fisik) manusia yang pokok.

2. Rumah adalah tempat memenuhi kebutuhan rohani (psikis) manusia yang pokok.

3. Rumah adalah tempat perlindungan terhadap penyakit menular. 4. Rumah adalah tempat perlindungan terhadap kecelakaan. 2.2 Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal

Rumah sehat dapat diartikan sebagia tempat berlindung, bernaung dan tempat untuk beristirahat sehingga menimbulkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial. Dengan adanya fungsi dan peranan dari rumah maka selayaknya setiap individu mendapatkan rumah yang sehat dan layak (Depkes RI,1994). Adapun persyaratan kesehatan suatu rumah tinggal (Permenkes No.829/1999) adalah sebagai berikut :

1. Bahan bangunan

a. Tidak terbuat dari bahan – bahan yang dapat mengeluarkan zat – zat yang membahayakan kesehatan, antara lain :

1) Debu total tidak lebih dari 150µg/m3

2) Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/jam 3) Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme pathogen.


(28)

12

2. Komponen penataan ruang

Komponen rumah harus memiliki persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut :

a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan b. Dinding :

1) Di ruang tidur dan ruang keluarga dilengkapi dengan daran ventilasi sebagai tempat pertukaran udara.

2) Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan.

c. Langit – langit harus mudah dibersihkan dan rawan kecelakaan.

d. Ruang didalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, dapur, kamar mandi dan ruang bermain anak.

e. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap. 3. Pencahayaan

Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.

4. Kualitas Udara

Kualitas udara dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut : a. Suhu udara berkisar antara 18 – 300C

b. Kelembaban udara berkisar antara 40% - 70%

c. Konsentrasi gas SO2, tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam.


(29)

d. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam. e. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m2 5. Ventilasi

Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

6. Air

a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/hari/orang b. Kualitas air minum harus memenuhi persyaratan kualitas air bersih

dan/atau air minum sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

7. Limbah

a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.

b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah.

8. Kepadatan Hunian Ruang Tidur

Luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah usia 5 tahun.

2.3 Pengertian Campak

Penyakit campak dikenal juga dengan istilah morbilli dalam bahasa latin dan meales dalam bahasa Inggris. Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus dan dapat mendatangkan komplikasi serius, dengan gejala – gejala eksanterm akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran


(30)

14

pernafasan, gejala – gejala mata, kemudian diikuti erupsi makupopular yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit (Carol, 2007).

Penyakit Campak adalah yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah, penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi campak. Tanpa program imunisasi, 90% dari mereka yang mencapai usia 20 tahun pernah menderita Campak. Dengan cakupan Campak yang mencapai lebih dari 90% dan merata sampai ke tingkat desa diharapkan jumlah kasus Campak akan menurun oleh karena terbentuknya kekebalan kelompok (Depkes RI, 2010).

Gejala klinis penyakit campak adalah demam > 38° selama 3 hari atau lebih disertai bercak kemerahan berbentuk maku popular, batuk, pilek atau mata merah, khas ditemukan bercak putih keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam.(Soedarto,2004)

Tersangka KLB yaitu adanya 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut – turut yang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan dengan epidemiologi. Kriteria KLB campak yang diambil adalah 5 orang atau lebih penderita suspek campak dalam 1 wilayah desa dalam 1 peroide waktu bulan yang sama(Depkes RI,1994).

2.4 Penyebab Penyakit Campak

Penyakit Campak disebabkan oleh virus campak yang termasuk golongan

paramyxovirus. Virus ini berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan begaris tengah 140 milimikron, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein, yang dalamnya terdapat nulkeokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA), merupakan struktur heliks nucleoprotein


(31)

yang berada dari myxovirus. Selubung luar sering menunjukan tonjolan pendek, satu protein yang berada di selubung luar muncul sebagai hemaglutinin (Depkes RI, 1994).

2.5 Sifat Virus Campak

Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan yang kuat, apabila berada diluar tubuh manusia virus campak akan mati. Pada temperature kamar virus campak kehilangan 60% sifat infeksitasnya selama 3 – 5 hari. Tanpa media protein virus campak hanya akan hidup selama 2 minggu dan hancur oleh sinar ultra violet, Virus Campak dapat tumbuh dengan cepat dan mencapai maksimum selama 2 – 4 hari (Depkes RI, 1994).

Agent Campak adalah measles virus yang termasuk dalam famili

paramyxoviridae anggota genus morbilivirus. Virus Campak sangat sensitif terhadap temperatur sehingga virus ini menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajat celcius, bila dimasukkan kedalam lemari es selama beberapa jam dan pembekuan lambat maka infektifitasnya akan hilang, campak biasanya ditularkan melalui udara saat penderita batuk atau bersin, campak merupakan infeksi manusia yang paling mudah ditularkan dengan berada didalam ruangan yang sama dengan seseorang penderita campak dapat menyebabkan infeksi (Chin, 2007).

2.6 Cara Penularan Penyakit Campak

Virus campak ditularkan dari orang ke orang,manusia merupakan satu-satunya reservoir penyakit campak. Virus campak berada di secret nasoparing dan didalam darah minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat setelah timbul ruam. Penularan terjadi melalui udara dengan penyebaran droplet, kontak langsung dengan


(32)

16

sekresi hidung atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Penularan dapat terjadi mulai dari hari pertama sebelum munculnya ruam, antara 1 – 2 hari sebelum timbulnya gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Dengan masa inkubasi berkisar antara 7 – 8 hari atau rata – rata 10 hari.(Chin, 2007).

2.7 Distribusi Penyakit Campak a. Orang

Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menginfeksi anak – anak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau kadang kala pada remaja dan dewasa. Penyebaran penyakit campak berdasarkan umur berbeda dari satu daerah dengan daerah lain, tergantung dari kepadatan penduduknya, terisolasi atau tidaknya daerah itu. Pada kelompok dan masyarakat yang lebih kecil, epidemik cenderung terjadi lebih luas dan berat. Setiap orang yang telah terkena campak akan memiliki imunitas seumur hidup (Chin, 2000).

b. Tempat

Berdasarkan tempat penyebaran penyakit campak berbeda, dimana pada daerah perkotaan siklus epidemik campak terjadi setiap 2 – 4 tahun sekali, sedangkan di daerah pedesaan (terpencil) penyakit campak jarang terjadi, tetapi bila sewaktu – waktu terjadi penyakit campak maka serangan dapat bersifat wabah dan menyerang kelompok umur yang rentan (Depkes RI, 2009).

c. Waktu

Virus campak menagalami keadaan yang paling stabil pada kelembaban dibawa 40%. Udara yang kering menimbulkan efek positif pada virus dan meningkatkan penyebaran di rumah yang memiliki alat penghangat ruangan seperti


(33)

pada musim dingin di daerah yang memiliki 4 musim, lain halnya dengan di Negara tropis dimana kebanyakan kasus terjadi pada musim panas. Ketika virus menginfeksi populasi yang belum mendapatkan kekebalan atau vaksinasi maka 90-100% akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala klinis.(Haaneim, 2002)

Dari hasil penelitian oleh Jusak di rumah sakit umum daerah Dr. Sutomo, ditemukan campak di Indonesia sepanjang tahun, dimana peningkatan kasus dapat terjadi pada bulan maret dan mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus, September (Depkes RI, 1994).

2.8 Determinan Penyakit Campak 2.8.1 Faktor Host

a. Status iminusasi

Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT, dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio) (Depkes RI, 2004).

Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kesehatan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga kelak ia terpapar antigen yang serupa tidak pernah terjadi penyakit. Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya (Wahab, 2002).


(34)

18

Tujuan memberikan imunisasi adalah untuk meningkatkan kekebalan anak terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Balita yang tidak mendapat imunisasi campak kemungkinan kena penyakit campak sangat besar. Pemberian imunisasi pada masa bayi akan menurunkan penularan agen infeksi dan mengurangi peluang seseorang yang rentan untuk terpajan pada agen tersebut (Chin, 2000).

Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali pada umur 9-11 bulan. Cara pemberian imunisasi campak ini diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini mempunyai efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas. Angka kejadian campak juga sangat tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematian anak. Campak lebih banyak di derita pada balita dan anak usia sekolah, karena tubuhnya yang masih labih sehingga rentan terhadap penularan penyakit campak (Hidayat, 2008).

Dari hasil penyelidikan tim Ditjen PPM & PLP dan fakulas Kedokteran UI tentang KLB campak di desa Cinta Manis banyuasin Sumatera Selatan, ditemukan balita yang tidak mendapatka imunisasi campak mempunyai resiko 5 kali lebih besar untuk terkena campak disbanding balita yang mendapat imunisasi.

b. Status gizi

Balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit campak dari pada balita yang gizi baik. Seperti penelitian Sulung di


(35)

puskesmas Kori Kecamatan Kodi Utaran kabupaten smatera barat dengan desain cross sectional terhadap anak berumur 6 bulan – 15 tahun mendapatkan hasil bahwa kejadian campak ada hubungannya dengan status gizi dimana anak dengan status gizi kurang mempunyai resiko 2,9 kali lebih besar untuk terkena campak.

2.8.2 Faktor lingkungan

Virus campak sangat mudah menular, lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab penularan penyakit campak, faktor – faktor lingkungan tersebut adalah kepadatan hunian,ventilasi, pencahayaan dan keterjangkauan Pelayanan Kesehatan, Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan khususnya imunisasi, adalah merupakan daerah yang rawan terhadap penularan penyakit campak (Mukono, 2006). Penelitian Marniasih di Wilayah kerja Puskesmas Natar Kabupaten Lampung Selatan bahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian campak adalah kondisi ventilasi dengan p-value=0,016 dan penelitian Hardi di Desa Semangut Kecamatan Buntut Hulu Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Selatan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor lingkungan, meliputi kepadatan Hunian (p=0,040) dan luas Ventilasi (p=0,0001), sehingga di sarankan agar menyediakan program rumah sehat terutama di daerah potensial wabah.

a. Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian merupakan persemaian subur bagi virus, sekaligus sarana eksperimen rekayasa genetik secara ilmiah (Acmadi, 2008). Kepadatan huniaan dapat dapat mempermudah penularan yang menular melalui udara, terutama penyakit campak yang penularannya terjadi saat percikan ludah atau cairan yang keluar ketika


(36)

20

penderita bersin. Menurut Pudjiastuti (1998) kepadatan hunian juga mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan. Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara dalam rumah mengalami pencemaran oleh karena CO2 dalam rumah akan cepat meningkatkan dan akan menurunkan kadar O2 dalam rumah.

Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan over crowded, hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurang konsumsi O2, juga bila salah satu anggota keluarga terkena infeksi penyakit menular akan menularkan kepada anggota keluarga yang lain (Mukono, 2006).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829/Menkes/SK/VII/ 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas kamar tidur minimal 8 meter persegi dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruangan.

b. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai fungsi antara lain menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar. Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan pengluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup, ventilasi bermanfaat untuk sirkulasi udara dalam ruangan serta mengurangi kelembaban, suhu ruangan dalam rumah yang ideal adalah berkisar antara 18 – 10 0C. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah sehingga kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Di samping itu


(37)

tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri dan virus penyebab penyakit, (Mukono, 2006).

Menurut Soedarto (1995) Ventilasi yang tidak baik akan menyebabkan transmisi melalui udara dengan penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret hidung atau tenggorokan dari orang-orang yang terinfeks Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah dengan menggunakan role meter.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829/Menkes/SK/VII/ 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai. Menurut Achmadi, ventilasi mempengaruhi proses dilusi udara, juga dengan kata lain mengencerkan konsntrasi debu ataupun kotoran terbawa keluar dan mati terkena sinar ultraviolet. Ventilasi juga merupakan tempat untuk masuknya cahaya ultraviolet ke dalam rumah. Pengaruh buruk berkurangnya ventilasi adalah berkurangnya kadar oksigen, bertambahnya gas CO2, adanya bagu pengap, suhu udara ruangan naik, dan kelembaban udara bertambah. Kecepatan udara dikatakan sedang jika gerak udara 5 – 20 cm per detik atau pertukaran udara bersih antara 25 - 30 cfm ( cubic feet per minute ) untuk setiap yang berada di dalam ruangan.

c. Pencahayaan

Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia.


(38)

22

Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat (Mukono, 2006).

Virus campak tidak memiliki daya tahan yang kuat. Pada temperature kamar virus campak kehilngan 60% sifat infektisitasnya selama 3 – 5 hari dan akan hancur oleh sinar matahari. Cahaya buatan yaitu sumber cahaya yang bukan alamiah seperti lampu minyak tanah, listrik, lilin dan sebagainya (Mukono, 2006). Sinar matahari merupakan pencahayaan alamiah mampu membunuh kuman pathogen. Cahaya yang cukup untuk penerangan ruangan di dalam rumah merupakan kebutuhan kesehatan manusia, penyakit campak berkaitan erat dengan ventilasi dan pencahayaan rumah (Achmadi, 2001).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829/Menkes/SK/ VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata. d. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan khususnya imunisasi, adalah merupakan daerah yang rawan terhadap penularan penyakit campak, karena dengan keadaan yang demikian masyarakat rata – rata tidak membawa anak mereka untuk berobat ke Pelayanan Kesehatan (Dinkes Sumut, 2010).


(39)

2.9 Gejala Klinis Penyakit Campak 2.9.1 Stadium Kataral (Prodornal)

Biasanya berlangsung 4 – 5 hari,ditandai dengan panas, lesu, batuk-batuk dan mata merah. Pada akhir stadium,kadang timbul bercak koplik (koplik spot) pada mukosa pipi / daerah mulut,tetapi gelaja khas ini tidak selalu dijumpai. Bercak koplik ini berupa bercak putih kelabu, besarnya seujung jarum pentul yang dikelilingi daerah kemerahan.

2.9.2 Stadium Erupsi

Stadium ini berlangsung setelah 4 – 7 hari,ditandai dengan batuk pilek bertambah, suhu badan meningkat oleh karena panas tinggi,kadang-kadang anak kejang – kejang, disusul timbulnya rash (bercak merah yang spesifik). Rash timbul secara khusus yaitu mulai timbul didaerah belakang telinga, tengkuk, kemudian pipi, menjalar ke seluruh muka, dan akhirnya ke badan. Timbul rasa gatal dan muka bengkak.

2.9.3 Stadium Konvalensi (Penyembuhan)

Erupsi (bercak – bercak) berkurang, meningglkan bekas kecoklatan yang disebut hiperpigmentation, tetapi lama – lama akan hilang sendiri, panas badan akan menurun sampai normal bila tidak ada komplikasi.

2.10 Komplikasi Penyakit Campak

Komplikasi terjadi karena adanya penurunan daya tahan tubuh secara umum sehingga mudah terjadi infeksi tumpangan. Hal ini yang menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder antara lain :


(40)

24

2.10.1 Bronchopneumonia

Bronchopneumonia dapat terjadi apabila virus campak menyerang epitel salura pernafasan sehingga terjadi peradangan disebut radang paru-paru. Bronchopneumonia dapat disebabkan virus vampak sendiri atau oleh pneumococcus, strepcoccus, dan staphylococcus yang menyerang epitel pada epitl saluran pernapasan.

2.10.2 Otitis Media Akut

Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus campak ke dalam telinga tengah. Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase prodomal dan stadium

erupsi.

2.10.3 Ensefalitis

Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi,biasanya terjadi pada hari ke 4 – 7 setelah terjadi ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus campak. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melaluii invasi langsung virus campak ke dalam otak.

2.10.4 Enteritis

Enteritis terdapat pada beberapa anak yang menderita campak, penderita mengalami muntah mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus (Agus,2005).

2.11 Pencegahan Penyakit Campak

2.11.1 Pencegahan Tingkat Awal (Primordial Preventation)

Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan


(41)

dengan memantapkan status kesehatan balita dengan imunisasi dan memberikan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

2.11.2 Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Pencegahan ini merupaja upaya untuk mencegah seseorang terkena penyakit campak.

a. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan imunsasi campak untuk semua bayi.

b. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahka, yang diberikan pada semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi

sampai jangka waktu 4 – 5 tahun

2.11.3 Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)

Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas penyakit, menceah komplikasi dam membatasi kecacatan.

2.11.4 Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertier Prevention)

Pencegahan tingkat ketiga bartujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian. Adapun tindaka yang dilakukan adalah :

a. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi

b. Pemberian vitamin A dosis tinggi Karen cadangan vitamin A akan turun secara cepat terutam pada anak yang kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka (Depkes RI, 1997).


(42)

26

2.12 Kerangka Konsep Kerangka Konsep

Hipotesa

1. Ada hubungan antara Kepadatan Hunian terhadap kejadian penyakit Campak di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013. 2. Ada hubungan antara Ventilasi terhadap kejadian penyakit Campak di desa

Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.

3. Ada hubungan antara Pencahayaan terhadap kejadian penyakit Campak di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.

4. Ada hubungan antara Status Imunisasi Campak terhadap kejadian penyakit Campak di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.

Lingkungan Rumah : Kepadatan hunian Ventilasi

Pencahayaan

Penyakit Campak Status Imunisasi

Pendidikan Pekerjaan


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat survei deskriptif dengan design Cross Sectional

dimana variabel bebas dan variabel terikat di observasi dan di ukur dalam waktu yang sama atau serentak.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas yang dilakaksanakan pada bulan September - Oktober 2013.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Seluruh keluarga yang berada di desa Hutaimbaru sebanyak 78 Kepala keluarga, dengan jumlah 316 jiwa.

3.3.2 Sampel

Dari 78 Kepala Keluarga yang menjadi sampel adalah Keluarga yang mempunyai anak balita dan anak usia sekolah yaitu 40 Kepala Keluarga.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Dengan wawancara menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data tentang penyakit campak, status imunisasi, kepadatan hunian, ventilasi dan pencahayaan.


(44)

28

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder, diperoleh berdasarkan laporan/rekam medis terhadap korban yang rawat inap maupun rawat jalan di Puskesmas dan Fasilitas kesehatan lainnya.

3.5 Defenisi Operasional 3.5.1 Kepadatan Hunian

Adalah jumlah orang dalam kamar tidur tempat balita biasa tidur dibandingkan dengan total luas ruangan (Permenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.

Kategori : 1 = Padat ( < 8 meter persegi/Penghuni)

2 = Tidak Padat ( > 8 meter persegi/Penghuni ) 3.5.2 Ventilasi

Adalah proses penyediaan udara segar dan pengluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup, ventilasi bermanfaat untuk sirkulasi udara dalam ruangan serta mengurangi kelembaban. Luas ventilasi alamiah yang permanen minimal 10 % dari luas lantai (Permenkes No 829/Menkes/SK/VI 1999). Pengukuran ventilasi dengan menggunakan meteran. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.

Kategori : 1 = Tidak memenuhi syarat ( < 10 % luas lantai ) 2 = Memenuhi syarat ( > 10 % dari luas lantai ) 3.5.3 Pencahayaan

Adalah salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik


(45)

memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata. Pengkuran pencahayaan adalah dengan melakukan observasi didalam rumah, dengan meminta responden membaca tulisan koran dengan jarak 30 cm . Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.

Kategori : 1 = Cukup ( dapat membaca normal )

2 = Tidak cukup ( tidak dapat membaca normal ) 3.5.4 Status Imunisasi

Imunisasi Campak adalah anak balita yang sudah memperoleh imunisasi Campak yang diberikan pada usia 9 – 11 bulan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.

Kategori : 1 = Imunisasi ( sudah memperoleh Imunisasi Campak ) 2 = Tidak Imunisasi ( tidak memperoleh Imunisasi Campak ) 3.5.5 Penyakit Campak

Adalah demam > 38° selama 3 hari atau lebih disertai bercak kemerahan berbentuk maku popular (bercak kemerahan), batuk, pilek atau mata merah yang dialami balita dan anak usia sekolah (6 – 11 tahun) pada 1 tahun terakhir hingga sekarang, berdasarkan hasil diagnose dokter dan tercatat di dalam buku status pasien puskesmas Sibuhuan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.

Kategori : 1 = sakit ( pernah/sedang mengalami sakit campak ) 2 = tidak sakit (tidak mengalami penyakit campak)


(46)

30

3.6 Metode Analisa Data 3.6.1 Analisa Univariat

Analisa data dengan mendistribusikan variabel status imunisasi dan Lingkungan pemukiman (kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan) yang disajikan dalam bentuk tabel dan distribusi frekwensi.

3.6.2 Analisa Bivariat

Variabel penelitian dan kejadian Campak akan dianalisa menggunakan uji chi-square pada taraf kepercayaan 95% sehingga diketahui hubungan antar variabel penelitian.


(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Geografis Penelitian

Daerah ini berada pada kawasan Kabupaten Padang Lawas dengan Ibukota Sibuhuan yang merupakan salah satu Kabupaten Baru di Provinsi Sumatera Utara yang terletak pada koordinat 1° 26’ - 2° 11’ Lintang Utara dan 91° 01’ - 95° 53’ Bujur Timur. Desa Hutaimbaru merupakan salah satu desa di Kecamatan Barumun dengan jarak antara desa dengan ibukota pemerintahan yaitu 7 Km. Akses menuju desa ini masih kurang memadai ditandai dengan jalan menuju ke desa tersebut masih bebatuan atau aspal yang sudah hancur.

Desa ini merupakan wilayah kerja Puskesmas Tanjung Botung dengan kriteria Desa Terpencil. Tenaga Kesehatan yang ada di desa ini hanya Bidan Desa. Bidan Desa tersebut sudah bekerja selama 2 tahun. Fasilitas Kesehatan seperti Puskesmas masih jauh dari desa ini karena berjarak 4 KM tetapi tidak ada kenderaan umum yang rutin melewati jalur desa tersebut. Sehingga masyarakat lebih dominan membawa keluarga sakit ke Bidan Desa atau Dukun sempat.

Desa ini memiliki Jumlah penduduk 316 jiwa (78 KK). Masyarakat mayoritas berkerja di lahan pertanian milik sendiri dan orang lain. Suku penduduk desa ini adalah Batak Angkola/Mandailing dan Jawa dengan mayoritas beragama muslim. Fasilitas pemerintah di Desa ini hanya 1 gedung sekolah dasar dan 1 polindes.


(48)

32

4.2 Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh karakteristik responden yaitu tingkat pendidikan responden lebih banyak pada pendidikan SLTA sebanyak 17 keluarga (42,5%) dan sedikit yang berpendidikan tidak sekolah sebanyak 1 orang (2,5%), pekerjaan responden lebih banyak pada ibu rumah tangga sebanyak 16 keluarga (40,0%) dan lebih sedikit keluarga yang bekerja sebagai PNS sebanyak 4 keluarga (10,0%), secara jelas dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Pendidikan dan Pekerjaan diDesa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

No. Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)

1 Pendidikan

Tidak sekolah 1 2,5

Tidak tamat SD 6 15,0

Tamat SD 7 17,5

Tamat SLTP 9 22,5

Tamat SLTA 17 42,5

Jumlah 40 100,0

2 Pekerjaan

PNS 4 10,0

Wiraswasta/Pedagang 9 22,5

Ibu Rumah Tangga 16 40,0

Buruh Tani 11 27,5

Jumlah 40 100,0

Pada Tabel 4.2 diketahui bahwa lebih banyak jumlah anggota keluarga 4 orang sebanyak 20 keluarga (50,0%) dengan jumlah balita sebanyak 28 balita (51,9%), secara jelas dapat dilihat sebagai berikut :


(49)

Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Anggota Keluarga di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013 No. Karakteristik Jumlah

keluarga Persentase (%) Jumlah Balita Persentase (%) Anggota Keluarga

3 orang 7 17,5 7 12,9

4 orang 20 50,0 28 51,9

5 orang 11 27,5 17 31,5

6 orang 2 5,0 2 3,7

Total 40 100,0 54 100,0

Pada Tabel 4.3 Balita dalam keluarga lebih banyak 1 orang sebanyak 26 keluarga (65,0%), sedangkan jumlah balita dalam keluarga lebih banyak 2 orang sebanyak 28 balita (51,8%). Umur anak balita lebih banyak pada umur 1 – 3 tahun sebanyak 17 keluarga (42,5%) dengan jumlah 24 balita (44,5%), secara jelas dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Balita dalam Keluarga di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013 No. Karakteristik Jumlah

keluarga Persentase (%) Jumlah Balita Persentase (%) 1 Balita dalam keluarga

1 orang 26 65,0 26 48,2

2 orang 14 35,0 28 51,8

Total 40 100,0 54 100,0

2 Umur anak balita

≤ 1 tahun 10 25,0 14 25,9

1 – 3 tahun 17 42,5 24 44,5

3 – 5 tahun 13 32,5 16 29,6

Total 40 100,0 54 100,0

Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh jumlah anak sekolah lebih banyak 1 orang sebanyak 17 keluarga (42,5%) dengan jumlah anak sekolah sebanyak 17 anak (64,7%). Umur anak sekolah lebih banyak pada umur 6 tahun sebanyak 9 keluarga


(50)

34

(22,5%) dengan jumlah anak sekolah sebanyak 10 anak (34,6%), secara jelas dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 4.4 Distribusi Jumlah Anak Usia Sekolah (6-11 tahun) dalam Keluarga di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

No. Karakteristik Jumlah keluarga Persentase (%) Jumlah Anak Usia Sekolah Persentase (%) 1 Jumlah anak sekolah

Tidak ada 17 42,5 0 0,0

1 orang 17 42,5 17 64,7

2 orang 6 15,0 12 35,3

Jumlah 40 100 29 100,0

2 Umur anak sekolah

Tidak ada 17 42,5 0 0,0

6 tahun 9 22,5 10 34,6

7 tahun 3 7,5 3 10,3

8 tahun 4 10,0 7 24,2

9 tahun 3 7,5 3 10,3

10 tahun 2 5,0 3 10,3

11 tahun 2 5,0 3 10,3

Jumlah 40 100,0 29 100,0

4.3 Kepadatan Hunian

Distribusi responden berdasarkan kepadatan hunian rumah berdasarkan jumlah anggota dalam ruangan tidur, terdapat sebanyak 22 keluarga (55,0%) yang tidak padat dan sebanyak 18 keluarga (45,0%) yang padat, seperti terlihat pada Tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Kepadatan Hunian Rumah di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013 No Kepadatan Hunian Jumlah keluarga Persentase (%)

1 Tidak Padat (>8 m2/Penghuni) 22 55,0

2 Padat (<8 m2/Penghuni) 18 45,0

Jumlah 40 100,0


(51)

4.4 Ventilasi

Distribusi keberadaan ventilasi pada rumah di Desa Hutaimbaru dengan hasil pengukuran menggunakan meteran terdapat 24 keluarga (60,0%) yang ventilasinya memenuhi syarat dan sebanyak 16 keluarga (40,0%) yang ventilasinya tidak memenuhi syarat, seperti terlihat pada Tabel 4.6 berikut :

Tabel 4.6 Distribusi Keberadaan Ventilasi Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

No Ventilasi Jumlah

keluarga

Persentase (%) 1 Memenuhi syarat (>10% dr luas lantai) 24 60,0 2 Tidak memenuhi syarat (<10% dr luas lantai) 16 40,0

Jumlah 40 100,0

4.5 Pencahayaan

Distribusi pencahayaan rumah yang di ukur berdasarkan kemampuan responden membaca tulisan koran pada jarak 30 cm yaitu sebanyak 30 keluarga (75,0%) yang cukup dan sebanyak 10 keluarga (25,0%) yang tidak cukup, seperti terlihat pada Tabel 4.7 berikut :

Tabel 4.7 Distribusi Pencahayaan Rumah di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

No Pencahayaan Jumlah

keluarga

Persentase (%)

1 Cukup 30 75,0

2 Tidak Cukup 10 25,0

Jumlah 40 100,0

4.6 Status Imunisasi

Distribusi balita dan anak usia sekolah dalam keluarga responden berdasarkan status imunisasi yaitu sebanyak 33 keluarga (82,5%) yang sudah mengimunisasi


(52)

36

anaknya dan sebanyak 7 keluarga (17,5%) yang tidak mengimunisasi anaknya, seperti terlihat pada Tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.8 Distribusi Status Imunisasi Balita dan Anak Usia Sekolah dalam Keluarga di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

No Status Imunisasi Jumlah keluarga Persentase (%)

1 Imunisasi 33 82,5

2 Tidak Imunisasi 7 17,5

Jumlah 40 100,0

4.7 Penyakit Campak

Distribusi balita dan anak usia sekolah dalam keluarga berdasarkan riwayat penyakit campak yaitu tidak sakit sebanyak 33 keluarga (82,5%) dan sebanyak 7 keluarga (17,5%) yang sakit, seperti terlihat pada Tabel 4.9 berikut :

Tabel 4.9 Distribusi Penyakit Campak pada Balita dan Anak Usia Sekolah dalam Keluarga di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

No Penyakit Campak Jumlah Keluarga Persentase (%)

1 Tidak sakit 33 82,5

2 Sakit 7 17,5

Jumlah 40 100,0

4.8 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Berdasarkan hasil penelitian hubungan kepadatan hunian dengan penyakit campak di Desa Hutaimbaru menunjukkan bahwa dari 22 keluarga yang kepadatan huniannya tidak padat yaitu sebesar 86,4% yang tidak penyakit campak dan 13,6% yang penyakit campak, sedangkan yang kepadatan huniannya padat ada 18 keluarga yaitu 77,8% yang tidak penyakit campak dan 22,2% yang penyakit campak. Variabel ini tidak dapat diuji dengan menggunakn chi-square karena terdapat 2 dari 4 sell yang


(53)

memiliki nilai expected kurang dari 5, sehingga menggunakan Fisher’s Exact test

dengan nilai p=0,680 atau p>0,05 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan penyakit campak. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hasil Analisis Chi-sqaure antara Hubungan Kepadatan Hunian dengan Penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Kepadatan Hunian

Penyakit Campak

Jumlah

P

Tidak Sakit Sakit

n % N % n %

Tidak padat 19 86,4 3 13,6 22 100,0

0,680

Padat 14 77,8 4 22,2 18 100,0

4.9 Hubungan Ventilasi dengan Penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Berdasarkan hasil penelitian hubungan ventilasi dengan penyakit campak di Desa Hutaimbaru menunjukkan bahwa dari 24 keluarga yang ventilasinya memenuhi syarat yaitu sebesar 95,8% yang tidak penyakit campak dan 4,2% yang penyakit campak, sedangkan yang ventilasinya tidak memenuhi syarat ada 16 keluarga yaitu 62,5% yang tidak penyakit campak dan 37,5% yang penyakit campak. Variabel ini tidak dapat diuji dengan menggunakn chi-square karena terdapat 2 dari 4 sell yang memiliki nilai expected kurang dari 5, sehingga menggunakan Fisher’s Exact test

dengan nilai p=0,011 atau p<0,05 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara ventilasi dengan penyakit campak. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.11:


(54)

38

Tabel 4.11 Hasil Analisis Chi-square antara Hubungan Ventilasi dengan Penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Ventilasi

Penyakit Campak

Jumlah

P

Tidak sakit Sakit

n % n % n %

Memenuhi syarat 23 95,8 1 4,2 24 100,0

0,011 Tidak memenuhi syarat 10 62,5 6 37,5 16 100,0

4.10Hubungan Pencahayaan dengan Penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Berdasarkan hasil penelitian hubungan pencahayaan dengan penyakit campak di Desa Hutaimbaru menunjukkan bahwa dari 30 keluarga yang pencahayaan cukup yaitu sebesar 83,3% yang tidak penyakit campak dan 16,7% yang penyakit campak, sedangkan yang pencahayaan tidak cukup ada 10 keluarga yaitu 80,0% yang tidak penyakit campak dan 20,0% yang penyakit campak. Variabel ini tidak dapat diuji dengan menggunakn chi-square karena terdapat 1 dari 4 sell yang memiliki nilai

expected kurang dari 5, sehingga menggunakan Fisher’s Exact test dengan nilai p=1,000 atau p>0,05 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan dengan penyakit campak. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.12. Tabel 4.12 Hasil Analisis Chi-square antara Hubungan Pencahayaan dengan

Penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Pencahayaan

Penyakit Campak

Jumlah

P

Tidak Sakit Sakit

n % n % n %

Cukup 25 83,3 5 16,7 30 100,0

1,000

Tidak cukup 8 80,0 2 20,0 10 100,0


(55)

4.11Hubungan Status Imunisasi dengan Penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Berdasarkan hasil penelitian hubungan status imunisasi dengan penyakit campak di Desa Hutaimbaru menunjukkan bahwa dari 33 keluarga yang sudah imunisasi terdapat 100,0% yang tidak sakit campak, sedangkan yang belum imunisasi ada 7 keluarga yaitu 100,0% yang sakit campak. Variabel ini tidak dapat diuji dengan menggunakn chi-square karena terdapat 1 dari 4 sell yang memiliki nilai expected

kurang dari 5, sehingga menggunakan Fisher’s Exact test dengan nilai p=0,0001 atau p<0,05 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara status imunisasi dengan penyakit campak. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Hasil Analisis Chi-square antara Status Imunisasi dengan Penyakit Campak di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013

Status Imunisasi

Penyakit Campak

Jumlah

p

Tidak Sakit Sakit

n % n % n %

Imunisasi 33 100,0 0 0 33 100,0

0,0001


(56)

40 BAB V PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh karakteristik responden yaitu lebih banyak jumlah anggota keluarga 4 orang sebanyak 20 keluarga (50,0%), jumlah anak balita lebih banyak 1 orang sebanyak 26 keluarga (65,0%), umur anak balita lebih banyak pada umur 1 – 3 tahun sebanyak 17 keluarga (42,5%), jumlah anak sekolah lebih banyak 1 orang sebanyak 17 keluarga (42,5%), umur anak sekolah lebih banyak pada umur 6 tahun sebanyak 9 keluarga (22,5%).

Penyakit Campak pada umumnya sering terjadi pada usia muda dan jarang pada usia dewasa karena sebagian besar usia dewasa sudah kebal terhadap penyakit Campak, dimana pada saat terjadi infeksi penyakit Campak pertama kali maka akan terdapat kekebalan seumur hidup.

Tingginya proporsi terserangnya anak kelompok umur 1-5 tahun disebabkan karena bayi baru lahir terlindungi antibodi yang diperoleh dari ibu selama 6-9 bulan pertama atau lebih lama tergantung titer antibodi ibu yang tersisa sehingga pada saat anak berumur 1-5 tahun antibodi sudah perlahan-lahan mulai menghilang.

Tingkat pendidikan responden lebih banyak pada pendidikan SLTA sebesar 42,5% dan pekerjaan responden lebih banyak pada ibu rumah tangga sebesar 40,0%. Tingkat pendidikan seseorang akan mempunyai andil besar dalam mendapatkan pekerjaan atau mata pencaharian. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan hasil yang diperoleh juga rendah atau pas-pasan begitu juga sebaliknya pendidikan


(1)

(2)

Lampiran 6.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 829 Tahun 1999

Tentang : Persyaratan Kesehatan Perumahan

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

bahwa pembangunan perumahan berpengaruh besar terhadap peningkatan derajat kesehatan keluarga, oleh karena itu perlu ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan;

Mengingat :

1. Undang – undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3237);

2. Undang – undang Nomor 46 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318); 3. Undang – undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman

(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469);

4. Undang – undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Ke pendudukan dan Pembangunan Ke Iuarga Sejahtera (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3475);

5. Undang – undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);

6. Undang – undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 7. Undang – undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan – ketentuan Pokok

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Di Bidang Kesehatan Kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3347);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3447);


(3)

MEMUTUSKAN : Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN PERUMAHAN.

Pertama :

Persyaratan kesehatan perumahan dalam keputusan ini dimaksudkan untuk melindungi keluarga dari dampak kualitas lingkungan perumahan dan rumah tinggal yang tidak sehat.

Kedua :

Persyaratan kesehatan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua, meliputi :

1. Lingkungan perumahan yang terdiri dari lokasi, kualitas udara, kebisingan dan getaran, kualitas tanah, kualitas air tanah, sarana dan prasarana lingkungan, binatang penular penyakit dan penghijauan.

2. Rumah tinggal yang terdiri dari bahan bangunan, komponen dan penataan ruang rumah, pencahayaan, kualitas udara, ventilasi, binatang penular penyakit, air, makanan, limbah, dan kepadatan hunian ruang tidur.

Keempat :

Pelaksanaan ketentuan mengenai persyaratan kesehatan perumahan sebagai mana dimaksud dalam Diktum ketiga menjadi tanggung jawab :

a. Pengembang atau penyelenggara pembangunan untuk perumahan; b. Pemilik atau penghuni rumah tinggal untuk rumah.

Kelima :

Persyaratan Kesehatan Perumahan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Ketiga berlaku juga terhadap rumah susun atau kondominium, rumah took dan rumah kantor pada zona permukiman.

Keenam :

Persyaratan kesehatan perumahan tercantum dalam Lampiran keputusan ini. Ketujuh :

Pelanggaran terhadap ketentuan Keputusan ini dapat dikenakan sanksi pidana dan / atau sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Undang – undang Nomor 4 Tahun 1994 tentang Perumahan dan Permukiman dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.


(4)

Setiap perumahan yang telah ada wajib memenuhi persyaratan kesehatan perumahan sesuai keputusan ini selambat - lambatnya dalam waktu 5 (Iima) tahun sejak Keputusan ini ditetapkan.

Kesembilan : Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Juli 1999 Menteri Kesehatan ttd

Prof. Dr. F.A. MOELOEK

Penjelasan :

Adapun Persyaratan Rumah Tinggal Menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 1. Bahan bangunan

• Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepapaskan bahan yang dapat membahayakan kes, antara lain: debu total kurang dari 150 ug/m², asbestos kurang dari 0,5 serat/m³ per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg

• Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan bekembangnya mikroorganisme patogen

2. Komponen dan Penataan Ruang Komponen dan penataan ruang rumah

Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut : a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan

b. Dinding

• Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara

• Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan c. Langit – langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan

d. Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir

e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi dan ruang bermain anak.

f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap. 3. Pencahayaan


(5)

Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat menerangi seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.

1. Kualitas Udara

Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut : a. Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C

b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70% c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam d. Pertukaran udara

e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam f. Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m³ 5. Ventilasi

Luas penghawaan atau ventilasi a1amiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

6. Binatang penular penyakit Tidak ada tikus bersarang di rumah. 7. Air

a. Tersedia air bersih dengan kapasitas minmal 60 lt/hari/orang

b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Tersediannya sarana penyimpanan makanan yang aman dan hygiene. 9. Limbah

a. Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.

b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, tidak menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah.

10. Kepadatan hunian ruang tidur

Luas ruang tidur minimal 8m² dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.

Masalah perumahan telah diatur dalam Undang – Undang pemerintahan tentang perumahan dan pemukiman No.4/l992 bab III pasal 5 ayat l yang berbunyi “Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dan lingkungan yang sehat, aman , serasi, dan teratur” Bila dikaji lebih lanjut maka sudah sewajarnya seluruh lapisan masyarakat menempati rumah yang sehat dan layak huni. Rumah tidak cukup hanya sebagai tempat tinggal dan berlindung dari panas cuaca dan hujan, Rumah harus mempunyai fungsi sebagai :


(6)

2. Mencegah terjadinya kecelakaan 3. Aman dan nyaman bagi penghuninya 4. Penurunan ketegangan jiwa dan sosial


Dokumen yang terkait

Gambaran Ketersediaan Pangan dan Status Gizi Anak Balita Pada Keluarga Perokok di Desa Trans Pirnak Marenu Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas

1 50 101

Sikap Dan Perilaku Petani Terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian Di Kabupaten Padang Lawas (Kasus: Desa Gunung Manobot Kecamatan Lubuk Barumun Kabupaten Padang Lawas)

12 117 80

HUBUNGAN STATUS IMUNISASI DAN RIWAYAT KONTAK DENGAN KEJADIAN CAMPAK PADA BALITA DI KABUPATEN SUKOHARJO Hubungan Status Imunisasi dan Riwayat Kontak dengan Kejadian Campak Pada Balita di Kabupaten Sukoharjo.

0 5 16

HUBUNGAN STATUS IMUNISASI DAN RIWAYAT KONTAK DENGAN KEJADIAN CAMPAK PADA BALITA DI KABUPATEN SUKOHARJO Hubungan Status Imunisasi dan Riwayat Kontak dengan Kejadian Campak Pada Balita di Kabupaten Sukoharjo.

0 6 17

BAB 1 PENDAHULUAN Hubungan Status Imunisasi dan Riwayat Kontak dengan Kejadian Campak Pada Balita di Kabupaten Sukoharjo.

0 4 6

Gambaran Ketersediaan Pangan dan Status Gizi Anak Balita Pada Keluarga Perokok di Desa Trans Pirnak Marenu Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas

0 0 13

GAMBARAN KETERSEDIAAN PANGAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA PADA KELUARGA PEROKOK DI DESA TRANS PIRNAK MARENU KECAMATAN AEK NABARA BARUMUN KABUPATEN PADANG LAWAS SKRIPSI

0 1 16

HUBUNGAN PEMBERIAN VITAMIN A DAN UMUR SAAT PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK DENGAN KEJADIAN CAMPAK PADA BAYI DAN BALITA DI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013-2014 NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Pemberian Vitamin A dan Umur Saat Pemberian Imunisasi Campak dengan Kejadian

0 0 14

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENGENAI IMUNISASI CAMPAK DENGAN KEJADIAN CAMPAK PADA BAYI DAN BALITA DI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013-2014 NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Status Gizi dan Tingkat Pengetahuan Ibu Mengenai Imunisasi Campak dengan

0 0 12

HUBUNGAN STATUS IMUNISASI CAMPAK DAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT CAMPAK DENGAN KEJADIAN CAMPAK PADA BAYI DAN BALITA DI PUSKESMAS KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013-2014 NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Status Imunisasi Campak dan Perilaku Pencegahan Penyakit Campak

0 0 13