dada substernum yang parah dan terasa menekan, yang mungkin menyebar ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri. Pada sekitar 50 pasien, infark
miokard didahului dengan serangan angina pektoris. Namun berbeda dengan nyeri pada angina pektoris, nyeri pada infark miokard biasanya berangsung beberapa
jam sampai hari dan tidak banyak berkurang dengan nitrogliserin.
4
c. ST-elevation myocard infarct STEMI
Infark miokard akut dengan elevasi ST merupakan bagian dari spektrum sindroma koroner akut yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, NSTEMI, dan
STEMI. Infark miokard menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan
jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian di negara industri dan
merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju Pada Anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada yang
dialami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada tipikal angina. Faktor resiko seperti hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok
serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga. Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat,
stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian dilaporkan dapat terjadi
pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Pada pemeriksaan fisik didapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali ekstremitas pucat
disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular
adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua.
4
2.1.3 Faktor resiko Sindroma koroner akut
Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan
proses aterotrombosis faktor risiko antara lain merokok, hipertensi, dislipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti
Universitas Sumatra Utara
keterlibatan tekanan mental, depresi. Sedangkan, ada empat faktor risiko tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia
dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik.Wanita relatif lebih sulit mengalami
penyakit jantung koroner sampai masa menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek perlindungan
estrogen.Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan
kalori.
4
Gambaran klinis awal sangat prediktif untuk prognosis awal. Timbulnya gejala saat istirahat menandakan prognosis lebih buruk dibanding gejala yang
hanya timbul pada saat aktivitas fisik. Pada pasien dengan gejala Intermiten, peningkatan jumlah episode yang mendahului kejadian acuan juga mempunyai
dampak terhadap hasil akhir klinis. Adanya takikardia, hipotensi atau gagal jantung pada saat masuk rumah sakit juga mengindikasikan prognosis buruk dan
memerlukan diagnosis serta tatalaksana segera. Faktor risiko yang tinggi termasuk angina yang memberat, nyeri dada yang berkelanjutan 20 menit, edema paru,
hipotensi dan aritmia.
4
2.1.4 Patofisiologi
Sebagian besar SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koronaria, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran
darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koronaria yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis vulnerable plaque. Ini disebut fase
plaque disruption ”disrupsi plak”. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue
factor dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya
produksi trombin yang banyak. Adanya adhesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koronaria. In
i disebut fase ‘trombosis akut’. Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit,
proteinases, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis
Universitas Sumatra Utara
tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel
endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular
yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami Aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel bahkan sebelum
terjadinya plak. Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid NO oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase,
NADHNADPH nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase, dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase eNOS. Oksigen reaktif ini dianggap dapat
terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, Aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk
radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450- monooxygenases.. mengobservasi bahwa angiotensin II juga merupakan aktivator
NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah
melalui pengerahan
makrofage yang
menghasilkan monocyte
chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial.
5
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koronaria akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan
disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2 daripada faktor relaksator yakni nitrit
oksid dan prostasiklin. Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adhesi leukosit ke endotel,
serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard,
dilatasi koronaria, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark .
4
Sindrom Koroner Akut SKA yang diteliti secara Angiografi 60-70 menunjukkan obstruksi plak Aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat,
dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap
Universitas Sumatra Utara
yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik.
12
Adapun awal terjadinya PJK, khususnya IMA,dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan tak terkondisikan,
stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian pagi hari. Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas
simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koronaria juga meningkat.
8
2.1.5 Manifestasi Klinis