Conditionally Constitutional

F. Conditionally Constitutional

1. Pengertian

Conditionally Constitutional merupakan istilah baru dalam ilmu hukum, khususnya hukum tata negara. 143 Sehingga belum ditemukan literatur yang membahas khusus hal tersebut. Istilah ini dapat dikatakan salah satu bentuk penemuan hukum dari Mahkamah Konstitusi yang dilakukan dalam rangka menafsirkan ketentuan hukum tertulis (undang-

undang) terhadap Undang Undang Dasar.

Dalam putusan pengujian Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Mahkamah Konstitusi menyebutkan: “Bahwa Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air telah cukup memberikan kewajiban kepada Pemerintah untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas air, yang dalam peraturan pelaksanaannya pemerintah haruslah memperhatikan pendapat Mahkamah yang telah disampaikan dalam pertimbangan hukum yang dijadikan dasar atau alasan putusan. Sehingga, apabila Undang-undang a quo dalam pelaksanaan ditafsirkan lain dari maksud sebagaimana termuat dalam pertimbangan Mahkamah di atas, maka terhadap Undang-undang a quo tidak tertutup kemungkinan untuk

diajukan pengujian kembali (Conditionally Constitutional)” 144

Penggalan putusan di atas memberikan pijakan untuk menentukan unsur-unsur dari klausula Conditionally Constitutional. Beberapa unsur yang terdapat di dalam putusan tersebut adalah:

a. Undang-undang yang diuji tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi

b. Adanya perintah kepada suatu instansi (pemerintah) untuk memperhatikan pendapat Mahkamah Konstitusi dalam sebuah putusan.

c. Klausula Conditionally Constitutional memberi peluang bahwa suatu Undang-

undang yang telah diuji kepada Mahkamah Konstitusi dapat diuji kembali.

d. Syarat untuk menguji kembali undang-undang tersebut adalah apabila undang- undang tersebut dalam pelaksanaannya ditafsirkan lain dari maksud sebagaimana termuat dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi.

Dengan logika induktif, gabungan dari 4 (empat) unsur-unsur tersebut dapat dirangkai menjadi definisi atau pengertian dari Conditionally Constitutional. Misalkan Conditionally Constitutional adalah putusan atau kondisi yang menyatakan suatu ketentuan undang-undang tidak bertentangan dengan Undang Undang Dasar, di mana putusan tersebut memberikan syarat kepada instansi, dalam pelaksanaannya, untuk harus memperhatikan apa yang ditafsirkan oleh Mahkamah. Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi atau ditafsirkan lain, maka undang-undang tersebut masih dapat diajukan untuk diuji kembali ke Mahkamah Konstitusi.

2. Tata cara pengujian kembali

Materi muatan, ayat, pasal, dan/atau bagian dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air masih dapat diajukan kembali pengujiannya kepada Mahkamah Konstitusi, apabila peraturan pelaksanaan dari Undang-undang tersebut tidak sesuai dengan maksud dari penafsiran Mahkamah Konstitusi.

Dalam wawancara dengan Wasis Susetio (tenaga ahli Mahkamah Konstitusi) pada tanggal 30 Januari 2007 dikatakan: Conditionally Constitutional merupakan terminologi yuridis yang baru, ini merupakan penemuan hukum oleh MK. Ia dianggap konstitusional dengan keadaan atau kondisi sebagaimana ditafsirkan oleh MK. Dalam hal ini sepanjang ia dilakukan dengan perizinan, maka ia konstitusional. Tapi diluar itu, apa lewat perjanjian atau yang lain, maka ia

Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber

Daya Air, halaman 495.

Untuk itu, dapat dilihat pada peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi dipandang sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan putusan Mahkamah Konstitusi, karena peranan swasta dalam hak guna usaha air harus lewat izin pengusahaan. Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang SPAM “berpotensi” bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, karena tidak mengikuti alur pikiran yang ada dalam pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang SPAM misalnya disebutkan: Pasal 64 ayat (3):“Pelibatan koperasi dan/atau badan usaha swasta sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui proses pelelangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Pasal 64 ayat (5): “Koperasi dan/atau badan usaha swasta yang mendapatkan hak berdasarkan pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengadakan perjanjian dalam penyelenggaraan SPAM dengan Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya.

Bila diamati Pasal 64 ayat (3) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005, maka tidak ditemukan sedikitpun kata izin di sana. Dalam ketentuan itu, pihak swasta, koperasi dan masyarakat dapat terlibat dalam usaha pengembangan sistem air minum lewat pelelangan yang kemudian dilanjuti dengan perjanian. Kondisi seperti ini lah yang dapat dikatakan bertentangan dengan tafsir Mahkamah Konstitusi dalam putusannya, namun hal ini masih perlu dibuktikan lagi di Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi.

Pengujian kembali Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dapat diajukan apabila syarat-syarat sebagaimana disebutkan Mahkamah Konstitusi dalam putusannya tidak diperhatikan oleh Pemerintah, baik dalam peraturan pelaksananya maupun dalam pelaksanaannya.

Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi oleh Pemerintah atau ditafsirkan lain oleh Pemerintah, maka peraturan pelaksananya, seperti peraturan pemerintah yang dianggap bertentangan dengan ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, maka peraturan pemerintah tersebut dapat diuji kepada Mahkamah Agung terlebih dahulu.

Ketika peraturan pemerintah tersebut dimohonkan pengujiannya kepada Mahkamah Agung, maka akan ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi terkait dengan pengujian kembali Undang-undang Nomor 7 Tahuhn 2004 tentan Sumber Daya Air , antara lain:

1. Ketika sedang dalam tahap pemeriksaan Peraturan Pemerintah yang diuji kepada Mahkamah Agung, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air diajukan kembali permohonan pengujiannya kepada Mahkamah Konstitusi dengan mendalilkan bahwa Peraturan Pemerintah yang dimaksud bertentangan dengan penafsiran Mahkamah Konstitusi dalam putusan pengujian undang- undang sebelumnya. Dalam hal ini, peraturan pemerintah yang dianggap bertentangan tersebut dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang Mahkamah Konstitusi.

Tetapi, pengujian peraturan pemerintah yang menjadi peraturan pelaksana Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air harus dihentikan sampai ada putusan pengujian undang-undang oleh Mahkamah Agung terlebih dahulu. Penundaan atau penghentian ini diatur dalam Pasal 55

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. 145 Bila pemeriksaan pengujian kembali Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air tidak dihentikan, dalam artian Mahkamah Konstitusi tetap melakukan pemeriksaan pengujian undang-undang, maka Mahkamah Konstitusi akan tergiring untuk memeriksa Peraturan Pemerintah yang sedang diuji oleh Mahkamah Agung karena Peraturan Pemerintah tersebut dijadikan sebagai bukti dalam persidangan

2. Kemungkinan kedua yaitu menunggu keluarnya putusan dari Mahkamah Agung dalam pengujian Peraturan Pemerintah yang bersangkutan. Apabila putusannya mengabulkan permohonan pemohon, maka peraturan pemerintah yang bertentangan itu dibawa bersama-sama dengan putusan Mahkamah Agung untuk dijadikan sebagai dalil permohonan dan alat bukti dipersidangan pengujian kembali Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Kemungkinan kedua ini lebih kuat dari pada kemungkinan pertama yang disebutkan di atas. Tetapi, hal ini tidak serta-merta (mutatis mutandis) akan menyebabkan norma hukum dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945, sebab persoalannya adalah ranah penerapan dari suatu norma hukum, bukan konstitusionalitas norma hukum.

3. Pengaruh Conditionally Constitutional terhadap sifat putusan Mahkamah Konstitusi yang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat.

Mahkamah konstitusi merupakan lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat dalam menguji undang-undang terhadap Undang Undang Dasar. 146 Sifat dari putusan Mahkamah Konstitusi adalah bersifat final dan mengikat. Hal itu berarti bahwa putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. 147

Dalam pengujian undang-undang terhadap Undang Undang Dasar, putusan Mahkamah konstitusi terhadap materi muatan, ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang tidak dapat dimohonkan pengujian kembali. 148 Sehingga dengan adanya klausula Conditionally Constitutional yang memberi peluang materi muatan, ayat, pasal, dan/atau bagian dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dapat diuji kembali adalah bertentangan dengan Pasal 24C ayat (1) Undang Undang dasar 1945 jo Pasal 10 dan Pasal 60 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pertentangan tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut:

Pasal 55 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi berbunyi: Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung dihentikan apabila undang- undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi

Pasal 24C ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 jo Pasal 10 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a) menguji undang-undang terhadap Undang Undang Dasar; b) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang Undang Dasar; c) memutus pembubaran partai politik; dan d) memutus perselisihan hasil pemilihan umum.

Maruarar Siahaan, Op.cit., hal. 252.

Pasal 60 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi berbunyi: Terhadap materi

muatan, ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.

Sifat putusan MK Conditionally Constitutional

Materi muatan, ayat, pasal, dan/atau bagian dari Materi muatan, ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang telah diuji tidak dapat undang-undang yang permohonannya ditolak oleh dimohonkan pengujian kembali (nebis in idem), MK dapat diajukan kembali, apabila dalam dalam Pasal 60 UU MK

pelaksanaanya dilakukan tidak sesuai dengan tafsir MK Pasal 42 PMK Nomor 6 Tahun 2005 memberikan Dalil atau alasan hukum yang dapat diajukan dengan pengecualian, bahwa materi muatan, ayat, pasal Conditionally Constitutional adalah kesalahan atau bagian dari undang-undang tidak dapat penerapan dari putusan MK, misalkan peraturan dimohonkan pengujian kembali adalah karena pemerintah. Jadi tidak terkait langsung dengan norma alasan atau dalil yang sama

undang-undang

Final dan mengikat (Pasal 24C ayat 1), sehingga Conditionally Constitutional memberi peluang bahwa tidak ada upaya hukum yang bisa ditempuh`

suatu undang-undang yang telah diuji dapat diuji kembali, sehingga membuat putusan MK tidak bersifat final, maksudnya masih ada upaya hukum yang bisa ditempuh, meskipun tidak upaya hukum vertikal. 149

Tabel 13. Perbandingan sifat putusan Mahkamah Konstitusi dengan Conditionally Constitutional

Conditionally Constitutional dalam putusan pengujian Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air ditafsirkan secara fungsional dan dengan memandang hukum sebagai suatu sistem yang mesti harmonis, maka Conditionally

Constitutional bertentangan dengan Undang Undang Dasar dan Undang-undang Nomor

24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Tetapi Conditionally Constitutional juga memberikan persyaratan bahwa peraturan pelaksana yang dimaksud dalam penafsiran Mahkamah konstitusi dalam putusan pengujian Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air adalah bagian dari sistem hukum sumber daya air yang juga harus harmonis. Jadi, persoalan

konstitusionalitas norma Undang-undang Sumber Daya Air yang dimohonkan

pemohon adalah telah selesai. Tinggal lagi bagaimana peraturan pelaksananya harus sesuai dengan tafsir Mahkamah Konstitusi.

Apabila peraturan pelaksana dari suatu undang-undang, misalkan dalam bentuk peraturan pemerintah, dipandang bertentangan dengan untdang-undang. Maka peraturan pemerintah tersebut dapat diuji ke Mahkamah Agung, dan kemudian dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan bila undang-undang yang mendasarinya sedang dilakukan pengujian. Hal demikian dapat terjadi dengan atau tanpa

persyaratan Conditionally Constitutional .

Wasis Susetio (tenaga ahli Mahkamah Konstitusi) dalam wawancara yang dilakukan tanggal 30 Januari 2007

menyebutkan: upaya hokum melalui Conditionally constitutional ini semacam PK (Peninjauan Kembali)