Analisis Kuantitatif

2. Analisis Kuantitatif

Analisis yang digunakan untuk mengkaji karakteristik objek Pajak Penerangan Jalan dan penghitungan estimasi potensi Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam pengujian hipotesis) dan menarik kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metode kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti (Azwar, 2001: 5 dalam Wiratno Bagus S, 2010). Untuk kepentingan analisis akan dipaparkan beberapa model analisis data.

a. Hipotesis I

Menggunakan analisis untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang dapat diberikan oleh Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), antara lain:

Dimana:

Pendapatan Asli Daerah = Nilai PAD Perhitungan tersebut menghasilkan kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap PAD. Penelitian kali ini juga akan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square method). Penggunaan metode least square sebetulnya merupakan metode yang menggambarkan garis trend linier dalam banyak peristiwa ekonomi, fluktuasi deret berkala sekitar garis trendnya umumnya bukan bersifat independen. Penggunaan metode least square guna menarik garis trend sebetulnya lebih disebabkan oleh faktor kepraktisan daripada karena matematis (Dajan Anto, 1975: 285 dalam Hajar Sholikhah, 2010). Persamaan garis lurus dinyatakan dengan model PPJ = a + bT, dimana: PPJ = Penerimaan Pajak Penerangan Jalan

a = Konstanta

b = Besar perubahan variabel PPJ yang terjadi pada setiap perubahan

satu variabel T

= Tahun

b. Hipotesis II - Matrik Kinerja Pajak Daerah

Untuk mengetahui kinerja Pajak Penerangan Jalan dari tahun ke tahun digunakan model matrik kinerja Pajak Penerangan Jalan, antara lain:

Tabel 3.1 Matrik Kinerja Pajak Daerah

Keterangan: Xi

= Nilai pajak daerah

Rata-rata X = Nilai rata-rata pajak daerah

X total

= Jumlah total pajak daerah = Pertumbuhan pajak daerah

- Analisis Rasio Pengumpulan (Collection Ratio)

Rumus untuk menghitung pemungutan pajak daerah dalam hal ini adalah Pajak Penerangan Jalan, apakah sudah mencapai target atau belum sesuai dengan target adalah:

Dimana: CLR = Rasio pengumpulan (collection ratio) Xi

= Jenis pajak daerah = Jenis pajak daerah

Untuk menghitung potensi Pajak Penerangan Jalan digunakan rumus yaitu jumlah biaya tarif beban ditambah biaya pemakaian listrik (kwh), selanjutnya akan menghasilkan volume atau realisasi penjualan tenaga listrik dan dikalikan dengan tarif pajak untuk penerangan jalan (menurut golongan) sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam peraturan daerah mengenai Pajak Penerangan Jalan. Penghitungan potensi Pajak Penerangan Jalan: Realisasi penjualan tenaga listrik x Tarif dasar listrik masing-masing golongan

Efektivitas (coverage ratio) digunakan untuk mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan tujuan atau potensi riil yang telah dimiliki suatu daerah (Mardiasmo, 2002 dalam Indra Riady,2010). Dari pengertian efektivitas tersebut disimpulkan bahwa efektivitas bertujuan untuk mengukur rasio keberhasilan, semakin besar rasio maka semakin efektif, standar minimal rasio keberhasilan adalah 100 persen atau 1 (satu) dimana realisasi sama dengan target yang telah ditentukan. Rasio di bawah standar minimal keberhasilan dapat dikatakan tidak efektif. Selama ini belum ada ukuran baku mengenai kategori efektifitas, ukuran efektifitas biasanya dinyatakan secara kualitatif dalam bentuk pernyataan saja (judgement). Tingkat efektifitas dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yaitu:

- Hasil perbandingan tingkat pencapaian 0 - 29 persen berarti kurang

efektif (rendah). - Hasil perbandingan tingkat pencapaian 30 - 69 persen berarti efektif

(sedang). - Hasil perbandingan tingkat pencapaian 70 - 100 persen berarti sangat

efektif (tinggi).

3. Pengukuran Daya Pajak Pajak Penerangan Jalan (Tax Effort)

Daya Pajak Penerangan Jalan (tax effort) adalah rasio antara realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan dengan kapasitas atau kemampuan bayar pajak di suatu daerah. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan membayar masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto, dengan rumus sebagai berikut:

Jika PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan masyarakat di suatu daerah dalam membayar (ability to pay) pajak juga akan meningkat. Ini mengandung arti bahwa administrasi penerimaan daerah dapat meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajaknya meningkat.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kota Surakarta

1. Aspek Geografis

Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang berada di bagian tengah Provinsi Jawa Tengah bagian selatan dan timur yang juga beribukota di Surakarta. Kota Surakarta terletak pada garis lintang 7.5666 o LS dan garis

bujur 110.8166 o BT. Kota Surakarta mempunyai luas 44,03 km 2 yang meliputi 5 kecamatan. Jumlah desa/kelurahan terbanyak di Kecamatan Banjarsari dengan 13 desa/kelurahan. Secara geografis, wilayah Kota Surakarta berbatasan dengan: Sebelah utara

: Karanganyar dan Boyolali

Sebelah timur

: Karanganyar dan Sukoharjo

Sebelah selatan

: Sukoharjo

Sebelah barat

: Karanganyar dan Sukoharjo

Kota Surakarta merupakan kota terkecil nomor 3 di Jawa Tengah setelah Kota Tegal. Kota Surakarta memiliki jarak dari barat ke timur ± 12

Km. Penggunaan lahan di wilayah ini terbagi menjadi:

a. Tanah sawah digolongkan ke dalam sawah (136,56 Ha), tegalan (126,02 Ha).

b. Tanah bukan sawah terdiri dari taman kota (12,59 Ha).

c. Lahan

yang

digunakan untuk suatu

kepentingan, seperti

perumahan/pemukiman, jasa, perusahaan, industri, dll.

Tabel 4.1 Luas Daerah dan Penggunaan Lahan Dirinci Per Kecamatan di Kota Surakarta (Ha)

Kecamatan

Perumahan/ Pemukiman

33,19 Pasar Kliwon

Tanah Kosong

Pasar Kliwon

Lap. OR

2,07 Pasar Kliwon

Jebres

9,16 Banjarsari

Jumlah

Kecamatan

Taman Kota

Lain-Lain

Luas Wilayah Total

319,4 Pasar Kliwon

Sumber: Badan Pertanahan Kota Surakarta Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah yang

menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta. Kota Surakarta juga merupakan salah satu kota terpenting di Provinsi Jawa Tengah karena memiliki banyak keunggulan, dimana diantaranya sebagai kota budaya dan kota pariwisata. Kota Surakarta juga pernah hampir dijadikan ibukota Provinsi Jawa Tengah menggantikan Kota Semarang namun Kota Surakarta tidak memiliki pelabuhan laut seperti halnya Kota Semarang yang memiliki Pelabuhan Tanjung Emas. Banyaknya keunggulan dan keunikan yang dimiliki Kota Surakarta menjadikan kota ini banyak dikunjungi oleh para wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri. Di samping itu juga menjadikan Kota Surakarta sebagai salah satu trend center atau icon Provinsi Jawa Tengah.

Wilayah Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan “Kota Solo” berada pada ketinggian ± 92 m di atas permukaan laut dan merupakan kawasan dataran rendah. Kota Surakarta juga berada pada cekungan di antara tiga gunung, yaitu Gunung Lawu, Gunung Merapi, dan Gunung Merbabu. Sedangkan di sebelah timur dan selatan dibatasi oleh Sungai

Bengawan Solo. Letak Kota Surakarta juga dikelilingi oleh rangkaian gunung-gunung seperti:

a. Di sebelah barat oleh Gunung Merbabu dan Gunung Merapi.

b. Di sebelah timur oleh Gunung Lawu.

c. Di sebelah selatan oleh Pegunungan Sewu. Perairan dapat berupa sungai/kali dan danau/rawa. Di wilayah Kota Surakarta mengalir 5 anak Sungai Bengawan Solo dan sistem drainase kota yang mengalirkan sistem aliran air permukaan ke dalamnya. Kelima anak Sungai Bengawan Solo tersebut yaitu: Sungai Anyar, Sungai Sumber, Sungai Jenes, Sungai Premulung, dan Sungai Pepe.

Dari segi lalu lintas perhubungan di Pulau Jawa, posisi Kota Surakarta berada pada jalur strategis yaitu pada simpul lalu lintas yang menghubungkan Semarang-Yogyakarta (Joglo Semar) dan jalur Surabaya- Yogyakarta. Kota Surakarta dikelilingi oleh beberapa kabupaten di sekitarnya, yaitu Kabupaten Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar, Klaten, Wonogiri, dan Sragen. Ketujuh wilayah daerah tersebut tergabung dalam kerjasama antar daerah Subosukawonosraten.

Tabel 4.2 Tinggi Tempat dan Kemiringan Tanah Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2010

Kecamatan

Tinggi Tempat di Atas Permukaan Laut

(Meter)

Kemiringan Tanah (%)

Pasar Kliwon

Kota Surakarta

80-120

0-15

2. Luas Wilayah

Luas wilayah Kota Surakarta adalah 44,03 km 2 yang terbagi dalam 5 kecamatan dan 51 kelurahan. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Banjarsari dengan luas 14,81 Km 2 (33,64 %), sedangkan kecamatan paling kecil luas daerahnya yaitu Kecamatan Serengan dengan luas 3,19 Km 2 (7,25 %).

3. Keadaan Iklim

Wilayah Kota Surakarta berada di dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 93-98 m di atas permukaan laut. Seperti halnya sebagian besar daerah-daerah di Indonesia, Kota Surakarta mempunyai iklim tropis dengan

temperatur sedang dan mempunyai 2 musim, yakni musim kemarau dan

musim penghujan dengan suhu harian yang berkisar antara 24,1 o

C sampai dengan 27,9 o

C. Sedangkan suhu rata-rata bulanan 27,1 o

C, suhu minimum

25,58 o C dan suhu maksimal 28,8 o

C serta kelembaban rata-rata dalam 1 tahun 79,4 %. Curah hujan rata-rata 2.200 mm dengan hari hujan 194 hari per tahun yang pada umumnya terbagi tidak merata sepanjang tahun. Maka dapat disimpulkan bahwa Kota Surakarta termasuk dalam daerah yang tropis. Iklim tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan pertanian tanaman-tanaman tropis, seperti pertanian padi dan jagung tetapi karena lahan di Kota Surakarta banyak yang digunakan sebagai lahan pemukiman sehingga lahan yang digunakan pertanian semakin sedikit dan sulit untuk mengembangkan sektor pertaniannya.

4. Kondisi Hidrolis, Flora, dan Fauna

Kondisi hidrolis wilayah Kota Surakarta cukup potensial, karena wilayahnya dialiri beberapa sungai serta beberapa mata air juga menggunakan fasilitas PAM maupun PDAM seabagai penyuplai air bersih. Beberapa sungai tersebut diantaranya: Sungai Bengawan Solo yang memiliki lima anak sungai, yaitu: Sungai Anyar, Sungai Sumber, Sungai Jenes, Sungai Premulung, dan Sungai Pepe. Sungai tersebut dapat dimanfaatkan bagi kepentingan sebagian masyarakat Kota Surakarta dan telah dikelola secara teknis untuk berbagai kegiatan seperti: irigasi, air bersih, dan untuk kepentingan perkotaan dan industri.

Secara biotik Kota Surakarta memiliki flora yang cukup beraneka ragam terdiri atas tanaman pertanian, pekarangan, tanaman hias, serta jenis pohon yang mampu hidup di daerah tropis seperti pohon cemara dan pohon

jati. Sedangkan fauna yang ada termasuk fauna Asia yang sekarang masih dapat dipelihara untuk diternak antara lain: ternak besar (kuda, sapi, kerbau), ternak kecil ( kambing, domba, kelinci), dan beberapa jenis ikan serta unggas.

Maka dapat disimpulkan, Kota Surakarta merupakan daerah yang cukup air, hal ini dibuktikan dengan adanya sungai serta fasilitas PAM dan PDAM. Kondisi yang seperti ini seharusnya membuat pertaniannya lebih maju tapi pada kenyataannya pertanian di Kota Surakarta agak terhambat, karena wilayah pertanian yang semakin sempit. Di sisi lain dengan pengelolaan tata kota yang baik mengakibatkan kondisi pertamanan di Kota Surakarta memiliki daya tarik tersendiri. Dengan banyaknya jenis ternak Maka dapat disimpulkan, Kota Surakarta merupakan daerah yang cukup air, hal ini dibuktikan dengan adanya sungai serta fasilitas PAM dan PDAM. Kondisi yang seperti ini seharusnya membuat pertaniannya lebih maju tapi pada kenyataannya pertanian di Kota Surakarta agak terhambat, karena wilayah pertanian yang semakin sempit. Di sisi lain dengan pengelolaan tata kota yang baik mengakibatkan kondisi pertamanan di Kota Surakarta memiliki daya tarik tersendiri. Dengan banyaknya jenis ternak

5. Aspek Demografi

Perkembangan jumlah penduduk di Kota Surakarta berdasarkan registrasi tahun 2010 sebanyak 499.337 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 243.296 jiwa dan perempuan 256.041 jiwa. Dibandingkan tahun 2009, maka terdapat penurunan penduduk sebanyak 28.865 jiwa atau mengalami penurunan sebesar 5,47 %.

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk, Prosentase Pertumbuhan Penduduk di Kota Surakarta Tahun 1993-2010

Tahun

Jumlah Penduduk

Prosentase Pertumbuhan Penduduk

Sumber: BPS Kota Surakarta (diolah)

Pada tahun 2010 terjadi penurunan jumlah penduduk, yang diikuti juga dengan penurunan jumlah rumah tangga. Pada tahun 2010 tercatat Pada tahun 2010 terjadi penurunan jumlah penduduk, yang diikuti juga dengan penurunan jumlah rumah tangga. Pada tahun 2010 tercatat

Seiring dengan kenaikan penduduk, maka kepadatan penduduk juga mengalami kenaikan. Pada tahun 2010 kepadatan penduduk di Kota Surakarta mencapai 11.341 jiwa/Km 2 . Di sisi lain persebaran penduduk masih belum merata, kepadatan penduduk di daerah perkotaan secara umum lebih tinggi dibandingkan daerah pedesaan. Kecamatan dengan kepadatan penduduk paling tinggi adalah Kecamatan Pasar Kliwon, yaitu 15.409

jiwa/Km 2 dan yang paling rendah adalah Kecamatan Laweyan, yaitu 9.972

jiwa/Km 2 .

Tabel 4.4 Struktur Penduduk di Kota Surakarta Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006-2010

Tahun

Jumlah Pria

(Jiwa)

Jumlah Wanita

(Jiwa)

Total (Jiwa)

Sumber: Jawa Tengah dalam Angka 2010

Penduduk merupakan unsur penting dalam kegiatan ekonomi dan usaha untuk membangun perekonomian suatu daerah/negara. Namun jumlah penduduk yang besar menjadi masalah utama yang paling sukar diatasi. Perkembangan penduduk yang sangat cepat tersebut disebabkan oleh berlakunya proses penurunan tingkat kematian akibat dari kemajuan teknologi di bidang kedokteran, perbaikan hidup, dan peningkatan keadaan

sosial. Penulis menyertakan tabel 4.3 laju pertumbuhan penduduk tahun 1993-2010.

6. Kondisi Ekonomi

a. APBD

Dalam perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran 2010, pendapatan daerah direncanakan sejumlah Rp 870.219.058.815,00 dirinci sebagai berikut:

- Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) direncanakan sejumlah Rp 114.429.357.815,00 naik sejumlah Rp 7.669.938.815,00 atau 7,18 % dari anggaran tahun lalu Rp 106.759.419.000,00. Sedangkan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah sebesar Rp 113.946.007.541,85 dengan rincian sebagai berikut:

1. Pajak daerah

: Rp 61.641.623.410,00

2. Retribusi daerah

: Rp 41.558.097.172,00

3. Hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan

: Rp 4.984.197.541,00

4. Lain-lain PAD yang sah

: Rp 5.732.089.418,85

- Dana Perimbangan

sejumlah Rp 614.099.922.000,00 naik sejumlah Rp 81.610.355.040,00 atau 15,33 % dari anggarn tahun lalu Rp 532.489.566.960,00. Sedangkan realisasi dana perimbangan adalah sebesar Rp 610.715.857.616,00 dengan rincian sebagai berikut:

1. Bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak : Rp 82.149.324.216,00

2. Dana alokasi umum

: Rp 499.448.133.400,00

3. Dana alokasi khusus

: Rp 29.118.400.000,00

- Lain-Lain Pendapatan yang Sah

Lain-lain pendapatan yang sah direncanakan sejumlah Rp 141.689.779.000,00 naik sejumlah Rp 8.155.119.000,00 atau 6,11 % dari anggaran tahun lalu Rp 133.534.660.000,00. Sedangkan realisasi lain- lain pendapatan yang sah adalah sebesar Rp 133.852.102.214,00 dengan rincian sebagai berikut:

1. Pendapatan hibah

: Rp 2.000.000.000,00

2. Dana bagi hasil pajak dari

provinsi dan pemerintah daerah lainnya : Rp 47.953.758.943,00

3. Dana penyesuaian dan otonomi khusus : Rp 60.150.000.112,00

4. Bantuan keuangan dari provinsi atau

pemerintah daerah lainnya

: Rp 23.748.343.159,00

b. Pertumbuhan Ekonomi Tabel 4.5 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Kota Surakarta Tahun 2000-2003 (Jutaan Rupiah)

Tahun

Nilai PDRB (Juta)

Sumber: BPS Kota Surakarta. PDRB Kota Surakarta Tahun 2000-2010 diolah

Tabel 4.6 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Kota Surakarta Tahun 2004-2010

Tahun

Nilai PDRB (Juta)

Sumber: BPS Kota Surakarta. PDRB Kota Surakarta Tahun 2010 diolah

Pada tabel 4.5 terlihat PDRB berdasarkan tahun dasar 2000 tidak pernah terjadi penurunan dalam perekonomian Kota Surakarta bahkan cenderung mengalami peningkatan. Pada tabel 4.6 terlihat PDRB atas dasar harga tahun 2000 dapat dilihat setiap tahunnya mengalami pertumbuhan yang fluktuatif dimana seperti yang terjadi pada tahun 2010 yang merupakan peningkatan tertinggi sebesar 5,94 persen, dan mengalami pertumbuhan terendah pada tahun 2005 sebesar 5,15 persen. Namun secara keseluruhan pada tahun 2000-2010 pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2003 sebesar 6,11 persen dan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar 4,12 persen.

Membaiknya kondisi perekonomian ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Perbaikan ekonomi terlihat dari adanya pertumbuhan yang tidak lagi negatif dan cenderung meningkat seperti pada tahun 2008 dengan pertumbuhan sebesar 5,69 persen dan selanjutnya terus mengalami peningkatan hingga tahun 2010, tahun 2009 sebesar 5,90 persen, dan Membaiknya kondisi perekonomian ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Perbaikan ekonomi terlihat dari adanya pertumbuhan yang tidak lagi negatif dan cenderung meningkat seperti pada tahun 2008 dengan pertumbuhan sebesar 5,69 persen dan selanjutnya terus mengalami peningkatan hingga tahun 2010, tahun 2009 sebesar 5,90 persen, dan

Sektor andalan atau sektor yang memberi sumbangan terbesar adalah masih didominasi oleh pariwisata dan perdagangan, dimana pada tahun 2010, sektor ini memberikan sumbangan nilai tambah yang dihitung atas dasar harga berlaku sebesar Rp 2,56 miliar dan Rp 1,31

miliar atas dasar harga konstan tahun 2000. Kondisi tersebut dapat dimengerti, karena perekonomian wilayah Surakarta masih tampak didominasi oleh sektor pariwisata dan perdagangan. Hal ini terlihat dari sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di sektor ini serta sebagian besar lahan di wilayah Kota Surakarta digunakan untuk kegiatan di sektor perdagangan dan pariwisata termasuk di dalamnya sektor industri (hampir mencapai 3/4 dari total luas wilayah Kota Surakarta). Sektor perdagangan juga mencakup hotel dan restoran. Selain perdagangan dan pariwisata, sektor yang juga cukup dominan di Kota Surakarta adalah industri pengolahan. Di sepanjang tahun 2010 sektor industri pengolahan mampu menciptakan nilai tambah (atas dasar harga berlaku/ADH Berlaku) sebesar Rp 2,08 miliar, atau mengalami peningkatan Rp 0,4 miliar dari tahun 2007.

Tabel 4.7 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Surakarta Tahun 2004-2009* (Persen)

4,22 -2,24 Industri

2,32 2,94 Listrik, Gas, dan Air Bersih

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Surakarta Tahun 2010 *) Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Berdasarkan tabel, perekonomian Kota Surakarta pada tahun 2009 mempunyai pertumbuhan sebesar 5,9 persen. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi di tahun 2009 sedikit mengalami peningkatan, yakni sebesar 0,21 persen, dimana pada tahun sebelumnya perekonomian Kota Surakarta mampu tumbuh 5,69 persen. Perkembangan positif dari perekonomian di Kota Surakarta tersebut tidak lepas dari peningkatan kinerja pada sektor yang sangat dominan di wilayah ini, yaitu sektor pariwisata dan perdagangan yang juga mencakup hotel dan restoran serta industri pengolahan yang mampu tumbuh masing-masing sebesar 6,35 dan 2,94 persen.

Pada tahun 2009, hampir seluruh sektor ekonomi di Kota Surakarta memperlihatkan kinerja yang cukup menggembirakan. Peningkatan kinerja tertinggi terjadi pada sektor listrik, gas, dan air bersih yang mampu tumbuh sebesar 8,13 persen, sedangkan yang terendah terjadi pada sektor penggalian yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar -

2,24 persen. Walaupun mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup baik namun untuk sektor listrik, gas, dan air bersih selama periode 2004- 2009 masih fluktuatif. Bila dibandingkan tahun sebelumnya, sektor ini tumbuh cukup signifikan yang semula hanya 6,35 menjadi 8,13 persen di tahun 2009. Percepatan ini sejalan dengan meningkatnya kinerja sektor sumber daya listrik, gas, dan air bersih di Kota Surakarta yang merupakan dampak dari peningkatan jumlah penduduk dan daya beli masyarakat.

7. Profil Penerangan Jalan di Kota Surakarta

Pajak Penerangan Jalan (PPJ) di Kota Surakarta merupakan pajak yang dipungut atas setiap penggunaan tenaga listrik. Penarikan Pajak Penerangan Jalan dilakukan oleh PT. PLN Persero APJ Surakarta yang pembayarannya disatukan ke dalam rekening listrik yang kemudian disetorkan ke DPPKA. Penyediaan dan perawatan dari penerangan jalan dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surakarta. Adapun beberapa permasalahan yang terjadi dalam penyediaan penerangan jalan di Kota Surakarta antara lain:

a. Penerimaan pajak tinggi akan tetapi realisasi untuk penerangan jalan sangat rendah.

b. Kebutuhan untuk biaya listrik yang tinggi.

c. Anggaran untuk penerangan jalan masih sangat rendah.

d. Pengelolaan dan perawatan penerangan jalan masih belum terlaksana dengan baik.

e. Terjadi tunggakan pembayaran tagihan Pajak Penerangan Jalan ke pemerintah pusat pada beberapa waktu terakhir. Luas cakupan pelayanan penerangan jalan di Kota Surakarta tersebar di ± 2.160 titik penerangan jalan yang terbagi dalam 2 Unit Pelayanan Jaringan (UPJ) yaitu UPJ Manahan dan UPJ Surakarta Kota. Mayoritas titik penerangan masih terkonsentrasi di 2 UPJ tersebut yaitu UPJ Manahan dan UPJ Surakarta Kota.

Potensi penerangan jalan di Kota Surakarta masih sangat potensial untuk digali. Dari sisi penerimaan, Pajak Penerangan Jalan merupakan pajak yang memiliki penerimaan terbesar dalam pos pajak daerah Kota Surakarta. Selain itu, masyarakat sebagai pengguna sarana listrik dari PLN juga tidak terlepas dari adanya Pajak Penerangan Jalan. Wajib pajak dalam hal ini masyarakat memiliki andil yang besar dalam penerangan jalan, mereka memiliki ketaatan membayar pajak yang tinggi sehingga penerimaan Pajak Penerangan Jalan cenderung bisa ditingkatkan. Dengan semakin meningkatnya penerimaan Pajak Penerangan Jalan diharapkan setiap daerah akan memiliki sistem penerangan jalan yang cukup memadai.

Untuk tahun 2013 ada beberapa perencanaan yang akan direalisasikan oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta, dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surakarta selaku yang menangani permasalahan tata ruang dan kota di Kota Surakarta antara lain:

a. Meterisasi di setiap gardu penerangan jalan, hal ini bertujuan untuk meminimalisasi biaya listrik, sehingga beban listrik yang dibayarkan ke PLN sesuai dengan pemakaian.

b. Penambahan penerangan jalan sebanyak ± 800 titik.

c. Penggantian lampu-lampu kota yang sudah tidak layak.

d. Pemasangan tiang pancang penerangan jalan (tiang armartur atau oktagonal)

B. Analisis Deskripsi Variabel Penelitian

1. Pajak Penerangan Jalan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber dana yang digunakan untuk melakukan pembiayaan pembangunan dari suatu daerah. Semakin besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) suatu daerah maka semakin besar pula kemampuan daerah itu untuk melakukan pembiayaan pembangunan daerahnya. Oleh karena itu, pemerintah daerah berusaha untuk selalu meningkatkan sumber-sumber penerimaan asli daerahnya, termasuk penerimaan Pajak Penerangan Jalan. Pajak Penerangan Jalan merupakan salah satu jenis pajak daerah yang memiliki penerimaan tertinggi dibandingkan pajak-pajak daerah lainnya. Pajak Penerangan Jalan setiap

tahunnya mengalami kenaikan dan penurunan (fluktuatif). Rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak selama lima tahun sebesar 5,62 persen, pertumbuhan penerimaan mengalami peningkatan dan penurunan

(fluktuatif) selama tahun 2007 hingga tahun 2011. Penurunan pertumbuhan penerimaan Pajak Penerangan Jalan terjadi pada tahun 2009 dan 2011, turun sebesar 4,77 dan 13,41 persen. Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta memiliki rata-rata kontribusi 45,76 persen per tahun terhadap pajak daerah dan rata-rata kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah sebesar 23,23 (fluktuatif) selama tahun 2007 hingga tahun 2011. Penurunan pertumbuhan penerimaan Pajak Penerangan Jalan terjadi pada tahun 2009 dan 2011, turun sebesar 4,77 dan 13,41 persen. Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta memiliki rata-rata kontribusi 45,76 persen per tahun terhadap pajak daerah dan rata-rata kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah sebesar 23,23

Gambar 4.1 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap Pajak Daerah Kota Surakarta Tahun 2007-2011 (Persen)

Sumber: DPPKA Kota Surakarta, 2012, data diolah

Gambar 4.2 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap PAD Kota Surakarta Tahun 2007-2011 (Persen)

Sumber: DPPKA Kota Surakarta, 2012, data diolah

2. Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan dasar pengukuran nilai tambah yang mampu diciptakan akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Data PDRB tersebut menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki. Oleh karena itu besarnya PDRB yang mampu dihasilkan sangat tergantung pada faktor tersebut, sehingga dengan beragamnya keterbatasan dua faktor di atas menyebabkan PDRB bervariasi antar daerah, ada daerah yang memiliki PDRB yang kecil dan ada pula daerah dengan PDRB yang besar. Berikut gambar PDRB Kota Surakarta:

Gambar 4.3 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kota Surakarta Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2006-2010 (Jutaan Rupiah)

Sumber: Biro Pusat Statistik Kota Surakarta, 2010, data diolah

Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung atas dasar harga berlaku di Kota Surakarta selama lima tahun mengalami peningkatan setiap tahunnya. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah dan pada akhirnya juga akan meningkatkan pendapatan. Dengan logika sama, pada tingkat distribusi pendapatan tertentu tetap, semakin tinggi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu daerah, semakin besar pula kemampuan masyarakat daerah tersebut untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan pemerintahnya. Dengan Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung atas dasar harga berlaku di Kota Surakarta selama lima tahun mengalami peningkatan setiap tahunnya. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah dan pada akhirnya juga akan meningkatkan pendapatan. Dengan logika sama, pada tingkat distribusi pendapatan tertentu tetap, semakin tinggi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu daerah, semakin besar pula kemampuan masyarakat daerah tersebut untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan pemerintahnya. Dengan

3. Analisis Data dan Pembahasan

a. Metode Analisis Data - Perhitungan Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Analisis mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), pajak daerah, dan kontribusi pajak daerah telah diuraikan selanjutnya dalam penelitian ini secara khusus, maka akan dibahas secara rinci mengenai salah satu jenis pajak yaitu Pajak Penerangan Jalan yang menjadi jenis pajak daerah yang mempunyai kontribusi terbesar dalam kinerja 5 tahun ini.

Tabel 4.8 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan (Rupiah)

Tahun

Nilai Pajak Penerangan

Jalan (PJU)

Pendapatan Asli

Daerah (PAD)

Sumber: DPPKA Kota Surakarta, 2010 dan 2011 (data diolah) Kontribusinya bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) cukup besar

mengingat bahwa Pajak Penerangan Jalan adalah hanya salah satu sub komponen bagi Pendapatan Asli Daerah, yang masuk dalam total pajak daerah. Kontribusi terbesar pada tahun 2007 mencapai 25,56 % selanjutnya pada tahun 2008 menurun menjadi 24,19 %, pada tahun 2009 dan tahun 2010 terjadi peningkatan berkisar kurang lebih pada angka 25 % dan kontribusinya kembali melemah pada tahun 2011 yang hanya mengingat bahwa Pajak Penerangan Jalan adalah hanya salah satu sub komponen bagi Pendapatan Asli Daerah, yang masuk dalam total pajak daerah. Kontribusi terbesar pada tahun 2007 mencapai 25,56 % selanjutnya pada tahun 2008 menurun menjadi 24,19 %, pada tahun 2009 dan tahun 2010 terjadi peningkatan berkisar kurang lebih pada angka 25 % dan kontribusinya kembali melemah pada tahun 2011 yang hanya

Selanjutnya untuk mengetahui perkembangan Pajak Penerangan Jalan akan digunakan analisis trend dengan melakukan regresi. Regresi merupakan hubungan antara suatu variabel dependen dengan variabel independen. Pada tingkat negara, untuk mengukur keberhasilan suatu pajak digunakan tax rasio (rasio pajak). Penelitian ini menggunakan analisis trend alasannya untuk mengetahui perkiraan trend, yaitu secara langsung dapat membantu menyusun perencanaan (Djarwanto, 1993: 268 dalam Hajar Sholikhah, 2010). Misalnya bila trend penerimaan Pajak Penerangan Jalan selama beberapa tahun menunjukkan kenaikan maka secara logika dapat diramalkan bahwa penerimaan Pajak Penerangan Jalan untuk tahun-tahun yang akan datang juga akan bertambah. Persamaan garis lurus dinyatakan dengan model PPJ = a + bT. Dimana: PPJ = Penerimaan Pajak Penerangan Jalan

a = Konstanta

b = Besar perubahan variabel PPJ yang terjadi pada setiap perubahan

satu variabel T

= Tahun Sebelum memperkirakan trend Pajak Penerangan Jalan dari tahun ke tahun maka harus diadakan uji terlebih dahulu, bila b < 0 maka = Tahun Sebelum memperkirakan trend Pajak Penerangan Jalan dari tahun ke tahun maka harus diadakan uji terlebih dahulu, bila b < 0 maka

= 26.527.082.146,2 + 1.186.146.841,5 T Nilai probabilitas X adalah 0,4525 > 0,05 maka koefisien regresi tersebut (tidak signifikan) pada tingkat signifikansi 5 %.

Berdasarkan persamaan regresi di atas maka nilai b adalah positif dan lebih dari satu maka perkembangan hubungan nilai PPJ dan T adalah naik atau penerimaan pajak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dan tingkat signifikansinya adalah lebih besar dari 0,05 maka persamaan di atas adalah tidak signifikan. Berdasarkan persamaan tersebut maka dapat diketahui perkiraan trend pajak penerangan dari tahun ke tahun, bila trend Pajak Penerangan Jalan selama beberapa tahun meningkat maka secara logika dapat diramalkan bahwa Pajak Penerangan Jalan untuk tahun-tahun yang akan datang juga akan bertambah, maka perkiraan penerimaan Pajak Penerangan Jalan selama kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan dengan tahun dasar (basic year) tahun 2009 dapat disajikan pada perhitungan berikut ini:

1. Prediksi untuk tahun 2012 PPJ’ = a + b (T)

2. Prediksi untuk tahun 2013 PPJ’ = a + b (T) = 26.527.082.146,2 + 1.186.146.841,5 (4) = 31.271.669.512

3. Prediksi untuk tahun 2014 PPJ’ = a + b (T)

4. Prediksi untuk tahun 2015 PPJ’ = a + b (T)

5. Prediksi untuk tahun 2016 PPJ’ = a + b (T)

Kesimpulannya dari persamaan trend di atas maka untuk 5 tahun ke depan penerimaan Pajak Penerangan Jalan akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Trend Pajak Penerangan Jalan untuk 5 tahun ke depan diperkirakan akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

- Gambaran Kinerja Pajak Penerangan di Kota Surakarta

Selanjutnya untuk mengetahui kinerja Pajak Penerangan Jalan dapat diketahui dengan matrik kinerja pajak daerah. Berikut ini adalah kinerja Pajak Penerangan Jalan yaitu pada tahun 2007-2011:

Tabel 4.9 Kinerja Pajak Penerangan Jalan Tahun 2007-2011

Potensial Sumber: DPPKA Kota Surakarta, 2010 dan 2011 (data diolah)

Kinerja Pajak Penerangan Jalan dalam 5 tahun dilihat dari rasio pertumbuhan dan proporsi, jenis pajak tersebut semua kinerjanya tergolong ke dalam kondisi potensial karena proporsi pertumbuhan < 1. Artinya Pajak Penerangan Jalan merupakan salah satu jenis pajak yang cukup berpotensi bagi penyumbang pendapatan pajak daerah yang kontribusinya tentu dapat mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah pada 2007-2011. Belum terjadinya peningkatan kinerja pajak tersebut bisa diperoleh dari faktor internal maupun eksternal. Internal yaitu PLN sebagai lembaga pemungut pajak dan eksternal yaitu pemda sebagai pengelola pajak tersebut.

Selanjutnya sebagai pelengkap data kinerja dari keseluruhan Pajak Penerangan Jalan maka akan dibahas mengenai rasio pengumpulan (collection ratio) dan rasio pertumbuhan.

1. Rasio Pengumpulan (Collection Ratio) Tabel 4.10 Rasio Pengumpulan (Collection Ratio) Pajak Penerangan Jalan Tahun 2007-2011 (Rupiah)

Collection Ratio

98,11 % Sumber: DPPKA Kota Surakarta, 2010 dan 2011 (data diolah)

Rasio pengumpulan Pajak Penerangan Jalan rata-rata di atas 100 % artinya tahun 2007-2011 jenis pajak ini tergolong mencapai target yang ditentukan oleh pemda atau sangat efektif. Pada tahun 2011 terjadi penurunan rasio pengumpulan yaitu di bawah 100 % artinya pendapatan Pajak Penerangan Jalan pada tahun tersebut belum mencapai target yang ditentukan pemda atau tidak efektif, rasionya hanya sebesar 98,11 %. Terjadi penurunan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

2. Rasio Pertumbuhan

Rasio ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pertumbuhan Pajak Penerangan Jalan. Rasio pertumbuhan Pajak Penerangan Jalan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.11 Pertumbuhan Pajak Penerangan Jalan Tahun 2007-2011

Sumber: DPPKA Kota Surakarta, 2010 dan 2011 (data diolah)

Pertumbuhan keseluruhan Pajak Penerangan Jalan cenderung positif akan tetapi fluktuatif. Terjadi peningkatan dan penurunan pertumbuhan selama kurun waktu 5 tahun. Pada tahun 2011, Pajak Penerangan Jalan pertumbuhannya negatif artinya pendapatan tahun tersebut tidak ada peningkatan atau terjadi penurunan dari tahun sebelumnya.

- Perhitungan Potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan

Potensi merupakan keseluruhan pendapatan yang memungkinkan dapat dicapai berdasarkan kondisi dan perkembangan sumber pendapatan yang dimaksud. Nilai potensi setiap sumber pendapatan daerah tersebut masih jarang untuk dilaporkan sebagaimana nilai target dan realisasi pendapatan. Analisis perhitungan potensi mutlak diperlukan dalam analisis menetapkan target rasional. Dengan potensi yang ada, setelah dibandingkan penerimaan untuk masa yang akan datang, maka akan didapatkan besarnya potensi yang terpendam, sehingga akan dapat diperkirakan rencana dan tindakan apa yang akan dilakukan untuk menggali potensi yang terpendam untuk menentukan berapa besarnya rencana penerimaan yang akan datang.

Untuk menghitung potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan, pertama perlu diketahui basis Pajak Penerangan Jalan (tax base) dengan rumus sebagai berikut:

Tax Base PPJ = Biaya Beban + Biaya Pemakaian Listrik Setelah diperoleh basis pajaknya, kemudian potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Potensi PPJ = Basis Pajak Penerangan Jalan x Tarif Pajak

Adapun perhitungannya sebagai berikut:

1. Perhitungan Basis Pajak Penerangan Jalan per Golongan Tarif Tabel 4.12 Biaya Beban dan Biaya Pemakaian Listrik Golongan Tarif Rumah Tangga Tahun 2010-2011 (Rupiah)

a. Tahun 2010-UPJ Surakarta Kota

Bulan

Golongan Rumah Tangga (R)

Biaya Beban

Biaya Pemakaian Listrik Rp kWh

Rp kVArh TTLB

Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah

b. Tahun 2010-UPJ Manahan

Bulan

Golongan Rumah Tangga (R)

Biaya Beban

Biaya Pemakaian Listrik Rp kWh

Rp kVArh TTLB

Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah

Bulan

Golongan Rumah Tangga (R)

Biaya Beban

Biaya Pemakaian Listrik Rp kWh

Rp kVArh TTLB

Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah

d. Tahun 2011-UPJ Manahan

Bulan

Golongan Rumah Tangga (R)

Biaya Beban

Biaya Pemakaian Listrik Rp kWh

Rp kVArh TTLB

Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah - Basis Pajak Penerangan Jalan (tax base) tahun 2010

- Basis Pajak Penerangan Jalan (tax base) tahun 2011 = 16.911.456.036 + 146.400.482.272 = 163.311.938.308

Tabel 4.13 Biaya Beban dan Biaya Pemakaian Listrik Golongan Tarif Bisnis Tahun 2010-2011 (Rupiah)

a. Tahun 2010-UPJ Surakarta Kota

Bulan

Golongan Bisnis (B)

Biaya Beban

Biaya Pemakaian Listrik Rp kWh

Rp kVArh TTLB

Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah

Bulan

Golongan Bisnis (B)

Biaya Beban

Biaya Pemakaian Listrik Rp kWh

Rp kVArh TTLB

Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah

c. Tahun 2011-UPJ Surakarta Kota

Bulan

Golongan Bisnis (B)

Biaya Beban

Biaya Pemakaian Listrik Rp kWh

Rp kVArh TTLB

Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah

Bulan

Golongan Bisnis (B)

Biaya Beban

Biaya Pemakaian Listrik Rp kWh

Rp kVArh TTLB

Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah - Basis Pajak Penerangan (tax base) Jalan tahun 2010

= 14.189.981.390 + 156.588.685.460 = 170.778.666.850 - Basis Pajak Penerangan (tax base) Jalan tahun 2011 = 3.092.260.053 + 169.659.427.688 = 172.751.687.741

Tabel 4.14 Biaya Beban dan Biaya Pemakaian Listrik Golongan Tarif Industri Tahun 2010-2011 (Rupiah)

a. Tahun 2010-UPJ Surakarta Kota

Bulan

Golongan Industri (I)

Biaya Beban

Biaya Pemakaian Listrik Rp kWh

Rp kVArh TTLB

Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah

b. Tahun 2010-UPJ Manahan

Bulan

Golongan Industri (I)

Biaya Beban

Biaya Pemakaian Listrik Rp kWh

Rp kVArh TTLB

Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah

Bulan

Golongan Industri (I)

Biaya Beban

Biaya Pemakaian Listrik Rp kWh

Rp kVArh TTLB

Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah

d. Tahun 2011-UPJ Manahan

Bulan

Golongan Industri (I)

Biaya Beban

Biaya Pemakaian Listrik Rp kWh

Rp kVArh TTLB

Sumber : PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah - Basis Pajak Penerangan (tax base) Jalan tahun 2010

= 12.342.403.745 + 115.362.697.075 = 127.705.100.820 - Basis Pajak Penerangan (tax base) Jalan tahun 2011

2. Perhitungan Potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Menurut Golongan Tarif.

a. Perhitungan Potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Golongan Tarif Rumah Tangga Tahun 2010-2011

- Potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan tahun 2010 = 160.404.092.595 x 9 % = 14.436.368.334 - Potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan tahun 2011 = 163.311.938.308 x 9 % = 14.698.074.448

b. Perhitungan Potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Golongan Tarif Bisnis Tahun 2010-2011

- Potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan tahun 2010 = 170.778.666.850 x 5 % = 8.538.933.343 - Potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan tahun 2011 = 172.751.687.741 x 5 % = 8.637.584.387

c. Perhitungan Potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Golongan Tarif Industri Tahun 2010-2011

- Potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan tahun 2010 = 127.705.100.820 x 9 %

= 11.493.459.074 - Potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan tahun 2011 = 151.397.174.543 x 9 % = 13.625.745.709

3. Potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta

a. Potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Tahun 2010 = 14.436.368.334 + 8.538.933.343 + 11.493.459.074 = 34.468.760.751

b. Potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Tahun 2011 = 14.698.074.448 + 8.637.584.387 + 13.625.745.709 = 36.961.404.544

Hasil perhitungan di atas merupakan hasil perhitungan potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan dari pelanggan reguler PT. PLN APJ Surakarta.

- Perhitungan Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kota

Surakarta

1. Tahun 2010

Berdasarkan jumlah potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan sebesar Rp 34.468.760.751, diketahui efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta tahun 2010 dengan realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan sebesar Rp 28.892.435.120 tahun 2010 adalah sebagai berikut:

Dari hasil perhitungan di atas diperoleh tingkat efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta tahun 2010 adalah 83,82 persen.

2. Tahun 2011

Berdasarkan jumlah potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan sebesar Rp 36.961.404.544, diketahui efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta tahun 2011 dengan realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan sebesar Rp 28.309.772.763 tahun 2011 adalah sebagai berikut:

Dari hasil perhitungan di atas diperoleh tingkat efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta tahun 2011 adalah 76,59 persen.

- Pengukuran Daya Pajak (Tax Effort)

1. Tahun 2007

Diketahui bahwa realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan pada tahun 2007 sebesar Rp 22.860.946.389 dan Produk Domestik Regional Bruto Kota Surakarta sebesar Rp 6.909.094,57 juta, maka perhitungan daya pajaknya adalah sebagai berikut:

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa daya pajak (Tax Effort) di Kota Surakarta sebesar 0,33 persen.

2. Tahun 2008

Diketahui bahwa realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan pada tahun 2008 sebesar Rp 24.902.623.244 dan Produk Domestik Regional Bruto Kota Surakarta sebesar Rp 7.901.886,06 juta, maka perhitungan daya pajaknya adalah sebagai berikut:

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa daya pajak (Tax Effort) di Kota Surakarta sebesar 0,32 persen.

3. Tahun 2009

Diketahui bahwa realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan pada tahun 2009 sebesar Rp 25.937.479.080 dan Produk Domestik Regional Bruto Kota Surakarta sebesar Rp 8.880.691,24 juta, maka perhitungan daya pajaknya adalah sebagai berikut:

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa daya pajak (Tax Effort) di Kota Surakarta sebesar 0,29 persen.

4. Tahun 2010

Diketahui bahwa realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan pada tahun 2010 sebesar Rp 28.892.435.120 dan Produk Domestik Regional Bruto Kota Surakarta sebesar Rp 9.941.136,57 juta, maka perhitungan daya pajaknya adalah sebagai berikut:

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa daya pajak (Tax Effort) di Kota Surakarta sebesar 0,29 persen.

5. Tahun 2011

Diketahui bahwa realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan pada tahun 2011 sebesar Rp 28.309.772.763 dan Produk Domestik Regional Bruto Kota Surakarta sebesar Rp 10.992.971,19 juta, maka perhitungan daya pajaknya adalah sebagai berikut:

Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa daya pajak (Tax Effort) di Kota Surakarta sebesar 0,26 persen.

b. Interpretasi Secara Ekonomi - Potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta

Berdasarkan hasil perhitungan potensi selama dua tahun, yaitu periode tahun 2010 hingga tahun 2011, total potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan adalah sebesar Rp 71.430.165.295. Potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan dihitung dari total potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan berdasarkan golongan tarif, adapun rinciannya berikut:

Tabel 4.15 Potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan berdasarkan Golongan Tarif di Kota Surakarta Tahun 2010-2011

Tahun

Potensi Golongan Tarif Rumah Tangga

Potensi Golongan Tarif

Bisnis

Potensi Golongan Tarif Industri

Sumber: PT. PLN Persero APJ Surakarta, 2012, data diolah

Selama dua tahun, golongan tarif yang memiliki potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan paling besar adalah golongan tarif rumah tangga (R), dengan total penerimaan sebesar Rp 29.134.442.782,00, kemudian golongan tarif industri (I) dengan total penerimaan Rp 25.119.204.783,00 dan yang memiliki potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan paling kecil adalah golongan tarif bisnis (B) dengan total penerimaan sebesar Rp 17.176.517.730,00.

Berdasarkan perhitungan menggunakan matrik kinerja pajak daerah yang sudah dipaparkan sebelumnya, Pajak Penerangan Jalan termasuk dalam kategori potensial dimana proporsinya yang lebih besar dibandingkan rata-rata pajak daerah. Realisasi dan potensi Pajak Penerangan Jalan merupakan dua hal yang saling berkaitan. Keduanya menggunakan sistematika perhitungan yang hampir sama yaitu: PPJ = (Biaya Beban + Biaya Pemakaian Listrik) x Tarif Pajak Keterangan: Basis PPJ

= Biaya Beban + Biaya Pemakian Listrik

Potensi PPJ = Basis PPJ x Tarif Pajak

Sistematika perhitungan yang hampir sama antara realisasi dan potensi Pajak Peneranga Jalan tersebut seharusnya menghasilkan nilai yang sama tetapi pada kenyataannya potensi memiliki nilai yang lebih besar dibanding dengan realisasi. Hal tersebut dikarenakan potensi merupakan keseluruhan pendapatan yang dapat diperoleh dari semua objek Pajak Penerangan Jalan baik yang sudah terbayarkan maupun yang masih terutang sedangkan realisasi merupakan hasil pemungutan Pajak Penerangan Jalan yang sudah terbayarkan. Kinerja Pajak Penerangan Jalan yang tergolong potensial ikut mempengaruhi pencapaian realisasi Pajak Penerangan Jalan sehingga dapat mendekati potensi riilnya (sangat efektif).

Tabel 4.16 Perbandingan Target Penerimaan dan Potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta Tahun 2010-2011

Tahun

Target Penerimaan

Pajak Penerangan

Jalan

Realisasi Penerimaan Pajak

Penerangan Jalan

Potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan

Sumber: DPPKA Kota Surakarta, PT. PLN APJ Surakarta, 2012, data diolah

Apabila dibandingkan dengan perhitungan target yang dibuat oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta, berdasarkan tabel 4.16 jumlah potensi penerimaan dari hasil perhitungan potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan jauh lebih besar dibandingkan perhitungan target penerimaan Pajak Penerangan Jalan yang dibuat oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Aset

(DPPKA) Kota Surakarta, dengan total target penerimaan yang sebesar Rp 55.005.794.000,00. Terdapat selisih sebesar Rp 16.424.371.295,00 antara target penerimaan Pajak Penerangan Jalan yang ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta dengan potensi riil penerimaan Pajak Penerangan Jalan yang

dimiliki oleh Kota Surakarta. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa target yang dibuat oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta terlalu kecil dan mengindikasikan bahwa masih sangat terbuka bagi Kota Surakarta untuk meningkatkan penerimaan Pajak Penerangan Jalan.

Pada tahun 2010-2011 realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan belum ada yang melampaui jumlah potensi penerimaannya, hal tersebut disebabkan masih banyak tagihan pajak yang terutang atau belum terbayarkan dari pelanggan reguler PT. PLN APJ Surakarta yaitu golongan tarif rumah tangga, golongan tarif bisnis, dan golongan tarif industri, sehingga tidak semua hasil pemungutam pajak dari objek Pajak Penerangan Jalan dapat terakomodasi dalam perhitungan realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan juga dikarenakan terbatasnya data yang tersedia.

- Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta

Dari semua hasil perhitungan efektifitas Pajak Penerangan Jalan yang diperoleh dari tahun 2010-2011 diketahui bahwa efektivitas Pajak Penerangan Jalan untuk tahun 2010-2011 atau dua tahun terakhir Dari semua hasil perhitungan efektifitas Pajak Penerangan Jalan yang diperoleh dari tahun 2010-2011 diketahui bahwa efektivitas Pajak Penerangan Jalan untuk tahun 2010-2011 atau dua tahun terakhir

Tabel 4.17 Perhitungan Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta Tahun 2007-2011

Tahun

Efektivitas Pajak Penerangan Jalan (Persen)

Sangat Efektif

Sangat Efektif

Sumber: DPPKA Kota Surakarta, PT. PLN APJ Surakarta, 2012, data diolah

Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta yang menunjukkan bahwa pemungutan dan pengelolaan Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta sangat efektif. Hal ini dikarenakan realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan di Kota Surakarta hampir mencapai potensi penerimaan riilnya. Untuk ke depannya Pemerintah Daerah harus bisa meningkatkan penerimaan Pajak Penerangan Jalan agar efektivitas pajak ini dapat lebih efektif serta mampu memenuhi potensi penerimaan riilnya sehingga penerimaannya senantiasa dapat ditingkatkan dari tahun ke tahun.

- Daya Pajak (Tax Effort) Pajak Penerangan Jalan di Kota

Surakarta Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Daya Pajak (Tax Effort) Pajak Penerangan Jalan Kota Surakarta Tahun 2007-2011 (Persen)

Tahun

Daya Pajak

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, terlihat pada tabel 4.18 bahwa selama lima tahun, daya pajak mengalami penurunan selama kurun tahun 2007-2011 dan belum mengalami kenaikan lagi. Daya Pajak (Tax Effort) atau kemampuan masyarakat membayar pajak (ability to pay) di Kota Surakarta tergolong masih sangat rendah, hal itu ditunjukkan dengan persentase daya pajak terendah sebesar 0,26 persen

dan daya pajak tertinggi sebesar 0,33 persen. Berdasarkan hasil perhitungan daya pajak, mengindikasikan bahwa kemampuan masyarakat membayar pajak di Kota Surakarta masih harus ditingkatkan. Untuk meningkatkan kemampuan membayar dari masyarakat maka pemerintah daerah dapat melakukan pembangunan kestabilan ekonomi dan politik diantaranya melalui peningkatan pendapatan per kapita serta perluasan kesempatan kerja sehingga Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah bisa ditingkatkan yang pada saatnya nanti akan dapat meningkatkan kemampuan bayar masyarakat di suatu daerah.

BAB V PENUTUP