tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini
akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri dan virus penyebab penyakit, Mukono, 2006.
Menurut Soedarto 1995 Ventilasi yang tidak baik akan menyebabkan transmisi melalui udara dengan penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret
hidung atau tenggorokan dari orang-orang yang terinfeks Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai
rumah dengan menggunakan role meter. Menurut
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik
Indonesia No.
829MenkesSKVII 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas ventilasi alamiah yang permanen minimal 10 dari luas lantai. Menurut Achmadi, ventilasi
mempengaruhi proses dilusi udara, juga dengan kata lain mengencerkan konsntrasi debu ataupun kotoran terbawa keluar dan mati terkena sinar ultraviolet. Ventilasi juga
merupakan tempat untuk masuknya cahaya ultraviolet ke dalam rumah. Pengaruh buruk berkurangnya ventilasi adalah berkurangnya kadar oksigen, bertambahnya gas
CO2, adanya bagu pengap, suhu udara ruangan naik, dan kelembaban udara bertambah. Kecepatan udara dikatakan sedang jika gerak udara 5
– 20 cm per detik atau pertukaran udara bersih antara 25 - 30 cfm cubic feet per minute untuk setiap
yang berada di dalam ruangan.
c. Pencahayaan
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia.
Universitas Sumatera Utara
Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat Mukono, 2006.
Virus campak tidak memiliki daya tahan yang kuat. Pada temperature kamar virus campak kehilngan 60 sifat infektisitasnya selama 3
– 5 hari dan akan hancur oleh sinar matahari. Cahaya buatan yaitu sumber cahaya yang bukan alamiah seperti
lampu minyak tanah, listrik, lilin dan sebagainya Mukono, 2006. Sinar matahari merupakan pencahayaan alamiah mampu membunuh kuman pathogen. Cahaya yang
cukup untuk penerangan ruangan di dalam rumah merupakan kebutuhan kesehatan manusia, penyakit campak berkaitan erat dengan ventilasi dan pencahayaan rumah
Achmadi, 2001. Menurut
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik
Indonesia No.
829MenkesSK VII1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, pencahayaan alami dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh
ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
d. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan
Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan khususnya imunisasi, adalah merupakan daerah yang rawan
terhadap penularan penyakit campak, karena dengan keadaan yang demikian masyarakat rata
– rata tidak membawa anak mereka untuk berobat ke Pelayanan Kesehatan Dinkes Sumut, 2010.
Universitas Sumatera Utara
2.9 Gejala Klinis Penyakit Campak
2.9.1 Stadium Kataral Prodornal
Biasanya berlangsung 4 – 5 hari,ditandai dengan panas, lesu, batuk-batuk dan
mata merah. Pada akhir stadium,kadang timbul bercak koplik koplik spot pada mukosa pipi daerah mulut,tetapi gelaja khas ini tidak selalu dijumpai. Bercak koplik
ini berupa bercak putih kelabu, besarnya seujung jarum pentul yang dikelilingi daerah kemerahan.
2.9.2 Stadium Erupsi
Stadium ini berlangsung setelah 4 – 7 hari,ditandai dengan batuk pilek
bertambah, suhu badan meningkat oleh karena panas tinggi,kadang-kadang anak kejang
– kejang, disusul timbulnya rash bercak merah yang spesifik. Rash timbul secara khusus yaitu mulai timbul didaerah belakang telinga, tengkuk, kemudian pipi,
menjalar ke seluruh muka, dan akhirnya ke badan. Timbul rasa gatal dan muka bengkak.
2.9.3 Stadium Konvalensi Penyembuhan
Erupsi bercak – bercak berkurang, meningglkan bekas kecoklatan yang
disebut hiperpigmentation, tetapi lama – lama akan hilang sendiri, panas badan akan
menurun sampai normal bila tidak ada komplikasi.
2.10 Komplikasi Penyakit Campak
Komplikasi terjadi karena adanya penurunan daya tahan tubuh secara umum sehingga mudah terjadi infeksi tumpangan. Hal ini yang menyebabkan mudahnya
terjadi komplikasi sekunder antara lain :
Universitas Sumatera Utara
2.10.1 Bronchopneumonia
Bronchopneumonia dapat terjadi apabila virus campak menyerang epitel salura pernafasan sehingga terjadi peradangan disebut radang paru-paru.
Bronchopneumonia dapat disebabkan virus vampak sendiri atau oleh pneumococcus, strepcoccus, dan staphylococcus yang menyerang epitel pada epitl saluran
pernapasan.
2.10.2 Otitis Media Akut
Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus campak ke dalam telinga tengah. Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase prodomal dan stadium
erupsi.
2.10.3 Ensefalitis
Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi,biasanya terjadi pada hari ke 4
– 7 setelah terjadi ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus campak. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik
maupun melaluii invasi langsung virus campak ke dalam otak.
2.10.4 Enteritis
Enteritis terdapat pada beberapa anak yang menderita campak, penderita mengalami muntah mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke
dalam sel mukosa usus Agus,2005.
2.11 Pencegahan Penyakit Campak
2.11.1 Pencegahan Tingkat Awal Primordial Preventation
Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan
Universitas Sumatera Utara
dengan memantapkan status kesehatan balita dengan imunisasi dan memberikan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
2.11.2 Pencegahan Tingkat Pertama Primary Prevention
Pencegahan ini merupaja upaya untuk mencegah seseorang terkena penyakit campak.
a. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan imunsasi campak untuk semua bayi.
b. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahka, yang diberikan pada semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi
sampai jangka waktu 4 – 5 tahun
2.11.3 Pencegahan Tingkat Kedua Secondary Prevention
Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan
ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas penyakit, menceah komplikasi dam membatasi kecacatan.
2.11.4 Pencegahan Tingkat Ketiga Tertier Prevention
Pencegahan tingkat ketiga bartujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian. Adapun tindaka yang dilakukan adalah :
a. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi b. Pemberian vitamin A dosis tinggi Karen cadangan vitamin A akan turun secara
cepat terutam pada anak yang kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka Depkes RI, 1997.
Universitas Sumatera Utara
2.12 Kerangka Konsep
Kerangka Konsep
Hipotesa 1. Ada hubungan antara Kepadatan Hunian terhadap kejadian penyakit Campak di
desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013. 2. Ada hubungan antara Ventilasi terhadap kejadian penyakit Campak di desa
Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013. 3. Ada hubungan antara Pencahayaan terhadap kejadian penyakit Campak di desa
Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013. 4. Ada hubungan antara Status Imunisasi Campak terhadap kejadian penyakit
Campak di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas tahun 2013.
Lingkungan Rumah : Kepadatan hunian
Ventilasi Pencahayaan
Penyakit Campak Status Imunisasi
Pendidikan Pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat survei deskriptif dengan design Cross Sectional dimana variabel bebas dan variabel terikat di observasi dan di ukur dalam waktu yang
sama atau serentak.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas yang dilakaksanakan pada bulan September - Oktober 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Seluruh keluarga yang berada di desa Hutaimbaru sebanyak 78 Kepala keluarga, dengan jumlah 316 jiwa.
3.3.2 Sampel
Dari 78 Kepala Keluarga yang menjadi sampel adalah Keluarga yang mempunyai anak balita dan anak usia sekolah yaitu 40 Kepala Keluarga.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Dengan wawancara menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data tentang penyakit campak, status imunisasi, kepadatan hunian, ventilasi dan pencahayaan.
Universitas Sumatera Utara