Tindak Tutur Dalam Novel Pertemuan Dua Hati Karya NH. Dini

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Bambang. 1994. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Malang: Airlangga. Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Depatemen Pendidikan Nasional.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Dini, N.h. 2003. Pertemuan Dua Hati. Jakarta: Gramedia

Mulyana, 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana

Pangaribuan, Tagor. 2008. Paradigma Bahasa. Yogyakarta: Graha Ilmu

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Press.

Siregar, Asrul. 1997. Pragmatik Dalam Linguistik. Medan: FIB USU.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Tarigan, Hendri Guntur. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa

Skripsi

Ginting, Reza Pahlevi. 2013. “Analisis Tindak Tutur dalam Dialog Film Perempuan Punya Cerita”. Medan. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.


(2)

Merlyn. 2013. “Tindak Tutur Asertid dan Direkif dalam Novel Perahu

Kertas Karya Dewi Lestari”. Medan. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Tampubolon,Rina Desliah. 2013. “ Tindak Tutur dalam Iklan Radio 105.8 Delta Fm Medan”. Medan. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara

Nurcahaya, Vera. 2010. “Tuturan Pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba”. Medan. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Website


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Penelitian

Adapun waktu yang diperlukan penulis dalam melakukan penelitian adalah selama empat minggu. Waktu penelitian ini sesuai dengan rencana penelitian skripsi yang telah dilampirkan.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel berasal dari sumber data. Sumber data dalam penelitian ini adalah sebuah novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini.

Populasi adalah sekelompok orang, benda, atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel, suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian (KBBI, 2007:889). Sampel adalah sebagian dari pemakaian bahasa yang mewakili dari satu populasi (Sudaryanto, 1990:157).

Berdasarkan dari pengertian populasi diatas, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah tindak tutur secara keseluruhan yang ada di dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sebanyak sepuluh sampel percakapan yang diambil secara acak pada novel karya Nh. Dini tersebut.


(4)

Data pada analisis wacana selalu berupa teks, baik lisan maupun tulisan. Sumber data dalam penelitian ini adalah data tulis yang terdapat dalam novel tersebut.

Pada penelitian ini data diperoleh dengan menggunakan metode simak. Metode ini dinamakan demikian karena pelaksanaan metode ini adalah dengan menyimak peggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Metode simak ini diwujudkan dengan menggunakan teknik catat. Teknik catat digunakan untuk mencatat data-data yang dibutuhkan.

3.4 Metode dan Teknik Pengkajian Data

Setelah semua data dikumpulkan, kemudian data-data tersebut dianalisis untuk menyelesaikan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan.

Dalam menganalisis data digunakan metode padan. Dalam hal ini peneliti terlebih dahulu membaca dan mendeskripsikan (memaparkan atau menggambarkan dengan kata-kata secara jelas dan terperinci) novel karya Nh. Dini lalu menganalisis teks novel yang berupa percakapan, kemudian menentukan jenis tindak tuturnya.

Contoh. Data percakapan dalam novel pertemuan dua hati.

Anak: ”Di sana lebih banyak pohon buah ya, bu”

Ibu : ”Karena kebanyakan rumah di sana punya pekarangan”

Anak: ”Di rumah kita malahan ada tiga macam: golek, lalijiwo, lalu apa Bu, satunya lagi?”

Ibu: ”Gadung, di tempat kakek lebih banyak lagi. Hampir semua jenis mangga ada.”

Anak: ”karena tempat kakek lebih luas dari rumah kita disana”

Ibu: ”Di sana itu bukan rumah kita sayang. Sekarang di semarang inilah rumah kita.”


(5)

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin dan Searle, maka data tuturan diatas akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel

Tuturan

Jenis Tindak Tutur Menurut Austin Jenis Tindak Tutur Ilokusi Menurut Searle

Lokusi Ilokusi Perlokusi

1. Di sana lebih

banyak pohon buah ya, bu

Menyatakan kepada ibunya

tentang apa yang sedang dilihat.

Bermaksud

memberitahu

bahwa di sana tempat meraka tinggal dahulu lebih banyak pohon dari pada ditempat nya yang sekarang Ibu menyahut pernyataan yang dilontarkan oleh anak sulungnya

Asertif.

2. Karena kebanyaka rumah di sana punya pekarangan

Menyahut pernyataan anaknya tentang apa yang dilihat dan

dibandingkan anaknya.

Bermaksud

menjelaskan

bahwa rumah di desa lebih banyak yang memiliki pekarangan, sehingga banyak ditumbuhi pepohonan. merespon penjelasan ibu dengan peryataan dan

pernyataan nya.

Asertif.

3. Di rumah kita

malahan ada tiga macam: golek, lalijiwo, lalu apa Bu, satunya lagi? Merespon kembali pernyataan ibunya. Bermaksud menyatakan bahwa dirumahnya ada tiga macam pohon buah dan bertanya kembali

karena lupa dengan satu

ibu menjawab pertanyaan anaknya.


(6)

jenis pohon tersebut. 4. Gadung, di

tempat kakek lebih banyak lagi. Hampir semua jenis mangga ada.

menyatakan bahwa dirumah kakeh lebih banyak lagi pohon buah..

bermaksud

menjawab

pertanyaan anaknya dan

menyatakan

bahwa

dirumah kakek ada lebih banyak pohon buah

merespon dengan menyatakan isi pemikiran nya.

Asertif.

5. Karena tempat kakek lebih luas dari rumah kita disana

Merespon ucapan ibu yang

sebelumnya

Bermaksud

menyatakan

isi pemikiran nya

mencoba memberi penjelaskan

Asertif.

6. Di sana itu bukan rumah kita sayang. Sekarang di semarang inilahrumah kita

Merespon pernyataan yang dari isi pemikiran anaknya.

Bermaksud

menjelaskan

bahwa di sana bukanlah rumah mereka lagi,

melainkan mereka sudah pindah

kerumah yang baru.

Anaknya terdiam. Dia selalu

mengingat segala

sesuatu yang

ada di

puwodadi. Menurutnya segala yang ada di sana lebih baik dan bagus.

Asertif.

Konteks:

Pada dialog di atas tuturan antara Bu Suci dan anak sulungnya berlangsung di jalan. Saat itu Bu Suci dan anak sulung nya sedang berlomba mencari pohon mangga yang tumbuh di sepanjang jalan. Mereka berbincang sambil memperhatikan halaman rumah orang kota yang jarang ditumbuhi buah-buahan. Si anak bungsu mulai membandingkan tempat tinggalnya yang sekarang dengan Purwodadi.


(7)

Pada tuturan (1) menyatakan bahwa <anak> memberitahukan kepada ibunya bahwa di sana lebih banyak pohon buah. Tuturan tersebut disampaikan secara sengaja oleh <anak> yang disebut dengan tindak lokusi. Selain tindak lokusi, tuturan (1) juga mempunyai maksud yang ingin disampaikannya, yaitu memberitahu di sana tempat mereka tinggal dahulu lebih banyak pohon buahnya dari pada di daerah tempat tinggalnya yang sekarang. Tindak ini disebut dengan tindak ilokusi. Dari tuturan tersebut kemudian timbul efek oleh lawan tutur ketika mendengar perkataan dari lawan bicaranya tersebut yang disebut tindak

perlokusi. Tindak tersebut muncul pada tuturan (2) dengan memberikan jawaban

oleh <ibu> atas pernyataan tersebut.

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <ibu> menyahut pernyataan anaknya tentang apa yang dilihat dan dibandingkan si <anak>. Tindak ilokusi pada tuturan (2) adalah <ibu> bermaksud menjelaskan bahwa rumah di desa lebih banyak yang memiliki pekarangan, sehingga banyak ditumbuhi pepohonan. <ibu> memberikan pemahaman tentang kehidupan di desa dan kota yang jauh berbeda. Tindak perlokusinya, yaitu muncul pada tuturan (3) dengan memberikan respon tambahan oleh <anak> mengenai lingkungan hidup tempat mereka sekarang tinggal.

Tindak lokusi pada tuturan (3) yaitu <anak> merespon kembali penjelasan dari ibunya dengan menyebutkan berbagai jenis pohon buah yang ada di rumahnya dahulu. Tindak ilokusi pada tuturan (3) yaitu menyatakan bahwa di rumahnya ada tiga macam pohon buah dan bertanya kembali karena lupa dengan satu jenis pohon tersebut. <anak> mengingat segala sesuatu yang ada di kampung


(8)

dan merasa bahwa lingkungan rumah yang terdahulu lebih menyenangkan dari pada yang sekarang. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (4) dengan respon jawaban dari pertanyaan <anak>.

Tindak lokusi pada tuturan (4) <ibu> menyatakan pada <anak> bahwa di rumah kakek lebih banyak lagi pohon buah. Tindak ilokusi pada tuturan (4) <ibu> merespon pertanyaan <anak> dan menyatakan bahwa di rumah kakek lebih banyak lagi pohon buah. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (5) dengan respon dari <anak> mengenai pernyataan <ibu> sebelumnya.

Tindak lokusi pada tuturan (5) <anak> merespon pernyataan <ibu> mencoba untuk mengungkapkan isi hatinya tentang kecintaan <anak> tinggal dirumah yang lama. <anak> selalu menganggap rumah lama dikampung jauh lebih menyenangkan. Tindak ilokusi pada tuturan (5) adalah bermaksud menyatakan isi pemikiran nya tentang keinginan hatinya menetap di kampung tempat tinggal mereka terdahulu. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (6) dengan respon dan penjelasan dari <ibu>

Tindak lokusi pada tuturan (6) yaitu <ibu> merespon pernyataan yang dari isi pemikiran anaknya. <ibu> ingin memberikan penjelasan secara perlahan agar anaknya dapat mengerti dan menerima secara perlahan kehidupan baru mereka dikota. Tindak ilokusi tuturan (6) yaitu <ibu > bermaksud menjelaskan bahwa di sana bukan lah rumah mereka lagi, melainkan mereka sudah pindah kerumah yang baru. <ibu> mengerti bahwa tak mudah <anak> bersosialisai dan melupakan kenangan di kampung tempat mereka tinggal selama bertahun-tahun. Tindak perlokusi tuturan (6) yaitu setelah mendengar pernyataan dari <ibu> lalu <anak>


(9)

terdiam dam terus mengingat kenangan di kampung tempat mereka tinggal dahulu. Bagi <anak> seluruh kehidupan di kampung tempat mereka tinggal dahulu jauh lebih baik dari pada yang sekarang.

3.5 Metode dan Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis disajikan dengan metode informal dan formal. Pelaksanaan kedua metode tersebut dibantu dengan teknik yang merupakan perpaduan dari kedua metode tersebut, yaitu penggunaan katakata dan tanda-tanda atau lambang (Sudaryanto, 1993: 145). Penyajian hasil analisis juga mengikuti proses deduktif dan induktif dengan tujuan pemaparannya tidak monoton.


(10)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Jenis Tindak Tutur yang Digunakan dalam novel Pertemuan Dua Hati

Setelah data terkumpul makan akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Data Percakapan 1:

Bu Suci: ”Raharjo! Pergilah ke rumah Waskito sepulang dari sekolah nanti! Tanyakan mengapa dia lama tidak masuk!”

Bu Suci: ”Raharjo? Kamu tidak tahu rumah Waskito?” Raharjo: ”Tahu, Bu.”

Bu Suci: ”Lalu? Terlalu jauh buat kamu?”

Raharjo: ”Oh, tidak Bu! Saya selalu melaluinya kalau berangkat atau pulang!”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati, halaman 26)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Raharjo. Pagi itu Bu Suci sedang memulai pelajaran di kelasnya dengan santai. Hari itu anak didiknya yang bernama Waskito belum juga masuk sekolah, sudah terhitung dua hari lamanya. Ia mulai bertanya kepada murid yang


(11)

mengenal waskito agar dapat melihat keadaan Waskito yang sudah dua hari tidak masuk sekolah.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 1

Tuturan

Jenis Tindak Tutur Menurut Austin Jenis Tindak Tutur Ilokusi Menurut Searle Lokusi Ilokusi Perlokusi

1. Raharjo! Pergilah ke rumah Waskito sepulang dari sekolah nanti!

Tanyakan mengapa dia lama tidak masuk

Mengatakan kepada Raharjo agar pergi

kerumah Waskito

Menyuruh

Raharjo segera pergi kerumah Waskito untuk melihat

keadaannya.

Raharjo hanya terdiam dan menghindari pandangan Bu Suci.

Direktif

2. Raharjo? Kamu tidak tahu rumah Waskito? Menanyakan kembali karena Raharjo tidak menanggapi perkataan Bu Suci yang

sebelumnya.

Meminta

Raharjo untuk menjawab pertanyaannya Raharjo menjawab dengan berat hati. Direktif

3. Tahu, Bu Mengatakan tahu kepada Bu Suci

Menjawab

pertanyaan Bu suci dengan perasaan tertekan

Bu Suci kembali bertanya


(12)

4. Lalu?

Terlalu jauh buat kamu? Menanyakan kembali apakah keberatan karena rumah Waskito yang jauh dari tempat tinggal Raharjo.

Meminta

Raharjo untuk menjawab dan menjelaskan mengapa Raharjo

terlihat takut jika berhubungan dengan Waskito Raharjo menjawab dengan jujur Direktif

5. Oh, tidak Bu! Saya selalu melaluinya kalau berangkat atau pulang Mengatakan bahwa rumahnya dekat dengan rumah Waskito Memberitahu bahwa rumahnya tidak jauh dari rumah

Waskito dan selalu

melewatinya.

- Asertif

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 2 kali

Tindak Tutur Direktif = 3 kali

Tindak Tutur Ekspresif = -

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 2

Raharjo: ”Dia anak orang kaya Bu”


(13)

mengetahui bahwa orang kaya tidak perlu ditakuti.” Raharjo: ”Biar Waskito tidak masuk Bu, kami malah senang!” (Sumber: novel Pertemuan Dua Hati, halaman 27)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Raharjo. Di dalam ruang kelas pada pagi itu Bu Suci menanyai murid yang mengetahui rumah Waskito, karena Waskito sudah beberapa hari tidak masuk kelas. Bu Suci sangat heran karena seluruh murid di kelas terlihat sangat tidak menyukai Waskito. Mereka selalu menghindar ketika ditanyai perihal Waskito. Menurut mereka Waskito adalah anak yang sangat nakal.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 2

Tuturan

Jenis Tuturan Menurut Austin Jenis Tindak Tutur Ilokusi Menurut Searle Lokusi Ilokusi Perlokusi

1. Dia anak orang kaya Bu

Menyatakan bahwa Waskito anak orang kaya

Memberitahu

tentang status sosial Waskito Mencoba menasihati muridnya. Asertif 2. Hanya itu? Apa lagi lain-lainnya? Tentunya

Mengatakan bahwa orang kaya tidak perlu ditakuti

Menasihati

muridnya agar tidak perlu takut dengan Waskito

Mengungkapkan isi hati Raharjo yang

sesungguhnya


(14)

kalian sudah mengetah ui bahwa orang kaya tidak perlu ditakuti 3. Biar

Waskito tidak masuk Bu, kami malah senang!

Mengatakan ketidak sukaannya terhadap Waskito

Mengugkapkan tentang

kekesalannya

terhadap Waskito, dan lebih

menyenangi kelas tanpa seorang

Waskito

Bu Suci heran dengan sikap seluruh murid di kelasnya yang tidak menyukai Waskito

Ekspresif

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 1 kali

Tindak Tutur Direktif = 1 kali

Tindak Tutur Ekspresif = 1 kali

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 3

Murid: ”Waskito jahat atau nakal, saya tidak tahu Bu! Tapi dia mempunyai kelainan. Suka memukul, menyakiti siapa saja.” Bu Suci: ”Siapa yang pernah dipukul? Disakiti?”


(15)

Murid: ”Saya dan teman yang lainnya Bu”

Bu Suci: ”Bagaimana terjadi? Kalian bergelut? Bertengkar kemudian berkelahi?”

Murid: ”Tidak Bu, kalau saya memang bertengkar lalu dipukul. Tapi kebanyakan tanpa ada yang dipersoalkan Bu, tiba-tiba dia memukul”

(sumber: nover Pertemuan Dua Hati karya halaman 28)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Murid. Masih di dalam ruangan kelas, Bu Suci ingin mengetahui apa penyebab murid-muridnya tidak menyukai Waskito. Bu suci semakin heran karena seluruh murid mengatakan Waskito adalah anak yang jahat.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 3

Tuturan

Jenis Tindak Tutur Menurut Austin Jenis Tindak Tutur Ilokusi Menur ut Searle Lokusi Ilokusi Perlokusi

1. Waskito jahat atau nakal, saya tidak tahu Bu! Tapi dia

mempunyai

Mengatakan bahwa Waskito adalah anak yang jahat

Mengeluh

tentang perlakuan Waskito yang sering

menyakiti

Bu Suci penasaran dan

menanyakan siapa saja yang pernah


(16)

kelainan. Suka memukul, menyakiti siapa saja

siapa saja. berurusan dengan Waskito

2. Siapa yang pernah

dipukul? Disakiti?

Menanyakan siapa yang pernah disakiti oleh Waskito Menyatakan kembali pertanyaan perihal Waskito

Raharjo dan anak murid diruang kelas mengangkat tangan mereka

Asertif

3. Saya dan teman yang lainnya Bu

Menyatakan bahwa Raharjo dan teman sekelas pernah disakiti oleh Waskito

Menjawab dan

memberitah u bahwa Raharjo pernah

disakiti oleh Waskito

Bu Suci kembali menanyakan dan ingin memperjelas kronologis kenakalan Waskito Asertif 4. Bagaimana terjadi? Kalian bergelut? Bertengkar kemudian berkelahi? Menanyakan kepada Raharjo bagaimana Waskito memperlakuka

n

teman-temannya

Meminta

agar Raharjo menjelaskan kronologis kenakalan Waskito Raharjo menjelaskan bagaimana peristiwa kenakalan Waskito terhadapnya dan teman-temannya

Direktif

5. Tidak Bu, kalau saya memang bertengkar lalu dipukul. Tapi

kebanyakan tanpa ada yang

dipersoalkan Bu, tiba-tiba dia memukul

Menyatakan tentang apa yang pernah dialaminya

Mengeluhka n perbuatan waskito yang selalu saja bertengkar dan bersikap kasar kepada tRaharjo dan

teman-temannya

Bu Suci berfikir mengapa seorang anak seperti

Waskito bias seperti itu, dan mulai mencari tahu penyebabnya


(17)

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 4 kali

Tindak Tutur Direktif = 1 kali

Tindak Tutur Ekspresif = -

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 4

Bu Suci: ”Siapa lagi yang pernah berurusan dengan Waskito?” Murid: ”Saya dilempari batu-batu besar Bu. Untung tidak kena, tetapi

lampu sepeda saya pecah. Saya kena marah di rumah.” Bu Suci: ”Kamu katakan bahwa Waskito yang memecahkannya?” Murid: ”Saya bilang tabrakan dengan teman.”

Bu Suci: ”Mengapa?”

Murid: ”Bapak tidak suka saya buat perkara di sekolah.” (sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 29)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Murid. Di ruang kelas pada waktu itu seluruh anak mengelukan tentang kenakalan Waskito. Di ruang kelas tersebut Bu Suci mencari tahu tentang apa saja yang pernah dilakukan oleh Waskito. Pagi itu suasana kelas agak gaduh


(18)

karena seluruh siswa mulai mengungkapkan apa yang pernah dialami oleh mereka.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 4

Tuturan

Jenis Tindak Tutur Menurut Austin Jenis Tindak Ilokusi Tutur Menuru t Searle Lokusi Ilokusi Perlokusi

1. Siapa lagi yang pernah berurusan dengan Waskito? Melanjutkan pertanyaan kepada muridnya Ingin mengetahui

siapa saja yang pernah dicelakai oleh Waskito Mencoba member keterangan atas pertanyaan Bu Suci Ekspresi f 2. Saya dilempari batu-batu besar Bu. Untung tidak kena, tetapi lampu sepeda saya pecah. Saya kena marah di rumah Menyatakan tentang perbuatan Waskito kepadanya Mengeluhkan

betapa jahatnya Waskito

terhadapnya

Bu Suci semakin penasaran Asertif 3. Kamu katakan bahwa Waskito yang memecahkan nya? Menanyakan apakah murid tersebut memberitah u bahwa Waskito yang memecahka n lampu sepedanya

Ingin mengetahui

apakah murid berkata jujur kepada orang tuanya

Mengataka n bahwa murid tersebut tidak berkata jujur kepada orang tuanya Ekspresi f


(19)

4. Saya bilang tabrakan dengan teman Menutupi kebenaran berbohong dengan mengatakan lampu sepeda rusak karena tabrakan dengan teman yang lain

Bu Suci heran dan bertanya

Asertif

5. Mengapa? Menanyakan mengapa murid tersebut tidak jujur saja

Ingin mengetahui

mengapa

muridnya tidak berkata jujur Menjawab pertanyaan Bu Suci Ekspresi f

6. Bapak tidak suka saya buat perkara di sekolah.

Menyatakan bahwa ayah murid tersebut tidak suka jika anaknya bermasalah di sekolah

Mengungkapka n ketakutannya jika ayahnya mengetahui ia memiliki masalah di sekolah

Bu Suci berpikir

Asertif

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 3 kali

Tindak Tutur Direktif = -

Tindak Tutur Ekspresif = 3 kali

Tindak Tutur Deklaratif = -


(20)

Data Percakapan 5

Nenek: ”Tua-tua masih praktek jeng, hanya dua kali seminggu. Dia

bergantian dengan dokter muda, muridnya sendiri. Sekalian menolong, hasilnya buat tambah-tambah belanja”

Bu Suci: ”Di samping itu Bapak tidak bekerja di mana-mana lagi, Bu?” Nenek: ” masih. Setiap pagi ke Rumah Sakit Karyadi. Gaji pemerintah

jeng!” Katanya hanya supaya tidak ketinggalan metode-metode baru. Diminta ke rumah sakit lain yang lebih dapat menghasilkan uang, tetapi sudah lelah.

Katanya biar yang muda-muda saja, yang penting sekarang mengajar.”

(sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 36)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Nenek. Pada suatu sore yang telah ditentukan, Bu Suci berkunjung ke rumah kakek dan nenek Waskito. Bu Suci bertemu dengan kakek dan nenek Waskito yang usianya sebaya dengan orang tua Bu Suci. Si kakek sebentar menyalam Bu Suci, lalu kembali masuk ke kamar praktek dokter.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 5

Tuturan

Jenis Tindak Tutur Menurut Austin Jenis Tindak Tutur Ilokusi Menuru Lokusi Ilokusi Perlokusi


(21)

t Seearle

1. Tua-tua masih

praktek jeng, hanya dua kali

seminggu. Dia bergantian dengan dokter muda, muridnya sendiri. Sekalian menolong, hasilnya buat tambah-tambah belanja Menyatakan bahwa suaminya walaupun sudah tua tetap

bekerja sebagai dokter yang turut

membantu dokter-dokter muda

Memberitah u identitas sosialnya

Berbasa-basi untuk memperera t suasana

Asertif

2. Di samping itu Bapak tidak bekerja di mana-mana lagi, Bu?

Menanyaka n sesuatu untuk

sekedar bertanya jawab

Berbasa-basi

untuk sekedar

mengetahui

tentang

pekerjaan lain dari si kakek

Menjawab pertanyaan dengan senang hati

Ekspresif

3. masih. Setiap pagi ke Rumah Sakit Karyadi. Gaji pemerintah jeng! Katanya hanya supaya tidak

ketinggalan metode-metode baru. Diminta ke rumah sakit lain yang lebih dapat menghasilka n uang, tetapi sudah lelah. Katanya biar yang

muda-Menyatakan tentang identitas sosial si kakek hingga saat ini

Memberitah

u dan

menceritakan keseharian suaminya sebagai dokter Menilai tentang kehidupan keluarga Waskito Asertif


(22)

muda saja, yang penting sekarang mengajar

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 1 kali

Tindak Tutur Direktif = -

Tindak Tutur Ekspresif = 1 kali

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 6

Waskito: “Tidak Bu! Saya di sini saja!” Bu Suci: ”Mengapa?”

Waskito: “Tidak Bu!”

Bu Suci: “Baiklah! Saya kira, saya tahu mengapa kamu tidak mau pindah!”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 54)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Wasito. Di dalam ruangan kelas, seperti biasa Bu Suci


(23)

memperhatikan setiap siswa yang hadir di dalam ruangan. Kala itu Bu Suci sudah mulai menghapal nama-nama muridnya. Hari itu Bu suci menyuruh murid-murid untuk berpindah-pindah tempat sesuai arahan dari Bu Suci. Bu Suci mengatur tempat duduk agar murid dapat menyerap pelajaran dengan maksimal sesuai dengan teman sebangku yang diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 6

Tuturan

Jenis Tindak Tutur Menurut Austin Jenis Tindak Tutur Ilokusi Menurut Searle

Lokusi Ilokusi Perlokusi

1. Tidak Bu! Saya di sini saja!

Mengatakan penolakan

Membantah

Bu Suci dan tidak mau tempat

duduknya dipindahkan

heran dan bertanya

Ekspresif

2. Mengapa? Bertanya mengapa demikian Ingin mengetahui mengapa demikian Terdiam tanpa kata Ekspresif

3. Tidak Bu! Mengatakan tidak

Menghiraukan

Bu Suci

Bu Suci menyikapi dengan sabar

Ekspresif

4. Baiklah! Saya kira, saya tahu mengapa kamu tidak mau pindah!

Mengatakan bahwa Bu Suci

mengikuti kemauan Waskito

Pasrah dan mencoba

mengikuti kemauan Waskito untuk tidak

dipindahkan


(24)

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = -

Tindak Tutur Direktif = -

Tindak Tutur Ekspresif = 3 kali

Tindak Tutur Deklaratif = 1 kali

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 7

Bu Suci: ”Raharjo! Buku bacaan akan dipergunakan kelas lain setelah istirahat ini. Kamu cepat mengembalikan ke lemari kantor ya!” ”Waskito! Tolong bawakan buku-buku tugas! Saya tidak dapat membawanya sendiri”

Waskito: “ini Bu” (meletakkan buku tugas di meja Bu Suci) Bu Suci: “Terima kasih! Nanti akan saya periksa.”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 55)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Waskito. Ketika lonceng istirahat berbunyi, buku bacaan dikumpulkan kembali. Di meja ada setumpuk buku tugas, harus dibawa ke kantor sekolah. Saat itu Bu Suci ingin mencoba melakukan pendekatan terhadap Waskito dengan menyuruhnya untuk membantu membawa buku tugas.


(25)

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 7

Tuturan

Jenis Tindak Tutur Menurut Austin Jenis Tindak Tutur Ilokusi Menuru t Searle Lokusi Ilokusi Perlokusi

1. ”Raharjo! Buku bacaan akan dipergunak an kelas lain setelah istirahat ini. Kamu cepat mengembal ikan ke lemari kantor ya!” ”Waskito! Tolong bawakan buku-buku tugas! Saya tidak dapat membawan ya sendiri”

Mengatakan kepada

Raharjo dan Waskito untuk membantu mengembalika

n dan

membawa buku-buku

Memerinatahk an murid-muridnya untuk membantu membawakan buku Menuruti perkataan Bu Suci Direktif

2. Ini Bu Mengatakan ini Bu

Mematuhi

perintah Bu Suci

Mengucapka n rasa terima kasihnya kepada Waskito Ekspresi f 3. Terima kasih! Nanti akan saya periksa. Mengatakan terima kasih Berterima kasih

- Ekspresi


(26)

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = -

Tindak Tutur Direktif = 1 kali

Tindak Tutur Ekspresif = 2 kali

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 8

Murid: ”Bu Suci! Waskito kambuh Bu! Dia mengamuk! Dia mau membakar kelas!”

Bu Suci: ”Mengapa begitu? Apa yang menyebabkan dia marah? Kalian bertengkar?”

Murid: ”Tidak Bu! Tidak tahu apa yang terjadi, saya kembali dari kamar kecil dan mendengar Waskito berteriak-teriak seperti dulu! Dia mengatakan sangat membenci kami semua”

(sumber: novel Pertemuan Dua Hati Halaman 68)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Murid. Selama tiga bulan Bu Suci bekerja menjadi guru di sekolah barunya, keadaa dapat dikatakan tenang. Baik persoalan Waskito dan murid-murid dikelas.


(27)

Tiba-tiba keadaan berubah. Saat itu guru-guru sedang beristirahat di kantor, menunggu lonceng masuk kembali. Seorang murid terengah-engah datang dan menghampiri.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 8

Tuturan

Jenis Tindak Tutur Menurut Austin Jenis Tindak Tutur Ilokusi Menurut Searle Lokusi Ilokusi Perlokusi

1. Bu Suci! Waskito kambuh Bu! Dia mengamuk! Dia mau membakar kelas! Berteriak dan mengatakan bahwa Waskito berbuat ulah lagi. Memberitahu

agar Bu Suci segera datang ke kelas

Terkejut dan menanyakan bagaimana semua bisa terjadi

Asertif

2. Mengapa begitu? Apa yang

menyebabka n dia marah? Kalian bertengkar?

Bertanya mengapa bias terjadi demikian Ingin mengetahui penyebab kemarahan Waskito Menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi

Ekspresif

3. Tidak Bu! Tidak tahu apa yang terjadi, saya kembali dari kamar kecil dan mendengar Waskito berteriak-teriak seperti Menyatakan bahwa semua terjadi begitu saja Menjelaskan dan memberitahu

Bu suci

tentang apa

yang ia

ketahui pada saat kejadian Berlari segera menemui Waskito Asertif


(28)

dulu! Dia mengatakan sangat membenci kami semua

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 2 kali

Tindak Tutur Direktif = -

Tindak Tutur Ekspresif = 1 kali

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 9

Bu Suci: ”Buku-buku tugas harus dibungkus dengan sampul yang sama. Waskito! Tolong ambilkan gulungan kertas yang ada di meja Bu Suci di kantor!”

Waskito: ”Baik Bu” (berdiri dan pergi)

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 72)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Waskito. Pada pagi hari ketika lonceng pelajaran pertama


(29)

berdentang, Bu Suci masuk kelas dan melihat Waskito sudah berpindah tempat duduk, tepat di depan meja guru. Suasan terlihat lebih damai dari biasanya.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 9

Tuturan Jenis Tindak Tutur Menurut Austin Jenis Tindak Tutur Ilokusi Menurut Searle Lokusi Ilokusi Perlokusi

1. Buku-buku tugas harus dibungku s dengan sampul yang sama. Waskito! Tolong ambilkan gulungan kertas yang ada di meja Bu Suci di kantor! Mengatakan kepada murid-murid agar membungkus buku-buku mereka dengan sampul yang sama

Memerintahkan

murid untuk menyampul buku mereka Dan menyuruh Waskito

mengambil gulungan kertas

Melaksanakan perintah Bu Suci

Direktif

2. Baik Bu Mengatakan baik Bu

menuruti

perintah Bu Suci dan segera mengambil gulungan kertas

Tersenyum senang


(30)

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = -

Tindak Tutur Direktif = 1 kali

Tindak Tutur Ekspresif = 1 kali

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 10

Bu Suci: ”Jadi kamu tidak pernah berpergian bersama teman-teman sebayamu?”

Waskito: ”Tidak Bu! Kecuali kalau mencuri-curi seperti waktu membolos”

Bu Suci: ”Kalau membolos, dengan siapa kamu pergi?”

Waskito: ”Dengan anak-anak kampung. Siapa saja yang mau diajak buat teman.”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 77)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Waskito. Pada waktu jam istirahat Bu Suci selalu membiasakan untuk mendekatkan diri kepada waskito. Saat itu di ruang kelas mereka


(31)

berbincang-bincang mengenai kehidupan Waskito, dan Waskito mulai menunjukkan kemajuan dengan mulai berbicara jujur kepada Bu Suci.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 10

Tuturan

Jenis Tindak Tutur Menurut Austin Jenis Tindak Tutur Ilokusi Menurut Searle Lokusi Ilokusi Perlokusi

1. Jadi kamu tidak pernah berpergian bersama teman-teman sebayamu? Menanyakan apakah Waskito tidak pernah berpergian bersama teman sebaya nya

Penasaran dan

bertanya kepada Waskito untuk lebih mengenal tentang

kehidupan nya

Merespon baik pertanyaan Bu Suci d

Ekspresif

2. Tidak Bu! Kecuali kalau mencuri-curi seperti waktu membolos

Menyatakan bahwa Waskio tidak penah berpergian kecuali saat bolos

sekolah

Menjawab dan menceritakan bahwa Waskito tidak pernah pergi bersama teman sebayanya

meneruskan pertanyaan karena rasa ingin tahu yang besar tentag kehidupan Waskito Asertif 3. Kalau membolos, dengan siapa kamu pergi? Menanyakan dengan siapa Waskito membolos sekolah Menuntaskan rasa penasaran

tentang Waskito dengan betanya kembali

Menjawab pertanyaan Bu Suci dan menceritakan bahwa sebenarnya ia pun ingin seperti anak lain, yang memiliki teman dekat yang sebaya


(32)

4. Dengan anak-anak kampung. Siapa saja yang mau diajak buat teman

mengatakan bahwa ia pergi dengan siapa saja yang mau diajak

berteman dengannya dan

sebenarnya pun Waskito ingin

menikmati masa kecil bermain dengan teman sebaya

Mengungkapkan

jika Waskito pergi dengan anak kampung yang mau diajak berteman dan mengeluhkan bahwa tidak ada teman sekolah

yang mau

bermain dengannya.

Merasa iba dan

memikirkan cara agar Waskito bisa disukai oleh

teman-temannya di sekolah

Asertif

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 2 kali

Tindak Tutur Direktif = -

Tindak Tutur Ekspresif = 2 kali

Tindak Tutur Deklaratif = -

Tindak Tutur Komisif = -

Data Percakapan 11

Bu Suci: ”Kamu bisa berenang? Seumpama jatuh ke sungai?”


(33)

Katanya kolam renang umum selalu kotor. Harus tunggu sampai kami buat kolam sendiri”

Bu Suci: ”Akan membuat kolam renang?” Waskito: ”Ya katanya begitu”

(sumber: novel pertemuan dua hati halaman 77)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Waskito. Masih di ruang kelas, Bu Suci merasa iba karena Waskito tidak memiliki teman di sekolah. Bu Suci berbincang-bincang dengan murid sukarnya tersebut, berharap agar ia merasa nyaman dengan Bu Suci dan perlahan Bu Suci bisa mengarahkan Waskito menjadi anak yang disukai oleh banya teman.

Dengan menggunakan teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin dan Searle, maka data tuturan akan dianalisis sebagai berikut:

Tabel 11

Tuturan

Jenis Tindak Tutur Menurut Austin Jenis Tindak

Tutur Menuru

Searle Lokusi Ilokusi Perlokusi

1. Kamu bisa berenang ?

Seumpa ma jatuh ke

sungai?

Menanyakan apakah

Waskito bisa berenang seumpama ia jatuh ke sungai

Ingin mengetahui

apakah

Waskito bias berenang

Menceritakan bahwa ia tidak bisa berenang


(34)

2. Dulu saya ingin belajar berenang, tetapi tidak boleh oleh Ibu. Katanya kolam renang umum selalu kotor. Harus tunggu sampai kami buat kolam sendiri Mengatakan bahwa ia tidak bisa berenang Karen ibunya tidak

mengijinkan untuk

erenang di tempat umum

Menjelaskan

bahwa Ibunya yang selalu membatasi langkahnya, sehingga askito tdk bs berenang dan memiliki teman dekat

Merasa heran dengan sikap Ibu Waskito Asertif 3. Akan membuat kolam renang? Bertanya dengan nada heran Heran dengan penjelasan Waskito tentang Ibunya

Hanya pasrah dengan keadaan Ekspresif 4. Ya katanya begitu Mengatakan ya

Pasrah dan tetap

mengikuti kemauan Ibunya

Terdiam Deklarasi

Dari tabel di atas terlihat jumlah tindak tutur yang muncul, yaitu:

Tindak Tutut Asertif = 1 kali

Tindak Tutur Direktif = -


(35)

Tindak Tutur Deklaratif = 1 kali

Tindak Tutur Komisif = -

4.2 Analisis Makna dari Tindak Tutur dalam Dialog Novel Pertemuan

Dua Hati.

Setelah jenis-jenis tindak tutur ditemukan, kemudian akan dilanjutkan dengan analisis makna pragmatik sebagai berikut:

Data Percakapan 1:

(1) Bu Suci: ”Raharjo! Pergilah ke rumah Waskito sepulang dari sekolah nanti! Tanyakan mengapa dia lama tidak masuk!”

(2) Bu Suci: ”Raharjo? Kamu tidak tahu rumah Waskito?” (3) Raharjo: ”Tahu, Bu.”

(4) Bu Suci: ”Lalu? Terlalu jauh buat kamu?”

(5) Raharjo: ”Oh, tidak Bu! Saya selalu melaluinya kalau berangkat atau pulang!”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati, halaman 26)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Raharjo. Setelah beberapa hari menjadi guru baru di sekolah yang baru, pagi itu Bu Suci sedang memulai pelajaran di kelasnya dengan santai. Hari itu anak didiknya yang bernama Waskito belum juga masuk sekolah, sudah


(36)

terhitung dua hari lamanya. Ia mulai bertanya kepada murid yang mengenal waskito agar dapat melihat keadaan Waskito yang sudah dua hari tidak masuk sekolah.

Pada tuturan (1) menyatakan bahwa <Bu Suci> mengatakan kepada Raharjo agar pergi ke rumah Waskito untuk menanyakan mengapa Waskito tidak masuk sekolah. Tuturan disampaikan secara sengaja oleh <Bu Suci> yang disebut dengan tindak lokusi. Selain tindak lokusi, tuturan (1) juga mempunyai maksud yang ingin disampaikannya, yaitu <Bu Suci> ingin menyuruh Raharjo sebagai ketua kelas agar dapat pergi melihat keadaan Waskito. Tindak ini disebut sebagai tindak ilokusi. Dari tuturan tersebut timbul efek oleh lawan tutur, yaitu <Raharjo> hanya terdiam dan memalingkan pandangan dengan maksud tidak ingin pergi menjumpai ataupun berurusan dengan Waskito.

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Bu Suci> bertanya kembali apakah <Raharjo> tidak mengetahui rumah Waskito. Tindak ilokusi pada tuturan (2) yaitu <Bu Suci> meminta Raharjo menjawab pertanyaannya dan memintanya agar tidak hanya terdiam. Tindak perlokusinya muncul pada tuturan (3) yaitu <Raharjo> memberikan jawaban kepada <Bu Suci> dengan berat hati karena ia sangat menakuti sosok Waskito yang sangat nakal dan sukar.

Tindak lokusi pada tuturan (3) menyatakan bahwa <Raharjo> mengetahui rumah Waskito. Tindak ilokusi pada tuturan (3) adalah <Raharjo> menjawab pertanyaan dengan singkat dan berharap agar <Bu Suci> tidak menyuruhnya untuk mendatangi rumah Waskito. Tindak perlokusinya muncul pada tuturan (4)


(37)

yaitu setelah mendengar penyataan muridnya itu <Bu Suci> merasakan kejanggalan dan kembali bertanya kepada <Raharjo>.

Tindak lokusi pada tuturan (4) yaitu <Bu Suci> bertanya kepada <Raharjo> apakah rumah Waskito terlalu jauh, karena terlihat dari wajah <Raharjo> bahwa ia sangat tidak ingin berurusan dengan Waskito. Tindak ilokusinya adalah meminta <Raharjo> agar menjawab dan memberikan penjelasan tentang sikapnya yang tidak bersahabat ketika ditanyai mengenai Waskito. Tindak perlokusinya muncul pada tuturan (5) yaitu <Raharjo> menjawab pertanyaan dengan jujur.

Tindak lokusi pada tuturan (5) adalah <Raharjo> menyatakan kejujuran bahwa rumahnya tidak jauh dari rumahnya dan selalu dilewati setiap mau berangkat ataupun pulang dari sekolah. Tindak ilokusinya ialah <Raharjo> ingin memberikan penjelasan bahwa rumah Waskito sebenarnya tidaklah jauh. Tindak perlokusinya adalah <Bu Suci> heran karena Raharjo keberatan jika ditanyai tentang Waskito dan tidak mengeti mengapa Raharjo bertindak seolah tidak mengetahui rumah Waskito.

Data Percakapan 2

(1) Raharjo: ”Dia anak orang kaya Bu”

(2) Bu Suci: ”Hanya itu? Apa lagi lain-lainnya? Tentunya kalian sudah mengetahui bahwa orang kaya tidak perlu ditakuti.”

(3) Raharjo: ”Biar Waskito tidak masuk Bu, kami malah senang!” (Sumber: novel Pertemuan Dua Hati, halaman 27)


(38)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Raharjo. Di dalam ruang kelas pada pagi itu Bu Suci menanyai murid yang mengetahui rumah Waskito, karena Waskito sudah beberapa hari tidak masuk kelas. Bu Suci sangat heran karena seluruh murid di kelas terlihat sangat tidak menyukai Waskito. Mereka selalu menghindar ketika ditanyai perihal Waskito. Menurut mereka Waskito adalah anak yang sangat nakal. Bu suci semakin penasaran siapa sebenarnya Waskito, karena sejak pertama mengajar di sekolah tersebut nama Waskito yang tercantum di daftar hadir tidak pernah hadir di ruang kelas.

Pada tuturan (1) tindak lokusi yang terjadi, yaitu <Raharjo> memberi pernyataan bahwa Waskito adalah anak orang kaya sombong dan teman sekelas tidak ada yang menyukai Waskito. Tindak ilokusi pada tuturan (2) ialah <Raharjo> memberitahu kepada <Bu Suci> tentang status sosial Waskito agar <Bu Suci> mengetahui tentang Waskito yang menurut Raharjo dan teman-teman sekelas adalah murid yang sangat nakal. Tindak perlokusinya muncul pada tuturan (2) yaitu <Bu Suci> melayangkan pandangan ke seluruh penjuru lalu bertanya serta menasehati murid-muidnya agar tidak boleh bersikap menjauhi seseorang hanya karena status sosial sebagai orang kaya, walaupun ia terbilang sombong.

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Bu Suci> menanyakan apakah hanya itu saja yang mereka ketahui tentang Waskito. Tindak ilokusi pada tuturan


(39)

(2) yaitu memberi nasihat murid-muridnya agar tidak menakuti sosok orang kaya yang mereka maksud, karena orang kaya bukan lah sosok yang harus ditakuti. <Bu Suci> menasihati agar murid-murinya tidak saling membenci. Tindak perlokusinya muncul pada tuturan (3) yaitu murid di kelas tidak setuju dengan nasihat <Bu Suci>.

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Raharjo> menyatakan rasa ketidaksukaannya terhadap Waskito. Ia berharap tidak bertemu dengan Waskito di sekolah dan ingin Waskito pindah saja dari kelasnya. Tindak ilokusinya pada tuturan (3) adalah <Raharjo> membantah nasihat <Bu Suci> agar tidak membenci Waskito. <Raharjo> menyatakan rasa kesal yang mendalam terhadap Waskito. Tindak perlokusinya adalah <Bu Suci> terkejut karena <Raharjo> membantah <Bu Suci> dan <Bu Suci> semakin heran mengapa murid-muridnya sampai sangat membenci Waskito.

Data Percakapan 3

(1) Murid: ”Waskito jahat atau nakal, saya tidak tahu Bu! Tapi dia mempunyai kelainan. Suka memukul, menyakiti siapa saja.” (2) Bu Suci: ”Siapa yang pernah dipukul? Disakiti?”

(3) Murid: ”Saya dan teman yang lainnya Bu”

(4) Bu Suci: ”Bagaimana terjadi? Kalian bergelut? Bertengkar kemudian berkelahi?”

(5) Murid: ”Tidak Bu, kalau saya memang bertengkar lalu dipukul. Tapi kebanyakan tanpa ada yang dipersoalkan Bu, tiba-tiba dia memukul”


(40)

(sumber: nover Pertemuan Dua Hati karya halaman 28)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Murid. Masih di dalam ruangan kelas, Bu Suci ingin mengetahui apa penyebab murid-muridnya tidak menyukai Waskito. Bu suci semakin heran karena seluruh murid mengatakan Waskito adalah anak yang jahat.

Tindak lokusi yang terdapat pada tuturan (1), yaitu <Murid> menyatakan bahwa Waskito mempunyai kelainan. Ia suka memukul dan mengamuk tanpa sebab. Penyebab teman-teman tidak menyukai Waskito adalah karena kekasaran Waskito terhadap teman-temannya. Tindak ilokusi pada tuturan (1) adalah <Murid> memberitahu <Bu Suci> tentang kekesalannya atas tindakan Waskito yang brutal. <Murid> menjelaskan mengapa seluruh teman di kelas membenci Waskito. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (2), yaitu <Bu Suci> bertanya kepada <Murid> untuk menjelaskan siapa saja yang pernah disakiti oleh Waskito.

Tindak lokusi yang terdapat pada tuturan (2) adalah <Bu Suci> bertanya kepada <Murid> siapa saja yang pernah disakiti oleh Waskito. Tindak ilokusinya adalah <Bu Suci> ingin mengetahui siapa saja yang pernah disakiti. <Bu Suci> ingin melihat seberapa banyak anak yang telah dipukul dan disakiti oleh Waskito>. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (3), yaitu hamper seluruh murid di kelas mengangkat tangan dan mengaku pernah di sakiti oleh Waskito.


(41)

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Murid> mengangkat tangan bersama teman-teman yang lain dan mengatakan bahwa ia dan teman-teman yang lain pernah disakiti. Tindak ilokusi tuturan (3) adalah <Murid> memberitahu agar <Bu Suci> mengetahui bahwa banyak orang yang telah disakiti oleh Waskito. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (4), yaitu <Bu Suci> bertanya bagaimana semua itu bias terjadi.

Tindak lokusi yang terdapat pada tuturan (4) adalah <Bu Suci> bertanya bagaimana kebrutalan Waskito bias terjadi dan seperti apa Waskito menyakiti teman-temannya. Tindak ilokusi tuturan (4) adalah <Bu Suci> ngin mendapat jawaban dan mengetahui secara jelas kronologis kejadian, agar <Bu Suci> dapat mengambil kesimpulan dan segera mengambil tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (5), yaitu <Murid> menceritakan kejadian bagaimana Waskito betindak kasar kepadanya.

Tindak lokusi yang terdapat pada tuturan (5) adalah <Murid> menyatakan bahwa memang ia bertengkar dengan Waskito lalu dipukul tetapi kebanyakan Waskito memukul teman-teman tanpa ada sebabnya. Tindak ilokusi yang terdapat pada tuturan (5) adalah <Murid> menceritakan dan mengeluhkan tindakan Waskito yang bisa saja mengamuk dan memukul tanpa sebab yang jelas. Tindak perlokusinya ialah <Bu Suci> hanya terdiam sambil memikirkan jalan keluar dari masalah tersebut.


(42)

Data Percakapan 4

(1) Bu Suci: ”Siapa lagi yang pernah berurusan dengan Waskito?”

(2) Murid: ”Saya dilempari batu-batu besar Bu. Untung tidak kena, tetapi lampu sepeda saya pecah. Saya kena marah di rumah.”

(3) Bu Suci: ”Kamu katakan bahwa Waskito yang memecahkannya?”

(4) Murid: ”Saya bilang tabrakan dengan teman.”

(5) Bu Suci: ”Mengapa?”

(6) Murid: ”Bapak tidak suka saya buat perkara di sekolah.” (sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 29)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Murid. Di ruang kelas pada waktu itu seluruh anak mengelukan tentang kenakalan Waskito. Di ruang kelas tersebut Bu Suci mencari tahu tentang apa saja yang pernah dilakukan oleh Waskito. Pagi itu suasana kelas agak gaduh karena seluruh siswa mulai mengungkapkan apa yang pernah dialami oleh mereka.

Tindak lokusi pada tuturan (1), yaitu <Bu Suci> menanyakan siapa saja yang pernah berurusan dengan Waskito. Tindak ilokusi pada tuturan (1) adalah <Bu Suci> ingin mengetahui seberapa banyak orang yang disakiti Waskito dan ingin mendengar kesaksian dari orang-orang yang pernah berurusan dengan Waskito. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (2), yaitu <Murid> menceritakan kejadian yang ia alami.


(43)

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Murid> menyatakan bahwa ia pernah dilempari batu-batu besar oleh Waskito. Penyebab kemarahannya tidak jelas. Tindak ilokusi tuturan (2) adalah <Murid> memberitahu dan bersaksi kepada <Bu Suci> bahwa ia pernah dilempari batu besar. Untungnya tidak melukai tubuhnya hanya saja lampu sepedanya rusak. Akibat ulah Waskito <Murid> dimarahi oleh orang tuanya. Tindak perlokusi terdapat pada tuturan (3), yaitu < Bu Suci> bertanya apakah <Murid> menceritakan kejadian tersebut kepada orang tuanya.

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Bu Suci> bertanya apakah <Muid> memberitahu kepada orang tuanya bahwasannya yang memecahkan lampu sepedanya adalah Waskito. Tindak ilokusi tuturan (3) adalah <Bu Suci> ingin mengetahui apakah <Murid> berkata jujur kepada orang tuanya. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (4) <Murid> menjawab pertanyaan <Bu Suci> dan mengatakan bahwa ia tidak berkata jujur

Tindak lokusi pada tuturan (4) adalah <Murid> mengatakan kepada <Bu Suci> bahwa ia tidak berkata yang sejujurnya kepada orang tuanya. Tindak ilokusi tuturan (4) adalah <Murid> memberitahu kepada <Bu Suci> bahwa ia hanya mengatakan bahwa lampu sepeda pecah karena bertabrakan dengan teman. <Murid> tidak berkata jujur kepada orang tuanya. Tindak perlokusinya muncul pada tuturan (5), yaitu <Bu Suci> bertanya mengapa.

Tindak lokusi pada tuturan (5) adalah <Bu Suci> bertanya mengapa <Murid> tidak berkata jujur kepad orang tuanya. Tindak ilokusi tuturan (5) adalah


(44)

<Bu Suci> ingin mengetahui alasan mengapa <Murid> tidak berkata dengan jujur. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (6), yaitu <Murid> menyatakan alasannya.

Tindak lokusi pada tuturan (6) adalah <Murid> menyatakan bahwa orang tuanya tidak menyukai jika ia berbuat masalah apa pun di sekolah. Tindak ilokusi tuturan (6) adalah <Murid> memberitahu alasan mengapa ia tidak berkata jujur. Ia takut jika orang tuanya marah besar. Tindak perlokusinya adalah <Bu Suci> mulai berpikir tentang perlakuan Waskito.

Data Percakapan 5

(1) Nenek: ”Tua-tua masih praktek jeng, hanya dua kali seminggu. Dia bergantian dengan dokter muda, muridnya sendiri. Sekalian menolong, hasilnya buat tambah-tambah belanja”

(2) Bu Suci: ”Di samping itu Bapak tidak bekerja di mana-mana lagi, Bu?”

(3) Nenek: ” masih. Setiap pagi ke Rumah Sakit Karyadi. Gaji pemerintah jeng!” Katanya hanya supaya tidak ketinggalan metode-metode baru. Diminta ke rumah sakit lain yang lebih dapat menghasilkan uang, tetapi sudah lelah.

Katanya biar yang muda-muda saja, yang penting sekarang mengajar.”

(sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 36)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Nenek. Pada suatu sore yang telah ditentukan, Bu Suci berkunjung ke rumah kakek dan nenek Waskito. Bu Suci bertemu dengan kakek


(45)

dan nenek Waskito yang usianya sebaya dengan orang tua Bu Suci. Si kakek sebentar menyalam Bu Suci, lalu kembali masuk ke kamar praktek dokter.

Tindak lokusi pada tuturan (1) adalah <Nenek> menyatakan kepada <Bu Suci> bahwa suaminya walaupun sudah tua masih praktek sebagai dokter. Tindak ilokusi tuturan (1) adalah <Nenek> memberitahu tentang status sosial suaminya yang masih bekerja sebagai dokter. Suaminya masih aktif dua minggu sekali untuk praktek walaupun sudah tua. <Nenek> memperkenalkan diri dan kehidupannya agar terlihat leih akrab dengan <Bu Suci>. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (2) bertanya apakah hanya itu saja yang dikerjakan oleh suaminya.

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Bu Suci> bertanya apakah hanya praktek dan membantu dokter muda saja yg dikerjakan olah suaminya. Tindak ilokusi tuturan (2) <Bu Suci> ingin mengetahui lebih dalam tentang seluruh kehidupan Waskito, termasuk Nenek dan suaminya. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (3), yaitu <Nenek> dengan senang hati menceritakan tentang keseharian suaminya.

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Nenek> mengatakan bahwa selain bekerja di tempat praktek, suaminya juga masih bekerja di Rumah Sakit Karyadi. Supaya tidak ketinggalan metode-metode baru. Tindak ilokusi pada tuturan (3) adalah <Nenek> memberitahu bahwa suaminya masih bekerja di Rumah Sakit Karyadi agar tidak tertinggal metode-metode baru. <Nenek> menceritakan bahwa suaminya hanya membantu dokter muda utk menyelesaikan tugas sebagai


(46)

penolong orang sakit. Tindak perlokusinya adalah <Bu Suci> menilai baik kehidupan <Nenek>.

Data Percakapan 6

(1) Waskito: “Tidak Bu! Saya di sini saja!”

(2) Bu Suci: ”Mengapa?”

(3) Waskito: ”Tidak Bu!”

(4) Bu Suci: “Baiklah! Saya kira, saya tahu mengapa kamu tidak mau pindah!”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 54)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Waskito. Di dalam ruangan kelas, seperti biasa Bu Suci memperhatikan setiap siswa yang hadir di dalam ruangan. Kala itu Bu Suci sudah mulai menghapal nama-nama muridnya. Bu suci menyuruh murid-murid untuk berpindah-pindah tempat sesuai arahan dari Bu Suci. Bu Suci mengatur tempat duduk agarmurid dapat menyerap pelajaran dengan maksimal sesuai dengan teman sebangku yang diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik.

Tindak lokusi yang terdapat pada tuturan (1) adalah <Waskito> menyatakan kepada <Bu Suci> bahwa ia tidak mau pindah tempat duduk karena ia tidak suka diatur oleh siapa pun di sekolah. Tindak ilokusi tuturan (1) adalah <Waskito> membantah perkataan <Bu Suci> untuk berpindah tempat duduk. <Waskito> merasa bahwa tidak ada satu pun yang boleh mengaturnya di sekolah.


(47)

Tindak perlokusi muncul pada tuturan (2), yaitu < Bu Suci> mencoba bersabar menghadapi <Waskito

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Bu Suci> bertanya mengapa <Waskito> tidak ingin berpindah tempat duduk. Tindak ilokusi tuturan (2) adalah <Bu Suci> ingin mengetahui alasan <Waskito> tidak mau pindah tempat duduk. Tindak perlokusi nya adalah <Waskito> menghiraukan <Bu Suci> dengan pandangan mata tajam.

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Waskito> mengatakan tidak kepada <Bu Suci>, tanpa alasan yang jelas. Tindak ilokusi tuturan (3) adalah <Waskito> membantah perkataan <Bu Suci> untuk berpindah dari tempat duduk. <Waskito> tidak menghiraukan ucapan <Bu Suci> dengan hanya berdiam diri di tempat duduknya. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (4), yaitu <Bu Suci> mencoba mengahadapi <Waskito> dengan besar hati.

Tindak lokusi pada tuturan (4) adalah <Bu Suci> mengatakan bahwa ia mengetahui alasan mengapa <Waskito> tidak ingin pindah tempat duduk. Tindak ilokusi tuturan (4) adalah <Bu Suci> pasrah dan mencoba mengikuti kemauan <Waskito>, seolah mengerti mengapa <Waskito> tidak ingin pindah.

Data Percakapan 7


(48)

istirahat ini. Kamu cepat mengembalikan ke lemari kantor ya!”. ”Waskito! Tolong bawakan buku-buku tugas! Saya tidak dapat membawanya sendiri”

(2) Waskito:”ini Bu” (meletakkan buku tugas di meja Bu Suci ) (3) Bu Suci: ”Terima kasih! Nanti akan saya periksa.”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 55)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Waskito. Ketika lonceng istirahat berbunyi, buku bacaan dikumpulkan kembali. Di meja ada setumpuk buku tugas, harus dibawa ke kantor sekolah. Saat itu Bu Suci ingin mencoba melakukan pendekatan terhadap Waskito dengan menyuruhnya untuk membantu membawa buku tugas.

Tindak lokusi pada tuturan (1) adalah <Bu Suci> mengatakan kepada <Waskito> untuk membantu membawa buku tugas ke kantor sekolah. Tindak ilokusi tuturan (1) adalah <Bu Suci> memerintahkan <Waskito> untuk membantu membawa buku tugas ke kantor. <Bu Suci> bermaksud untuk melakukan pendekatan kepada <Waskito> dan berharap <Waskito> dapat mematuhi perkataannya. Tindak perkokusi muncul pada tuturan (2) <Waskito> meletakkan buku tugas di meja <Bu Suci>

Tindak lokusi pada tutuan (2) adalah <Waskito> mengatakan ini Bu kepada <Bu Suci> dan meletakkan buku tugas di meja <Bu Suci>. Tindak ilokusi pada tuturan (2) adalah <Waskito> mematuhi perintah <Bu Suci> untuk pertama kalinya. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (3), yaitu <Bu suci> merasa senang dan mengucapkan rasa terima kasihnya kepada <Waskito>.


(49)

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Bu Suci> mengucapkan terima kasih kepada <Waskito>. Tindak ilokusi pada tuturan (3) adalah <Bu Suci> berterima kasih kerena <Waskito> sudah mematuhi perintahnya. <Bu Suci> merasa senang karena <Waskito> sudah menunjukkan sedikit kemajuan dengan telah mengikuti perintah <Bu Suci>. Tindak perlokusinya adalah <Waskito> mengangguk kan kepala lalu pergi.

Data Percakapan 8

(1) Murid: ”Bu Suci! Waskito kambuh Bu! Dia mengamuk! Dia mau

membakar kelas!”

(2) Bu Suci: ”Mengapa begitu? Apa yang menyebabkan dia marah?

Kalian bertengkar?”

(3) Murid: ”Tidak Bu! Tidak tahu apa yang terjadi, saya kembali dari kamar kecil dan mendengar Waskito berteriak-teriak seperti dulu! Dia mengatakan sangat membenci kami semua”

(sumber: novel Pertemuan Dua Hati Halaman 68)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Murid. Selama tiga bulan Bu Suci bekerja menjadi guru di sekolah barunya, keadaa dapat dikatakan tenang. Baik persoalan Waskito dan murid-murid dikelas.


(50)

Tiba-tiba keadaan berubah. Saat itu guru-guru sedang beristirahat di kantor, menunggu lonceng masuk kembali. Seorang murid terengah-engah datang dan menghampiri.

Tindak lokusi yang terdapat pada tuturan (1) adalah <Murid> berkata kepada <Bu Suci> bahwa Waskito sedang mengamuk. <Murid> takut bahwa Waskito akan berbuat kasar kembali kepada murid-murid disekitarnya. Tindak ilokusi pada tuturan (1) adalah <Murid> ingin memberitahu kepada <Bu Suci> bahwa Waskito sedang berbuat ulah dan mengingikan <Bu Suci> untuk segera menghampiri Waskito agar dapat menghentikannya. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (2) <Bu Suci> terkejut dan segera berlari menghampiri Waskito.

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Bu Suci> bertanya kepada <Murid> apa penyebab kemarahan Waskito. Tindak ilokusi tuturan (2) adalah <Bu Suci> ingin mengetahui mengapa Waskito bias mengamuk dan berbuat ulah, setelah beberasa minggu terakhir Waskito mengalami perubahan yang baik. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (3), yaitu <Murid> menjelaskan secara terburu-buru sambil mengiring <Bu Suci> ke tempat Waskito berada.

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Murid> berkata kepada <Bu Suci> bahwa <Murid> tidak mengetahui mengapa Waskito bisa mengamuk, ia hanya mendengar teriakan Waskito dan mengatakan ia benci dengan semua orang yang ada di sekolah. Tindak ilokusi tuturan (3) adalah <Murid> memberitahu kepada <Bu Suci> apa yang ia ketahui saat kejadian tersebut. <Murid> ingin <Bu Suci> segera menghampiri dan menenangkan Waskito. Tindak perlokusinya adalah <Bu


(51)

Suci> merespon baik dan segera menghampiri Waskito untuk menenangkan dan mencari tahu mengapa semua bisa terjadi.

Data Percakapan 9

(1) Bu Suci: ”Buku-buku tugas harus dibungkus dengan sampul yang sama. Waskito! Tolong ambilkan gulungan kertas yang ada di meja Bu Suci di kantor!”

(2) Waskito: ”baik Bu” (berdiri dan pergi) (Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 72)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Waskito. Pada pagi hari ketika lonceng pelajaran pertama berdentang, Bu Suci masuk kelas dan melihat Waskito sudah berpindah tempat duduk, tepat di depan meja guru. Suasana terlihat lebih damai dari biasanya.

Tindak lokusi pada tuturan (1) adalah <Bu Suci> mengatakan kepada <Waskito> untuk mengambil gulungan kertas yang ada di meja kantor. Tindak ilokusi pada tuturan (1) adalah < Bu Suci> memerintahkan <Waskito> untuk mengambil gulungan kertas. <Bu Suci> berharap agar <Waskito> dapat menuruti perintahnya, dan dapat berubah menjadi anak berpribadi yang baik. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (2), yaitu <Waskito> segera berdiri dan pergi untuk mengambil gulungan kertas tersebut.


(52)

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Waskito> mengatakan kepada <Bu Suci> bahwa ia akan mengambil gulungan kertas sesuai yang diperintahkan oleh <Bu Suci>. Tindak ilokusi pada tuturan (2) adalah <Waskito> mengikuti perkatakaan <Bu Suci> untuk mengambil gulungan kertas. Tindak perlokusinya adalah <Bu Suci> sangat senang dengan perubahan yang terjadi dalam diri <Waskito>.

Data Percakapan 10

(1) Bu Suci: ”Jadi kamu tidak pernah berpergian bersama teman-teman sebayamu?”

(2) Waskito: ”Tidak Bu! Kecuali kalau mencuri-curi seperti waktu membolos”

(3) Bu Suci: ”Kalau membolos, dengan siapa kamu pergi?”

(4) Waskito: ”Dengan anak-anak kampung. Siapa saja yang mau diajak buat teman.”

(Sumber: novel Pertemuan Dua Hati halaman 77)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Waskito. Pada waktu jam istirahat Bu Suci selalu membiasakan untuk mendekatkan diri kepada waskito. Saat itu di ruang kelas mereka berbincang-bincang mengenai kehidupan Waskito, dan Waskito mulai menunjukkan kemajuan dengan mulai berbicara jujur kepada Bu Suci.


(53)

Tindak lokusi yang terdapat pada tuturan (1) adalah <Bu Suci> bertanya kepada <Waskito> apakah <Waskito> tidak pernah berpergian bersama teman-temannya. Tindak ilokusi pada tuturan (1) adalah <Bu Suci> ingin mengetahui mengapa <Waskito> tidak memiliki teman dekat untuk bermain. <Bu Suci> ingin mengetahui keseharian <Waskito> bermain dengan siapa saja. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (2), yaitu <Waskito> menjawab pertanyaan dan menceritakan kebiasaannya kepada <Bu Suci>

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Waskito> mengatakan bahwa ia tidak pernah bermain dengan teman sebaya atau teman di sekolahnya. Tindak ilokusi pada tuturan (2) adalah <Waskito> memberitahu kepada <Bu Suci> bahwa ia tidak pernah bermain dengan teman sebaya nya. <Waskito> hanya bermain ketika ia sedang bolos sekolah, karena jika sudah waktunya pulang sekolah dia tidak diperbolehkan untuk bermain lagi. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (3), yaitu <Bu Suci> merasa tersentuh dan bertanya dengan siapa <Waskito> bolos.

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Bu Suci> bertanya kepada <Waskito> dengan siapa ia pergi bolos sekolah. Tindak ilokusi pada tuturan (3) adalah <Bu Suci> ingin mengetahui penyebab <Waskito> bolos dan dengan siapa dia akan pergi. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (4), yaitu <Waskito> menceritakan ia bolos karena rindu akan bermain bersama teman sebaya.

Tindak lokusi pada tuturan (4) adalah <Waskito> mengatakan bahwa ia bolos dengan siapa saja anak kampung yang ingin menjadi temannya. Tindak


(54)

ilokusi pada tuturan (4) adalah <Waskito> ingin memberitahu <Bu Suci> bahwa ia begitu rindu bermain bersama teman sebaya, hingga ia bolos untuk bermain dengan anak kampung. <Waskito> ingin mengungakapkan bahwa jika sudah waktunya jam pulang sekolah, ia harus segera pulang dan tidak diiznkan untuk bermain dengan teman sebaya nya. <Waskito> memilih untuk bolos agar dapat menikmati waktu bermain bersama anak kampung yang mau berteman dengannya. Tindak perlokusinya adalah <Bu Suci> merasa iba kepada <Waskito> dan memikirkan cara untuk mendekatkan <Waskito> kepada teman sebayanya termasuk anak dari <Bu Suci> sendiri.

Data Percakapan 11

Bu Suci: ”Kamu bisa berenang? Seumpama jatuh ke sungai?”

Waskito: ”Dulu saya ingin beljar berenang, tetapi tidak boleh oleh Ibu. Katanya kolam renang umum selalu kotor. Harus tunggu sampai kami buat kolam sendiri”

Bu Suci: ”Akan membuat kolam renang?” Waskito: ”Ya katanya begitu”

(sumber: novel pertemuan dua hati halaman 77)

Konteks:

Pada dialog di atas terdapat percakapan yang melibatkan dua partisipan, yaitu Bu Suci dan Waskito. Masih di ruang kelas, Bu Suci merasa iba karena Waskito tidak memiliki teman di sekolah. Bu Suci berbincang-bincang dengan


(55)

murid sukarnya tersebut, berharap agar ia merasa nyaman dengan Bu Suci dan perlahan Bu Suci bisa mengarahkan Waskito menjadi anak yang disukai oleh banya teman.

Tindak lokusi pada tuturan (1) adalah <Bu Suci> bertanya kepada <Waskito> apakah <Waskito> pandai berenang jika seandainya terjatuh di sungai. Tindak ilokusi tuturan (1) adalah <Bu Suci> ingin mengetahui apakah <Waskito> bisa berenang jika seandainya ia jatuh ke sungai dan tidak ada orang di dekatnya. <Bu Suci> ingin mengetahui apakah <Waskito> bisa menjaga dirinya sendiri. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (2) <Waskito> menjawab pertanyaan <Bu Suci> dan mengatakan ia tidak bisa berenang.

Tindak lokusi pada tuturan (2) adalah <Waskito> mengatakan pada <Bu Suci> bahwa dulu ia ingin beajar berenang tetapi ibunya tidak memperbolehkan karena menurut ibunya kolam renang umum terlalu kotor untuk <Waskito>. Tindak ilokusi pada tuturan (2) adalah <Waskito> memberitahu kepada <Bu Suci> bahwa ia tidak bisa berenang, meskipun sesungguhnya ia sangat ingin belajar berenang. <Waskito> ingin memeberitahu <Bu Suci> bahwa ibunya tidak mengizinkannya berenang di tempat umum karena menurut ibunya kolam renang umum terlalu kotor dan <Waskito> harus menunggu sampai mereka membuat kolam renang sendiri. Tindak perlokusi muncul pada tuturan (3), yaitu <Bu Suci> heran dengan keputusan ibu Waskito yag melarang anaknya untuk berbaur di tempat umum.


(56)

Tindak lokusi pada tuturan (3) adalah <Bu Suci> bertanya kepada <Waskito> tentang keinginan orang tuanya yang akan membuat kolam renang sendiri. Tindak ilokusi pada tuturan (3) adalah <Bu Suci> ingin mengetahui apakah benar ibu <Waskito> akan membuat kolam renang dan tidak mengizinkan anaknya untuk bergabung bersama anak-anak yang lain. Tindka perlokusin muncul pada tuturan (4), yaitu <Waskito> menjawab pertanyaan <Bu Suci> dengan nada keluhan.

Tindak lokusi pada tuturan (4) adalah <Waskito> berkata kepada <Bu Suci> bahwa ibunya memang berjanji untuk membuat kolam renang sendiri. Tindak ilokusi pada tuturan (4) adalah <Waskito> ingin memberitahu kepada <Bu Suci> bahwa ibunya yang mempersempit ruang lingkupnya untuk tidak sembarang bergaul. Tindak perlokusinya adalah <Bu Suci> merasa keputusan ibunya adalah salah dan mulai mencari bagaimana cara agar <Waskito> tidak merasa sendirian lagi.


(57)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Seperti yang telah diuraikan pada Bab I, Bab II, Bab III, dan Bab IV, maka dapat diketahui bahwa penelitian ini merupakan penelitian yang mengkaji tentang tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

Berdasarkan analisis data yang dilakukan penulis, maka dapat diambil simpulan bahwa percakapan yang terdapat dalam novel Pertemuan Dua Hati terdapat jenis tindak tutur sesuai dengan yang dikemukakan oleh Austin (lokusi, ilokusi, perlokusi) serta Searle (Asertif, Direktif, Ekspresif, dan Deklaratif). Tindak tutur Komisif tidak ditemukan.

Tindak tutur dominan yang terdapat dalam novel Pertemuan Dua Hati sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Searle yaitu, tindak tutur asertif (pernyataan, saran, dan keluhan) dan tindak tutur ekspresif (ucapan terima kasih, kritikan dan pujian)

5.2Saran

Banyak aspek dari novel Pertemuan Dua Hati yang masih dapat diteliti lebih lanjut. Di antaranya adalah dalam kajian pragmatik dapat dibahas secara mendalam yaitu deiksis, praanggapan dan implikatur.


(58)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu tindak tutur dan novel Pertemuan Dua Hati.

Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu (Chaer, 2004: 16).

Tindak tutur adalah kegiatan melakukan tindakan mengujarkan tuturan (Rustono, 1999: 31).

Novel Pertemuan Dua Hati adalah novel karya Nh. Dini yang terbit pada tahun 1986. Novel ini menceritakan tentang Waskito seorang “murid yang sukar” sehingga ia tidak disukai oleh teman-temannya di sekolah. Waskito sering membolos, sering memukuli kawan-kawannya dan sering membuat onar di sekolah. Akan tetapi, berkat keuletan Bu Suci, yakni guru Waskito, akhirnya si “anak sukar” itu berhasil dibimbing ke arah yang benar.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik

Definisi pragmatik telah banyak disampaikan para linguis yang menggeluti pragmatik. Pragmatik ialah studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga


(59)

tidak dapat dilepaskan dari struktur bahasanya (Levinson dalam Rahardi, 2005: 48).

Parker (dalam Rahardi, 2005: 48) menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang dimaksud dengan hal itu adalah bagaimana satuan lingual tertentu digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya. Pakar ini membedakan pragmatik dengan studi tata bahasa yang dianggapnya sebagai studi seluk-beluk bahasa secara internal. Menurutnya studi tata bahasa tidak perlu dikaitkan dengan konteks, sedangkan studi pragmatik mutlak dikaitkan dengan konteks. Berkenaan dengan itu studi tata bahasa dapat dianggap sebagai studi yang bebas konteks (context independent). Sebaliknya, studi pemakaian tata bahasa dalam komunikasi yang sebenarnya mutlak dikaitkan dengan konteks yang melatarbelakangi dan mewadahinya. Studi bahasa yang demikian dapat disebut sebagai studi yang terikat konteks (context dependent).

Pragmatik mengkaji maksud penutur dalam menuturkan sebuah satuan lingual tertentu pada sebuah bahasa, karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah makna, dapat dikatakan bahwa pragmatik dalam banyak hal sejajar dengan semantik yang juga mengkaji makna. Perbedaan antar kedua adalah bahwa pragmatik mengkaji makna satuan lingual secara eksternal. Makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks, sedangkan makna yang dikaji dalam semantik bersifat bebas konteks. Makna yang dikaji dalam semantik bersifat diadik, sedangkan makna yang dikaji pragmatik bersifat triadik. Pragmatik mengkaji bentuk bahasa untuk memahami maksud penutur, sedangkan semantik


(60)

mempelajari bentuk bahasa untuk memahami makna satuan lingual itu (Rahardi, 2005: 50).

2.2.2 Konteks Situasi Tutur

Konteks situasi tutur menurut Wijana (dalam Rahardi, 2005: 50) mencakup aspek-aspek berikut: (1) penutur dan lawan tutur, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tuturan, (4) tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktifitas, (5) tuturan sebagai produk tindak verbal.

Secara singkat masing-masing aspek situasi tutur itu dapat diuraikan sebagai berikut:

(1)Penutur dan lawan tutur di dalam beberapa literatur, khususnya yang dikemukakan Searle lazim dilambangkan dengan S (speaker) yang berarti „pembicara atau penutur‟ dan H (hearer) yang dapat diartikan „pendengar atau mitra tutur‟. Digunakannya lambang S dan H itu tidak dengan sendirinya membatasi cakupan pragmatik semata-mata hanya pada bahasa ragam lisan saja, melainkan juga dapat mencakup ragam bahasa tulis. (2) Konteks tuturan telah diartikan bermacam-macam oleh para linguis.

Konteks dapat mencakup aspek-aspek tuturan yang relevan baik secara fisik maupun nonfisik. Konteks dapat pula diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikan sama-sama dimiliki penutur dan mitra tutur serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan penutur itu di dalam proses bertutur.

(3) Tujuan tutur berkaitan erat dengan bentuk tuturan seseorang. Dikatakan demikian, karena pada dasarnya tuturan itu terwujud karena


(61)

dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tutur yang jelas dan tertentu sifatnya. Secara pragmatik, satu bentuk tutur dapat memiliki maksud dan tujuan yang bermacam-macam. Demikian sebaliknya, satu maksud atau tujuan tutur dapat diwujudkan dengan bentuk tuturan yang berbeda-beda. Di sinilah dapat dilihat perbedaan mendasar antara pragmatik yang berorientasi fungsional dengan tata bahasa yang berorientasi formal atau struktural.

(4)Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas merupakan bidang yang ditangani pragmatik. Pragmatik mempelajari tindak verbal yang terdapat dalam situasi tutur tertentu, dapat dikatakan bahwa yang dibicarakan di dalam pragmatik itu bersifat konkret karena jelas keberadaan siapa peserta tuturnya, di mana tempat tuturnya, kapan waktu tuturnya, dan seperti apa konteks situasi tuturnya secara keseluruhan.

(5) Tuturan dapat dipandang sebagai sebuah produk tindak verbal. Dapat dikatakan demikian, karena pada dasarnya tuturan yang ada di dalam sebuah pertuturan itu adalah segala pertimbangan konteks yang melingkupi dan mewadahinya.

2.2.3 Tindak Tutur

Pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari yang berupa tindakan bertutur tidak terbatas jumlahnya karena setiap hari seseorang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan berkomunikasi, sehingga tindakan bertutur selalu digunakan untuk menyampaikan gagasan atau pesan untuk berkomunikasi dengan


(1)

KARYA NH.DINI

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan bentuk tindak tutur dalam Novel

Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini. Tujuan dari penelitian ini adalah

mendeskripsikan jenis dan makna dari tindak tutur dalam novel Pertemuan Dua

Hati. Dalam pengumpulan data digunakan metode simak yang kemudian

dilanjutkan dengan teknik catat. Analisis pragmatik mengunakan metode padan diterapkan pada data novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adaleh teori tindak tutur oleh Austin dan Searle.. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa tindak tutur yang terdapat dalam novel tersebut, yaitu tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi serta klasifikasi dari tindak ilokusi dalam novel tersebut adalah asertif, direktif, ekspresif, dan deklaratif. Tindak tutur dominan pada Novel Pertemuan Dua Hati adalah tindak tutur asertif dan ekspresif


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelas kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, agustus 2014

Penulis,


(3)

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang maha Esa atas kasih dan berkat-Nya yang selalu melimpah kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan denga baik. Banyak pihak yang ikut terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, MA. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. sebagai ketua Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. sebagai sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Asrul Siregar, M.Hum. sebagai dosen pembimbing I dan Dra. Rosliana Lubis, M.Hum. sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan ilmu, waktu serta masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

6. Kedua orang tua yang sangat saya sayangi, Ayahanda Okto Humala Siahaan dan Ibunda Titin Supriatin yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, perhatian, waktu, materi, motivasi dan segalanya sesuatu yang saya butuhkan. Terima kasih banyak untuk pengorbanan yang telah


(4)

juga menjadi motivasi bagi saya. Kalian adalah harta yang tak ternilai dalam hidup ini.

7. Seorang terkasih calon Sarjana Teknik, Alex Sihombing yang selama beberapa tahun bisa menjadi seorang sahabat, abang, dan orang yag telah banyak berkorban untuk penulis. Terima kasih untuk semua motivasi, waktu, dan segalanya yang sudah saya terima.

8. Ketiga sahabat yang senantiasa selalu ada dalam suka dan duka Anna Mia Butbut,. Sry Gledis Nababan dan Basaria juntak, SS. Semoga persahabatan tidak berakhir hanya sampai disini.

9. Teman-teman seperjuangan di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara stambuk 2010 (Desy Aryanti, SS. Rosita, Happy) dan teman-teman yang tidak disebutkan namanya satu persatu.

10.Untuk senior dan junior yang banyak memberi masukan kepada penulis.

Demikian skripsi ini saya perbuat. Semoga dapat menambah wawasan pembaca

Medan, agustus 2014 Penulis,


(5)

ABSTRAK………..…………..…...i

PERNYATAAN………...……….….ii

PRAKATA……...……….... iii

DAFTAR ISI …..………...v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….……...1

1.2 Masalah ………..………...……..4

1.3 Batasan Masalah ……….…………...5

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian..………..5

1.4.1 Tujuan Penelitian……….5

1.4.2 Manfaat Penelitian……….……..6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep…..………...……...7

2.2 Landasan Teori……….…7

2.2.1 Pragmatik……….7

2.2.2 Konteks Situasi Tutur………...9

2.2.3 Tindak Tutur……….………..10


(6)

3.1 Waktu Penelitian……….………..…….19 3.2 Populasi dan Sampel……….………….19

3.3 Metode dan Teknik Pengumpula Data……….……..20

3.4 Metode dan Teknik Pengkajian Data…...………….….…20

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data…..…..25

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Jenis Tindak Tutur Dalam Novel Pertemuan Dua Hati….26

4.2 analisi makna dalam novel pertemuan dua hai……….….51

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

51 Simpulan………....73

5.2 Saran………..………….73